Anda di halaman 1dari 8

PERDAGANGAN MANUSIA

Miratun Aini/1413040010

Pengertian Human Trafficking

Istilah dalam perdagangan manusia ini dapat diartikan sebagai rekrutmen,


transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau
penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan ataupun menerima atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk kepentingan
eksploitasi yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk
eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek lain
yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.
(Sumber: Pasal 3, Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan
Manusia, terutama Perempuan dan Anak, sebagai Tambahan terhadap Konvensi PBB
menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional, 2000).
Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mendefenisikan human trafficking atau perdagangan
manusia sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan
seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain,
penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi
atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai
wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk
Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap Manusia, khususnya
perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas
Negara). Tabel dibawah ini, yang disarikan dari Definisi PBB diatas, adalah alat yang
berguna untuk menganalisis masing-masing kasus untuk menentukan apakah kasus tersebut
termasuk trafiking atau tidak.
Tidak ada satupun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafiking manusia di
Indonesia. Trafiking terjadi karena bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-
beda. Tetapi dapat disimpulkan beberapa faktor, antar lain:
Kurangnya Kesadaran: Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja
baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya
trafiking dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau
menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau
pekerjaan yang mirip perbudakan.
Kemiskinan: Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk
merencakanan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi
untuk bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang
dilakukan seseorang guna membayar hutang atau pinjaman.
Keinginan Cepat Kaya: Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup
yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang
bermigrasi rentan terhadap trafiking.
Faktor Budaya: Faktor-faktor budaya berikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya trafiking:
Peran Perempuan dalam Keluarga: Meskipun norma-norma budaya
menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai istri dan ibu,
juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari nafkah
tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga.
Peran Anak dalam Keluarga: Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban
untuk membantu keluarga membuat anak-anak rentan terhadap trafiking.
Perkawinan Dini: Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi
para anak perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan
ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali, juga
perceraian dini dan tentu saja rentan akan praktek trafficking.
Kurangnya Pencatatan Kelahiran: Orang tanpa pengenal yang memadai
lebih mudah menjadi mangsa trafiking karena usia dan kewarganegaraan
mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang ditrafik, misalnya, lebih mudah
diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.
Kurangnya Pendidikan: Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki
lebih sedikit keahlian/skill dan kesempatan kerja dan mereka lebih mudah
ditrafik karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan
keahlian.
Korupsi & Lemahnya Penegakan Hukum: Pejabat penegak hukum dan
imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku trafiking untuk tidak
mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal seperti perdagangan
manusia.

Dampak Negatif Perdagangan Manusia (Human Traficking)

Banyak dampak negatif yang mereka alami tidak hanya hanya dalam bentuk fisik
seperti luka, cacat, atau meninggal saja tetapi bagi mereka yang terkena pelecahan seksual
atau kekerasan tetapi juga dari segi psikologis.

1. Trauma
Sebagian besar korban perdagangan manusia akan mengalami trauma dari dampak
kekerasan atau pengalaman yang tidak menyenangkan bagi mereka. Trauma adalah :
The essence of trauma is that it overwhelms the victims psychological and
biological coping mechanisms. This occurs when internal and external resources are
inadequate to cope with the external threat.

2. Pembatasan gerak

Yaitu kontrol yang dilakukan oleh para traffickers telah melampaui batas

3. Multiple Trauma
Mengalami beberapa atau kronis peristiwa traumatis atau kasar telah ditemukan
memiliki efek yang lebih negatif dari trauma tunggal. Sebuah kecemasan korban
dapat diungkap, karena banyak korban yang masih menghadapi bahaya nyata terkait
pengalaman perdagangan mereka bahkan setelah terjadi eksploitasi.

4. Violence
Korban perdagangan pasti telah mengalami kekerasan baik sebelum dan selama
proses perdagangan. Kekerasan sebelum perdagangan terlihat pada sebagian besar
korban perdagangan untuk eksploitasi seksual.

5. Abuse
Hal ini biasanya digunakan oleh para traffickers bagi korban yang kurang
pengetahuaanya untuk dipengaruhi secara negatif agar mau melaksanakan apa yang
dia perintah.

6. Concurrent Symptoms

Setelah mengalami perdagangan sebagian besar wanita memiliki banyak simultan


masalah kesehatan fisik dan mental. Di antara korban perdagangan gejala kesehatan
fisik menyebabkan mereka merasa sakit dan tidak nyaman. Beberapa gejala kesehatan
mental mengalami lebih lama.

7. Physical symptoms

Kelelahan dan penurunan berat badan, gejala neurologis, dan gastrointestinal adalah
masalah yang paling sering dilaporkan. Banyak korban perdagangan yang hanya
memiliki sedikit waktu untuk tidur karena dipaksa untuk melakukan aktivitas terus-
menerus. Kurang tidur kronis atau berkepanjangan tidak hanya mempengaruhi
kemampuan individu untuk berkonsentrasi dan berpikir jernih, tetapi juga
melemahkan sistem kekebalan tubuh dan kemampuan untuk menahan rasa sakit.

8. Post-traumatic stress disorder (PTSD)

PTSD adalah istilah yang menggambarkan gangguan kesehatan mental yang


disebabkan, sebagian, oleh satu atau lebih peristiwa traumatis. Gangguan ini
berlangsung dalam jangka waktu lama dalam gejala psikologis yang parah dialami
oleh mereka yang telah terkena pengalaman yang telah memiliki efek traumatis pada
mereka.

Bentuk-Bentuk Human Trafficking


Ada beberapa bentuk trafiking manusia yang terjadi pada perempuan dan anak-anak
dan ini seringkali menjadi alasan utama trafficking.
1. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks baik di luar negeri maupun di wilayah
Indonesia. Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja
sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-
pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat
mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa
mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi
kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak
bekerja.
2. Pembantu Rumah Tangga (PRT) baik di luar ataupun di wilayah Indonesia.
PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam
kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk: jam kerja wajib yang sangat
panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja
karena jeratan hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual,
tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya
atau diperintah untuk melanggar agamanya.
3. Bentuk Lain dari Kerja Migran baik di luar ataupun di wilayah Indonesia.
Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnnya
dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik,
restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik
ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran
sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di
tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan.
4. Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya terutama di luar negeri. Perempuan
dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi,
atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan
ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi
mirip perbudakan.
5. Pengantin Pesanan terutama di luar negeri. Beberapa perempuan dan anak
perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah
ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka
memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi
mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks.
6. Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak terutama di Indonesia. Beberapa
(tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas
pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi
yang mereka hadapi saat ini.
7. Trafiking/penjualan Bayi baik di luar negeri ataupun di Indonesia. Beberapa
buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri
dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal.
Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT
kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi
tersebut ke pasar gelap.

Hukum yang Mengatur Human Trafficking


Dinamika dan berbagai upaya yang dilakukan baik di tingkat nasional, regional
maupun internasional untuk memberantas perdagangan orang, terutama perempuan dan anak
melalui instrument intenasional sejak tahun 1904. Usaha penghapusan tersebut ditandai
dengan diselenggarakannya konferensi internasional perdagangan manusia pertama kali,
yakni konferensi mengenai perdagangan wanitaatau trafficking in women diadakan di Paris
tahun 1895. Sembilan tahun kemudian pada tahun 1904, di kota yang sama, 16 negara
kembali mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan internasional pertama
menentang Perdagangan Budak Berkulit Putih yang dikenal dengan istilah Intenational
Agreement the Supresssion of White Slave Traffic. Kesepakatan tersebut menentang
dipindahkannya perempuan ke luar negeri dengan tujuan pelanggaran kesusilaan. Konvensi
awal ini membatasi diri pada penentangan bentuk pemaksaan dalam perdagangan perempuan,
tetapi sama sekali tidak mempermasalahkan tiadanya bukti pemaksaan atau penyalahgunaan
kekuasaan dalam perekrutannya.
Kesepakatan tersebut dalam prakteknya tidak berjalan efektif karena gerakan anti
perdagangan manusia pada saat itu lebih didorong karena adanya ancaman terhadap
kemurnian populasi perempuan kulit putih. Pada sisi lain, kesepakatan tersebut juga lebih
banyak memfokuskan perhatian kepada perlindungan korban daripada menghukum pelaku
kejahatannya, sehingga tepat enam tahun kemudian, yakni pada tahun 1910 disetujui
Internasional Convention for the Supression of White Slave Traffic (Konvensi Internasional
tanggal 4 Mei 1910 untuk Penghapusan Perdagangan Budak Kulit Putih, di amandemen
dengan Protokol PBB tanggal 3 Desember 1948). Konvensi tersebut kemudian mewajibkan
negara untuk menghukum siapapun, yang membujuk orang lain, baik dengan cara
menyelundupkan atau dengan menggunakan kekerasan, paksaan, penyalahgunaan kekuasaan,
atau dengan cara lain dalam memaksa, mengupah, menculik atau membujuk perempuan
dewasa untuk tujuan pelanggaran kesusilaan.
Dalam perkembangan selanjutnya dengan dibantu oleh Liga Bangsa-bangsa,
ditandatanganilah Convention on the Supression of Traffic in Women and Children pada
tahun 1921 (Konvensi Internasional tanggal 4 Mei 1910 untuk Penghapusan Perdagangan
Perempuan dan Anak, diamandemen dengan Protokol PBB tanggal 20 Oktober 1947) dan
International Convention of the Supression of Traffic in Women of Full Age di tahun 1933
(Konvensi Internasional tanggal 11 Oktober 1933 untuk Penghapusan Perdagangan
Perempuan Dewasa, diamandemen dengan Protokol PBB tanggal 20 Oktober 1947).
Keempat konvensi tersebut kemudian dikonsolidasikan oleh PBB pada tahun 1949 ke
dalam Convention for the Supression of the Traffic in Person and of the Exploitation of the
Prostitution of Others. Konvensi ini mewajibkan negara peserta untuk menghukum mereka
yang menjerumuskan orang-orang, bahkan korban jika menyetujuinya, demi memuaskan
manusia lainnya. Dalam konvensi ini juga disebutkan bahwa negara peserta juga terikat untuk
menghukum mereka yang mengeksploitasi pelacur. Konvensi ini juga mencakup mereka
yang secara finansial terlibat dalam pengelolaan atau pengoperasian rumah pelacur atau
siapapun yang menyewakan atau menyewa tempat-tempat untuk melacurkan orang-orang
lain.
Pada tahun 1926, lahirlah sebuah instrumen internasional yang secara tegas melarang
praktek perbudakan. Konvensi ini kemudian ditandatangani di Jenewa pada tanggal 25
September 1926. Konvensi ini mewajibkan negara untuk mengambil langkah-langkah guna
pengahapusan sesegera mungkin perangkat-perangkat kelembagaan serta praktek-praktek
yang meliputi perbudakan berdasarkan hutang, perhambaan, pertunangan anak dan praktek-
praktek perkawinan dimana seorang perempuan diperlakukan sebagaiharta milik, baik oleh
keluarganya sendiri maupun keluarga suaminya, ataubisa diwariskan setelah kematian
suaminya.

Hukum Pidana Internasional Terhadap Kejahatan Human Trafficking


Protokol untuk mencegah, menindas, menghukum pelaku perdagangan manusia,
khususnya perempuan dan anak-anak, serta tambahan konvensi PBB terhadap kejahatan
Transnasional yang terorganisasi (Protokol Perdagangan), G.A. Res, 55/25, Annex II, 55 U.N.
GAOR Supp. (No.49) at 60, U.N. Doc. A/45/49 (Vol.I) (2001), mulai berlaku 25 desember
2003 telah menentukan bahwa Perdagangan Manusia (human trafficking) meliputi semua
tindakan yang terkait dengan perekrutan, pengangkutan, transfer, penjualan, atau pembelian
manusia dengan pemaksaan, penipuan, pencurangan atau taktik-taktik pemaksaan lainya yang
bertujuan menempatkan mereka dalam kondisi kerja paksa atau praktek-praktek serupa
perbudakan, dimana kerja dikuras lewat cara-cara pemaksaan jasmaniah atau non fisik,
termasuk pemerasan, penipuan, pencurangan, pengisolasian, pengecaman atang penggunaan
kekuatan fisik, atau tekanan psikologis.
Kejahatan sebagai sebuah perilaku menyimpang, keberadaannya setua usia manusia
itu sendiri. Bahkan dapat dikatakan bahwa crime is the oldest social problem (Alper, 1973
: 85). Karena kejahatan merupakan masalah yang selalu melekat dalam kehidupan manusia.
Dimana ada masyarakat disitu akan muncul kejahatan (Ubisocius ubi crime). Karena
kejahatan adalah hasil dialektika antara kejahatan dan masyarakat.

Dampak Negatif Perdagangan Manusia (Human Traficking)

Banyak dampak negatif yang mereka alami. Korban tidak hanya hanya dalam bentuk
fisik seperti luka, cacat, atau meninggal saja tetapi bagi mereka yang terkena pelecahan
seksual atau kekerasan tetapi juga dari segi psikologis. Dampak psikologis merupakan luka
permanen bagi korban perdagangan manusia daripada dampak yang ditimbulkan dalam hal
fisik. Mereka mengalami stress, trauma bahkan depresi setelah apa yang mereka alami. Rasa
takut akan sering muncul pada diri korban perdagangan manusia. Ciri lain yang tampak
adalah korban terkadang berfikir untuk bunuh diri, kepercayaan dan harga diri yang kurang,
selalu merasa bersalah, merasa takut, merasa ketakutan sering mimpi buruk, kehilangan harga
diri, kehilangan kontrol atas diri sendiri cenderung korban yang disuntikan narkoba oleh
pelaku. Dampak psikologis yang terjadi pada korban trafficking, diantaranya adalah:

9. Trauma
Sebagian besar korban perdagangan manusia akan mengalami trauma dari dampak
kekerasan atau pengalaman yang tidak menyenangkan bagi mereka. Trauma adalah :
The essence of trauma is that it overwhelms the victims psychological and
biological coping mechanisms. This occurs when internal and external resources are
inadequate to cope with the external threat.

10. Pembatasan gerak


Yaitu kontrol yang dilakukan oleh para traffickers telah melampaui batas

11. Multiple Trauma

Mengalami beberapa atau kronis peristiwa traumatis atau kasar telah ditemukan
memiliki efek yang lebih negatif dari trauma tunggal. Sebuah kecemasan korban
dapat diungkap, karena banyak korban yang masih menghadapi bahaya nyata terkait
pengalaman perdagangan mereka bahkan setelah terjadi eksploitasi.

12. Violence
Korban perdagangan pasti telah mengalami kekerasan baik sebelum dan selama
proses perdagangan. Kekerasan sebelum perdagangan terlihat pada sebagian besar
korban perdagangan untuk eksploitasi seksual.

13. Abuse
Hal ini biasanya digunakan oleh para traffickers bagi korban yang kurang
pengetahuaanya untuk dipengaruhi secara negatif agar mau melaksanakan apa yang
dia perintah.

14. Concurrent Symptoms

Setelah mengalami perdagangan sebagian besar wanita memiliki banyak simultan


masalah kesehatan fisik dan mental. Di antara korban perdagangan gejala kesehatan
fisik menyebabkan mereka merasa sakit dan tidak nyaman. Beberapa gejala kesehatan
mental mengalami lebih lama.

15. Physical symptoms

Kelelahan dan penurunan berat badan, gejala neurologis, dan gastrointestinal adalah
masalah yang paling sering dilaporkan. Banyak korban perdagangan yang hanya
memiliki sedikit waktu untuk tidur karena dipaksa untuk melakukan aktivitas terus-
menerus. Kurang tidur kronis atau berkepanjangan tidak hanya mempengaruhi
kemampuan individu untuk berkonsentrasi dan berpikir jernih, tetapi juga
melemahkan sistem kekebalan tubuh dan kemampuan untuk menahan rasa sakit.

16. Post-traumatic stress disorder (PTSD)

PTSD adalah istilah yang menggambarkan gangguan kesehatan mental yang


disebabkan, sebagian, oleh satu atau lebih peristiwa traumatis. Gangguan ini
berlangsung dalam jangka waktu lama dalam gejala psikologis yang parah dialami
oleh mereka yang telah terkena pengalaman yang telah memiliki efek traumatis pada
mereka. Hampir semua orang yang memiliki pengalaman traumatis akan memiliki
perasaanshock, sedih dan penyesuaian dan tidak semua orang yang mengalami
peristiwa traumatis akan menyebabkan PTSD. Karakteristik umum PTSD adalah
kecenderungan gejala menurun dari waktu ke waktu di sebagian orang. Studi korban
trafficking ( khususnya untuk eksploitasi seksual ) telah menemukan bahwa korban
menunjukkan banyak gejala PTSD. Pola penurunan dalam gejala PTSD juga
ditemukan dalam korban trafficking. PTSD tercermin dalam studi tentang
perdagangan orang adalah bahwa beberapa korban masih memiliki beberapa gejala
setelah perdagangan

Anda mungkin juga menyukai