Anda di halaman 1dari 15

GRAVIMETRI DAN TITRIMETRI

Oleh :

Raihan Yarri Putera


03021181419069

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
A.GRAVIMETRI
Analisis Gravimetri adalah suatu cara penentuan unsur / senyawa berdasarkan kepada
berat dimana unsur yang kan ditentukan dipisahkan dulu serta diubah menjadi
senyawa tertentu dan murni kemudian baru ditimbang.
Penimbangan hasil reaksi dilakukan dengan menggunakan timbangan analitik
agar diperoleh hasil yang lebih teliti, karena dapat mengukur sanpai berat 0,1
miligram.
Analisis Gravimetri dapat dilakuakan dengan beberapa cara :
1. Cara Evolusi (penguapan)
2. Cara Elektrolisis
3. Cara pengendapan

A. Cara Evolusi (Penguapan)


Cara Evolusi adalah analisis kuantitatif dengan penimbangan hasil reaksi
berupa gas, dan dapat dibedakan menjadi :
1. Secara langsung
Unsur yang akan ditentukan diubah menjadi gas, gas yang terjadi diserap dengan
senyawa tertentu. Metoda ini sulit dilakukan karena gas yang terserap hanya gas yang
diinginkan sehingga metoda ini lebih akurat/sempurna hasilnya.

2. Secara tak langsung


Menimbang bahan sebelum dan sesudah kehilangan analitnya karena penguapan
atau pemanasan. Selisih berat penimbangan = berat gas / analit. Misalnya, penentuan
kadar air dalam suatu bahan atau penentuan kadar karbonat. Cara ini cukup mudah
sehingga banyak digunakan tetapi juga memiliki banyak kelemahan.
B. Cara Elektro Gravimetri
Unsur yang akan ditentukan diendapkan dengan arus listrik. Contoh, menentukan
kadar tembaga dalam kuningan. Kuningan dilarutkan dengan HNO 3 sehingga menjadi
ion Cu++, ion Cu++kemudian dielektrolisis dan tembaga mengendap pada katoda,
katoda adalah kutub negative dari listrik. Pertambahan katoda adalah berat tembaga.
Maka kadar Cu dapat dicari.

C. Cara Pengendapan
Senyawa/unsur akan ditentukan, direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga
terbentuk senyawa yang mengendap, endapan dipisahkan dan dikeringkan serta
ditimbang sampai berat konstan dan endapan haru memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Dalam bentuk senyawa yang tetap.

2. Mudah dipisahkan.
Untuk endapan yang sangat halus danendapan yang berbentuk gelatin sulit
dipisahkan dari larutannya karena ukuran pori-pori kertas saring yang tertentu.
3. Semurni mungkin
Bebas dari zat atau bahan pengotor yang dapat menyebabkan kesalahan
menghitung kadar unsur yang ada dalam sampel .

4. Tidak mudah larut


Tidak mudah larut sehingga tidak ada yang hilang selama perlakuan selanjutnya,
yaitu penyaringan, pencucian, pengeringan/pemijaran, penimbangan.

D. Pelarutan
Pelarutan adalah Usaha untuk mengubah contoh uang berupa padatan menjadi
bentuk larutan.
Untuk melakukan pelarutan dapat menggunakan 2 macam pelarut, yaitu:
1. Pelarut organic yang digunakan untuk melarutkan senyawa organic. Contoh Pelarut
Organik yaitu, Alkohol, N.Hexane, Eter , Benzen, Cloroform, dll.
2. Pelarut anorganik yang dapat digunakan untuk melarutkan senyawa anorganik.
Contoh pelarut anorganik yaitu Air untuk melarutkan garam-garam, HCl untuk
melarutkan senyawa karbonat, HNO3 untuk melarutkan logam-logam, dan Aquaregia
yang terdiri dari HCl + HNO3 (3:1) yang digunakan untuk melarutkan senyawa
silikat.

E. Pengendapan
Pengendapan adalah terbentuknya partikel yang tidak larut dari reaksi kimia
dalam larutan.
1. Syarat endapan pada Gravimetri :
- Endapan mempunyai Kelarutan yang kecil
- Endapan mempunyai rumus kimia tertentu dan murni
- Mudah dipisahkan dengan cara pemijaran atau penyaringan

2. Syarat larutan yang akan diendapkan ;


- Larutan harus encer
- Diendapkan dalam keadaan panas
- Pereaksi pengendap ditambahkan sedikit demi sedikit.

Pengendapan adalah proses membentuk endapan yaitu padatan yang


dinyatakan tidak larut dalam air walaupun endapan tersebut sebenarnya mempunyai
kelarutan sekecil apapun. Prosedur analisis menentukan jumlah pereaksi yang
digunakan atau ditambahkan kedalam sampel/analat agar terbentuk endapan. Dalam
kasus dimana jumlah pengendap tidak disebutkan, biasanya dapat dilakukan estimasi
kasar dengan cara perhitungan sederhana yang melibatkan konsentrasi pereaksi dan
perkiraan berat zat/konstituen yang ada. Biasanya disarankan pemakaian pengendap
berlebih karena kelarutan endapan-endapanberkurang atau menurun, yang disebabkan
oleh efek ion yang sama (common ion effect). Kelebihan pengendap yang banyak
tidak diinginkan, bukan saja karena pemborosan pereaksi tetapi juga karena endapan
dapat cenderung melarut kembali dalam kelebihan pereaksi yang banyak, membentuk
ion rangkai (kompleks). Sebagai contoh, senyawaan perak diendapkan dengan
senyawa klorida dan endapan menjadi lebih, tidak dapat larut bila terdapat cukup
kelebihan klorida, tetapi kelebihan klorida yang besar melarutkan endapan tadi :
Ag Cl + 2Cl Ag Cl3 2
Secara umum, bila tidak ditentukan, dapat digunakan atau ditambahkan 10%
kelebihan pengendap. Dalam semua hal, cairan supernatan atau saringan (filtrat)
harus diuji untuk mengetahui kesempurnaan endapan dengan menambahkan sedikit
penambahan jumlah pengendap.
Hal yang utama dalam analisis gravimetri ialah pembentukan endapan yang
murni dan mudah disaring .
Pengendapan mulai terjadi dengan terbentuknya sejumlah partikel kecil yang
disebut inti-inti (nukla) bila ketetapan hasil kali kelarutan (Ksp) suatu senyawaan
dilampaui. Partikel-partikel kecil ini ukurannya akan membesar dan akan mengendap
kedasar wadah. Partikel-partikel yang relatif besar ini seringkali lebih murni dan lebih
mudah disaring. Pada umumnya ukuran partikel meningkat mencapai ukuran
maksimum dan kemudian berkurang bila konsentrasi pereaksi pereaksi dinaikkan.
Diketahui bahwa makin kecil kelarutan suatu endapan maka semakin kecil ukuran
partikelnya. Tetapi ketentuan ini merupakan aturan kasar atau tidak mutlak sebagai
contoh perak klorida (AgCl) dan bariumsulfat (BaSO4) mempunyai kelarutan molar
yang sama (Ksp sekitar 1010 tetapi partikel bariumsulfat jauh lebih besar daripada
perak klorida bila digunakan kondisi pengendapan yang serupa. Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan kelarutan ialah :
- suhu
- pH
- pemakaian zat pengkompleks
Pengendapan sangat umum dilakukan pada suhu tinggi, dengan alasan bahwa
garam dari asam lemah seperti kalsiumoksalat (CaC2O4) dan seng sulfida (ZnS) lebih
baik bila diendapkan dalam suasana asam lemah daripada suasana basa. Bariumsulfat
akan lebih baik diendapkan dalam larutan asam klorida 0,01 M sampai dengan 0,05
M karena kelarutan akan meningkat dengan terbentuknya ion hidogensulfat (HSO4-).
Setelah endapan terbentuk kadang-kadang perlu dilakukan pencernaan
(digestion) atau penuaan (aging) artinya endapan tersebut dibiarkan bersentuhan atau
kontak dengan larutan induk (mother liquor), biasanya pada suhu yang ditinggalkan
sebelum penyaringan dilakukan.
Partikel-partikel kecil dari endapan berbentuk kristalin seperti BaSO4, lebih
dapat larut dibandingkan partikel-partikel besarnya yang mengakibatkan larutan
tersebut lewat jenuh terhadap partikel besar. Untuk meningkatkan ukuran partikel dari
kecil menjadi besar seperti pada endapan kristalin BaSO4, dilakukan proses
pemasakan (ripening). Pemasakan ini dapat dilakukan diatas penangas air (water
bath) dimana wadah beserta endapan disimpan diatasnya selama 30 60 menit.
Endapan selai (gelatin) seperti besi (III) hidroksida tidak dicerna (digest) karena
endapan kecilnya tidak begitu berbeda dengan endapan besarnya sehingga tidak
terjadi peningkatan ukuran yang berarti. Untuk memperoleh endapan dengan partikel
berukuran besar, pengendapan dilakukan dengan menambahkan perlahan-lahan
larutan encer pengendap. Endapan kristalin biasanya dicernakan pada suhu yang
dinaikan sebelum penyaringan yang bertujuan untuk makin meningkatkan ukuran
partikel.
Pada waktu proses pengendapan suatu endapan, dapat terjadi suatu zat yang
biasanya dapat larut akan terbawa mengendap dan peristiwa ini disebut kopresipitasi.
Sebagai contoh suatu larutan barium klorida yang mengandung sedikit ion nitrat dan
kedalam larutan ini ditambah pengendap asamsulfat maka endapan bariumsulfat akan
mengandung barium nitrat. Hal ini diistilahkan nitrat tersebut dikopresipitasi bersama
sulfat.
Kopresipitasi dapat terjadi karena terbentuknya kristal campuran atau oleh
adsorpsi ion-ion selama proses pengendapan. Kristal campuran ini memasuki kisi
kristal endapan, sedangkan ion-ion yang teradsorpsi ditarik kebawah bersama-sama
endapan pada proses koagulasi.

A.1 Endapan Kristalin


Pada waktu pembentukan endapan kristalin seperti bariumsulfat,
ketidakmurnian teradsorpsi sewaktu partikel-partikel endapan masih kecil. Ketika
partikel tersebut membesar dapat terjadi pengotor tersebut berada/masuk dalam
kristal. Pengotoran jenis ini disebut oklusi. Kopresipitasi dapat dikurangi tetapi tidak
dapat dihilangkan sama sekali, dengan cara penambahan kedua pereaksi itu?. Bila
diketahui bahwa sampel atau pengendap mengandung ion pengotor maka larutan ini
dapat ditambahkan kepada larutan yang lain. Dengan demikian konsentrasi pengotor
dapat dijaga agar minimum pada tahap-tahap awal presipitasi.
Kemurnian suatu endapan kristalin dapat ditingkatkan dengan jalan disaring,
dilarutkan kembali (ulang) dan kemudian diendapkan kembali. Hal ini dapat
dilakukan bila endapan tersbut mudah dilarutkan. Tetapi endapan bariumsulfat yang
tidak mudah dilarutkan kembali, kemurniannya dapat ditingkatkan engan proses
penuaan atau pencernaan.

A.2 Endapan selai/gelatin


Partikel-partikel endapan selai jumlahnya lebih banyak dan jauh lebih kecil
ukurannya dibandingkan partikel endapan kristalin. Karena kecil maka luas
permukaan pada larutannya sangat besar/luar biasa besarnya. Keadaan seperti ini
mengakibatkan teradsorpsinya air dalam jumlah relatif besar. Hal ini menyebabkan
endapan tersebut mirip gelatin dan adsorpsi ion-ion lainnya sangat ekstensif. Partikel-
partikel endapan selai tidak mudah tumbuh menjadi besar dan pengotor tidak akan
masuk kedalam endapan tapi akan terikat pada permukaan partikel-partikel kecil tadi.
Ion-ion hidrogen dan hidroksida mudah teradsorpsi oleh endapan selai seperti
Fe(OH)3 dan Al(OH)3.
Besi (III) hidroksida bermuatan positif pada pH 8,5 tetapi bermuatan negatif
pada pH lebih tinggi dari itu. Untuk meningkatkan kemurnian endapan selai dapat
dilakukan dengan pencucian atau pengendapan ulang. Proses pencernaan tidak
berguna karena endapan selai tersebut sedikit sekali dapat larut sehingga partikel-
partikelnya tidak terlalu cenderung tumbuh untuk membesar.

A.3 Pengendap
Pengendap yang digunakan umumnya zat anorganik walaupun pada beberapa
penetapan digunakan zat organik sebagai pengendap.
Pengendap anorganik biasanya berupa basa, asam atau garamnya. Basa yang
sering dipakai adalah amonia (larutan gas amoniak dalam air), NaOH atau KOH.
Endapan yang terbentuk berupa hidroksida yang akan berubah menjadi oksidanya
bila bentuk pertama dipijarkan. Pemakaian pengendap selalu berlebihan untuk
mendapatkan pengendapan sempurna tetapi dapat terjadi bahwa hidroksida yang
mengendap mula-mula akan larut dalam basa pengendap berlebih. Sebagai contoh,
endapan Cu(OH)2 dapat larut dalam NH4OH sehingga yang terakhir ini tidak dapat
digunakan sebagai pengendap untuk memperoleh endapan Cu(OH)2. Pereaksi yang
tepat adalah NaOH. Sebaliknya endapan Al(OH)3 akan larut dalam basa kuat, NaOH
atau KOH. Endapan Zn(OH)2 akan larut dalam basa lemah (NH4OH) atau basa kuat
(NaOH/KOH), jadi senyawaan seng harus diendapkan dengan suatu garam misalnya
(NH4)2HPO4. Senyawaan barium dapat diendapkan dengan H2SO4 sehingga
membentuk endapan BaSO4. Pengendapan BaSO4 dapat dilakukan dengan memakai
Na2SO4 (garam) sebagai pengganti asam sulfat. Endapan perak klorida juga terbentuk
bila pengendap NaCl ditambahkan kedalam suatu larutan garam perak.
Secara umum endapan yang berbentuk hidroksida akan terurai bila dipijarkan
pada suhu tinggi membentuk oksidanya yang kemudian ditimbang (bobot tetap).
Endapan seperti BaSO4 relatif sukar terurai pada suhu tinggi tetapi akan tereduksi bila
ada zat pereduksi seperti C atau H 2. Pereduksi C diperoleh dalam kertas saring yang
dipakai sebagai penyaring.
Sejumlah ion logam dapat diendapkan dengan pereaksi organik. Zat organik
seperti - hidroksi kuinolina [ - kuinolinolina atau oxine (oksina)] membentuk
senyawaan yang mengendap dengan ion-ion logam seperti alumunium, besi, seng,
tembaga, zirkonium dan sebagainya. Zat ini hampir tak dapat larut dalam air dan bila
akan dipakai sebagai pengendap maka harus dilarutkan dalam suatu pelarut organik
tertentu seperti asamasetat atau metanol.
Rumus oksina : C9H7OH

Selain oksina, zat organik lainnya yang digunakan sebagai pengendap ialah
dimetilglioksima, yang rumusnya :

CH3 - C = NOH
I
CH3 - C = NOH

Pereaksi ini dengan senyawaan nikel membentuk endapan merah


N1(C4H7N2O2)2. Ion-ion pengganggu misalnya Fe3+, Al3+,B3+ yang dapat dicegah
dengan menambahkan senyawaan organik tertentu (sitrat atau tartrat)
Dimetilglioksima hanya sedikit larut dalam air, maka biasanya dipakai larutan 1%
dalam etanol. Senyawaan tembaga dapat diendapkan dengan pereaksi benzoin a -
oksina (kupron) yang membentuk endapan hijau
Rumus zat ini :
C6H5 - CH = OH
I
C6H5 - C = NOH

Benzoin a - oksina sangat sedikit dapat larut dalam air tetapi mudah larut
dalam etanol. Pereaksi yang dipakai adalah larutan 2% dalam etanol.
GRAVIMETRI

Gravimetri termasuk analisis jumlah cara konvensional. Sebenarnya ada


gravimetri dengan cara instrumental yaitu elektrogravimetri. Dalam gravimetri
(Gravity = berat) penentuan jumlah zat berdasarkan pada pengukuran berat
(penimbangan). Selain penimbangan sampel dilakukan pula penimbangan hasil
reaksi, baik berupa endapan atau gas yang terjadi.

Berdasarkan dasar dan cara pemisahan, gravimetri dibagi menjadi :

1. Cara pengendapan.
Pada cara ini sejumlah sampel dilakukan dengan pereaksi tertentu zat yang
akan ditetapkan (analat) diendapkan.
Endapan yang terjadi kemudian ditetapkan bobotnya, dari kedua bobot dan faktor
tertentu kadar zat dapat dicari. Cara ini paling banyak dilakukan.

2. Cara penguapan.
Pada cara ini sampel direaksikan sehingga dihasilkan suatu gas atau dapat
juga dipanaskan sehingga memecah menghasilkan gas. Penimbangan gas yang keluar
dapat secara langsung yaitu diserap oleh suatu pereaksi terlebih dahulu atau secara
tidak langsung yaitu penimbangan analat sebelum dan sesudah reaksi. Cara ini
kadang-kadang dinamakan cara evolusi.

3. Cara Elektrogravimetri.
Seperti dikatakan diatas, cara ini sebenarnya termasuk cara instrumental. Pada
cara ini sampel diendapkan dengan elektrolisis dengan potensial tertentu. Cara ini
banyak digunakan untuk menentukan kadar logam Cu dan Zn yang akan dibicarakan
pada praktikum Kimia Fisika / Analisis Instrumental.

Tahapan Pengerjaan Analisis Gravimetri secara Umum


Pelaksanaan pengerjaan Analisis Gravimetri di laboratorium merupakan
rangkaian pekerjaan yang dapat dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Persiapan sampel
2. Penimbangan sampel
3. Pelarutan sampel
4. Pengendapan
5. Penyaringan
6. Pencucian
7. Pengabuan
8. Penimbangan sisa pijar
Dalam pelaksanaannya mungkin terjadi pengurangan atau penambahan tahap kerja di
atas, misal pada khromat, barium khromat tidak perlu pemijaran tetapi cukup dengan
pengeringan saja.
B.TITRIMETRI

A. Pengertian dan Istilah Titrimeti


Analisa titrimetri atau analisa volumetrik adalah analisis
kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan
larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara
teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar
tersebut berlangsung secara kuantitatif.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui
konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan
dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik
akhir titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan
adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai
perubahan pH.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi
secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar.
Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna
pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat
yyang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan
dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir
titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.
Pada kebanyakan titrasi titik ekuivalen ini tidak dapat diamati,
karena itu perlu bantuan senyawa lain yang dapat menunjukkan
saat titrasi harus dihentikan. Senyawa ini dinamakan indikator.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis
volumetrik adalah sebagai berikut :
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan
persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen
tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.
4. Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia
atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai
berikut :
1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan
pipet volume yang telah di kalibrasi.
2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti
atau baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.
3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi
telah di capai.
Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan ;
1. Reaksi Kimia :
Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)
Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan
ditentukan haruslah bersifat asam dan sebaliknya.
Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
1. Asidimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan
baku asam.
Contoh : HCl, H2SO4
2. Alkalimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan
baku basa.
Contoh : NaOH, KOH
Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)
Yang terjadi adalah reaksi antara senyawa/ ion yang bersifat
sebagai oksidator dengan senyawa/ ion yang bersifat sebagai
reduktor dan sebaliknya.
Berdasarkan larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
1. Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan baku
yang digunakan bersifat sebagai oksidator.
Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :
Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4
Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7
Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4
Iodimetri, larutan bakunya : I2
2. Reduksimetri adalah titrasi redoks dimana larutan baku yang
digunakan bersifat sebagai reduktor.
Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah :
Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O
Reaksi Pengendapan (presipitasi)
Yang terjadi adalah reaksi penggabungan ion yang menghasilkan
endapan/ senyawa yang praktis tidak terionisasi.
Yang termasuk titrasi pengendapan adalah :
1. Argentometri, larutan bakunya : AgNO3
2. Merkurimetri, larutan bakunya : Hg(NO3)2/ logam raksa itu
sendiri
3.
Reaksi pembentukan kompleks
Titrasi kompleksometri digunakan untuk menetapkan kadar ion-ion
alkali dan alkali tanah/ ion-ion logam. Larutan bakunya : EDTA
2. Berdasarkan cara titrasi
Titrasi langsung
Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration)
3. Berdasarkan jumlah sampel
Titrasi makro
Jumlah sampel : 100 1000 mg
Volume titran : 10 20 mL
Ketelitian buret : 0,02 mL.
Titrasi semi mikro
Jumlah sampel : 10 100 mg
Volume titran : 1 10 mL
Ketelitian buret : 0,001 mL
Titrasi mikro
Jumlah sampel : 1 10 mg
Volume titran : 0,1 1 mL
Ketelitian buret : 0,001 mL
B. Larutan Baku
Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan
tepat dan teliti. Senyawa yang digunakan untuk membuat larutan
baku dinamakan senyawa baku.
Senyawa baku dibedakan menjadi dua, yaitu :
Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang
digunakan untuk membakukan larutan standar dan untuk membuat
larutan baku yang konsentrasi larutannya dapat dihitung dari hasil
penimbangan senyawanya dan volume larutan yang dibuat.
Contohnya : H2C2O4 . 2H2O, Asam Benzoat (C6H5COOH), Na2CO3,
K2Cr2O7, As2O3, KBrO3, KIO3, NaCl, dll.
Syarat-syarat baku primer :
1. Diketahui dengan pasti rumus molekulnya
2. Mudah didapat dalam keadaan murni dan mudah dimurnikan
3. Stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO2, cahaya dan uap air
4. Mempunyai Mr yang tinggi
Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya
oleh baku primer kareana sifatnya yang tidak stabil, dan kemudian
digunakan untuk membakukan larutan standar. Contoh : larutan
natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium. Keterangan :
pa (pro analisa)
No Larutan Baku Baku Primer
.
1. NaOH H2C2O4 (as. oksalat), C6H5COOH (as.
benzoat), KHP
2. HCl Na2B4O7 (nat. tetraborat), Na2CO3 (nat.
karbonat)
3. KMnO4 H2C2O4, As2O3 (arsen trioksida)
4. Iodium As2O3, Na2S2O3.5H2O baku (nat. tio
sulfat)
5. Serium (IV) As2O3, serbuk Fe pa.
Sulfat
6. AgNO3 NaCl, NH4CNS
7. Na2S2O3 K2Cr2O7, KBrO3, KIO3
8. EDTA CaCO3 pa, Mg pa
C. Kenormalan Larutan
adalah jumlah ekuivalen zat terlarut yang ada dalam setiap liter
larutan ekuivalen dan bobot ekuivalen besarnya ditentukan oleh
reaksi yang terjadi, meskipun ada hubungannya dengan mol, Mr
atau Ar.
D. Teori Dasar Titrasi Asam Basa
1. Teori Asam Basa menurut Arhennius
Asam adalah semua senyawa yang dalam bentuk larutan dapat
menghasilkan ion H+.
Basa adalah semua senyawa yang dalam bentuk larutan dapat
menghasilkan ion OH-.
2. Teori Asam Basa menurut Brownsted Lowry
Asam adalah pemberi/ donor proton.
Basa adalah penerima/ akseptor proton.
3. Teori Asam Basa menurut Lewis
Asam adalah pemberi pasangan elektron.
Basa adalah penerima pasangan elektron.
E. Indikator dalam Titrasi Asam Basa
Indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa dinamakan
indikator asam basa.
No Nama Warna Trayek pH
. Indikator Asam Basa
1. Metil Kuning Merah Kuning 2,9 4,0
Jingga
2. Metil Jingga Merah Jingga 3,1 4,4
Kuning
3. Bromo Fenol Kuning Ungu 3,0 4,6
Blue
4. Merah Metil Merah Kuning 4,2 - 6,2
5. Fenol Merah Kuning Merah 6,4 8,0
6. Timol Blue Kuning Biru 8,0 9,6
7. Phenolphtalein Tidak Merah Ungu 8,0 9,8
Berwarna
F. Bobot Ekuivalen
BE dalam titrasi asam basa adalah banyaknya mol suatu zat yang
setara dengan ion OH- atau ion H+.
Contoh :
HCl H+ + Cl-
1mol HCl setara dengan 1mol H+
BE HCl = 1 mol
H2SO4 2H+ + SO42-
1mol H2SO4 setara dengan 2mol H+
mol H2SO4 setara dengan 1mol H+
BE H2SO4 = mol

Anda mungkin juga menyukai