Jika kita ingin menyimpulkan ajaran-ajaran Islam dalam masalah
hubungan dengan golongan Ghairul Islam Tentang Soal Halal dan Haram cukup kiranya kita bersumber kepada dua ayat al-Quran yang tepat untuk dijadikan konstitusi (dustur) yang menyeluruh dalam permasalahan ini. Kedua ayat itu ialah: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam agama dan tidak mengusir kamu dari kampung-kampungmu sebab Allah senang kepada orang-orang yang adil. Allah hanya melarang kamu bersahabat dengan orang-orang yang memerangi kamu dalam agama dan mengusir kamu dari kampung-kampungmu dan saling bantumembantu untuk mengusir kamu barangsiapa bersahabat dengan mereka, maka mereka itu adalah orang-orang zalim. (Q.S. Al-Mumtahinah: 8-9) Perkataan : Allah tidak melarang kamu, ini dimaksudkan untuk menghilangkan perasaan, bahwa orang yang berlainan agama tidak berhak mendapat penghargaan, keadilan, kasih-sayang dan pergaulan yang baik. Justru itu Allah menjelaskan kepada orang-orang mu'min, bahwa ia tidak melarang untuk mengadakan hubungan yang baik dengan orang-orang yang berlainan agama, bahkan dengan orang-orang yang memerangi dan mengganggunya sekalipun. Ungkapan ini mirip dengan firman Allah yang berkenaan dengan masalah Shafa dan Marwah, ketika sementara orang berkeberatan melakukan sa'i antara kedua gunung tersebut, karena ada suatu penyerupaan dengan orang-orang jahiliah yang juga melakukan demikian. Untuk itu maka Allah mengatakan: Barangsiapa haji ke Baitullah atau umrah, maka tidak berdosa atasnya melakukan tawaf pada keduanya. (Q.S Al- Baqarah: 158) Dengan dihapusnya dosa, berarti hilanglah perasaan-perasaan yang tidak baik itu, kendati pada hakikatnya tawaf pada keduanya itu sendiri hukumnya wajib karena termasuk manasik haji. Tinjauan Khusus Untuk Ahli Kitab
Kalau Islam tidak melarang mengadakan hubungan baik dan keadilan
dengan golongan ghairul Islam dari agama manapun, kendati dengan penyembah berhala (watsaniyyin), seperti musyrikin Makkah yang secara khusus Allah telah menurunkan dua ayat perihal status mereka, maka Islam mempunyai pandangan khusus terhadap ahli kitab, yaitu: Yahudi dan Nasrani, baik mereka itu berada di bawah kekuasaan Islam atau di luar kekuasaan Islam. Al-Quran tidak memanggil mereka melainkan dengan menggunakan panggilan hai ahli kitab dan hai orang-orang yang telah diberi kitab. Ini memberi gambaran, bahwa mereka itu pada mulanya adalah pemeluk agama samawi. Oleh karena itu di antara mereka dengan kaum muslimin terdapat saling berhubungan dan berkerabat, sebagai satu manifestasi dari satu agama yang dibawa oleh seluruh Nabi. Firman Allah: Allah telah menerangkan kepadamu dari (urusan) agama apa yang telah diwajibkan kepada Nuh, dan yang telah kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah kami wajibkan kepada lbrahim, Musa dan Isa, yaitu hendaknya kamu menegakkan agama dan jangan bercerai-berai tentang urusan agama. (Q.S As-Syura: 13) Firman Allah: Dan jangan kamu mengadakan perdebatan dengan ahli kitab melainkan dengan perdebatan yang kiranya lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim dari antara mereka, (Namun begitu) Katakanlah: kami beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu, Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah Esa, dan kepada-Nya kami menyerah. (Q.S Al-Ankabut: 46) Firman Allah: Makanan orang-orang yang diberi kitab (ahli kitab), halal buat kamu dan makananmu halal buat mereka, dan begitu juga perempuan mu'min yang terpelihara dan perempuan-perempuan yang terpelihara dari orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kamu. (Q.S Al-Maidah: 5) Ini, dalam hubungannya dengan ahli kitab secara umum. Adapun khusus terhadap orang-orang Nasrani, Al-Quran telah meletakkan mereka pada suatu tempat yang berdekatan sekali dengan orang-orang Islam. Ahludz Dzimmah
(Orang Kafir Yang Berada Diwilayah Pemerintahan Islam)
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas meliputi seluruh ahli kitab di mana
saja mereka berada. Tetapi untuk mereka yang berada di bawah naungan pemerintahan Islam ada satu tempat khusus. Mereka ini dalam istilah yang dipakai ummat Islam dinamakan Ahludz Dzimmah. Dzimmah itu sendiri artinya Perjanjian. Kata-kata ini memberikan suatu isyarat, bahwa mereka itu mendapat perjanjian Allah, Nabi dan jama'atul muslimin untuk hidup di bawah naungan Islam dengan aman dan tenteram. Rasulullah s.a.w. memperkeras wasiatnya tentang masalah ahli kitab ini, dengan suatu ancaman siapa yang menentangnya akan mendapat murka dan siksaan Allah. Seperti tersebut dalam salah satu hadisnya yang berbunyi sebagai berikut: Barangsiapa mengganggu seorang kafir dzimmi, maka sungguh ia mengganggu saya, dan barangsiapa mengganggu saya, maka sungguh ia mengganggu Allah. (Riwayat Thabarani) Para khalifah Nabi telah melaksanakan perlindungan hak dan kehormatan ini terhadap warga negara yang bukan beragama Islam. Dan diperkuat pula oleh para ahli fiqih dalam berbagai madzhab. Bersahabat dengan Golongan Ghairul Islam & Penganutnya Barangkali ada perasaan ingin bertanya dan menjadi tutur-kata oleh sementara orang: bagaimana mungkin dapat diwujudkan suatu kebaikan, kasih- sayang dan pergaulan yang harmonis dengan golongan ghairul Islam, padahal al- Quran sendiri dengan tegas melarang berkasih-sayang dan bersahabat dengan orangorang kafir, sebagaimana dinyatakan: Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai ketua, sebagian terhadap sebagiannya. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai ketua, maka dia itu tergolong mereka, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim. Maka kamu melihat orang-orang yang dalam hatinya itu ada penyakit, cepat-cepat pergi kepada mereka. (Q.S. Al-Maidah: 51-52) Jawabnya: Bahwa ayat-ayat ini tidak mutlak, tidak mengenai setiap Yahudi dan Nasrani atau kafir. Kalau difahami demikian, niscaya akan terdapat kontradiksi antara ayat-ayat tersebut dengan nas-nas lainnya yang mengundang supaya dijalin saling pengertian dengan baik dengan seluruh pemeluk agama. Ditambah lagi dengan suatu perkenan kawin dengan ahli kitab dengan penegasan ayat-ayat al-Quran yang antara lain berbunyi sebagai berikut: Allah menjadikan di antara kamu (suami-isteri) cinta dan kasih-sayang. (Q.S Ar-Rum: 21) Dan khusus tentang Nasrani Allah mengatakan: Sungguh kamu akan menjumpai dari antara orang kafir yang lebih dekat cintanya kepada orang-orang mu'min, yaitu orang-orang yang mengatakan: kami adalah orang-orang Nasrani. (Q.S. Al-Maidah: 83) Dengan demikian, maka ayat-ayat pada surat al-Maidah 51-52 di atas ditujukan untuk orang-orang yang menentang Islam dan yang memerangi kaum muslimin. Oleh karena itu tidak halal seorang muslim memberi bantuan dan saling bantumembantu dengan mereka. Inilah yang dimaksud dengan muwalat (bersahabat, mengangkat orang kafir sebagai ketua). Dan dilarangnya pula kaum muslimin menjadikan mereka ini sebagai sahabat karib sehingga dengan mullah mereka dapat mengetahui rahasia-rahasia kita. Dan menjadikan mereka sebagai kawan yang bertugas sebagai infiltran yang dibiayai oleh golongan dan agamanya.
Terhadap mereka ini al-Quran dengan tegas menyatakan:
Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu menjadikan sahabat karib orangorang selain golonganmu, mereka itu tidak mau menolong kamu dari kecelakaan, mereka itu senang kalau kamu susah, sungguh telah nampak kebencian dari mulut-mulut mereka, sedang apa yang tersembunyi dalam hati mereka lebih besar. Sungguh kami telah menerangkan kepadamu ayat-ayat kami kalau kamu mau berfikir. Kamu ini adalah orang-orang yang kasih kepada mereka, tetapi mereka tidak mau kasih kepadamu. (Q.S. Ali-Imran: 118-119) Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang sifat-sifat mereka kepada kita, bahwa mereka itu menyembunyikan permusuhan dan kebenciannya kepada kaum muslimin dan telah dinyatakan dalam lidah mereka. Dan firman-Nya pula: Engkau tidak dapati orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir itu menunjukkan kecintaannya kepada orang-orang yang menentang Allah dan RasuI-Nya, sekalipun mereka itu ayah-ayahnya sendiri, anak-anaknya sendiri, saudara-saudaranya sendiri dan keluarganya sendiri. (Q.S. Al-Mujadalah: 22) Orang yang menentang Allah dan Rasul tidak sekedar karena kufur tetapi justru karena mereka memusuhi Islam dan kaum muslimin. Dan firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu jadikan musuhku dan musuhmu sebagai ketua, kamu tampakkan kepada mereka rasa cinta, padahal mereka telah kufur terhadap kebenaran yang datang kepadamu, mereka akan mengusir Rasul dan kamu juga, lantaran kamu beriman kepada Allah sebagai Tuhanmu." (Q.S. Al-Mumtahinah: 1) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah persahabatan dengan orang-orang musyrik Makkah yang pada waktu itu mereka memerangi Allah dan Rasul, dan mengusir orang-orang Islam dari Makkah justru karena mereka mengatakan kami beriman kepada Allah. Orang-orang seperti ini tidak boleh kita ajak bersahabat. Lebih keras lagi haramnya berkawan dengan musuh, apabila mereka itu orangorang kuat, optimis dan menakutkan, sehingga karenanya orang-orang munafik dan yang sakit hati berusaha untuk berkawan dengan mereka dan mengangkatnya sebagai kawan pelindung untuk memperkuat barisannya, dengan suatu harapan akan sangat berguna di hari esok, Untuk itulah, maka Allah berfirman: Maka kamu akan melihat orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit, pergi dengan cepat-cepat kepada mereka sambil berkata: kami takut akan mendapat kecelakaan, tetapi mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan atau suatu urusan dari sisi-Nya, sehingga dengan demikian mereka akan menyesali apaapa yang mereka rahasia akan dalam hati-hati mereka itu. (Q.S. Al-Maidah: 52) Beritahulah orang-orang munafik itu, bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, yaitu orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai ketua, bukan kepada orang-orang mu'min. Apakah mereka mengharapkan kejayaan dari sisi mereka? Sesungguhnya kejayaan adalah milik Allah seluruhnya. (Q.S An- Nisa': 138-139)
Orang Islam Minta Batuan Kepada Ghairul Islam
Tidak ada salahnya kaum muslimin baik sebagai pemerintah maupun
sebagai rakyat biasa meminta bantuan kepada golongan ghairul Islam dalam bidang pengetahuan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan persoalan agama (tidak merugikan agama), misalnya yaitu ilmu kedokteran, perindustrian, pertanian dan lain-lain. Sekalipun sebaiknya ummat Islam dapat berdiri sendiri dalam hal-hal tersebut. Az-Zuhri meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW pernah minta bantuan kepada orang-orang Yahudi dalam bidang militer dan memberinya ghanimah. Dan Shafwan bin Umaiyah pernah berperang bersama Nabi dalam peperangan Hunain, dan tetapi ia menjadi tentara sekutu Nabi. (Riwayat Said dalam sunannya). Namun disyaratkan, orang yang diminta bantuan itu haruslah orang yang beri'tikad baik terhadap kaum muslimin. Kalau tidak, sudah barang tentu tidak boleh minta bantuannya. Sebab kalau kita sudah tidak boleh minta bantuan kepada orang Islam yang tidak dapat dipercaya, misalnya orang yang meninggalkan perang dan suka menyiarkan berita-berita bohong, apalagi minta bantuan kepada orang kafir yang bersifat demikian?! (Q.S Al-Mughni 8:41). Orang Islam dibenarkan juga memberi hadiah kepada ghairul Islam dan begitu juga menerima hadiah dari mereka. Sebab Rasulullah SAW sendiri pernah menerima hadiah dari raja kafir. Bahkan ahli-ahli hadis mengatakan: hadis-hadis yang menerangkan Nabi pernah menerima hadiah dari orang kafir itu sangat banyak. Di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda kepadanya: Sungguh saya pernah memberi hadiah kepada raja Najasyi sebuah baju dan beberapa uqiyah dari sutera ... (Riwayat Ahmad dan Thabarani) Islam selalu menghargai manusia dari segi kemanusiaannya. Islam Membawa Rahmat untuk Segenap Ummat Manusia Sampai kepada Binatang
Rasulullah SAW pernah menceriterakan kepada para sahabatnya tentang
seorang laki-laki yang menjumpai seekor anjing melolong karena kehausan, kemudian dia melepas kasutnya dipenuhi air untuk memberi minum anjing tersebut sehingga merasa puas. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: Maka Allah berterimakasih kepada orang itu (karena pertolongannya) serta mengampuninya. Lantas para sahabat bertanya: Apakah ada pahalanya lantaran binatang ya Rasulullah? Jawab Nabi: Dalam tiap hati yang masih basah ada pahalanya. (Riwayat Bukhari) Di balik lukisan cemerlang yang menyebabkan diperolehnya keampunan Allah ini, maka Rasulullah melukiskan bentuk lain pula yang menyebabkan murka dan siksaan Allah. Maka bersabdalah Nabi: Seorang perempuan akan masuk neraka sebab kucing yang ditahannya, tidak diberinya makan dan tidak dilepaskannya untuk mencari makan dari serangga darat. (Riwayat Bukhari) Begitu kerasnya masalah kehormatan binatang, sampai-sampai pernah suatu ketika Rasulullah SAW melihat seekor keledai yang dicap (dicos dengan besi yang membara) mukanya, kemudian Nabi memarahinya sambil ia bersabda: Demi Allah saya tidak memberi tanda, kecuali pada tempat yang jauh dari mukanya. (Riwayat Muslim) Dalam hadis lain diceriterakan, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW pernah melewati seekor keledai yang diberi tanda di mukanya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Apakah belum sampai kepadamu, bahwa saya melaknat orang yang memberi tanda (dengan key) pada binatang di mukanya, atau memukul binatang di mukanya?!" (Riwayat Abu Daud) Sebelum ini sudah pernah juga kita tuturkan, bahwa Ibnu Umar pernah menyaksikan beberapa orang yang menjadikan ayam sebagai sasaran latihan memanah, kemudian ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran (memanah)." (Riwayat Bukhari dan Muslim) Abdullah bin Abbas juga berkata: Rasulullah SAW melaknat mengadu binatang. (Riwayat Abu Daud dan Tarmizi) Sedang yang dimaksud dengan tahrisy (mengadu), yaitu binatang-binatang itu diadu sampai mati atau hampir mati. Dan Ibnu Abbas juga berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang keras mengkebiri binatang. (Riwayat Bazzar dengan sanad sahih)