Anda di halaman 1dari 32

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Baja
Baja merupakan logam paduan dimana unsur besi (Fe)
sebagai unsur dasar dan unsur karbon (C) sebagai paduan
utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,008%
- 2%, untuk baja yang memiliki kandungan karbon antara 0,008%
- 0,8% berat maka disebut dengan baja Hypoeutektoid sedangkan
yang memiliki kandungan karbon 0,8% - 2% berat disebut dengan
baja Hypereutektoid. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat
unsur unsur lain selain karbon yang akan tertinggal didalam
baja tersebut dan sulit untuk dihilangkan yaitu Mangan (Mn),
Silikon (Si), Chrom (Cr), Vanadium (V), Molibdenum (Mb) dan
unsur lainnya. Dalam hal aplikasi baja merupakan bagian
terpenting dalam kehidupan manusia dan dalam perkembangan
teknologi yang sudah ada sampai saat ini baja memiliki peranan
terpenting dalam mendukung hal tersebut. Dalam mendukung
kehidupan manusia misalnya, alat alat rumah tangga,
perkantoran, perbengkelan dan alat alat kosmetik yang biasa
kita gunakan pasti akan bersentuhan dengan baja. Dan didalam
mendukung perkembangan teknologi industri baja berperan
dalam hal infrastruktur bangunan dan alat alat berat yang
digunakan. Selain itu baja juga mengalami perkembangan yang
cukup signifikan, bahkan dalam hal perkembangan teknologi
didunia kesehatan baja berperan dalam membantu pasien pasien
yang mengalami patah tulang guna membantu menyambungkan
kembali tulang yang patah tersebut. Kandungan karbon dalam
baja akan menentukan sifat mekanik yang dimiliki oleh baja
tersebut khususnya dalam hal kekerasan dan kuat tarik. Adapun
sifat mekanik baja pada umumnya memiliki level kuat tarik
menengah dengan nilai kuat tarik berkisar antara (200 300 MPa
atau 30 40 ksi) serta dengan ketangguhan yang baik untuk
menghasilkan kekuatan melebihi 1400 MPa (200 ksi) serta nilai
fracture toughness sebesar 110 MPa [ASM international,2002].
2.1.1 Baja Karbon
Baja karbon merupakan salah satu jenis baja paduan
yang terdiri atas unsur besi (Fe) dan karbon (C). Dimana
besi merupakan unsur dasar dan karbon sebagai unsur
paduan utamanya. Dalam proses pembuatan baja akan
ditemukan pula penamabahan kandungan unsur kimia lain
seperti sulfur (S), Fosfor (P), Silikon (Si), Mangan (Mn)
dan unsur kimia lainnya sesuai dengan sifat baja yang
diinginkan. Baja karbon memiliki kandungan unsur karbon
dalam besi sebesar 0,2 % hingga 2,14% dimana kandungan
karbon tersebut berfungsi sebagai unsur pengeras dalam
struktur baja.
Dalam pengaplikasiannya baja karbon sering
digunakan sebagain bahan baku untuk pembuatan alat-alat
perkakas, komponen mesin, struktur bangunan, dan lain
sebagainya. Menurut pendefinisaian ASM handbook
vol.1:148 (1993), baja karbon dapat diklasifikasikan
berdasarkan jumlah presentase komposisi kimia karbon
dalam baja yakni sebagai berikut :
1) Baja Karbon Rendah (Medium Carbon Steel)
Baja karbon rendah merupakan baja dengan
kandungan unsur karbon dalam struktur baja kurang
dari 0,3% C. Baja karbon rendah ini memliki
ketangguhan dan keuletan yang tinggi akan tetapi
memliki sifat kekerasan dan ketahanan aus yang
rendah. Pada umumnya baja jenis ini digunakan
sebagai bahan baku pembuatan komponen struktur
bangunan, pipa gedung, jembatan, kerangka kereta,
bodi mobil, dan lain sebagainya.
2) Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)
Baja karbon sedang merupakan baja karbon
dengan presentase kandungan karbon pada besi
sebesar 0,3% C 0,59% C. Baja karbon ini memiliki
kelebihan bila dibandingkan baja karbon rendah, baja
karbon sedang memiliki sifat mekanis yang lebih
kuat dengan tingkat kekerasan yang lebih tinggi
daripada baja karbon rendah. Besarnya kandungan
karbon yang terdapat dalam besi memungkinkan baja
untuk dapat dikeraskan dengan memberikan
perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja
karbon sedang biasanya digunakan untuk pembuatan
poros rel kereta api, roda gigi, baut, pegas, dan
komponen mesin lainnya.
3) Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang
memiliki kandungan karbon sebesar 0,6% C 1,4%
C. Baja karbon tinggi memiliki sifat tahan panas,
keuletan yang lebih rendah sehingga baja karbon ini
menjadi lebih getas. Baja karbon tinggi ini sulit diberi
perlakuan panas untuk meningkatkan sifat
kekerasannya, hal ini dikarenakan baja karbon tinggi
memiliki jumlah martensit yang cukup tinggi
sehingga tidak akan memberikan hasil yang optimal
pada saat dilakukan proses pengerasan permukaan.
Dalam pengaplikasiannya baja karbo tinggi banyak
digunakan dalam pembuatan alat-alat perkakas
seperti palu, gergaji, pembuatan kikir, pisau cukur,
dan sebagainya.
2.1.2 Diagram Fe-Fe3C
Dalam besi cair karbon dapat larut, tetapi dalam
keadaan padat kelarutan karbon dalam besi akan terabatas.
Selain sebagai larutan padat, besi dan karbon juga dapat
membentuk senyawa interstisial (interstisial compound) ,
eutektik dan juga eutektoid, atau mungkin juga karbon
akan terpisah (sebagai grait). Diagram keseimbangan
sistem paduan besi-karbon cukup kompleks, tetapi hanya
sebagian yang digunakan yaitu bagian antara besi murni
sampai senyawa interstisialnya. Karbida besi Fe3C yang
mengandung 6,67% C. Diagram fase yang banyak
digunakan adalah diagram fase besi-karbida besi, stau
disebut dengan diagram Fe-Fe3C.

Gambar 2.1 Diagram Fe-Fe3C


Secara garis besar sistem paduan besi-karbon dapat
dibedakan menjadi dua yaitu baja dan besi tuang (cast
iron). Dari diagram tampak bahwa baja tidak mengandung
struktur eutektik, karenanya itu mengapa sifatnya berbeda
sekali dengan besi tuang (yang strukturnya eutektik).
Nama/istilah yang terdapat pada diagram fase besi-karbida
besi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Cementit adalah karbida besi Fe3C, merupakan
senyawa interstisial mengandung 6,67% C. Sangat
keras ( 650 BHN), getas dan kekuatan rendah (
350 kg/cm2). Struktur Kristal orthorhombik.
Austenite adalah larutan padat karbon dalam besi
. Kekuatan tarik 1050 kg/cm2, kekerasan 40 Rc,
ketangguhan tinggi. Biasanya tidak stabil pada
temperature kamar.
Ledeburite adalah suatu eutectic mixture dari
austenite dan cementite, mengandung 4,3%C,
berbentuk 1130oC.
Ferrite adalah larutan padat karbon dalam besi .
Kelarutan karbon maksimum 0,025% (pada 723%C),
dan hanya 0,008% di temperature kamar. Kekuatan
rendah tetapi keuletan tinggi, kekerasan kurang dari
90 RB.
Pearlite adalah suatu eutectoid mixture dari
sementite dan ferrit. Mengandung 0,8% C,
berbentuk pada 723C.
Lower Critical Temperature ( temperature kritis
bawah) A1, temperature eutectoid. Pada diagram Fe
Fe3C tampak berupa garis mendatar di temperature
723C. Pada temperature ini terjadi reaksi eutectoid.
Upper Critical temperature ( temperatur kritis
atas) A3, temperature awal terjadinya perubahan
allotropic dari ke (pada pendinginan) atau akhir
perubahan allotropic dari ke (pada pemanasan.
Garis solvus Acm merupakan batas kelarutan
karbon dalam austennit. Dengan menggunakan
diagram keseimbangan memang mungkin dapat
diramalkan struktur yang akan terjadi pada suatu
paduan (asalkan pada kondisi ekuilibrium atau yang
dapat dianggap ekuilibrium), dengan demikian juga
akan dapat diramalkan sifatnya.
0,008%C = Batas kelarutan maksimum Carbon
pada Ferrite pada temperature kamar 0,025%C =
Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada
temperature 723C
0,83%C = Titik Eutectoid 2%C = Batas kelarutan
Carbon pada besi Gamma pada temperature 1130
Derajat Celcius 4,3%C = Titik Eutectic 0,1%C =
Batas kelarutan Carbon pada besi Delta pada
temperature 1493 Derajat Celcius.
Garis Liquidus ialah garis yang menunjukan awal
dari proses pendinginan (pembekuan). Garis Solidus
ialah garis yang menunjukan akhir dari proses
pembekuan (pendinginan). Garis Solvus ialah garis
yang menunjukan batas antara fasa padat denga fasa
padat atau solid solution dengan solid solution. Garis
Acm = garis kelarutan Carbon pada besi Gamma
(Austenite) Garis A3 = garis temperature dimana
terjadi perubahan Ferrit menjadi Autenite (Gamma)
pada pemanasan.
Garis A1 = garis temperature dimana terjadi
perubahan Austenite (Gamma) menjadi Ferrit pada
pendinginan. Garis A0 = Garis temperature dimana
terjadi transformasi magnetic pada Cementid. Garis
A2 = Garis temperature dimana terjadi transformasi
magnetic pada Ferrite.

2.2 Sifat-Sifat Material


Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk
menahan beban beban yang dikenakan padanya. Beban beban
tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir,
atau beban kombinasi. Sifat sifat mekanik bahan antara lain :
1) Kekuatan (strength) menyatakan kemampuan bahan
untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan
tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa
macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja
antara lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan
geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan kekuatan
bengkok.
2) Kekerasan (hardness) dapat didefinisikan sebagai
kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan,
pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat
dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana
kekerasan ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.
3) Kekenyalan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan
untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah
tegangan dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami
tegangan maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila
tegangan yang bekerja besarnya tidak melewati suatu
batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi
bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang
bersamaan dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila
tegangan yang bekerja telah melampaui batas, maka
sebagian bentuk itu tetap ada walaupan tegangan telah
dihilangkan.
Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan
bentuk elastic dapat terjadi sebelum perubahan bentuk
yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain
kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk
kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima
beban yang menimbulkan deformasi.
4) Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan
untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi.
Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting dari pada
kekuatan.
5) Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan
untuk mengalami sejumlah deformasi plastis (yang
permanen) tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan.
Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses
dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging,
rolling, extruding, dan sebagainya. Sifat ini sering juga
disebut sebagai keuletan/kekenyalan (ductility). Bahan
yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup
tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai
keuletan/kekeyalan tinggi, dimana bahan tersebut
dikatakan ulet/kenyal (ductile). Sedang bahan yang tidak
menunjukkan terjadinya deformasi plastis dikatakan
sebagai bahan yang mempunyai keuletan rendah atau
dikatakan getas/rapuh (brittle).
6) Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan
untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan
terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai
ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk
mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi
tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor,
sehingga sifat ini sulit untuk diukur.
7) Kelelahan (fatigue) merupakan kecenderungan dari
logam untuk patah bila menerima tegangan berulang
ulang (cyclic stress) yang besarnya mesih jauh dibawah
batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari
kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan
oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat
sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena
sangat banyak faktor yang mempengaruhiya.

2.3 Perlakuan Panas (Heat Treatment)


Dari sebuah rangkuman yang ditulis oleh Avner (1974: 676)
menyatakan bahwa perlakuan panas (heat treatment) adalah:
Heating and cooling a solid metal or alloy in such away as to
obtain desired conditions or properties. Heating for the sole
purpose of hot-working is excluded from the meaning of this
defini
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan
pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-
sifat mekaniknya. Baja dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan
kemampuan memotong meningkat atau dapat dilunakan untuk
memudahkan proses pemesinan lanjut. Melalui perlakuan panas
yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, ukuran butir dapat
diperbesar atau diperkecil. Selain itu ketangguhan ditingkatkan
atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling
inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas tepat,
komposisi kimia baja harus diketahui karena perubahan
komposisi kimia, khususnya karbon dapat mengakibatkan
perubahan sifat-sifat fisis.

2.3.1 Perlakuan Panas Kondisi Setimbang


Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Near
Equilibrium ini diantaranya adalah untuk melunakkan
struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan
tegangan dalam dan memperbaiki machineability. Jenis dari
perlakukan panas Near Equibrium, misalnya : Full Annealing
(annealing), Stress relief Annealing, Process annealing,
Spheroidizing, Normalizing dan Homogenizing.

Gambar 2.2 Diagram Heat treatment near


equilibrium
Dari sedikit penjelasan diatas dapat kita tarik simpulkan
bahwa secara umum laku panas dengan kondisi Near
Equilibrium itu dapat disebut dengan anneling.
Anneling ialah suatu proses laku panas (heat treatment
yang sering dilakukan terhadap logam atau paduan dalam
proses pembuatan suatu produk. Tahapan dari proses
Anneling ini dimulai dengan memanaskan logam (paduan)
sampai temperature tertentu, menahan pada temperature
tertentu tadi selama beberapa waktu tertentu agar tercapai
perubahan yang diinginkan lalu mendinginkan logam atau
paduan tadi dengan laju pendinginan yang cukup lambat.
Jenis Anneling itu beraneka ragam, tergantung pada jenis
atau kondisi benda kerja, temperature pemanasan, lamanya
waktu penahanan, laju pendinginan (cooling rate), dll.
Sehingga kita akan mengenal dengan apa yang disebut : Full
Annealing (annealing), Stress relief Annealing, Process
annealing, Spheroidizing, Normalizing dan Homogenizing.

2.3.1 Perlakuan Panas Kondisi Tidak Setimbang


Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Non
Equilibrium ini adalah untuk mendapatkan kekerasan dan
kekuatan yang lebih tinggi. Jenis dari perlakukan panas Non
Equibrium, misalnya Hardening, Martempering,
Austempering, Surface Hardening (Carburizing, Nitriding,
Flame hardening, Induction hardening)
1) Hardening
Hardenining merupakan salah satu proses laku
panas dengan kondisi non equilibrium. Hardening
dilakuakn dengan memanaskan baja hingga mencapai
temperatur austenit. Dipertahankan beberapa saat
pada temperatur tersebut, lalu didinginkan dengan
cepat sehingga diperoleh martensit yang keras.
Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah
proses hardening banyak tergantung pada kadar
karbon, semakin tinggi kadar karbon maka kekerasan
yang dicapai semakin tinggi. Pada suatu kondisi
pemanasan belum tentu senua karbon dalam baja
akan arut didalam austenit, tergantung juga pada
tingginya temperatur pemanasan. Oleh karena itu
kekerasan yang terjadi setelah proses hardening
banyak tergantung dari beberapa hal yaitu : tingginya
temperatur austenitising, laju pendinginan, dan
hardenability dari baja itu sendiri.
2) Tempering
Baja yang telah dilaku panas pengerasan akan
menghasilkan struktur martensit setelah didinginkan
secara cepat (quenching). Pada kondisi ini biasanya
material menjadi sangat getas, sehingga tidak cukup
baik untuk berbagai pemakaian. Pembentukan
martensit juga meninggalkan tegangan sisa yang
sangat tinggi, oleh karena itu pada umumnya setelah
proses pengerasan atau hardening kemudian segera
diikuti dengan proses pemanasan kembali atau proses
tempering. Proses tempering ini dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi tegangan sisa dan
mengembalikan sebagian keuletan dan
ketangguhannya. Dengan kembalinya sebagian
keuletan/ketangguhan ini maka sebagian kekerasan
yang telah dicapai pada proses pengerasan akan
berkurang.
Suhu pemanasan proses tempering dapat
dibedakan sebagai berikut :

1) Tempering suhu rendah


Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 150-
300C. Proses ini tidak akan menghasilkan
penurunan kekerasan yang berarti. Tempering pada
suhu rendah ini untuk mengurangi tegangan-
tegangan kerut dan kerapuhan dari baja. Biasanya
untuk alat-alat potong, mata bor dan sebagainya
2) Tempering suhu menengah
Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 300-
550C. Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk
menambah keuletan dan sedikit menurunkan
kekerasan. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja
yang mengalami beban berat, misalnya pegas palu,
dan pahat.
3) Tempering suhu tinggi
Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 550-
650C. Tempering pada suhu tinggi bertujuan
memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus
kekerasannya menjadi agak rendah, misalnya pada
roda gigi, poros, batang penggerak dan sebagainya.
Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat
rapuh dan tidak cocok untuk digunakan. Melalui
proses tempering, kekerasan dan kerapuhan dapat
diturunkan sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan
turun, kekuatan tarik akan turun sedang keuletan dan
ketangguhan baja akan meningkat. Pada saat proses
tempering, proses diffusi dapat terjadi yaitu karbon
dapat melepaskan diri dari martensit yang berarti
kelutan dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik dan
kekerasan menurun.
Proses tempering dilakukan dengan memanaskan
kembali baja yang telah dikeraskan pada temperatur di
bawah temperatur kritis bawah (A1), kemudian ditahan
beberapa saat pada temperatur tertentu, selanjutnya
didinginkan kembali. Dengan pemanasan kembali,
martensit yang merupakan struktur metastabil yang
berupa larutan padat supersaturated dimana karbon yang
terperangkap dalam struktur body centered tetragonal
(BCT) akan megeluarkan karbon yang berpresipitasi
sebagai karbida besi. Dengan keluarnya karbon, maka
tegangan di dalam struktur BCT akan berkurang sehingga
kekerasannya juga berkurang. Turunnya kekerasan ini
akan semakin banyak bila temperatur pemanasan semakin
tinggi dan juga apabila waktu tahan pada saat pemanasan
semakin lama. Jika kekerasan turun kekuatan tarikpun
akan turun pula. Dalam hal ini keuletan dan ketangguhan
baja akan meningkat.
Pada proses tempering adalah proses pemberian energi
panas kepada martensit, tentunya banyaknya energi yang
disalurkan tidak hanya tergantung pada temperatur tetapi
juga tergantung pada waktu penahanan. Pada suhu
rendah, laju difusi lambat hanya sebagian kecil karbon
dibebaskan, hasilnya sebagian struktur tetap keras tetapi
mulai kehilangan kerapuhannya. Pada temperatur temper
yang lebih tinggi, kekerasannya menjadi lebih rendah
dengan demikian maka logam menjadi lebih ulet dan
tangguh. Perubahan temperatur tempering akan merubah
struktur yang dihasilkan dan sulit dilihat perbedaannya,
oleh karena itu semua produk tempering pada temperatur
berapapun disebut tempered martensit yang artinya fasa
martensit yang telah mengalami proses temper.

2.4 Penempaan (Forging)


Penempaan (forging) merupakan proses manufaktur, yang
membentuk logam dengan menggunakan kekuatan tekan, hal ini
akan merubah butiran di dalam baja, sehingga selama proses
penempaan, maka butiran akan terdeformasi mengikuti alur
penempaan. Penempaan diklasifikasikan menurut temperatur
kerjanya, pengerjaan panas (hot working) dan pengerjaan dingin
(cold working). Pengerjaan panas (hot working) adalah
pembentukan logam yang dilakukan diatas temperatur
rekristalisasi atau diatas temperatur 723C. Sedangkan pengerjaan
dingin (cold working) adalah pembentukan logam dibawah
temperatur rekristalisasi atau dibawah temperatur 723C dan
biasanya pada temperatur ruang. Pada umumnya baja dalam
kondisi panas.

Gambar 2.4 Forging (penempaan)


Penempaan bebas umumnya digunakan untuk meningkatkan
nilai kekuatan, namun jarang digunakan dalam studi perbaikan
butiran baja, karena sulit untuk mempertahankan tempertur yang
konstan selama proses penempaan. Akibat penempaan akan
terjadi perubahan mikrostruktur dan timbul tegangan sisa yang
merubah sifat mekanis bahan, jika tegangan sisa terlalu besar,
akan terjadi deformasi dan penyebab keretaan[4,3].
Pengerjaan panas meliputi proses deformasi yang
dilaksanakan dibawah kondisi temperatur dan laju rengangan
tertentu. Pengerjaan panas biasanya dilakukan pada suhu diatas
0,6 Tm. Perubahan struktur selama pengerjaan panas dapat
meningkatkan keuletan dan ketangguhan. Namum terdapat
beberapa kekurangan karena pengerjaan panas dengan tempertur
tinggi mengakibatkan terjadi reaksi permukaan logam dengan
udara sekitar.
Pengerjaan panas pada logam akan mengakibatkan struktur
dan sifat-sifat logam yang tidak seragam karena deformasi selalu
lebih besar pada permukaan. Logam akan mengalami butir
rekristalisasi yang lebih halus pada permukaan. Hal ini dapat
dihindari dengan batas temperatur pengerjaan panas. Gambar 2.5
menunjukan batas temperatur pengerjaan panas pada logam
adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5 Batas temperatur pengerjaan panas


Proses pengerjaan panas dilakukan secara bertahap. Pada
umumnya suhu pengerjaan tahap pertama berada di atas batas
bawah temepratur pengerjaan panas untuk memamfaatkan
tengangan alir yang lebih rendah. Ada kemungkinan terjadi
pertumbuhan butir setalah proses rekristalisasi karena biasanya
dibutuhkan produk berbutir halus pada saat terakhir temperatur
kerja diturunkan, sehingga pertumbuhan butir pada pendinginan
dapat diabaikan. Temepratur akhir biasanya sedikit diatas
temperatur derajat deformasi pada tahap terakhir harus relatif
besar.
Selama operasi pengerjaan panas, logam berada dalam
keadaan plastik dan mudah dibentuk oleh tekanan, pengerjaan
panas mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1) Porositas dalam logam dapat dikurangi. Batangan (ingot)
setelah dicor umumnya mengandung banyak lubang-lubang
tersebut tertekan dan dapat hilang oleh karena pengaruh
tekanan kerja yang tinggi
2) Ketidakmurnianan dalam bentuk inklusi terpecah-pecah
dantersebar dalam logam.
3) Sifat-sifat fisik meningkat, disebabkan oleh karena
penghalusan butir.
4) Keuletan dalam logam meningkat.
5) Jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengubah bentuk
baja dalam keadaan panas jauh lebih rendah dibandingkan
dengan energi yang dibutuhkan untuk pengerjaan
dingin.

2.5 Uji Tarik


Uji tarik merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui
sifat-sifat suatu material. Hasil dari pengujian tarik digunakan
untuh memilih material untuk aplikasi teknik. Dengan menarik
suatu bahan dapat diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi
terhadap tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Akhirnya, sifat tarik sering digunakan untuk
memprediksi perilaku material dibawah bentuk muatan.
Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik yang penting
terutama utuk perencanaan kostruksi maupun perencanaan logam.
Uji tarik akan menghasilkan profil tarikan yang lengkap berupa
kurva seperti pada gambar dibawah ini. Kurva ini menunjkkan
hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.
Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan
dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam
desain yang memakai bahan tersebut. Biasanya yang menjadi
fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut
dalam menahan beban. Kemampuan ini disebut dengan Ultimate
Tensile Strength (UTS). Hampir semua logam, pada tahap awal uji
tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan
berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini
disebut dengan daerah linier (Linier Zone). Pada daerah linier ini
berlaku hukum Hooke yaitu :

=E
Dimana : = Tegangan (N/mm2)
E = Modulu elastisitas (kg/mm2)
= Regangan

2.5.1 Tensile properties


1) Luluh dan tegangan luluh
Sebagian besar strutur dirancang untuk
memastikan bahwa hanya deformasi elastis yang
akan terjadi apabila sebuah tegangan diterapkan.
Sebuah struktur atau komponen yang mengalami
deformasi palstis atau mengalami perubahan bentuk
yang permanen mungkin tidak akan berfungsi
sebagaimana mestinya.

Gambar xx tegangan regangan untuk logam yang


menunjukkan deformasi elastis dan plastis

Oleh karena itu diperlukan untuk mengetahui


tingkat level tegangan dimana awal deformasi plastis
terjadi atau dimana fenomena pengaruhnya terjadi
untuk logam yang mengalami transisi elastisitas dan
plastisitas secara bertahap ini, titik luluh ini mungkin
dapat ditentukan sebagai permulaan kurva tegangan
regangan, ini kadang disebut dengan batas
proporsional seperti yang ditunjuk oleh titik P pada
Gambar xx dan merupakan onset deformasi plastik
pada tingkat mikroskopik. Posisi dari titik P sulit
untuk diukur secara presisi, sebagai konsekuensinya,
sebuah konvensi telah ditetapkan garis lurus dibuat
sejajar dengan bagian elastis dari kurva tegangan-
regangan.

Secara matematis yield strength (tegangan luluh)


dapat dirumuskan degan :
F
y = A 1

Dimana : y = Tegangan luluh (Pa)

F = Beban (KN)

A1 = Luas penampang setelah deformasi


(mm2)

Pada beberapa offset tegangan tertentu biasanya


0,002. Tegangan sesuai dengan persimpangan garis
ini dan kurva tegangan regangan saat membengkok
didaerah plastik didefinisikan sebagai kekuatan luluh
(y). Hal ini ditunjukkan pada gambar XX. satuan
dari tegangan luluh adalah MPa atau Psi.

2) Kekuatan tarik
Setelah luluh, tegangan yang diperlukan untuk
melanjutkan deformasi plastis pada logam meningkat
ke titik maksimum dan kemudian menurun ke fraktur,
titik akhir F. Kekuatan tarik atau tensile strength
memiliki satuan (MPa atau Psi) adalah tegangan
maksimum pada kurva tegangan regangan teknik
(lihat gambar di bawah ini)

Gambar xx tegangan regangan teknik (nominal)


Dari gambar diatas tegangan tarik maksimum
atau ultimate tensile streng (UTS) dapat ditulis
dengan :
F
u= A 0

Dimana : u = Tegangan tarik maksimum (Pa)

F = Beban (N)

A1 = Luas penampang setelah deformasi


(mm2)

Dari gambar diatas Ini sesuai dengan tegangan


maksimum yang bisa ditopang struktur pada
tegangan, jika tegangan ini diterapkan dan dipelihara
maka patah akan mendapatkan hasil. Semua
deformasi ke titik ini seragam diseluruh wilayah
sempit spesimen uji tarik. Namun, pada tekanan
maksimum ini penyempitan pada bagian gage length
mulai terbentuk di beberapa titik, dan semua
deformasi berikutnya terbatas pada bagian ini, seperti
yang ditunjuk gambar diatas, fenomena ini disebut
dengan necking, dan fraktur pada akhirnya terjadi
pada daerah gage length. Kekuatan patah sesuai
dengan tegangan pada daerah yang patah (F)
3) Keuletan (ductility)
Menggambarkan kemampuan untuk berdeformasi
secara plastis tanpa menjadi patah. Dapat diukur
dengan besarnya tegangan plastik yang terjadi setelah
batang uji putus. Keuletan biasanya dinyatakan
dengan presentase perpanjangan (precentage
elongation).
Do = (L L0)/ L0 x 100%
Do = presentase perpanjangan (%)
L = panjang gage length mula-mula (mm)
L = panjang gage length setelah putus
(mm)

Pada baja dan logam-logam lain keuletan banyak


ditentukan oleh struktur mikro, komposisi kimia dari
paduan, dan proses laku panas. Pada baja, kenaikan
kadar karbon akan menaikkan kekuatan dan
kekerasan tetapi keuletan makin rendah.
4) Ketangguhan (toughness)
Menyatakan kemampuan energi tanpa
mengakibatkan patah dapat diukur dengan besarnya
energi yang diperlukan untuk mematahkan.
Ketangguhan dinyatakan dengan dengan modulus
ketangguhan yang dapat didefinisikan sebagai
banyaknya energi yang diperlukan untuk
mematahkan satu satuanvolume suatu bahan. Secara
grafik, ini dapat diukur dengan luasan yang berada
dibawah kurva tegangan-regangan dari hasil
pengujian tarik.
U T = u . f
UT = Modulus ketangguhan
u = Kekuatan tarik maksimum (MPa)
f = Regangan maksimum
Ketangguhan ditentukan oleh kekuatan dan
keuletan, dimana kedua sifat ini biasanya berjalan
bertentangan. Ketika kekuatan naik maka keuletan
akan menurun. Begitu pula sebaliknya

2.5.2 Tegangan dan regangan sebenarnya


Dari gambar xx, penurunan tekanan yang diperlukan
untuk melanjutkan deformasi melewati titik maksimum
(M) nampaknya menunjukkan bahwa logam menjadi
lebih lemah. Ini sama sekali tidak demikian, faktanya
kekuatannya meningkat. Namun, luas penampang
melintang pada daerah yang mengalami necking, dimana
deformasi terjadi. Hal ini menyebabkan penurunan
kapasitas bantalan beban spesimen. Terkadang lebih
berarti menggunakan tegangan regangan sebenarnya.
Tegangan regangan sebenarnya ( t) didefinisikan sebagai
gaya (F) dibagi dengan luas penampang A 1 sesaat
deformasi yang terjadi necking melalui titk tarik (tensile
point). Secara matematis tegangan sebenarnya dapat
ditulis dengan :
F
t =
A1
Dimana : t = Tegangan yang sebenarnya (Pa)
F = Beban (N)
A1 = Luas penampang setelahndeformasi
(mm2)

Selanjutnya regangan sebenarnya dapat dituliskan dengan


l1
t = ln
l0

Dimana : t = regangan yang sebenarnya


l0 = panjang gage length mula-mula (mm)
l1 = panjang gage length setelah deformasi(mm)

Gambar diatas merupakan diagram yang dihasilkan dari uji tarik.


Dari gambar 1a. Terlihat bahwa untuk baja karbon rendah pada
saat penarikan sampai beban Fp, penambahan panjang yang
terjadi sebanding dengan beban yang dikenakan, jika benda uji
ditarik oleh kekuatan yang tidak melebihi batas ini maka benda
uji tersebut akan mengalami deformasi elastis. Maka benda
tersebut akan kembali ke panjang semula setelah tegangan
dihilangkan. Jika tegangan yang diberikan lebih besar maka
benda tersebut akan mengalami deformasi plastis.
Tegangan yang diberikan pada saat spesimen menerima beban Fp
tersebut berdasarkan luas penampang semula adalah :

Titik ini disebut pula dengan batas proporsional (proporsional


limit). Karena pada batas tersebut hubungan antara F- adalah
sebanding maka grfiknya berupa garis lurus dan pada daerah ini
berlaku hukum hooke yaitu :

Pada saat perpindahan dari garis lurus menuju ke kurfa


terjadi pertambahan panjang tanpa adanya pertambahan beban
yang berarti, posisi ini dinamakan saat luluh atau yield point.
Pada umunya titik luluh ini tidak tampak jelas, seperti
ditunjukkan pada gambar 1b. Oleh sebab itu penentuan titik luluh
sangat tergantung dari pada alat ukur yang digunakan. Semakin
teliti maka semakin rendah titik luluhnya. Luluh terjadi pada saat
deformasi permanen mencapi batas tertentu. Adapun batas
deformasi permanen/ plastis sering digaunakan adalah 0,1% dan
0,2%. Untuk menentukan tegangan yang bersesuaian dengan
deformasi permanen tersebut, dapat dilakukan dengan menarik
garis lurus dari titik regangan sebesar 0,1% atau 0,22% sejajar
dengan bagian linier dari kurva tegangan-regangan.
Beban maksimum dimana spesimen bertahan tanpa patah
disebut beban pada tegangan maksimum. Besarnya tegangan
maksimum adalah :
Sampai dengan tegangan maksimum, deformasi terjadi secara
homogen sepanjang spesimen. Setelah mencapai tegangan
maksimum, pada logam yang ulet akan terjadi pengecilan
penampang setempat (necking), dimana penambahan panjang
lokal terjadi bersamaan dengan penurunan beban/tegangan.
Selanjutnya spesimen akan patah dibawah posisi maksimum,
pada logam getas, titik F akan patah pada saat beban maksimum.
Beberapa istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan
berpedoman pada hasil uji tarik
1) Batas elastic E (elastic limit), pada gambar 3 dinyatakan
dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai
pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka
bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula yaitu
regangan nol. Tetapi bila bahan ditarik sampai melewati
titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku.
2) Batas proporsional p (proportional limit). Titik dimana
penerapan hukum hooke masih bisa di tolerir. Tidak ada
sandarisasi dalam nilai ini. Dalam praktek biasanya,
biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.
3) Deformasi plastis (plastic deformation). Perubahan
bentuk yang tidak dapat kembali ke keadaan semula.
4) Tegangan luluh atas uy (upper yeld stress). Tegangan
maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing
peralihan daerah deformasi plastis ke deformasi plastis.
5) Tegangan luluh bawah ly (lower yield stress). Tegangan
rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki
fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan
tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah
tegangan mekanis pada titik ini.
6) Regangan luluh y (yield strain). Regangan permanen saat
bahan akan memasuki deformasi plastis.
7) Regangan elastis e (elastic strain). Reganga yang
diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
8) Regangan plastis p (plastic strain). Regangan yang
diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan
regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen
bahan.
9) Regangan total (total strain). Merupakan gabungan
regangan plastis dan regangan elastis (T = e+p).
Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B,
regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban
dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar
regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
10)Tegangan tarik maksimum (UTS, Ultimate Tensile
Strength). Pada gambar 3 ditunjukkan dengan titk C,
merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan
dalam uji tarik.
11)Kekuatan patah (breaking strength). Pada gambar 3
ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan
dimana bahan yang diuji putus atau patah.

2.6 Uji Impak


Sebuah tes untuk mengukur jumlah energi yang diserap saat
mematahkan takikan pada benda uji dengan satu pukulan yang
dilakukan oleh pendulum. Benda kerja dicekam secara vertikal
dengan bagian bawah takikan berada pada bidang yang sama
dengan permukaan atas pencekam. Pukulan dilakukan pada
permukaan yang sama dengan permukaan takikan dan pada
ketinggian tertentu diatasnya.
Dalam hal ini energi didapat dari suatu bandul yang
mempunyai ketinggian tertentu dan berayun memukul benda uji,
berkurangnya energi potensial dari bandul sebelum dan sesudah
memukul benda uji merupakan energi yang dapat diserap oleh
benda uji tersebut.
Takik atau notch memegang peranan yang penting terhadap
kekuatan impak suatu material. Dua buah benda yang mempunyai
luas penampang, penahan beban yang sama bisa mempunyai
kekuatan impak yang selalu jauh berbeda akibat perbedaan
bentuk takik yang dimiliki. Adanya takikan pada benda kerja
yang bisa berupa bentuk konfigurasi hasil desain, pengerjaan
yang salah seperti diskontinuitas pada pengelasan atau korosi
lokal yang bisa berdifat sebagai pemusat tegangan (stress
concentration) Adanya pusat tegangan ini dapat menyebabkan
Brittle material yang menjadi patah pada beban dibawah yield
strength.
Kekuatan Impak suatu bahan didefinisikan sebagai energi
yang digunakan untuk mematahkan batang uji dibagi dengan luas
penampang pada daerah takikan. energi untuk mematahkan
batang uji dihitung berdasarkan berat dan ketinggian ayunan
pendulum sebelum dan setelah Impak.
2.6.1 Prosedur Pengujian Impak
1) Menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk
pengujian
2) Periksa posisi nol mesin dengan menaikkan
pendulum ke posisi latch, gerakkan pointer
mendekati kapasitas maksimal kisaran yang
digunakan, lepaskan pendulum, dan baca nilai yang
ditunjukkan oleh jarum penunjuk. Penunjukan harus
menunjukkan nol pada mesin pembaca.
3) Spesimen uji secara termal dikondisikan dan
diposisikan pada landasan. Pendulum dilepaskan
tanpa getaran, dan spesimen dipukul oleh pemukul.
Informasi diperoleh dari mesin dan spesimen yang
telah dipukul.
4) Benda uji dijepit pada landasan
5) Untuk melakukan tes, pesrsiapkan mesin dengan
cara menaikkan pendulum ke posisi latch, atur
indikator energi pada skala maksimum. Posisikan
spesimen pada landasan dan lepaskan pendulum.
Tanpa memperhatikan kehilangan energi. Energi yang
dipakai untuk mematahkan test piece dapat dihitung sebagai
berikut:
Energi awal (Eo) = Wh = W l [ 1 Cos ] 1
Energi akhir (El) = Wh1 = W l [ 1 Cos ] 2
Energi untuk mematahkan test piece adalah
(E) = W (h - hl) = W l (Cos - Cos ) (kgm) 3

Dimana:
W = berat dari pendulum (kg)
h = Ketinggian pendulum sebelum diayunkan (m)
h1 = Ketinggian pendulum setelah keadaan patah (m)
= Sudut awal (o)
= Sudut akhir (o)
l = jarak antara titik berat rat darl pendulum ke sumbu
putar 0 (m).
Dan akhirnya kekuatan impak dari logam dapat dihitung dengan
rumus:
IS = WI (Cos Cos ) (kgm / mm2)
Dimana :
A = luas penampang test piace pada bagian yang tertakik (mm2).
2.6.2 Uji Impak Metode Izod
Pengujian ini terdiri dari mengukur energi yang
diserap dalam takikan yang patah pada benda uji oleh satu
pukulan dari pemukul yang dibawa oleh pendulum. Benda
kerja dicekam secara vertikal dengan bagian bawah takikan
berada pada bidang yang sama dengan permukaan atas
pencekam. Pukulan memukul pada permukaan yang sama
dengan takikan dan pada ketinggian tertentu diatasnya.
Pengujian biasanya dilakukan pada temperatur ruangan di
tempat pengujian.

Gambar xx pemukulan pada metode izod

Pada pengujian metode izod benda kerja harus


diatur secara akurat pada posisinya, sehingga bagian
tengah dari takikan bertemu permukaan atas pencekam,
dan penyimpangan dari bidang takikan dari permukaan
atas pencekam hasrus kecil tidak melebihi 0,4 mm.

2.6.3 Uji Impak Metode Charpy


Pengujian ini terdiri dari mengukur energi yang
diserap dalam takikan yang patah pada benda uji oleh satu
pukulan dari pemukul yang dibawa oleh pendulum takikan
benda uji berada ditengah-tengah dan dicekam pada setiap
ujungnya. Benda uji dicekam secara horizontal pada setiap
ujung-ujung benda uji.

Gambar xx pemukulan pada metode charpy


Pada metode charpy benda kerja harus diatur secara
presisi agar bagian takikan bertemu tengah-tengah dari
pencekam.
2.6.4 Macam-Macam Patahan
Fracture atau kepatahan pada suatu material bisa
digolongkan sebagai britlle atau ductile fracture. Suatu
material yang mengalami kepatahan tanpa mengalami
deformasi plastis dikatakan patah secara britlle, sedang
apabila kepatahan didahului dengan suatu deformasi
plastis dikatakan mengalami ductile fracture. Material
yang mengalami britlle fracture hanya mampu menahan
energi yang kecil saja sebelum mengalami
kepatahanPatahan yang terjadi akibat pengujian impak ini
ada 3 macam antara lain :
1) Patahan getas (britlle)
Patahan ini mempunyai bentuk yang rata serta
mempunyai permukaan yang mengkilap. Apabila
potongan dari patahan britlle ini kita sambungkan
kepatahan itu tidak dibarengi dengan
deformasinya bahan. Patahan britlle ini
mempunyai nilai pukulan takik yang rendah.
2) Patahan ulet (ductile)
Patahan ulet ini mempunyai permukaan patahan
yang tidak merata, buram dan berserat. Patahan
ulet ini mempunyai nilai pukulan takik yang
tinggi.
3) Patahan campuran
Pada patahan campuran ini terdiri dari pahan
getas dan patahan ulet

Anda mungkin juga menyukai