Anda di halaman 1dari 12

Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

STUDI FENOMENA
EFEKTIFITAS JAHE UNTUK MENGATASI MUAL DAN MUNTAH AKIBAT
KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

Signifikansi Fenomena

Kanker adalah salah satu jenis penyakit yang mempunyai kompleksitas sangat tinggi, dengan
tanda dan gejala tergantung dimana kanker tersebut tumbuh dan tipe atau dari sel kanker
tersebut. Kanker menyebabkan penongkatan kematian dan dapat terjadi pada manusia dari
semua kelompok tanpa memandang usia dan ras (Lemon & Burke, 2008). Penyakit kanker
merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, sekitar 8,2
juta kematian disebabkan oleh kanker. Salah satunya adalah kanker payudara yang merupakan
penyebab terbesar kedua kematian akibat setiap tahunnya (Pusat Data dan Informasi, 2015).
Hampir 1,7 juta kasus baru didiagnosis pada tahun 2012 dengan kanker payudara. Ini mewakili
sekitar 12% dari semua kasus kanker baru dan 25% dari semua kanker pada wanita (Ferlay J.,
et.al, 2014).

Penatalaksanaan kanker payudara pada dasarnya sama dengan kasus kanker lain yaitu meliputi
pembedahan, radiasi, kemoterapi, terapi biologis dan masih ada kemungkinan metoda lain
yang dilakukan dalam mengatasi masalah kanker payudara. Kemoterapi adalah salah satu
intervensi yang sering diberikan dalam pengobatan kanker, termasuk kanker payudara.
Sementara intervensi dengan pemberian kemoterapi untuk kanker dianggap lebih efektif dan
manjur karena bersifat sistemik untuk mematikan sel-sel baik pada stadium awal maupun
kanker stadium lanjut local (Desen, 2008).

Kemoterapi memiliki efek samping yang serius dan mungkin merugikan bagi pasien, yaitu
adanya keluhan mual dan muntah. Kurang lebih 80% pasien yang mendapat kemoterapi
mengeluh adanya mual dan muntah (Anonim, 2009). Terjadinya mual dan muntah akibat
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

kemoterapi disebabkan oleh Chemoreceptor-trigger zone yang nmerupakan stimulasi pada


pusat muntah sebagai efek samping dari kemoterapi (Desen, 2008).

Keluhan mual dan muntah akibat kemoterapi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu mual muntah
akut, tertunda (delayed) dan terantisipasi (anticipatory). Mual Muntah akut terjadi pada 24 jam
pertama setelah selesai diberikan kemoterapi. Muntah yang terjadi setelah masa akut ini
disebut sebagai mual muntah tertunda (delayed). Sedangkan muntah antisipasi merupakan
suatu respon yang sering dijumpai pada pasien kemoterapi dimana muntah terjadi sebelum
diberikan kemoterapi atau terkadang tidak ada hubungannya dengan pemberian kemoterapi
terjadi sekitar 10-40% pasien (Rittenberg, 2005). Muntah antisipasi ini sering dijumpai pada
pasien yang sudah mendapatkan kemoterapi sebelumnya dengan penanganan mual dan muntah
yang kurang baik, sehingga pasien kadang menolak untuk melanjutkan pengobatan atau drop
out.

Efek samping mual dan untah akibat kemoterapi dapat mempengaruhi 60% pasien berdampak
signifikan pada kualitas hidup pasien misalnya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, asupan
nutrisi berkurang (malnutrisi) dan berdampak pada penyakit lain serta mempengaruhi pasien
untuk tidak melanjutkan pengobatan atau terlambat melakukan kemoterapi berikutnya. Oleh
karenanya, banyak pasien kanker yang mengalami CINV (Chemotherapy Induced Nausea and
Vomiting) akan memilih pengobatan komplementer dan alternatif misalnya adalah terapi herbal
pada pasien kanker payudara. Wanita dengan kanker payudara dapat menggunakan atau
memilih terapi herbal untuk mengurangi efek samping dari pengobatan dan stres psikologis,
serta untuk mencapai rasa kontrol selama perawatan.

Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman herbal yang paling sering digunakan
sebagai obat tradisional yang digunakan untuk terapi komplementer secara efektif dipercaya
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

sebagai agen anti-mual khususnya mungkin untuk terapi anti-CINV. Jahe sudah bertahun-tahun
digunakan sebagai obat traisional misalnya mual muntah pada kehamilan. Meskipun proses
anti-emetik dari jahe belum sepenuhnya dapat dijelaskan, namun kandungan jahe yang diduga
berperan dalam mekanisme tersebut adalah gingerols, shogaols, galanolactone dan terpenoid
(Glare P, Miller J, Tickoo R. (2011).

Tujuan

Mengetahui efektifitas jahe untuk mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi pada pasien
kanker payudara.

Review Literature

1. Konsep
1.1 Kanker Payudara
1.1.1 Definisi
Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit
yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan
adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan kanker
adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas
normal, dan yang kemudian dapat menyerang bagian sebelah tubuh dan
menyebar ke organ lain. Menurut National Cancer Institute (2009), kanker
adalah suatu istilah untuk penyakit di mana sel-sel membelah secara abnormal
tanpa kontrol dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya. Proses ini disebut
metastasis. Metastasis merupakan penyebab utama kematian akibat kanker
(WHO, 2009). Kanker payudara merupakan salah satu tumor ganas yang sering
ditemukan pada wanita. Adanya perubahan patologis yang terjadi didalam sel
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

dan jaringan tubuh sebagai akibat dari penyebaran kanker baik melalui
pembuluh darah maupun pembuluh limfe.

1.1.2 Faktor Risiko dan Predisposisi Terjadinya Karsinoma (Kumar et al., 2007)
Faktor predisposisi terjadinya karsinoma:
1.1.2.1 Faktor geografik dan lingkungan
Karsinogen lingkungan banyak ditemukan di lingkungan sekitar.
Contohnya seperti sinar matahari, dapat ditemukan terutama di
perkotaan, atau terbatas pada pekerjaan tertentu. Hal tertentu dalam
makanan dilaporkan mungkin merupakan faktor predisposisi. Termasuk
diantaranya merokok dan konsumsi alkohol kronik.
1.1.2.2 Usia Secara umum
Frekuensi kanker meningkat seiring pertambahan usia. Hal ini terjadi
akibat akumulasi mutasi somatik yang disebabkan oleh berkembangnya
neoplasma ganas. Menurunnya kompetensi imunitas yang menyertai
penuaan juga mungkin berperan
1.1.2.3 Hereditas
Saat ini terbukti bahwa pada banyak jenis kanker, terdapat tidak saja
pengaruh lingkungan, tetapi juga predisposisi herediter. Bentuk
herediter kanker dapat dibagi menjadi tiga kategori. Sindrom kanker
herediter, pewarisan satu gen mutannya akan sangat meningkatkan
risiko terjangkitnya kanker yang bersangkutan. Contohnya mencakup
karsinoma kolon, payudara, ovarium, dan otak.

1.1.3 Gejala klinis kanker payudara


1.1.3.1 Benjolan pada payudara : yang dapat lama kelamaan akan menimbulkan
perubahan warna pada kulit payudara dan putting susu
1.1.3.2 Erosi atau eksema putting susu (seperti kulit jeruk)

1.1.4 Kondisi Psikologis pasien kanker payudara


Menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah seperti
kanker payudara, umumnya akan memiliki konsep diri yang rendah. Konsep diri
merupakan semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sudden, 1995).
Menurut Keliat (1998), konsep diri penderita kanker pada umumnya yakni
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

mereka akan merasa malu, menarik diri, control diri yang kurang, takut, pasif,
asing terhadap diri sendiri serta frustasi. Perilaku yang berhubungan dengan
harga diri rendah dan identitas diri yang kabur pada penderita kanker yakni
mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah
tersinggung, pesimis, gangguan berhubungan, menarik diri, kecemasan tinggi
(hingga panik), ideal diri tidak realistis, tidak/kurang penerimaan terhadap diri
serta hubungan intim terganggu.

1.2 Intervensi pemberian jahe


1.2.1 Definisi

1.2.2 Komponen
Sebuah tim multidisiplin diadakan untuk menciptakan VAP bundle care program
yang dilaksanakan pada bulan Januari 2011, dalam menetapkan program intervensi
untuk menurunkan kejadian VAP. Bundle care program tersebut terdiri dari 5
langkah pengukuran antara lain (Pena Lopez et al., 2016):
1.2.2.1 Elevasi tempat tidur bagian kepala pasien 30-450
Posisi setengah telentang dengan kepala ditinggikan 30-45 0 mengurangi
potensi aspirasi dan meningkatkan kapasitas paru-paru untuk bernapas.
Drakulovic et all melakukan uji coba terkontrol secara acak dari 86 pasien
dengan ventilasi mekanik. Pasien secara acak diberikan posisi setengah
telentang atau supinasi. Hasil menunjukkan kasus VAP mencapai 34% untuk
pasien dengan posisi telentang (supinasi) dan 8% untuk pasien dengan posisi
semi recumbent (setengah telentang) dengan p=0,003.

1.2.2.2 Prosedur perawatan mulut (oral care) dengan chlorhexidine


Perawatan mulut direkomendasikan dengan larutan chlorhexidine sebesar
0,12%. Pasien dengan ventilasi mekanik, plak gigi terjadi karena kurangnya
mengunyah dan tidak adanya produksi air liur. Perawatan mulut ini
meminimalkan perkembangan biofin pada gigi dan plak berfungsi sebagai
penyimpanan yang berpotensi untuk patogen pernapasan yang menyebabkan
VAP.
1.2.2.3 Menghentikan sedasi harian dan menilai kesiapan ekstubasi
Pemeriksaan sedasi harian dengan tujuan untuk meringankan dan membantu
mempersiapkan kesiapan pasien untuk ekstubasi. Hal ini memudahkan
untuk menyapih ventilator supaya pasien lebih waspada terhadap batuk dan
kontrol sekresi. Ekstubasi awal menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk
ventilasi mekanik dan mengurangi resiko VAP. Sebuah studi RCT oleh
Kress et all, terdapat 128 pasien dewasa dengan ventilasi mekanik terlepas
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

dari kondisi klinik dan sekresi klinik. Hasilnya signifikan menurunkan


waktu ventilasi mekanik dari 7.3 hari menjadi 4.9 hari (p=0,004).
1.2.2.4 Menyediakan penyakit ulkus peptikum prophylaxis
Prophylaxis untuk penyakit ulkus peptikum merupakan komponen wajib.
Ulserasi merupakan penyebab umum perdarahan gastrointestinal yang
mengakibatkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas pasien yang
dirawat di ICU. Namun agen yang digunakan untuk mencegah ulserasi
dapat meningkatkan pH lambung dan pertumbuhan bakteri di perut terutama
bakteri gram negatif.
1.2.2.5 Menyediakan thrombosis vena prophylaxis
Prophylaxis untuk thrombosis vena adalah bagian penting dari VAP bundle
care program. Resiko thromboemboli vena berkurang jika pencegahan
diterapkan secara konsisten. Sebuah pedoman yang dikeluarkan oleh
American College of Chest pada konferensi dokter antitrombolitik dan
trombolitik terapi merekomendasikan prophylaxis untuk pasien rawat inap
di ICU selain yang menjalani operasi, pasien trauma, dan pasien penyakit
akut.

2. Nursing Theory
Kerangka pengorganisasian dalam studi ini adalah sintesis dari teori intervensi. Pada tahun
1982 Neuman mengusulkan agar perawat membantu klien dalam mempertahankan, mencapai,
dan menjaga stabilitas optimal dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan untuk
mengurangi faktor risiko yang memungkinkan pelaku stres memasuki sistem pertahanan klien
(Alligood, 2017).

Model sistem Neuman menyediakan perspektif menyeluruh holistik dan sistem yang
komprehensif untuk praktik keperawatan. Model Neuman berfokus pada respon sistem klien
terhadap stressor lingkungan aktual atau potensial dan penggunaan intervensi pencegahan
keperawatan primer, sekunder dan tersier untuk retensi, pencapaian, dan pemeliharaan status
kesehatan klien yang optimal. Teori Neuman akan mendukung salah satu dari banyak tujuan
keperawatan adalah membantu pasien ICU dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan
VAP yang efektif. Kerangka ini sesuai untuk studi fenomena karena memberikan panduan dan
dukungan yang diperlukan selama kajian literatur, pengembangan alat studi dan pembahasan
hasilnya (Alligood, 2017).

Dalam studi fenomena ini pencegahan primer diperhitungkan dimana intervensi keperawatan
dan pengetahuan tentang apa yang mereka implementasikan untuk mencegah terjadinya VAP
terhadap pasien akan dinilai. Selanjutnya, praktik keperawatan sehubungan dengan
pencegahan VAP dinilai meliputi mencuci tangan, pengisapan ETT dan kebersihan mulut.

Adequateted Knowledge Nursing Care of the Intubated


on Prevention of VAP Patient:
1. Prevention of VAP
2. Maintenence of Patient
Stability
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

Adequateted Practical Skill


on Prevention of VAP

3. EBN
Hasil penelitian Ozlem et all menunjukkan bahwa terjadinya VAP dan kepatuhan terhadap
parameter dari VAP bundle care program dinilai setiap hari. Pasien yang diintubasi dengan
tabung endotrakeal standar ditetapkan sebagai kontrol, terutama pada enam bulan pertama
penelitian ini karena monometer tekanan ETT-SD dan manset belum diimplementasikan. Pada
periode kedua, pasien yang diintubasi dengan ETT-SD dimasukkan sebagai kasus. Terjadinya
VAP, mortalitas, dan kepatuhan terhadap VAP bundle care program dipantau. Sebanyak 133
pasien, 37 kasus dan 96 kontrol. Insiden VAP menurun dari 40,82 menjadi 22,16 per 1.000
hari ventilator antara kontrol dan kasus, masing-masing (p <005). Rata-rata, VAP terjadi 17,33
21,09 hari pada kelompok kasus dan 10,43 7,83 hari pada kelompok kontrol (p = 0,04).
Namun, mortalitas kasus dan kontrol pada hari ke 14 dan 30 tidak berbeda. VAP bundle care
program termasuk penggunaan ETT-SD dan perawatan oral dengan klorheksidin efisien
dalam mengurangi VAP (Akdogan et al., 2017).

Kelompok PRE1, PRE2, dan POST terdiri dari 195, 192, dan 153 pasien, masing-masing,
dengan tingkat VAP 22 (11,3%), 11 (5,7%), dan 6 (3,9%). Uji peringkat-log menunjukkan
pengurangan yang signifikan pada VAP (2 = 9.16, P = .0103). Rasio hazard regresi Cox
adalah 1,38 untuk Skor Infeksi Paru Klinis (P = .001), dan rasio hazard adalah 0,26 untuk
VAP bundle care program (P = 0,005). Kepatuhan VAP bundle care program > 50% untuk
elevasi di kepala tempat tidur, perawatan mulut, pengisapan subglotis, dan penenang yang
diteruskan meningkat secara signifikan (DeLuca et al., 2016).

Strategi pencegahan harus berfokus pada pengelolaan sekresi yang lebih baik dan
pengurangan kolonasi bakteri. Penelitian lebih lanjut mengenai intervensi yang ditargetkan
diperlukan untuk mengurangi kejadian VAP secara efektif. Bagi VAP, sebuah pendekatan yang
didasarkan pada kelompok multidisiplin diperlukan termasuk menetapkan tolok ukur
pencegahan, menetapkan sasaran dan garis waktu dan memberikan pendidikan dan pelatihan
yang sesuai, audit dan umpan balik kepada staf, strategi klinis dan pencegahan yang relevan.

Metode
Metode yang akan digunakan dalam penerapan fenomena studi ini yaitu menggunakan desain
Quasy Exsperiment dengan rancangan Equivalent Control Group. Pada desain ini dilakukan
observasi pertama (pretest) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kemudian
kelompok yang mendapatkan perlakuan diikuti dengan pengukuran kedua (post-test), dan hasil
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

pengukuran ini akan dibandingkan dengan hasil pada kelompok pembanding (kontrol) yang tidak
menerima perlakuan.

Metode Quasy Exsperiment ini bertujuan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan
cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen, tetapi pemilihan kedua
kelompok tersebut tidak dengan randomisasi.

Alat Pengukuran yang Digunakan


1.1 Instrument
Instrument yang digunakan dalam literatur yaitu menggunakan APACHE II score. APACHE
II adalah sistem score yang digunakan di ICU untuk memprediksi morbiditas dan mortalitas
gangguan respirasi pada pasien. Score minimal APACHE II meningkatkan resiko kematian.
Kenaikan 1 skor menyebabkan kenaikan angka kematian sebanyak 2 %. APACHE II adalah
sistem APACHE yang paling luas digunakan, tetapi memiliki beberapa keterbatasan.
Perhitungan APACHE II score memerlukan sejumlah besar data untuk ditinjau dan dianalisis.
Namun, dimungkinkan memproses informasi ini secara akurat, portabel, dan reproduktif di
samping tempat tidur dengan data pribadi genggam assistant (PDA) dengan perangkat lunak
yang sesuai.

Sistem skoring APACHE II terdiri dari tiga variabel, yang pertama variabel fisiologi akut,
yang kedua variabel usia dan yang ketiga variabel penyakit penyerta (komorbid). Variabel
fisiologi akut mempunyai peran yang sangat besar pada sistem APACHE II score, variabel ini
dibagi atas 12 komponen pengukuran klinis yang diperoleh dalam 24 jam setelah pasien
masuk ke ICU. Komponen tersebut adalah temperatur rektal (oC), tekanan arteri rerata
(MAP) mmHg, frekuensi denyut jantung (x/menit), PaO2 (mmHg), pH arterial, Na serum
(mMol/l), kreatinin serum (mg/100ml), hematokrit (%), leukosit (/mm), glasgow coma score
(GCS).
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

1.2 Kelebihan
1.2.1 APACHE II scoring system sangat valid dalam memprediksikan resiko infeksi
nosokomial, lama hari rawat pasien, lama penggunaan alat medis, dan menyediakan
pengkajian yang akurat terhadap kondisi pasien, sehingga strategi pencegahan dapat
dilakukan berdasarkan hasil pengukuran skor APACHE III (Li, Hai-ying, et.al, 2014)
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

1.2.2 Skor APACHE II dapat dipergunakan untuk memprediksi mortalitas di ruang


emergensi dan juga menilai tingkat keparahan penyakit (Wiraatmaja,mOktaliansah,
& Maskoen, 2014)
1.2.3 Terdapat korelasi yang bermakna antara APACHE II score dengan angka kematian.
Semakin tinggi APACHE II score pasien semakin besar kemungkinan pasien untuk
keluar ICU dalam kondisi meninggal (Armiati, 2014)

Evaluasi yang Diharapkan


Signifikansi hasil yang diharapkan dari fenomena studi ini adalah:
1. Pendidikan
Memberikan informasi tentang pentingnya VAP Bundle Care Program sebagai suatu
evidence based practice yang dapat dijadikan referensi mahasiswa dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien kritis di ruang ICU untuk pencegahan terjadinya Ventilator
Associated Pneumonia (VAP).
2. Profesi keperawatan
Digunakan sebagai bahan masukkan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien kritis di ruang ICU serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menjadikan VAP Bundle Care Program sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk
mencegah terjadinya Ventilator Associated Pneumonia (VAP).
3. Penelitian
Dijadikan sebagai data awal untuk dilakukan penelitian selanjutnya mengenai efektifitas
VAP Bundle Care Program terhadap penurunan mortalitas pasien Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) di ruang ICU.

Alasan Kritikal (Critical Reasoning)


Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan infeksi saluran napas yang telah
berkembang lebih dari 48-72 jam setelah pasien di intubasi. Itu mencakup 47% dari semua
infeksi untuk pasien di ICU. Dilaporkan bahwa VAP dapat terjadi pada 9-27% dari semua pasien
yang diintubasi dan sejumlah 86% dari infeksi nosokomial pneumonia (Samra et al., 2016).

Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan salah satu hasil kolonisasi bakteri pathogen
di saluran digestive (lambung) atau aspirasi dari isi lambung yang berfungsi sebagai reservoir
banyak organisme, bakteri aerob gram negatif yang paling sering diisolasi termasuk
Enterobacter spp, khususnya pasien dengan penyakit serius (Samra et al., 2016)

Kejadian VAP berkisar antara 1 sampai 4 kasus per 1000 hari ventilator di negara-negara industri
dan sampai 13 kasus per 1000 hari ventilator di negara berkembang. VAP adalah infeksi yang
paling serius dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas dari infeksi yang terkait
terutama di ICU. Perkiraan tingkat kematian yang dapat diakses bervariasi dari 10% sampai
65%, dengan rata-rata sekitar 30%. Selanjutnya, VAP telah lama dikenal sebagai penyebab lama
rawat inap di ICU dan biaya rumah sakit yang meningkat. Peningkatan 7 sampai 9 hari di ICU
tetap dilaporkan untuk pasien dengan VAP (Parisi et al., 2016).
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

Untuk mengurangi angka mortalitas VAP sebuah proses organisasi yang menjamin pneumonia
dan diaplikasikan secara terus menerus dengan evidence based practice, sehingga Institute for
Healthcare Improvement (IHI) mengembangkan sebuah intervensi yang dihubungkan dengan
perawatan ventilator yaitu Ventilator Bundle Care Program yang sebaiknya diimplementasikan
bersama untuk hasil yang baik (Green, Bell, & Mays, 2017).

VAP bundle care program terdiri dari 5 langkah yaitu Elevasi tempat tidur bagian kepala pasien
30-450, Prosedur perawatan mulut (oral care) dengan chlorhexidine, Menghentikan sedasi harian
dan menilai kesiapan ekstubasi, Menyediakan penyakit ulkus peptikum prophylaxis,
Menyediakan thrombosis vena prophylaxis (Green et al., 2017).

Model sistem Neuman menyediakan perspektif menyeluruh holistik dan sistem yang
komprehensif untuk praktik keperawatan. Model Neuman berfokus pada respon sistem klien
terhadap stressor lingkungan aktual atau potensial dan penggunaan intervensi pencegahan
keperawatan primer, sekunder dan tersier untuk retensi, pencapaian, dan pemeliharaan status
kesehatan klien yang optimal. Teori Neuman akan mendukung salah satu dari banyak tujuan
keperawatan adalah membantu pasien ICU dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan
VAP yang efektif. Kerangka ini sesuai untuk studi fenomena karena memberikan panduan dan
dukungan yang diperlukan selama kajian literatur, pengembangan alat studi dan pembahasan
hasilnya (Alligood, 2017).

Hasil penelitian Ozlem et all menunjukkan bahwa terjadinya VAP dan kepatuhan terhadap
parameter dari VAP bundle care program dinilai setiap hari. Pasien yang diintubasi dengan
tabung endotrakeal standar ditetapkan sebagai kontrol, terutama pada enam bulan pertama
penelitian ini karena monometer tekanan ETT-SD dan manset belum diimplementasikan. Pada
periode kedua, pasien yang diintubasi dengan ETT-SD dimasukkan sebagai kasus. Terjadinya
VAP, mortalitas, dan kepatuhan terhadap VAP bundle care program dipantau. Sebanyak 133
pasien, 37 kasus dan 96 kontrol. Insiden VAP menurun dari 40,82 menjadi 22,16 per 1.000 hari
ventilator antara kontrol dan kasus, masing-masing (p <005). Rata-rata, VAP terjadi 17,33
21,09 hari pada kelompok kasus dan 10,43 7,83 hari pada kelompok kontrol (p = 0,04).
Namun, mortalitas kasus dan kontrol pada hari ke 14 dan 30 tidak berbeda. VAP bundle care
program termasuk penggunaan ETT-SD dan perawatan oral dengan klorheksidin efisien dalam
mengurangi VAP (Akdogan et al., 2017).
Referensi
Akdogan, O., Ersoy, Y., Kuzucu, C., Gedik, E., Togal, T., & Yetkin, F. (2017). Assessment of the
effectiveness of a ventilator associated pneumonia prevention bundle that contains
endotracheal tube with subglottic drainage and cuff pressure monitorization, (x x), 16.
https://doi.org/10.1016/j.bjid.2017.01.002
Alligood, M. R. (2017). Pakar Teori Keperawatan dan Karya mereka. (P. A. Y. S. H. dan K.
Ibrahim, Ed.) (8th ed.). Singapore: Elsevier Ltd.
Keperawatan dewasa/kritis terminal/fenomena studi

DeLuca, L. A., Walsh, P., Davidson, D. D., Stoneking, L. R., Yang, L. M., Grall, K. J. H.,
Denninghoff, K. R. (2016). Impact and feasibility of an emergency department-based
ventilator-associated pneumonia bundle for patients intubated in an academic emergency
department. American Journal of Infection Control.
https://doi.org/10.1016/j.ajic.2016.05.037
Ferreira, C. R., de Souza, D. F., Cunha, T. M., Tavares, M., Reis, S. S. A., Pedroso, R. S., &
Rder, D. V. D. de B. (2016). The effectiveness of a bundle in the prevention of ventilator-
associated pneumonia. Brazilian Journal of Infectious Diseases, 20(3), 267271.
https://doi.org/10.1016/j.bjid.2016.03.004
Green, S. A., Bell, D., & Mays, N. (2017). Identification of factors that support successful
implementation of care bundles in the acute medical setting: a qualitative study. BMC
Health Services Research, 17(1), 120. https://doi.org/10.1186/s12913-017-2070-1
Kalanuria AA, Zai W, M. M. (2015). Ventilator Associated Pneumonia in the Intensive Care
Unit. (C. Care, Ed.).
Okg??n Alcan, A., Demir Korkmaz, F., & Uyar, M. (2016). Prevention of ventilator-associated
pneumonia: Use of the care bundle approach. American Journal of Infection Control,
44(10), e173e176. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2016.04.237
Parisi, M., Gerovasili, V., Dimopoulos, S., Kampisiouli, E., Goga, C., Perivolioti, E., Nanas,
S. (2016). Use of ventilator bundle and staff education to decrease ventilator- associated
pneumonia in intensive care patients. Critical Care Nurse, 36(5), e1e7.
https://doi.org/10.4037/ccn2016520
Pe??a-L??pez, Y., Pujol, M., Campins, M., Gonz??lez-Antelo, A., Rodrigo, J. ??ngel, Balcells, J.,
& Rello, J. (2016). Implementing a care bundle approach reduces ventilator-associated
pneumonia and delays ventilator-associated tracheobronchitis in children: differences
according to endotracheal or tracheostomy devices. International Journal of Infectious
Diseases, 52, 4348. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2016.09.021
Samra, S. R., Sherif, D. M., & Elokda, S. A. (2016). Impact of VAP bundle adherence among
ventilated critically ill patients and its effectiveness in adult ICU. Egyptian Journal of Chest
Diseases and Tuberculosis, 66(1), 8186. https://doi.org/10.1016/j.ejcdt.2016.08.010
Note:
Penulisan paper dengan menggunakan metode APA 6th edisi.

Anda mungkin juga menyukai