Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CLOSED FRACTURE NECK FEMUR

OLEH:

DIAN SULASTI

C121 13 501

Preseptor Institusi Preseptor Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Fraktur adalah gangguan komplet maupun tidak komplet pada kontuinitas struktur tulang
dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya. Fraktur terjadi ketika tulang menjadi
subjek tekanan yang lebih besar dari yang dapat diserapnya (Smeltzer, 2015).
Klasifikasi fraktur (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2013) :
1. Klasifikasi umum fraktrur
a. Simpleks (tertutup) : fragmen tulang tidak menembus kulit
b. Compound (terbuka) : fragmen tulang menembus kulit
c. Inkompleta (parsial) : kontuinitas tulang belum terputus seluruhnya
d. Kompleta (total) : kontuinitas tulang sudah terputus seluruhnya
2. Klasifikasi berdasarkan posisi fragmen
a. Kominutiva (communited, remuk) : tulang pecah menjadi sejumlah potongan
kecil-kecil
b. Impakta (impacted) : salah satu fragmen fraktur terdorong masuk kedalam
fragmen yang lain
c. Angulata (angulated, bersudut) : kedua fragmen fraktur berada pada posisi yang
membentuk sudut terhadap yang lain
d. Dislokata (displaced) : kedua potongan tulang tetap mempertahankan kelurusan
(alignment) tulang yang pada dasarnya masih normal
e. Overriding : fragmen fraktur saling menumpuk sehingga keseluruhan panjang
tulang memendek
f. Segmental : fraktur terjadi pada dua daerah yang berdekatan dengan segmen
sentral yang terpisah
g. Avulsi (avulsed) : fragmen fraktur tertarik dari posisi normal karena kontraksi
otot atau resistensi ligament
3. Klasifikasi berdasarkan garis fraktur
a. Linier : garis fraktur berjalan sejajar dengan sumbu tulang
b. Longitudinal : garis fraktur membentang dalam arah longitudinal (tetapi tidak
sejajar) di sepanjang sumbu tulang
c. Oblik : garis fraktur menyilang tulang pada sudut sekitar 45 derajat terhadap
sumbu tulang
d. Spiral : garis fraktur menyilang tulang pada sudut yang oblik sehingga
menciptakan pola spiral
e. Transversal : garis fraktur membentuk sudut tegak lurus terhadap sumbu tulang.

Sementara (Awolaran, Children, & Trust, 2016) mengklasifikasikan fraktur berdasarkan


OA/OTA universal yaitu :
(Awolaran et al., 2016)

B. Etiologi
Fraktur terjadi ketika tulang menjadi subjek tekanan yang lebih besar dari yang dapat
diserapnya. Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang meremukkan,
gerakan memuntir yang mendadak, atau bahkan karena kontraksi otot yang ekstrem
(Smeltzer, 2015). Adapun faktor risiko terjadinya fraktur berdasarkan Kowalak, Welsh, &
Mayer (2013) meliputi :
1. Kejadian terjatuh
2. Kecelakaan kendaraan bermotor
3. Olahraga
4. Pemakaian obat yang menganggu kemampuan penilaian atau mobilitas
5. Usia muda (immaturitas tulang)
6. Tumor tulang
7. Penyakit metabolic (seperti hipoparatiroidisme atau hiperparatitoidisme)
8. Obat-obat yang menyebabkan osteoporosis iatrogenic seperti preparat steroid.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari fraktur menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2013) mencakup :
1. Deformitas akibat kehilangan kelurusan (aligment) yang alami.
2. Pembengkakan akibat vasodilatasi dan infiltrasi leukosit serta sel-sel mast
3. Spasme otot
4. Nyeri tekan
5. Kerusakan sensibilitas di sebelah distal lokasi fraktur akibat unsure-unsur
neurovaskuler terjepit atau tertekan oleh trauma atau fragmen tulang
6. Kisaran gerak yang terbatas
7. Krepitasi atau bunyi berderik ketika bagian fraktur digerakkan; bunyi ini
disebabkan oleh gesekan fragmen tulang

Adapun manifestasi komplikasi menurut Smeltzer (2015) yaitu :

1. Jika sindrom embolisme lemak terjadi, yang menyumbat pembuluh darah kecil yang
menyerupai otak, paru, ginjal, dan organ lainnya (awitan mendadak, biasanya terjadi
dalam 12 sampai 48 jam tetapi dapat terjadi sampai dengan 10 hari setelah cedera),
manifestasi berikut dapat terlihat : hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia;
dispnea, krakel, mengi, nyeri dada prekordium, batuk, sputum kental berwarna putih
dan banyak; hipoksia dan nilai gas darah dengan PaO2 kurang dari 60 mmHg,
dengan diawali oleh alkalosis respiratorik dan selanjutnya menjadi asidosis
respiratorik; perubahan status mental beragam dari sakit kepala dan agitasi ringan
sampai delirium dan koma.
2. Pada embolisasi sistemik, pasien tampak pucat. Petekie muncul di membrane
mukosa bukal dan kantung konjungtiva, di palatum durum, dan diatas dada serta
lipatan aksila anterior. Demam (suhu >39,5C) terjadi. Lemak bebas dapat ditemukan
di dalam urin ketika emboli mencapai ginjal. Nekrosis tubular akut dan gagal ginjal
dapat terjadi
3. Sindrom kompartemen (terjadi ketika tekanan perfusi turun di bawah tekanan
jaringan di dalam kompartemen anatomi yang tertutup). Sindrom kompartemen akut
dapat menyebabkan nyeri yang dalam, berdenyut, tidak reda yang tidak dapat
dikontrol oleh opioid (dapat disebabkan oleh gips yang terlalu ketat atau balutan
konstriktif atau peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau hemoragi).
Terjadi sianosis (warna biru) pada bantalan kuku dan jari tangan atau jari kaki pucat
atau kusam dan dingin; waktu pengisian kapiler bantalan kuku memanjang (lebih
dari 3 detik) ; denyut nadi mungkin berkurang (Doppler) atau tidak ada; dan
kelemahan, paralisis, dan parastesia motorik dapat terjadi.
4. Manifestasi koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) mencakup perdarahan yang
tidak terduga setelah pembedahan dan perdarahan dari membrane mukosa, lokasi
punksi vena, dan saluran gastrointestinal dan perkemihan.
5. Gejala infeksi dapat mencakup nyeri tekan, nyeri, kemerahan, pembengkakan,
kehangatan lokal, peningkatan suhu tubuh, dan drainase purulen.
6. Tidak menyatu (nonunion) dimanifestasikan dengan ketidaknyamanan persisten dan
abnormalitas pergerakan di lokasi fraktur. Beberapa faktor risiko mencakup infeksi di
tempat fraktur, interposisi jaringan di antara ujung tulang, imobilisasi yang tidak
adekuat atau menipulasi yang mengganggu pembentukan kalus, ruang berlebihan di
antara fragmen tulang, keterbatasan kontak tulang, dan gangguan suplai darah yang
menyebabkan nekrosis avaskular.
7. Manifestasi komplikasi lain mungkin akan terlihat (DVT, tromboembolisme,
embolus pulmonal).
D. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a. Syok hipovolemik akibat kerusakan pembuluh darah (khususnya pada fraktur
femur).
b. Nekrosis aseptik (bukan disebabkan oleh infeksi) pada segmen tulang akibat
gangguan sirkulasi
c. Sindrom kompartemen. Terjadi ketika edema atau perdarahan meningkatkan
tekanan di dalam kompartemen otot ( bagian otot yang terkecil) hingga taraf
yang mengganggu sirkulasi darah. Sindrom ini paling sering ditemukan pada
lengan bawah, tangan, tungkai bawah atau kaki.
d. Batu ginjal akibat dekalsifikasi yang disebabkan oleh imobilisasi yang lama.
e. Emboli lemak akibat disrupsi sumsum tulang atau aktivasi sistem saraf
simpatik pascatrauma (yang dapat menimbulkan distres pernapasan atau
sistem saraf pusat).

2. Komplikasi Lanjut
a. Non-union. Dapat diartikan sebagai gagalnya tersambung tulang yang fraktur
b. Delayed union artinya penyatuan yang tertunda, yaitu fraktur yang tidak
menyatu dalam waktu lebih dari 6 bulan.
c. Malunion adalah penyambungan yang tidak normal pada tulang.
d. Pertumbuhan yang terhambat

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien fraktur antara lain; x-ray, magnetic
resonance imaging (MRI), dan scan tulang sangat dimanfaatkan dalam orthopedi. X-Ray
atau rontgen adalah pemeriksaan diagnostik yang biasa dihunakan untuk mengetahui
masalah fraktur. Karena tulang lebih padat daripada jaringan yang lain maka x-ray tidak
dapat menembusnya, bagian yang padat ditunjukkan dengan warna putih pada xray. X-ray
menyediakan informasi tentang kelainan bentuk, kepadatan tulang, dan klasifikasi jaringan
lunak

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif
a. Traksi. Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah
untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk
memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Terdapat beberapa
jenis traksi yang yang dapat digunakan pada pasien fraktur yaitu :
1) Skin traksi. Digunakan untuk penanganan patah tulang pada pasien
anak dan dewasa yang membutuhkan kekuatan tarikan sedang, dengan
beban tidak lebih dari lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih
dari 3-4 minggu karena dapat menyebabkan iritasi kulit. Adapun
beberapa jenis skin traksi yaitu :
a) Traksi buck. Ektensi buck (unilateral/bilateral) adalah bentuk
traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila
hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Traksi
buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera
pinggul sebelum dilakukan fiksasi dengan intervensi bedah.
b) Traksi Russell. Dapat digunakan pada fraktur plato tibia,
menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan
memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan
elastis ketungkai bawah.
c) Traksi Dunlop adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi
horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
d) Traksi kulit Bryant. Traksi ini sering digunakan untuk merawat
anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant
sebaiknya tidak dilakukan pada anakanak yang berat badannya
lebih dari 30 kg apabila batas ini dilampaui maka kulit dapat
mengalami kerusakan berat.
2) Skeletal traksi
Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires, screw
untuk menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu
yang lebih dari empat minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah
longitudinal serta mengontrol rotasi dari fragmen tulang. Pada patah
tulang panjang digunakan steinmann pins (2-4,8mm) atau kirschner
wires (7-15mm) yang penggunaannya ditentukan oleh densitas tulang
serta kekuatan tarikan yang dibutuhkan.Beberapa tempat pemasangan
pin seperti proksimal tibia, kondilus femur, olekranon, kalkaneus,
trokanter mayor atau bagian distal metakarpal lalu diberi pemberat.
b. Imobilisasi
Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi,
tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh
cara ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya sendi.
Oleh karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.
c. Pemasangan Gips
Gips merupakan suatu bubuk campuran yang digunakan untuk
membungkus secara keras daerah yang mengalami patah tulang. Hal ini
bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tidak
bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan
cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut.
2. Penatalaksanaan Operatif
a. Fiksasi interna atau ORIF
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan
piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang misalnya pada
fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai
bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup
di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai
reposisi sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah
operasi tidak diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan
imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di
reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi
displacement kembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk 18
dan perlahan (fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana
dengan reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan
perawatan yang sulit (paraplegia, pasien geriatri)
Setelah fraktur direduksi, imobilisasi bertujuan menahan tulang tetap pada
posisi yang tepat dan sejajar sampai penyatuan kembali. Imobilisasi dilakukan
dengan fiksasi eksternal atau internal.

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetic
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler _ 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
Cape au lait spot (birth mark).
Fistulae.
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time Normal 3 5 .
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapa fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat
di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma)
2. Kerusakan integritas jaringan behubungan dengan hambatan mobilitas fisik dan
gangguan sirkulasi
3. Risiko kekurangan volume cairan
4. Risiko infeksi
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer behubungan dengan gaya hidup kurang
gerak,dan kurang pengetahuan.
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera, trauma, dan prosedur bedah
C. Intervensi Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan dengan NOC NIC
agen cedera fisik (trauma) Pain Control Pain Management
Pain level 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi
2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9) Kurangi faktor prespitasi nyeri
10) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi, dan inter
personal)
11) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
12) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
13) Evaluasi keektifkan kontrol nyeri
14) Tingkatkan istirahat

Analgesic
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih
dari satu
4) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
5) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
6) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
7) Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejaa (efek samping)
2 Kerusakan integritas jaringan NOC NIC
Nutrition Management
berhubungan dengan hambatan Tissue integrity: skin & 1) Kaji adanya alergi makanan
mobilitas fisik dan gangguan mucous membrans 2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
sirkulasi dibutuhkan pasien
3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5) Berikan substansi gula
6) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsutasikan dengan ahli gizi)
8) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
9) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11) Kaji kemampuan untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

Fluid Management:
1) Monitor perubahan berat harian
2) Hitung haluaran atau berat popok
3) Pertahankan catatan intake dan output
4) Pasang kateter urin bila perlu
5) Monitor status hidrasi
6) Monitor hasil lab yang berkaitan dengan retensi cairan
7) Monitor tanda vital
8) Monitor indikasi kelebihan/retensi cairan
9) Kaji lokasi dan luas edema jika ada
10) Berikan terapi intravena
11) Monitor status nutrisi
12) Berikan terapi diuretic sesuai ketentuan

3 Risiko kekurangan volume NOC : NIC


cairan Fluid monitoring Fluid Management:
1) Monitor perubahan berat harian
2) Hitung haluaran atau berat popok
3) Pertahankan catatan intake dan output
4) Pasang kateter urin bila perlu
5) Monitor status hidrasi
6) Monitor hasil lab yang berkaitan dengan retensi cairan
7) Monitor tanda vital
8) Monitor indikasi kelebihan/retensi cairan
9) Kaji lokasi dan luas edema jika ada
10) Berikan terapi intravena
11) Monitor status nutrisi
12) Berikan terapi diuretic sesuai ketentuan
4 Risiko infeksi NOC : NIC :
Infection severity Infection control
Definisi: 1) Bersihkan lingkungan yang telah digunakan klien
Rentan mengalami invasi dan 2) Mengubah peralatan perawatan pasien sesuai standar
multipikasi organisme patgenik 3) Sediakan ruang isolasi untuk pencegahan, bila perlu
yang dapat mengganggu 4) Mempertahankan teknik isolasi
5) Batasi jumlah pengunjung
kesehatan
6) Ajarkan untuk meningkatkan cuci tangan untuk kesehatan individu
7) Instruksikan klien dalam mencuci tangan yang tepat
8) Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum masuk dan setelah
meninggslksn ruangan
9) Gunakan sabun antibakteri untuk mencuci tangan

Infection protection
1) Monitor sistemik, lokasi, tanda dan gejala infeksi
2) Monitor kebiasaan tekena infeksi
3) Monitor nilai granulosit, WBC, dan hasil yang berbeda
4) Menengakkan teknik asepsis untuk pasien yang berisiko
5) Sediakan perawatan kulityang mengalami edema
6) Inspeksi kulit, dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, dan drainase
7) Inspeksi kondisi semua tindakan insisi atau luka

5 Ketidakefektifan perfusi NOC : NIC :


jaringan perifer behubungan Tissue perfusion: Acid-base Management:
dengan diabetes mellitus, peripheral 1) Pertahankan kepatenan jalan napas
hipertensi, gaya hidup kurang 2) Posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat
gerak, dan kurang pengetahuan. 3) Pertahankan kepatenan infuse
4) Monitor perkembangan pH, PaCO2, dan HCO3 arteri, untuk menentukan jenis partikel
yang tidak seimbang
5) Monitor analisa gas darah, serum, dan tingkat elektrolit unrine
6) Mengambil specimen untuk tes laboratorium keseimbangan asam basa

Circulatory Care: Venous Insufficiency:


1) Melakukan penilaian secara luas mengenai sirkulasi perifer (cek nadi perifer, edema,
CRT, warna, dan suhu)
2) Mengevaluasi edema dan nadi perifer
3) Inspeksi kulit untuk melihat adanya ulserasidan kerusakan jaringan
4) Lakukan perawatan luka bila perlu
5) Monitor tingkat ketidaknyamanan berupa nyeri
6) Mengajarkan pasien tentang pentingya terapi kompresi
7) Menggunakan/memberikan terapi kompresi sebagaimana mestinya (mis., balutan
pendek atau balutan panjang), bila perlu
8) Menganjurka untuk melakukan ROM pasif atau aktif terutama meninggikan
ekstremitas bawah saat berbaring

Fluid Management:
13) Monitor perubahan berat harian
14) Hitung haluaran atau berat popok
15) Pertahankan catatan intake dan output
16) Pasang kateter urin bila perlu
17) Monitor status hidrasi
18) Monitor hasil lab yang berkaitan dengan retensi cairan
19) Monitor tanda vital
20) Monitor indikasi kelebihan/retensi cairan
21) Kaji lokasi dan luas edema jika ada
22) Berikan terapi intravena
23) Monitor status nutrisi
24) Berikan terapi diuretic sesuai ketentuan
6 Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
berhubungan dengan fisik tidak Ambulation Body Mechanics Promotion
bugar, gangguan kognitif, Mobility 1) menentukan komitmen pasien untuk belajar postur yang baik
gangguan neuromuscular. Body mechanics 2) menentukan pemahaman mengenai body mekanik dan cara meingkatkan
performance 3) kolaborasi dengan fisioterapis bila perlu

Environmental management
1) buat lingkungan aman untuk klien
2) idetifikasi keamanan yang dibutuhkan klien, tigkat dasar fisik, fungsi kognitif, dan
riwayat tingkah laku
3) jauhkan objek yang berbahaya dari lingkungan klien
4) gunakan pengaman tempat tidur bila perlu

positioning: neurologic
1) Tempatkan pada posisi terapi
2) Gunakan body mekanik yang tepat saat memposisikan klien
3) Sediakan penyangga yang tepat untuk leher klien
7 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :
kurang dari kebutuhan Nutrional status : foof Nutrition Management
berhubungan dengan dan fluid intake 1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
ketidakmampuan mencerna
dibutuhkan pasien
makan
3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5) Berikan substansi gula
6) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsutasikan dengan ahli gizi)
8) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
9) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11) Kaji kemampuan untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

Nausea management:
1) Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, faktor frekuensi, prespitasi yang
menyebabkan mual
2) Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
3) Anjurkan klien untuk makan selagi hangat

4) Kolarobasi pemberian terapi antiemetik :


Ondansentron
Sucralfat

Weight management
1) Diskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang
menyebabkan penurunan berat badan
8 Gangguan citra tubuh NOC: NIC:
berhubungan dengan cedera, Body image Body image enhancement
trauma, dan prosedur bedah 1) Tentukan dasar ekspektasi citra tubuh pasien yang berhubungan dengan perkembangan
2) Gunakan bimbingan terlebih dulu untuk menprediksi perubahan dari citra tubuh
3) Bantu pasien untuk mendiskusikan penyebab dari penyakit atau pembedahan, bila

perlu
4) Bantu pasien dalam menentukan tingkat perubahan nyata pada tubuh atau tingkat dari
fungsinya
5) Bantu pasien mendiskusikan stressor yang mempengaruhi citra tubuh pada kondisi
bawaan, luka, penyakit, dan pembedahan.

Coping enhancement
6) Bantu pasien mengidentifikasi harapan jangka pendek dan jangka panjang
7) Anjurkan pasien berinteraksi dengan orang yang memiliki minat dan harapan yang
sama
8) Bantu pasien dalam penanganan masalah dengan cara yang membangun
9) Evaluasi kemampuan pasien menentukan keputusan
10) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi bila perlu
BAB III

WEB OF CAUTION (WOC)

Trauma Langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut


tulang

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen


tulang
Tekanan sumsum tulang
Pergeseran fragmen tulang Spasme otot lebih tinggi dari kapiler

Deformitas Tekanan kapiler


Melepaskan katekolamin

Gangguan Pelepasan histamin


Metabolism asam lemak
fungsi
ekstremitas Protein plasma
Bergabung dengan trombosit
hilang
Hambatan mobilitas fisik
Emboli
Edema
Laserasi kulit
Menyumbat
Penekanan pembuluh darah
pembuluh darah

Putus vena/arteri Kerusakan integritas kulit

Risiko infeksi Ketidakefektifan perfusi


Perdarahan
jaringan perifer

Kehilangan volume Risiko syok


cairan (hipovolemik
)
DAFTAR PUSTAKA

Awolaran, O., Children, S., & Trust, N. H. S. F. (2016). Classifications in Orthopeadics,


(September 2013), 033. Retrieved from
https://www.researchgate.net/profile/Olugbenga_Awolaran/publication/257067156_Frac
ture_Classifications_in_Orthopaedics/links/0deec52446d0088914000000/Fracture-
Classifications-in-Orthopaedics.pdf?origin=publication_detail
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore: Elsevier.
Kowalak, J. K., Welsh, W., & Mayer, B. (2013). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (5th ed.). Singapore: Elsevier.
NANDA International. (2015). Nursing Diagnoses Definitions and classifiction. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, S. C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth (12th ed.). Jakarta:
EGC.
(Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2016)

(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016)

(NANDA International, 2015)

Anda mungkin juga menyukai