Anda di halaman 1dari 20

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Leaf Spring


Leaf spring atau bisa disebut dengan per daun adalah
jenis spring yang paling sederhana konstruksinya dan
kekuatannya dapat ditambah atau dikurangi. Leaf spring terdiri
dari beberapa lembar spring yang diikat menjadi satu,
sehingga dapat ditambah atau dikurangi. Semakin banyak
jumlah lembar spring, semakin kuat daya lenturnya. Hal ini
juga dipengaruhi oleh tebal, lebar, dan panjang spring. Leaf
spring terbuat dan bahan special steel alloy.
Pemasangan leaf spring terhadap axle dipengaruhi pula
oleh jenis kendaraan-nya. Jika kendaraan ini direncanakan
supaya lantainya rendah maka pemasangan leaf spring
ditempatkan di bawah axle.
Sebaliknya, jika diinginkan lantai kendaraan yang tinggi
maka pemasangan leaf spring ditempatkan di bagian atas axle.
Hal yang perlu diperhatikan pada leaf spring adalah jarak
antara kedua spring eye.

Gambar 2.1 Leaf Spring

2.2 Uji Unsur Senyawa (SEM-EDS)


SEM-EDS (scanning electronic microscopy-energy
dispersive spectroscopy) merupakan sebuah mikroskop
elektron yang didesain untuk mengamati permukaan objek
solid secara langsung. SEM memiliki perbesaran 10
5
3.000.000 kali, depth of field 4 0.4 mm dan resolusi sebesar
1 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of
field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk
mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat
SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan
industry.
Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada
cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200nm sedangkan
elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1 0,2 nm. Dibawah
ini diberikan perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya
dengan elektron.

Gambar 2.2 Perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya


dengan electron

Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga


bisa mendapatkan beberapa jenis pantulan yang berguna untuk
keperluan karakterisasi. Jika elektron mengenai suatu benda
maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan
pantulan non elastis seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.3 Pantulan electron

6
Pada sebuah mikroskop elektron (SEM) terdapat beberapa
peralatan utama antara lain :
1. Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari
unsur yang mudah melepas elektron misal tungsten.
2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena
elektron yang bermuatan negatif dapat dibelokkan oleh
medan magnet.
3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan
maka jika ada molekul udara yang lain elektron yang
berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan
sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan
molekul udara menjadi sangat penting.
Untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang
mengandung multi atom para peneliti lebih banyak
mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive Spectroscopy).
Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini,
namun tidak semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari
Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X
pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka
setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan
muncul puncak puncak tertentu yang mewakili suatu unsur
yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat
elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan
warna berbeda beda dari masing masing elemen di
permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa
secara kunatitatif dari persentase masing masing elemen.

Gambar 2.4 Alat SEM-EDS

7
Gambar 2.5 Tampilan SEM-EDS pada Computer

2.3 Normalizing
Proses normalizing sendiri adalah proses perlakuan panas
terhadap baja dengan tujuan mendapatkan struktur, butiran
yang halus dan seragam untuk menghilangkan tegangan dalam
akibat pengerjaan dengan mesin.
Tujuan dari proses normalizing ini adalah untuk
memperhalus butir, memperbaiki mampu mesin,
menghilangkan tegangan sisa yaitu, dan memperbaiki sifat
mekanik baja karbon struktural dan baja-baj paduan rendah.

2.4 Quenching
Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu
proses pemanasan logam sehingga mencapai batas austenit
yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini maka
austenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya
secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media
pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita
inginkan untuk mencapai kekerasanbaja.
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit
tidak sempat berubah menjadi ferit atau perlit karena tidak ada
kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah larut dalam
austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan bentuk
sementit oleh karena itu terjadi fase mertensit, ini berupa fase
yang sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon.

8
Martensit adalah fasa metastabil terbentuk dengan laju
pendinginan cepat, semua unsur paduan masih larut dalam
keadaan padat. Pemanasan harus dilakukan secara bertahap
(preheating) dan perlahan-lahan untuk memperkecil deformasi
ataupun resiko retak. Setelah temperatur pengerasan
(austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu
(holding time) kemudian didinginkan cepat.
Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh
dan tidak cocok untuk digunakan. Melalui temper, kekerasan,
dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi
persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun,
sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat. Pada saat
tempering proses difusi dapat terjadi yaitu karbon dapat
melepaskan diri dari martensit berarti keuletan (ductility) dari
baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan kekerasan menurun.
Sifat-sifat mekanik baja yang telah dicelup, dan di-temper
dapat diubah dengan cara mengubah temperatur tempering.

Gambar 2.6 Diagram CCT Media Air

9
Gambar 2.7 Diagram CCT dengan pendinginan bervariasai

Gambar 2.8 Diagram CCT pada baja hypereuotectoid

10
Gambar 2.9 Diagram CCT pada baja hypoeuotectoid

Gambar 2.10 Diagram CCT pada baja hypoeuotectoid

Dari kurva CCT di atas dapat kita lihat beberapa


perbedaan. Pada baja Hypoeutektoid ada dua fasa yang
terbentuk matertensit dan perlit. Terbentuk fasa Martensite +
peril setelelah melewati garis perlit start dan martensite finish.
Perlite 100% terbentuk karena pada saat pendinginan spesimen
tidak melewati fasa martensite awal dan martensite finish.
Pada baja eutektoid tebentuk tiga fasa setelah dilakukan
pendinginan. Fasa pertama yang terbentuk yaitu martensite
11
100%, pendinginan dengan membiarkan baja di udara
mengasilkan fasa martensite + perlite. Sedangkan pendinginan
didalam tungku atau secara lambat menghasilkan perlite
100%. Namun pada pendinginan cepat media air atau oli fasa
yang terbentuk adalah martensit. Dan apabila laju pendinginan
tidak memotong garis martensit akhir maka fasa yang
terbentuk adalah martensit dan austenite sisa. Pada baja hyper
eutektoid juga terbentuk tiga,fasa sama seperti pada baja
eutektoid. Tetapi pada baja hyper eutektoid waktu yang
dibutuhkan lebih lama. Kurva TTT (Time Temperature
Transformation) adalah suatu diagram yang menghubungkan
transformasi austenit terhadap waktu dan temperatur.
Kurva ini menggambarkan proses pendinginan
dengan melakukan holding. Setelah spesimen mencapai
suhuaustenit (727C) dilakukan holding terlebih dahulu
gunanya agar semua bagian spesimen benar-benar mendapat
panas yang sama. Proses perlakuan panas bertujuan untuk
memperoleh struktur baja yang diinginkan agar cocok dengan
penggunaan yang direncanakan. Struktur yang diperoleh
merupakan hasil dari proses transformasi dari kondisi awal.
Proses transformasi ini dapat dibaca dengan menggunakan
diagram fasa namun untuk kondisi tidak setimbang diagram
fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi seperti ini maka
digunakan kurva TTT. Melalui kurva ini dapat dipelajari
kelakuan baja pada setiap tahap perlakuan panas, diagram ini
juga dapat digunakan untuk memperkirakan struktur dan sifat
mekanik dari baja yang di-quench dari temperatur austenite.
Kurva ini menunjukan dekomposisi austenit dan
berlaku untuk macam baja tertentu. Baja yang mempunyai
komposisi berlainan akan mempunyai diagram yang berlainan,
selain itu besar butir austenit, adanya inclusi atau elemen lain
yang terkandung juga mempunyai pengaruh yang sama. Pada
kurva TTT untuk baja hypoeutectoid terbentuk 2 fasa
martensit dan perlit, Fasa M + P terbentuk setelah melewati
garis P start dan M finish. P 100% terbentuk setelah melewati
P finish dan tidak melewati M start dan M finish.

12
Pada baja eutectoid terbentuk fasa 100% M, M + B
dan 100%P, 100%M terbentuk setelah melewati M start dan
M finish, M +B terbentuk setelah melewati garis M finish dan
B finish , 100%P terbentuk setelah melewati P finish. Pada
baja hypereutectoid terbentuk 3 fasa 100%M , M + B
dan100%P. 100%M terbentuk setelah melewati M start and
M finish. M + B terbentuk setelah melewati B start dan M
finish . 100% P terbentuk setelah melewati P finish.
Keterangan M= Martensit, P= Pearlit, B=Bainit.

Gambar 2.11 Grafik kadar karbon dan temperature terhadap


garis MS dan MF

Pada diagram CCT atau TTT nilai dari Carbon pada


sebuah spesimen sangat berpengaruh terhadap kurva
transformasi awal dan transformasi akhir, serta berpengaruh
pada garis Martensit awal dan Martensit akhir. Semakin besar
kadar carbon dalam specimen, maka kurva transformasi awal
dan akhir akan bergeser kekanan menjauh dari garis
temperature. Begitu juga dengan garis martensit awal dan
akhir akan bergeser semakin kebawah mendekati garis waktu.

13
2.5 Laku Panas
Proses laku panas adalah kombinasi dari operasi
pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang
dilakukan terhadap logam dalam keadaan padat, sebagai upaya
untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Dari sini tampak bahwa
proses laku panas dapat digunakan untuk melakukan
manipulasi sifat mekanik sesuai dengan kebutuhan dan
keperluan.
Baja adalah paduan yang banyak diproduksi atau
digunakan dan juga paling sering diberikan laku panas dalam
proses produksinya. Proses laku panas pada baja pada
umumnya akan melibatkan transformasi atau dekompisisi
austenit inilah yang akan menentukan sifat fisik dan mekanik
baja yang mengalami proses laku panas.
Proses laku panas pada dasarnya terdari dari beberapa
tahapan dimulai dengan pemanasan sampai ketemperatur
tertentu, lalu diikuti dengan penahanan beberapa saat, baru
kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu.
Yang membedakan proses laku-panas dengan proses laku-
panas yang lain adalah:
1. Tinggi temperatur pemanasan
2. Lamanya waktu penahanan
3. Laju pendinginan
Selama pemanasan, yang biasa dilakukan hingga
mencapai daerah austenit, baja akan mengalami transformasi
fase, akan terbentuk austenit. Dengan memberikan waktu
penahanan yang cukup akan memberikan kesempatan kepada
atom-atom untuk berdiffusi menghomogenkan austenit yang
baru terbentuk itu. Pada pendinginan kembali, austenit akan
bertransformasi lagi dan struktur mikro yang terbentuk
tergantung pada laju pendinginan. Dengan laju pendinginan
yang berbeda akan terbentuk struktur mikro yang berbeda,
tentunya sifat mekaniknya pun akan berbeda.

14
2.5.1 Laku Panas Kondisi Setimbang
Laku panas adalah kombinasi dari operasi
pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu
yang dilakukan pada logam/paduan untuk memperoleh
sifat tertentu. Salah satu dari laku panas tersebut
dilakukan dengan kondisi setimbang atau paling tidak
mendekati kondisi setimbang.

Gambar 2.12 Daerah Temperatur Laku Panas

2.5.2 Laku Panas Kondisi Tidak Setimbang


Proses Laku Panas yang dilakukan pada keadaan
yang tidak setimbang. Hal ini dilakukan dengan cara
memberikan pendinginan cepat pada logam yang sudah
dipanaskan sehingga tidak ada kesempatan bagi material
yang sudah dipanaskan untuk mencapai kondisi yang
setimbang karena waktu yang dibutuhkan untuk
transformasi / dekomposisi tidak cukup.
1. Temperatur austenitising:
o
a. Baja hypoeutektoid 25 50 C di atas temperatur
kritis atas A
3
o
b. Baja hypereutektoid 25 50 C di atas
temperatur kritis bawah A
1
2. Waktu penahanan (holding time)

15
Agar austenit menjadi lebih homogen, maka
perlu diberi kesempatan pada atom-atom untuk
berdifusi.
3. Laju Pendinginan
Laju pendinginan tergantung beberapa faktor, yaitu:
a. Jenis media pendinginnya
b. Temperatur media pendingin
c. Kuatnya sirkulasi

2.6 Uji Kekerasan


Pada pengujian kekerasan rockwell, angka kekerasan
yang di peroleh merupakan fungsi dari kedalaman indentasi
pada specimen akibat pembebanan statis. Pada pengujian
dengan metode rockwell dapat digunakan dua bentuk
indendtor, yaitu berbentuk bola dari baja yang dikeraskan
dengan berbagai diameter, dan bentuk kerucut dari intan (
diamond cone ). Beban yang diberikan pada saat indentasi
disesuaikan dengan bentuk dan dimensi indentor, dimana
angka kekerasan specimen uji dapat dibaca langsung pada
mesin.

Gambar 2.13 Prinsip Kerja Rockwell

Keterangan :
0-0 Posisi sebelum indentasi
1-1 Penetrasi pada saat beban awal P1
2-2 Penetrasi pada pada saat beban penuh ( P1+P )
3-3 Penetrsai setelah beban utam dilepas P1

16
Angka kekerasan Rockwell tidak bersatuan, tetapi dengan
satu huruf depan seperti pada tabel 2.1 yang menyatakan
kondisi pengujian. Angka skala pada mesin terdiri dari dua
skala, yaitu merah dan hitam, berbeda 30 angka kekerasan.
Skala Rockwell terbagi 100 divisi, dimana setiap divisi
sebanding dengan kedalaman indentasi 0,002 mm. Angka
kekerasan Rockwell B dan Rockwell C dinyatakan sebagai
kedalaman indentasi (h1) dapat ditulis sebagai berikut.

kedalaman identasi(mm)
RB =130
0.002

kedalamanidentasi( mm)
Rc =100
0.002

2.7 Metalography Test


Ilmu logam secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu
metalurgi dan metalography. Metalurgi yaitu ilmu yang
mempelajari tentang perpaduan logom dengan unsur-unsur
tertentu seperti titanium,copper, yang bertujuan untuk
memperkuat atau dan menambah ketangguhan logam, yang
digunakan untuk berbagai kebutuhan khusus seperti engine
blok piston dll.
Metalografi merupakan suatu metode untuk menyelidiki
struktur logam dengan menggunakan miroskop optis dan
mikroskop electron dengan perbesaran 50 3000 kali.
Sedangkan struktur yang terlihat pada mikroskop tersebut
tersebut disebut mikrostruktur. Pengamatan tersebut dilakukan
terhadap spesimen yang telah diproses sehingga bisa diamati
dengan pembesaran tertentu.
Pengujian metalography dibagi menjadi duajenis yaitu
pengujian makro dan pengujian mikro
1. Pengujian makro
Pengujian makro bertujuan untuk melihat secara visual
atau kasat mata hasil dari pengelasan apakah terdapat
17
cacat atau tidak, dengan dilakukan proses etsa terlebih
dahulu
2. Pengujian mikro
Pengujian mikro bertujuan untuk melihat butiran struktur
kristal dari logam yang diuji dengan menggunakan
mikroskop mulai perbesaran 50-3000 kali, sehingga dapat
diketahu sifat, dan struktur dari logam tersebut.

Gambar 2.14 Pantulan Sinar Pada Metalograph Test

2.7.1 Metode Perhitungan Jumlah butiran


Untuk mengetahui berapa banyak kandungan struktur
mikro yang ada dalam suatu spesimen yang telah
dilakukan uji metalografi ada tiga cara metode yang
disarankaan oleh ASTM.
1. Metode Perbandingan.
Foto mikrostruktur bahan dengan perbesaran 100x
dapat dibandingkan dengan grafik ASTM E112-63, dapat
ditentukan besar butir. Nomor besar butir ditentukan
dengan rumus :

1. N2n-1

Dimana N adalah jumlah butir per inch2 dengan


perbesaran 100x. Metode ini cocok untuk sampel
dengan butir beraturan.
18
2. Metode Intercept (heyne)

Plastik transparan dengan grid (bergaris kotak-kotak)


diletakkan di atas foto atau sampel. Kemudian dihitung
semua butir yang berpotongan pada akhir garis dianggap
setengah. Perhitungan dilakukan pada tiga daerah agar
mewakili. Nilai diameter rata-rata ditentukan dengan
membagi jumlah butir yang berpotongan dengan panjang
garis. Metode ini cocok untuk butir yang tidak beraturan.

3. Metode Planimetri (Jeffries)

Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya


memiliki 5000 mm2. perbesaran dipilih sedemikian
sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di dalam
lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir
dalam lingkaran ditambah setengah dari jumlah butir
yang berpotongan dengan lingkaran. Besar butir dihitung
dengan mengalikan jumlah butir dengan pengali Jeffries
(f). Perlu diperhatikan bahwa ketiga mode di atas hanya
merupakan besar butir pendekatan, sebab butir memiliki 3
dimensi bukan dua dimensi.

2.7.2 Sifat Mekanik Material


Sifat mekanik material adalah sifat yang menyatakan
kemampuan suatu material atau komponen untuk
menerima beban, gaya dan energy tanpa menimbulkan
kerusakan pada material atau komponen tersebut.
Beberapa sifat mekanik yang penting antara lain:
a. Kekuatan (Strenght)
Merupakan kemampuan suatu material untuk
menerima tegangan tanpa menyebabkan material
menjadi patah. Berdasarkan pada jenis beban yang
bekerja, kekuatan dibagi dalam beberapa macam

19
yaitu kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan,
kekuatan torsi, dan kekuatan lengkung.
b. Kekakuan (stiffness)
Merupakan kemampuan suatu material untuk
menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan
terjadinya deformasi atau difleksi.
c. Kekenyalan (elasticity)
Merupakan kemampuan material untuk menerima
tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan
atau dengan kata lain kemampuan material untuk
kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah
mengalami perubahan bentuk (deformasi).
d. Plastisitas (plasticity)
Merupakan kemampuan material untuk mengalami
perubahan bentuk secara permanen (deformasi
palstis) tanpa mengalami kerusakan. Material yang
mempunyai plastisitas tinggi dikatakan sebagai
material yang ulet (ductile), sedangkan material yang
mempunyai plastisitas rendah dikatakan sebagai
material yang getas (brittle).
e. Keuletan (ductility)
Merupakan kemampuan sifat material yang
digambarkan seperti kabel dengan aplikasi kekuatan
tarik. Material yang ulet (ductile) ini harus kuat dan
lentur. Keuletan biasanya diukur dengan suatu
periode tertentu, persentase keregangan. Sifat ini
biasanya digunakan dalam bidang perteknikan, dan
bahan yang memiliki sifat ini antara lain besi lunak,
tembaga, aluminium, nikel, dll
f. Ketangguhan (toughness)
Merupakan kemampuan material untuk menyerap
sejumlah energy tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan.
g. Kegetasan (brittleness)
Merupakan kemampuan sifat bahan yang mempunyai
sifat berlawanan dengan keuletan. Kegetasan ini

20
merupakan suatu sifat pecah dari suatu material
dengan sedikit pergeseran permanent. Material yang
getas atau rapuh ini juga menjadi sasaran pada beban
regang, tanpa memberi keregangan yang terlalu besar.
Contoh bahan yang memiliki sifat kerapuhan ini yaitu
besi cor.
h. Kelelahan (fatigue)
Merupakan kemampuan kecenderungan dari logam
untuk menjadi patah bila menerima beban bolak-balik
(dynamic load) yang besarnya masih jauh di bawah
batas kekakuan elastisnya.
i. Melar (creep)
Merupakan kemampuan kecenderungan suatu logam
untuk mengalami perubahan bentuk secara permanen
(deformasi plastik) bila pembebanan yang besarnya
relative tetap dilakukan dalam waktu yang lama pada
suhu yang tinggi.
j. Kekerasan (hardness)
Merupakan kemampuan ketahanan material terhadap
penekanan atau indentasi atau penetrasi. Sifat ini
berkaitan dengan sifat tahan (wear resistance) yaitu
ketahanan material terhadap penggoresan atau
pengikisan.

2.7.3 Macam-macam Struktur Mikro

Berikut ini adalah penjelasan dari berbagai gambar


struktur mikro yang terkandung dalam logam

21
Gambar 2.15 Hasil metalografi perbesaran 50x fasa
yang terbentuk adalah ferrit

Ferrit yaitu larutan padatan interstisial karbon dalam


besi dengan kadar karbon 0,025% pada suhu 723C dan
0,008% di temperatur kamar. Berbentuk butir-butir kristal
yang padat. Berwarna putih terang. Sifat mekanis lunak
dan ulet (kondisi annealing).

Gambar 2.16 Hasil metalografi perbesaran 50x fasa


yang terbentuk adalah pearlit

Pearlite yaitu suatu eutectoid mixture dari cementite


dan ferrite terdiri dari lapisan alpha-ferrit (88%) dan
cementite (12%) dengan kadar karbon 0,8%. Berbentuk
pipih atau berlapis. Berwarna kehitaman. Sifat mekanis
lunak.

Gambar 2.17 Hasil metalografi perbesaran 100x fasa


yang terbentuk adalah austenit

22
Autenite yaitu larutan padat interstisial karbon dalam
besi dengan kadar karbon 2%. Berbentuk padatan
seperti plat. Berwarna abu-abu terang. Sifat mekanis
lunak dan ulet (kondisi besi murni).

Gambar 2.18 Hasil metalografi perbesaran 100x fasa


yang terbentuk adalah cementite

Cementite yaitu karbida besi Fe3C merupakan


senyawa interstisial dengan kadar karbon 6,67%.
Berbentuk jaringan (network). Sifat mekanis sangat keras
dan getas.

Gambar 2.19 Hasil metalografi perbesaran 100x fasa


yang terbentuk adalah bainite
23
Bainite yaitu aciculer mikro yang berbentuk pada
baja pada suhu sekitar 250-550C dengan kadar karbon
<0,5%. Berbentuk jarum-jarum aciculer yang tidak sejajar
satu sama lain. Berwarna abu-abu gelap. Sifat mekanis
sangat keras dan getas. Terjadi karena adanya pndinginan
cepat dan disrtai penahanan temperature.

Gambar 2.20 Hasil metalografi perbesaran 100x


fasa yang terbentuk adalah martensite

Martensite yaitu struktur metastabil yang terbentuk


karena proses pendinginan yang cepat atau sangat cepat pada
temperatur austenitisasinya dengan kadar karbon >0,5%.
Berbentuk jarum-jarum pendek. Berwarna hitam pekat. Sifat
mekanis sangat keras.

24

Anda mungkin juga menyukai