Anda di halaman 1dari 11

PEMBUATAN MEDIA

Oleh:
Nama : Gibran Muhammad Tri R
NIM : B1K014025
Rombongan :I
Kelompok :1
Asisten : Firman Nur Fahmi

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ZAT PENGATUR TUMBUH


TUMBUHAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.


Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur
jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur
jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan
serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan
telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk
eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya (Raharja1995).
Kemampuan kalus beregenerasi membentuk tunas selain dipengaruhi oleh zat
pengatur tumbuh dan media tumbuh. Pada umumnya komposisi utama media tanam
kultur jaringan, terdiri dari hormon. Selain hormon, sejumlah unsur yang biasanya
terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro juga di
gunakan pada media tanam. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila kedalam
media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media
(agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan
organik tambahan.Komposisi media terbaik untuk multiplikasi tunas pada belimbing
Dewi adalah media MS + zeatin 2 mg/l + IAA 0,5 mg/l (Yusnita, 2003).
Media kultur yang memenuhi syarat adalah media yang mengandung nutrien makro
dan mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu, serta sumber tenaga. Sering juga
mengandung satu atau dua macam vitamin dan zat perangsang pertumbuhan. Kadang-
kadang diperlukan penambahan zat lain seperti yeast, ekstrak malt atau cairan tanaman
sebagai sumber zat perangsang pertumbuhan lain yang belum diketahui. Serta
ditambahkan satu atau lebih hormon tanaman untuk merangsang terjadinya pertumbuhan
dan atau pengaturan jenis pertumbuhan. Akhirnya, perlu ditambahkan agar atau materi
penyangga lain sehingga dapat terjadi kontak antara jaringan tanaman dengan media dan
juga dengan udara (Rostiana, 2007).

B. Tujuan

Mengetahui cara pembuatan media kultur


II. TELAAH PUSTAKA

Sub Kultur Sub kultur merupakan tahapan yang penting untuk mempercepat
proliferasi tunas. Waktu untuk melakukan sub kultur tergantung pada eksplan yang
diregenerasikan. Selain itu media yang digunakan untuk sub kultur tergantung kondisi
eksplan. Zat pengatur tumbuh yang digunakan bisa sama atau lebih tinggi dari
konsentrasi awal.Kultur jaringan secara in vitro merupakan salah satu metode
perbanyakan tanaman secara vegetatif yang menggunakan sel, jaringan atau organ
tanaman yang ditumbuhkan secara aseptis pada medium budidaya buatan yang sesuai.
Pemberian nutrisi dalam jumlah dan perbandingan yang benar pada media kultur,
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kerja kultur jaringan
(Sriyanti, 2002).
Konservasi in vitro memiliki keuntungan antara lain kemudahan dalam
penyimpanan; menghemat pemakaian lahan, tenaga, biaya; erosi genetik dapat dicegah;
mempermudah pengiriman; dan merupakan salah satu alternatif untuk melestarikan biji
yang mudah rusak, bebas dari gangguan hama penyakit, dan gangguan alam
lainnya.Sampai saat ini konservasi in vitro belum diperhatikan untuk tanaman jeruk,
sehingga untuk keperluan preservasi hanya dilakukan dengan cara pemeliharaan planlet
jeruk di media perbanyakan (storage of actively growing cultures) sampai planlet
tumbuh membesar dan perlu disubkultur kembali ke media baru. Hal ini tentu berisiko
hilangnya material akibat kontaminasi atau penurunan vigor (Dewi, 2013).
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam
jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur
jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman.
Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan
organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara
umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok
besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin (Sriyanti, et al. 2002).
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada
dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-
unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang
harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan
unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam
mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-
masing peneliti (Thorpe, 2012).
Pada kultur jaringan, media yang digunakan membutuhkan suatu unsur hara yang
dapat menyerupai kondisi alami untuk tanaman. Unsur hara yang digunakan dapat
dibagi menjadi dua yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro
adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut
meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium
(Mg), dan Besi (Fe). Sedangkan unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam
jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang
penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya (Yunita, 2003).
Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan medianya.
Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-agar adalah
campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur,
diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Thorpe,
2012).
Teknik kultur in vitro adalah teknik berkelanjutan yang berguna untuk produksi
masal tumbuhan yang sehat dengan karakter khusus teknik ini menjadi populer sebagai
teknik alternatif untuk perambatan vegetatif tumbuhan komersil. Dengan bantuan kultur
jaringan, ada kemungkinan untuk merambatkan jumlah besar tumbuhan dalam jangka
waktu yang lebih pendek (Shahriyar et al, 2015).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah gelas ukur, magnetic stirrer,
pH meter, beaker glass, botol kultur, LAF, kompor, panci, mikropipet dan tip.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah larutan stok A, B, C, D, E,
gula, agar, HCl, NaOH, ZPT BAP dengan konsentrasi 5, 10, 15 m, ZPT IAA dengan
konsentrasi 1,2,3 m, dan akuades.

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut:


1. Dihomogenkan larutan stok A, B, C, D, dan E dengan magnetic stirrer.
2. Ditambahkan gula kedalam campuran stok.
3. Ditambahkan zat pengatur tumbuh kedalam campuran stok.
4. Dikur pH dengan menggunakan pH meter, jika terlalu asam ditambah NaOh, jika
terlalu basa ditambah HCl.
5. Ditambahkan agar bubuk kedalam campuran.
6. Dipanaskan campuran hingga mendidih.
7. Didiamkan campuran hingga agar memadat.
8. Distrelisasi media agar terhindar dari kontaminan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4


Penambahan Penambahan Penambahan Penambahan
Stok A Stok B Stok C Stok D

Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8


Penambahan Pengadukan stok Penambahan Penambahan
Stok E gula IAA

Gambar 4.9
Penambahan
BAP
B. Pembahasan
Medium Murashige dan Skoog atau biasa disingkat dengan MS merupakan medium
yang sering digunakan dalam kultur jaringan tumbuhan. Medium ini dikembangkan
pertama kali oleh Toshio Murashige dan Folke K. Skoog pada tahun 1962. Gula
digunakan sebagai sumber energi dan pembangun dinding sel. Asam amino dan vitamin
penting bagi proses metabolisme sel, dan semua komponen di atas aktivitasnya
ditentukan oleh hormon tumbuhan. Komposisi medium MS adalah sebagai berikut
1. Mineral mikro
Boric acid (H3BO3) 6.2 mg/l
Cobalt chloride (CoCl26H2O) 0.025 mg/l
Cupric sulphate (CuSO45H2O) 0.025 mg/l
Ferrous sulphate (FeSO47H2O) 27.8 mg/l
Manganese sulphate (MnSO44H2O) 22.3 mg/l
Potassium iodide (KI) 0.83 mg/l
Sodium molybdate (Na2MoO42H2O) 0.25 mg/l
Zinc sulphate (ZnSO47H2O) 8.6 mg/l
Na2EDTA 2H2O 37.2 mg/l
2. Mineral makro
Ammonium nitrate (NH4NO3) 1,650 mg/l
Calcium chloride (CaCl2 2H2O) 440 mg/l
Magnesium sulphate (MgSO4 7H2O) 370 mg/l
Potassium phosphate (KH2PO4) 170 mg/l
Potassium nitrate (KNO3) 1,900 mg/l
3. Vitamin dan zat organik
i-Inositol 100 mg/l
Niacin 0.5 mg/l
Pyridoxine HCl 0.5 mg/l
Thiamine HCl 0.1 mg/l
IAA 130 mg/l
Kinetin 0.0410 mg/l
Glycine (recrystallized) 2.0 mg/l
Edamin (lactalbumin hydrolysate) 1.0 g/l
Agar 10 g/l (Panji, 2014)
IAA (Indole Acetic Acid) adalah salah satu hormon yang dihasilkan Rhizobacter
(atau bakteri yang mengkoloni di rhizosphere) untuk merangsang pertumbuhan tanaman.
IAA biasa disebut juga dengan auksin yang diekathui dapat menstimulasi hormon untuk
mempercepat (Edi, 2003). Auksin berperan sebagai hormon pemacu pertumbuhan pada
tanaman dan biasanya ditemukan pada jaringan meristem. IAA yang dihasilkan oleh
bakteri dalam tanaman meningkatkan jumlah rambut akar dan akar lateral tanaman.
Hormon yang dihasilkan oleh bakteri akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan
tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Hormon IAA ini mampu mensintesis substansi yang
secara biologis dapat meningkatkan perkecambahan biji, tinggi dan pertumbuhan
tanaman (Spaepen, 2007).
Benzylaminopurin atau BAP adalah generasi pertama sitokinin sintetis yang
mempercepat pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan, mengatur pemekaran
dan menstimulasi pembentukan buah dengan mempercepat pembelahan sel. BAP
merupakan inhibitor untuk respirasi kinase pada tumbuhan dan menambah umur sayur-
sayuran pasca panen. pengaruh sitokinin sebagai BAP digabungkan dengan metode lain
pada sayur-sayuran pasca panen dapat menambah waktu simpan untuk sayuran tersebut
(Sidiqqui, 2011).
Berdasarkan hasil dari cara kerja yang dilakukan di lab, pembuatan media Murashige
dan Skoog memerlukan pemadat (agar), yang kemudian ditambahkan dengan larutan
stok sebagai nutrisi untuk media tumbuh supaya tumbuhan dapat dengan mudah
menyerap nutrisi didalam agar. Hasil ini sesuai dengan penjelasan Panji (2014) yang
mengatakan media MS merupakan medium padat berbentuk agar/jeli yang dapat
mengikat molekul air dan nutrisi sehingga dapat diserap oleh jaringan. Jaringan
memerlukan mineral makro, mineral mikro, gula, asam amino, vitamin dan hormon agar
dapat berkembang menjadi tumbuhan baru. Mineral makro (makronutrien) merupakan
mineral-mineral yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh tumbuhan, sedangkan
mineral mikro (mikronutrien) hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdarkan hasil yang telah dilakukan dapat disimpulkan:


1. Cara pembuatan media kultur Murashige dan Skoog (MS) adalah pertama
dengan mencampurkan larutan stok A, B, C, D, dan E, kedalam beaker glass
kemudian di aduk dengan stirrer, lalu ditambahkan gula dan zat pengatur tumbuh
kedalam larutan kemudian dihiting pHnya jika terlalu asam ditambah NaOh, jika
terlalu basa ditambah HCl. Setelah itu ditambahkan bubuk agar dan kemudian di
panaskan, setelah diangkat dan didinginkan kemudian media disterilisasi agar
tidak terkontaminasi.
B. Saran

Sebaiknya sebelum praktikum segala sesuatunya harus disiapkan dengan


baik demi kelancaran praktikum.
DAFTAR REFERENSI

Dewi, I. S., Jawak, G., Roostika, I., Sabda, M., Purwoko, B. S. dan Adil W. H. 2013.
Konservasi In Vitro Tanaman Jeruk Besar (Citrus maxima (Burm.) Merr.)
Kultivar Srinyonya Menggunakan Osmotikum dan Retardan. Jurnal AgroBiogen.
6(2):84-90.

Husen, E. 2003. Screening of soil bacteria for plant growth promotion activities in vitro.
Indonesia Journal of Agricultural Science. 4(1): 27-31.

Panji. 2014. Medium Murashige dan Skoog. http://www.edubio.info/2014/10/medium-


murashige-dan-skoog.html. diakses tanggal 24 mei 2017.

Rahardja, P. C. 1995. Kultur Jaringan : Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern.


Penebar Swadaya: Jakarta.

Rostiana, O. 2007. Perbanyakan Tanaman Anis (Pimpinella anisum L.) secara in vitro.
Erlangga: Jakarta.

Siddiqui, M. W., Bhattacharjya, A., Chakraborty, I. and Dhua, R. S. 2011. 6-


benzylaminopurine improves shelf life, organoleptic quality, and health-
promoting compounds of fresh-cut broccoli florets. Journal of Scientific and
Industrial Research.70 (6): 461465.

Spaepen, S., Jos, V. & Roseline, R. 2007. Indole-3-Acetic Acid in Microbial and
Microorganism Plant Signaling. Department of Microbial and Molecular
Systems. Centre of Microbial and Plant Genetics: Belgium.

Sriyanti, Daisy P. dan Ari W. 2002. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan Petunjuk
Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius: Yogyakarta.

Thorpe, T. A. 2012. In Vitro Embryogenesis in Plants. Springer Science: german.

Yusnita. 2003. Perbanyakan Invitro Tanaman Angrek. Universitas Lampung: Bandar


Lampung.

Anda mungkin juga menyukai