Anda di halaman 1dari 11

BAB II

DASAR TEORI

Fluida panas bumi adalah suatu larutan yang mengandung berbagai


unsur kimia, dimana proses pelarutannya terjadi pada kondisi reservoir,
yaitu tekanan dan temperatur yang tinggi. Pada saat fluida diproduksikan,
terjadi dua proses yang kondusif untuk terjadinya silica scaling, yaitu
penurunan temperatur dan flashing. Penurunan temperatur menyebabkan
kelarutan sebagian besar senyawa kimia termasuk silica menjadi
berkurang, sedangkan flashing yang terjadi akibat adanya pressure drop
akan meningkatkan konsentrasi senyawa kimia yang terlarut dikarenakan
terjadinya perubahan fasa air menjadi uap. Faktor lain yang mempengaruhi
pembentukan scale adalah besarnya laju alir fluida yang diproduksikan
(Vetter, et al,1982).
Di pembangkit listrik panas bumi, scale biasanya menempel di pipa
injeksi, masalah besar di tahap awal operasi komersial, tapi itu
diselesaikan dengan langkah-langkah yang diambil sesudahnya. Sekarang,
scale terdapat pada cairan dan turbin uap sumur produksi panas bumi.
Komponen utama dari scale adalah silika.

2.1. Jalur Pipa Injeksi (Brine)


Apabila fluida dua fasa yang dihasilkan sumur-sumur produksi
masuk ke dalam separator, fluida tersebut akan mengalami pemisahan
menjadi uap dan air (brine). Komponen-komponen non-volatil seperti
silica cenderung akan berada dalam air. Oleh karena itu, kemungkinan
terjadinya silica scaling di jalur brine relatif besar, sebaliknya di jalur uap
kemungkinan tersebut relatif sangat kecil. Komposisi kimia di jalur brine
berbeda dengan komposisi kimia fluida dua fasa. Komposisi kimia brine
dipengaruhi oleh termodinamika proses pemisahannya dan komposisi
kimia fluida yang masuk ke separator. Oleh karena itu perhitungan
parameter kimia dari brine harus mempertimbangkan kedua faktor

4
tersebut. Setelah parameter yang diperlukan diketahui, maka kelarutan
amorphous silica dapat dihitung dengan prosedur seperti halnya pada butir
4.1. Potensi silica scaling dapat diketahui dengan membandingkan hasil
perhitungan konsentrasi silica dalam brine dengan kelarutan amorphous
silica pada kondisi yang sama.
2.2. Termodinamika pada Silica
2.2.1. Kuarsa
Silica ada dalam berbagai bentuk yang berbeda; kuarsa, tridimit,
kristobalit, silika amorf dan lain-lain. Kuarsa adalah bentuk dominan dari
silika yang ada di alam. Batuan sekitar pada reservoir panas bumi
mengandung kuarsa, dan ini mudah larut dalam air panas. Sekitar di atas
230C, ini umumnya dianggap bahwa kuarsa berada dalam kesetimbangan
antara spesies yang solid dan terlarut:

SiO2(s) + 2H2O H4SiO4(aq) (1)


Kuarsa Silica acid

Reaksi di atas tergantung suhu dan mengikuti hubungan:

Log c = 1309/T + 5.19 (2)

di mana c adalah konsentrasi silika di mg / kg dan T adalah suhu mutlak


(K) untuk t = 0-250C.
Kelarutan kuarsa pada tekanan uap air jenuh mencapai maksimum sekitar
340 C dalam air murni, dengan mengikuti hubungan eksperimental yang
diperoleh Fournier.

T = -42.196 + 0.28831c 3.6685x10-4c2 + 3.1665x10-7c3 + 77.034log c (3)

Dimana t adalah suhu dalam C untuk rentang suhu 20-340C dan C


adalah konsentrasi silika dalam mg/kg.

5
2.2.2. Silika Amorf
Ketika air panas bawah tanah, itu adalah dalam kesetimbangan
dengan kuarsa. Namun, bentuk silika biasanya diendapkan di permukaan
adalah silika amorf. silika amorf tidak memiliki struktur kristal dan lebih
larut daripada kuarsa. Kelarutan silika amorf telah diukur pada tekanan
uap jenuh water. kelarutan ini diberikan oleh hubungan dan kondisi berikut
seperti pada Persamaan 2:
Log c = 731/T + 4.52 (4)
Perbedaan kelarutan antara silika amorf dan kuarsa memungkinkan
penurunan yang cukup besar dalam suhu sebelum larutan menjadi jenuh
terhadap silika amorf.
Persamaan kelarutan untuk kuarsa dan silika amorf yang diberikan di atas
dikembangkan pada tekanan uap jenuh air murni. Sebagai konsentrasi
spesies terlarut lainnya meningkat (misalnya pada NaCl) kelarutan kuarsa
dan silika amorf menurun.
Kuarsa dan silika amorf adalah anggota terakhir. Ada bentuk lain dari
silika, tetapi mereka umumnya kristal yang buruk. Dalam rangka
peningkatan kelarutan, yaitu kuarsa, kalsedon, -kristobalit, Opal CT, Opal
A (silika amorf).
Kuarsa memiliki struktur kristal di mana setiap atom silikon dikelilingi
oleh empat atom oksigen. Setiap atom oksigen kemudian terhubung ke
atom silikon tetrahedral lain yang terpisah dan pola berulang dalam tiga
dimensi. Saat larut dalam air, molekul diskrit H4SiO4 terbentuk. Ini
memiliki struktur di mana setiap atom silikon terikat tetrahedral dengan
empat kelompok hidroksil. Atom hidrogen dapat memisahkan, sehingga
asam silikat merupakan asam lemah:
H4SiO4 H+ + H3SiO4- (5)
dan log K untuk reaksi diberikan:
log K1 = 2549/T 15.36x10-6T2 (6)

6
Pada ion H3SiO4- ini sangat larut dalam air, sehingga ada peningkatan
besar dalam kelarutan silika pada pH yang lebih tinggi sebagai asam silikat
yang dipisahkan.
Mengabaikan pengaruh kedua perintah ionisasi, kelarutan silika dapat
dijelaskan oleh reaksi:
SiO2 + 2H2O H4SiO4 (7)
dan kelarutan silika amorf, S, sebagai fungsi dari pH dapat dijelaskan oleh
hubungan berikut:
S = c [1 + {10pHK1/(H3SiO4-)}](8)
di mana c adalah konsentrasi silika amorf dalam mg/kg, K1 adalah
disosiasi konstan dan (H3SiO4-) adalah koefisien aktivitas H3SiO4-
dihitung dari persamaan Debye Huckel diperpanjang dan kekuatan ionik.
2.3. Silica scaling
Scaling merupakan endapan yang berasal dari dari mineral garam dalam
fluida yang mengakibatkan perubahan permukaan media yang dilalui.
Pengendapan silika merupakan salah satu masalah umum yang terdapat pada
fasilitas produksi uap panas bumi yang dapat terbentuk baik di area well
(sumur), surface area (permukaan). Sedangkan silica scaling merupakan
endapan yang terbentuk akibat proses kondensasi fluida produksi pada
lapangan panasbumi, yang mengendap pada fasilitas produksi permukaan.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya permasalahan penyumbatan pada
pipa produksi (Scaling Problem) di lapangan panasbumi.
Silica scaling pada jalur injeksi brine dikontrol oleh sifat kimia dan
termodinamika dari silica amorphous. Pada proses injeksi brine, terjadi
fenomena transfer panas ketika brine mangalir melalui pipa injeksi. Proses
transfer panas yang berlangsung bersifat eksotermis (sistem
melepasnpanas ke lingkungan) dikarenakan suhu brine lebih tinggi
daripada suhu lingkungan. Proses transfer panas tersebut menyebabkan
adanya distribusi temperature brine selama mengalir di sepanjang jalur
pipa injeksi.

7
Sifat kimia silica amorphous yang berpengaruh langsung terhadap
proses pembentukan scaling adalah kelarutan jenuh (saturasi) sebagai
fungsi suhu. Adanya distribusi temperatur brine selama proses injeksi
brine menyebabkan kelarutan jenuh silica amorphous menurun di
sepanjang jalur injeksi.

Gambar 2.1

8
Skema proses injeksi brine dimulai ketika brine telah berhasil
dipisahkan oleh uap bersih pada separator. Setelah keluar dari separator,
brine kemudian masuk ke silencer (atm separator) untuk mereduksi
kembali fraksi uap yang terkandung. Setelah itu, brine ditampung dalam
sebuah kolam penampungan (pond) dengan tujuan untuk mengurangi
kadar silica terlarut di dalam brine sehingga mengurangi potensi scaling
pada pipa injeksi brine ketika brine mulai didistribusikan ke sumur injeksi

Gambar 2.2
2.4. Analisa Distribusi Temperature Brine
Untuk melakukan analisis distribusi temperatur brine di sepanjang jalur
injeksi, hal yang pertama dilakukan adalah dengan melakukan analisis energi
pada sistem. Dalam melakukan analisis energi ini, peneliti membagi control
volume menjadi beberapa bagian dalam bentuk sel, dimana setiap satu sel
mewakili dimensi pipa sepanjang dua meter. Oleh karena panjang jalur injeksi
brine yang sebenarnya (PAD 7-PAD 33) mencapai 2764 meter maka dalam
pemodelan akan terdapat 1382 sel.

9
Gambar 2.3
Analisis energi untuk tiap-tiap sel dapat dinyatakan sebagai berikut :

10
Adapun asumsi yang digunakan antara lain :
a) Sistem berada pada kondisi tunak (steady state) sehingga
b) Massa yang masuk dan keluar sistem tetap (min = mout)
atau pipa tidak bocor
c) Tidak ada kerja yang dihasilkan sistem (W=0)
d) Sistem melepaskan kalor ke lingkungan (eksotermis) karena Tlingkungan <
Tsistem(brine) Sehingga Q bernilai minues (-)
e) Perbedaan ketinggian diabaikan sehingga EP=0
f) Pipa diameter tetap sehingga vin = vout
Dari analisis energi tersebut maka didapatkan hubungan energi pada sistem
yakni :

Adapun nilai Qloss adalah :

11
Gambar 2.4
Dengan menggabungkan persamaan 2 dan 3 maka akan didapatkan
persamaan distribusi temperatur yakni :

Hubungan temperatur masuk dan keluar pada batas sistem dapat


dinyatakan :

Dari hubungan tersebut temperatur brine di tiap-tiap sel dapat dihitung


dengan mengansumsikan persebaran suhu brine di dalam sistem seragam
sehingga :

Dimana Tn = suhu brine di tiap-tiap sel

2.5. Pembentukan Reaksi Pengendapan

12
Berdasarkan syarat terjadinya reaksi, reaksi pengendapan silika
amorphous baru akan terjadi apabila kadar silika terlarut dalam brine telah
melebihi kelarutan jenisnya pada kondisi temperatur tertentu. Untuk itu,
kelarutan jenuh silika amorphous dapat dihitung dengan memasukkan nilai
T ke persamaan kelarutan jenuh silika amorphous yaitu :

Persamaan ini merupakan persamaan yang dibentuk dari grafik


kelarutan silika amorphous (gambar 2.1).
Langkah berikutnya adalah membandingkan fraksi terlarut dalam
brine pada kondisi sebenarnya dengan kelarutan dalam brine pada kondisi
sebenarnya dengan kelarutan jenuh silika yang telah dihitung untuk tiap-
tiap sel. Apabila syarat terjadinya reaksi pengendapan terpenuhi (fraksi
silika terlarut > kelarutan jenuhnya pada kondisi yang sama) maka
besarnya reaksi pengendapan yang terjadi dapat dihitung dengan
memasukkan nilai Tn dan pH brine ke persamaan reaksi yaitu :

2.6. Laju Penebalan Scaling


Besarnya laju penebalan scaling dapat dicari dengan mengansumsikan
bahwa laju perubahan volume scaling yang terbentuk sebanding dengan
laju massa silika yang mengendap dengan faktor pengali yaitu massa jenis
silika itu sendiri

13
Gambar 2.5
Dengan begitu laju penebalan scaling dapat dinyatakan dalam bentuk :

Dimana :

14

Anda mungkin juga menyukai