Anda di halaman 1dari 21

Aspek Diagnostik Multipel Mieloma

Andreaw Pranolo

PENDAHULUAN

Multipel Mieloma merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan


adanya proliferasi abnormal dari sel plasma. Multipel Mieloma hanya 1% dari
seluruh penyakit keganasan.1 Kasus Multipel Mieloma sangat jarang sekali di
Amerika berkisar antara 3-4 kasus/100.000 populasi/tahun dan angka kejadian ini
sangat bervariasi, terendah adalah 1/100.000 populasi/tahun di Cina dan tertinggi
4/100.000 populasi/tahun di Negara Barat (industri), sedangkan angka kejadian di
Indonesia berdasarkan data dari RSCM Jakarta tahun 2008-2010 ditemukan 23
penderita Multipel Mieloma dan dari RSUP Adam Malik kasus Multipel Mieloma
hanya ada 10 kasus selama 15 tahun.2
Angka kejadian ini meningkat sesuai dengan meningkatnya umur harapan
hidup dari masing-masing negara, umur rata-rata : 65 tahun dan umur yang
kurang dari 40 tahun hanya <3%, laki-laki dan perempuan berbanding 3:2. Kulit
hitam lebih sering daripada kulit putih.2 Manifestasi klinis neurologi pada
Multipel Mieloma dapat berupa nyeri kepala, kompresi medulla spinalis,
neuropathies, gangguan penglihatan, carpal turner syndrome, sacroiliac joint.3,5
Diagnosis Multipel Mieloma sering kali ditemukan sudah pada stadium
yang lanjut, dikarenakan kesulitan untuk menegakkan diagnosis pada gejala awal
yang cenderung asimptomatik. Untuk menegakkan diagnosis Multipel Mieloma
adalah anamnesis riwayat medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan aspirasi sumsum
tulang, protein Bence Jones, serum protein elektroforesis, test rutin laboratorium,
pemeriksaan foto polos x-ray, kriteria CRAB (Hypercalcemia, Renal insufficiency,
Anemia, Bone disease).1,3
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus tentang Aspek Diagnosis Multipel
Mieloma yang dirawat di RSUP Prof.dr. R.D. Kandou Manado.

1
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

LAPORAN KASUS

Seorang perempuan umur 68 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga,


pendidikan tamat SLTA, agama Kristen Protestan, alamat di Pakowa lingk II
Manado, masuk RS tgl 18 desember 2012 jam 18:15 dengan keluhan utama nyeri
punggung bawah.
Penderita mengeluh nyeri punggung bawah sejak 6 bulan sebelum MRS.
Nyeri punggung bawah dirasakan seperti diremas-remas, nyeri tidak menjalar ke
tungkai, lama nyeri kira-kira 1-2 jam, nyeri diperberat bila bergerak, miring
kiri/kanan, beraktifitas. Nyeri berkurang bila penderita berbaring. Awalnya
penderita masih dapat beraktifitas seperti biasa meskipun punggung terasa nyeri.
Sejak 1 bulan sebelum MRS, nyeri semakin memberat mengakibatkan penderita
sulit berjalan sehingga penderita lebih banyak berbaring di tempat tidur. Penderita
juga mengeluh nyeri kepala sejak 5 bulan yang lalu, dirasakan seperti diremas-
remas di kepala bagian kanan, tidak menjalar ke leher, lama nyeri 5-10 menit,
bersifat hilang timbul, tidak semakin memberat saat batuk dan mengejan, tidak
ada bangun tengah malam karena nyeri kepala. Nyeri kepala tidak semakin
memberat, nyeri kepala berkurang dengan pemberian obat analgesik. Penderita
mengeluh menjadi mudah lelah dan badan terasa lemah. Penderita tidak
mengalami panas dan tidak pernah mengalami riwayat terjatuh sebelumnya.
Penderita merasakan ada bagian yang melunak di kepala sebelah kanan sejak 2
bulan yang lalu. Riwayat batuk-batuk lama disangkal, tidak ada penurunan berat
badan, hipertensi, penyakit kencing manis, kolesterol, jantung, alergi, dalam masa
pengobatan, alkohol disangkal.
Pada pemeriksaan fisik umum, keadaan umum sedang, dengan kesadaran
composmentis. Pada tanda vital tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi
80x/menit regular isi cukup, frekuensi nafas 20x/menit, suhu 36,1 0C. Pada
pemeriksaan kepala ditemukan tanda-tanda anemis pada konjungtiva, sklera tidak
ikterik. Pada region parietalis kanan ditemukan bagian jaringan yang melunak
dengan diameter 2x1 cm. Pada pemeriksaan dada dengan inspeksi ditemukan
bentuk dada yang normal, simetris, tidak terdapat jejas atau deformitas dengan
permukaan terangkat bersamaan saat inspirasi, tidak ada retraksi. Pada auskultasi
tidak ditemukan ronkhi dan whezzing pada paru. Pada pemerikaan jantung SI-II

2
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

reguler, tidak terdapat bunyi jantung tambahan. Pada pemeriksaan abdomen


ditemukan permukaan datar, tidak terdapat jejas, bising usus normal, tidak ada
nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak
ditemukan adanya edema, deformitas ataupun perdarahan.
Pada pemeriksaan fisik neurologis, GCS : E4M6V5=15, pupil bulat isokor,
dengan diameter kanan 3 milimeter dan kiri 3 milimeter, pupil kanan dan kiri
reaktif terhadap reaksi cahaya langsung maupun tidak langsung. Pemeriksaan
tanda rangsang meningeal tidak ditemukan adanya kaku kuduk, laseque > 70,
kernig > 135, patrick dan kontra patrick. Pada pemeriksaan nervi kranialis :
Nervus I: tidak ada kelainan, Nervus II: visus dan lapangan pandang normal,
funduskopi ODS: papil batas tegas, cupping, rasio aa/vv = 2:3, tidak ditemukan
perdarahan papil, kesan normal, Pemeriksaan nervus III sampai XII intak. Pada
pemeriksaan status motorik, kekuatan otot anggota gerak atas normal sedangkan
anggota gerak bawah belum dapat dievaluasi (karena nyeri), tonus otot dan reflek
fisiologis normal, dan tidak didapatkan reflek patologis. Pemeriksaan status
sensorik didapatkan normoestesia. Pemeriksaan status autonom tidak didapatkan
adanya inkontinentia urine atau alvi.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium tgl 18 Desember 2013 didapatkan
kadar hemoglobin 9.6 gr/dl, leukosit 4.300 /mm3, trombosit 192.000 /mm3,
eritrosit 3,24 /mm3, hematrokit 28,1%, gula darah sesaat 93 mg/dl, ureum 54
mg/dl, kreatinin 1,8 mg/dl, natrium 145 mmol/L, kalium 5,4 mmol/L, klorida 101
mmol/L. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti EKG hasilnya sinus takikardi.
Foto thoraks hasilnya cor dan pulmo normal.

Gambaran x foto skull AP / Lat dapat dilihat pada gambar 1.

3
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

Gambar 1. X foto skull AP / Lat


Pada pemeriksaan x foto skull AP / Lat menunjukkan calvaria tampak defect
radiolucent multiple halus, sutura tak melebar, tidak tampak kalsifikasi abnormal,
sella.tursica besar dan bentuk normal. Kesimpulan susp. multipel mieloma.
Gambar x foto cervical AP / Lat dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. X foto servikal AP / Lat


Pemeriksaan x foto servikal menunjukkan tulang osteoporotic dan gambaran
osteolitik defect halus, tidak tampak tanda-tanda fraktur, curve servikal normal,
tampak gambaran osteophyte marginal, discus intervertebralis tidak menyempit,
tampak kalsifikasi soft tissue posterior. Kesimpulan cervical spondylosis +
osteoporotic, dd multipel mieloma.

Gambar x foto lumbosacral AP / Lat dapat dilihat pada gambar 3.

4
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

Gambar 3. X foto lumbosacral AP / Lat


Pemeriksaan x foto lumbosacral AP / Lat menunjukkan tulang-tulang osteoporotik
+ fraktur kompresi corpus vertebra thoracal XI - L1.
Gambar x foto pelvis AP dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. X foto pelvis AP


Pemeriksaan x foto pelvis AP menunjukkan tidak ada osteolitik proses, tidak ada
fraktur.
Diagnosis kerja adalah susp. multipel mieloma, pre renal azotemia, hiperkalemia.
Penatalaksaan adalah bed rest, IV line NaCl 0,9% 500cc 20 gtt/menit,
ketorolac 3x1 amp(iv) k/p, ranitidine 2x1 amp(iv), meloxicam 15 mg 1x1 tab,
paracetamol 3x500mg tab.
Follow up :
Hari ketiga perawatan penderita merasakan nyeri punggung bawah sudah
berkurang. Hasil pemeriksaan laboratorium: kadar ureum 41 mg/dL, kreatinin 0,8
mg/dL, gula darah puasa 87 mg/dL, kolesterol total 145 mg/dL, trigliserida 226
mg/dL, HDL 22 mg/dL, LDL 78 mg/dL, protein total 6,4, albumin 2,7, SGOT 12

5
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

U/L, SGPT 18 U/L, asam urat 7,5 mg/dL, natrium 147 mmol/L, kalium 4,4
mmol/L, klorida 102 mmol/L, kalsium 11 mg/dl.
Diagnosis kerja adalah susp multipel mieloma, hipoalbumin, hiperkalsemia.
Hasil konsul rehabilitasi medik : latihan peningkatan kekuatan otot ekstremitas
inferior kanan dan kiri, TENS, saran pemberian korset
Hari perawatan ke-sepuluh penderita merasakan nyeri punggung bawah
berkurang. Penatalaksanaan terapi dilanjutkan dengan diganti per oral.
Hasil pemeriksaan laboratorium : kadar hemoglobin 8.6 gr/dl, leukosit 3.200
/mm3, trombosit 126.000 /mm3, eritrosit 3,24 /mm3, hematrokit 28,1%
Hasil pemeriksaan darah perifer lengkap : anemia normositik normokrom, tidak
ditemukan adanya formasi Rouleaux.
Hasil Pemeriksaan protein Bence Jones : negatif.
Hasil konsul interna : suspek multipel mieloma, anjuran pemeriksaan serum
protein elektroforesis dan aspirasi sumsum tulang.
Hari perawatan ke-tujuhbelas, hasil pemeriksaan serum protein
elektroforesis : pola gamopati monoklonal.
Hasil aspirasi sumsum tulang : ditemukan banyak sel plasma.
Diagnosis

Diagnosis klinis : nyeri punggung bawah, nyeri kepala.

Diagnosis topis : vertebra Th XI - L1, calvaria

Diagnosis etiologis : osteolitik, fraktur kompresi.

Diagnosis patologis : multipel mieloma.

Diagnosis tambahan : hiponatremia ringan, hipoalbumin, hiperkalsemia.

Prognosis

Quo ad vitam : dubious ad malam

Quo ad functionam : dubious ad malam

Quo ad sanationam : dubious ad malam.

6
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

PEMBAHASAN

Multipel Mieloma merupakan penyakit keganasan yang ditandai adanya


proliferasi abnormal dari sel plasma yang berasal dari sel B-limfosit, serta diikuti
dengan meningkatnya kadar immunoglobulin monoklonal secara berlebihan dan
dikenal dengan istilah M-komponen (M-protein), terjadi osteolitik pada tulang.1,2,8
Diagnosis Multipel Mieloma berdasarkan anamnesis (riwayat medis),
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah rutin dan
darah perifer lengkap, serum protein elektroforesis, protein Bence Jones,
pemeriksaan foto polos x-ray, pemeriksaan aspirasi sumsum tulang.1,3,8

Tabel 1. Kriteria diagnosis dan evaluasi diagnosis.4

7
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

Gambaran klinis Multipel Mieloma biasanya berupa gejala nyeri tulang


(70-80%), anemia (60-70%) dan gangguan fungsi ginjal (30%), infeksi berulang
(10%).5,6,14,21
Pada kasus ini ditemukan gambaran klinis berupa nyeri punggung bawah, anemia
dan gangguan fungsi ginjal. Nyeri punggung dapat disebabkan oleh karena adanya
fraktur kompresi, lesi litik tulang. Anemia dapat disebabkan karena jumlah dari
eritropoeitin yang kurang, penyakit kronik, defisiensi besi dan vitamin B 12.
Gangguan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh karena adanya infiltrasi dari sel
mieloma, hiperkalsemia.6,14,21
Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologis dan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang.
Pemeriksaan laboratorium berupa complete cell blood count, serum protein
elektroforesis, kadar kalsium, kadar kreatinin, Bence Jones Protein Urine.
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap biasanya ditemukan adanya anemia
normositik normokrom dan adanya gambaran Rouleaux, pada pemeriksaan darah
rutin biasanya didapatkan kadar hemoglobin <10g%, hiperkalsemia, leukopenia,
trombositopenia dan kadar kreatinin yang meningkat.1,7

Gambar 5. Hapusan darah tepi, eritrosit tampak membentuk gulungan


(Rouleaux).7
Pada kasus ini sesuai dengan kepustakaan, pemeriksaan darah perifer lengkap
hasilnya berupa anemia normositik normokrom tetapi tidak ditemukan adanya
gambaran Rouleaux. Pada pemeriksaan darah rutin hasilnya kadar hemoglobin

8
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

<10g%, hiperkalsemia, leukopenia, trombositopenia dan kadar kreatinin yang


meningkat.
Pemeriksaan urin berupa protein Bence Jones biasanya ditemukan hasilnya
positif pada dua pertiga kasus dan pemeriksaan serum protein elektroforesis
ditemukan M protein, gambaran gamopati monoklonal sekitar 95% pada multipel
mieloma.8,19,22

Gambar 6. Hasil pemeriksaan elektroforesis.8


Pada kasus ini pada pemeriksaan protein Bence Jones hasilnya negatif, sedangkan
pada pemeriksaan serum protein elektroforesis hasilnya berupa gambaran M
protein, gamopati monoklonal.
Pemeriksaan radiologis berupa foto polos x-ray, CT (Computed
Tomography) Scan, MRI (Magneting Resonancing Imaging) dan PET (Positron
Emission Tomography) Scan. Pada pemeriksaan foto x-ray dapat memberikan
gambaran berupa lesi litik multipel, berbatas tegas, punch out dan bulat pada
calvaria, vertebra dan pelvis. Pemeriksaan foto x-ray meliputi x-foto skull yang
memberikan gambaran sejumlah lesi litik punch out lesion yang khas pada
calvaria. Pada x-foto pelvis menunjukkan gambaran fokus litik kecil yang sangat
banyak sepanjang tulang pelvis dan femur. Pada x-foto femur menunjukkan
adanya endosteal scalloping (erosi pada korteks interna).
CT Scan dapat mendeteksi lesi osteolitik yang kecil, lebih cepat pemeriksaannya
dibandingkan radiography, dapat memperkirakan adanya risiko fraktur,
sedangkan kekurangannya memiliki radiasi 3 kali lipat dibandingkan

9
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

radiography. MRI lebih sensitif untuk mendeteksi adanya gangguan di medulla


spinalis. PET Scan biasanya digunakan untuk memonitor respon dari pengobatan
kemoterapi.3,17,18,24
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan radiologis berupa x-foto skull yang
memberikan gambaran adanya lesi litik punch out lesion. Pada x-foto cervical
memberikan gambaran tulang osteoporotik, osteolitik defect halus, osteophyte
marginal. Pada x-foto lumbosacral memberikan gambaran tulang-tulang
osteoporotik, fraktur kompresi corpus vertebra thoracal XI dan L1. Pada x-foto
pelvis tidak memberikan gambaran adanya proses osteolitik dan fraktur.
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang biasanya memberikan gambaran sel-
sel plasma mulipel mieloma, tampak sitoplasma berwarna biru, nucleus eksentrik
(bulat atau oval) dan zona pucat perinuclear (halo).8,13
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang yang memberikan
hasil seusai dengan kepustakaan berupa ditemukan banyak sel plasma.

Gambar 7. Hasil pemeriksaan sumsum tulang.8


Diagnosis Multipel Mieloma ditegakkan mulai dari trias diagnostik klasik
(sel plasma, M protein dan lesi litik). Kriteria diagnosis Multiple Mieloma berupa
kriteria Mayor dan kriteria Minor. Kriteria Mayor terdiri dari (i) plasmasitoma
pada biopsi jaringan; (ii) sel plasma sumsum tulang >30%; (iii) M protein : IgG
>35g/dl, IgA >20g/dl, kappa atau lambda rantai ringan pada elektroforesis urin.
Kriteria Minor terdiri dari (i) sel plasma sumsum tulang 10-30%; (ii) M protein
pada serum dan urin dengan kadara lebih kecil, (iii) lesi litik pada tulang, (iv)

10
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

normal residual IgG <500mg/dl, IgA <1g/dl, atatu IgG <6g/dl. Diagnosis Multipel
Mieloma bila terdapat kriteria 1 mayor dan 1 minor atau 3 kriteria minor.1,11,13,20

Pada kasus ini ditemukan 1 kriteria mayor yaitu plasmositoma pada biopsi
jaringan dan 2 kriteria minor yaitu M protein pada serum dan lesi litik pada
tulang. Maka pada kasus ini dapat ditegakkan diagnosis suatu Multiple Mieloma.

Tabel 2. Differential diagnosis multipel myeloma.9

Sistem derajat Multipel Mieloma saat ini ada dua yang digunakan yaitu
Salmon Durie Staging System yang telah digunakan sejak tahun 1975 dan the
International Staging System yang dikembangkan oleh the International Myeloma
Working Group yang diperkenalkan tahun 2005.
Salmon Durie Staging System ada 4 kriteria yang dipakai meliputi kadar
hemoglobin, kadar kalsium, kadar M protein dan gambaran radiologis tulang.1,11,18

11
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

Tabel 3. Salmon Durie Staging System.10

Tabel 3. Salmon Durie Staging System.10


International Staging System ada 2 kriteria yang dipakai yaitu serum 2-
mikroglobulin dan serum albumin. Serum 2-mikroglobulin dipakai sebagai
kriteria karena dapat memberikan gambaran untuk massa tumor, fungsi ginjal dan
fungsi imun, sedangkan serum albumin karena dapat memberikan gambaran efek
pada hati berupa IL-6 yang diproduksi oleh sel mieloma.11

12
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

Tabel 4. International Staging System.11

Stadium Kriteria
Stadium I Serum 2-mikroglobulin <3,5g/dl dan serum albumin
3,5g/dl
Stadium II Serum 2-mikroglobulin >3,5 - <5,5g/dl atau serum 2-
mikroglobulin <3,5g/dl dan serum albumin <3,5g/dl
Stadium III Serum 2-mikroglobulin >5,5g/dl

Pada kasus ini dikarenakan tidak dilakukan pemeriksaan serum 2-mikroglobulin,


maka sistem derajat Multipel Mieloma menggunakan Salmon Durie Staging
System. Pada kasus ini termasuk di Stadium IIA dikarenakan kadar hemoglobin
9,6g/dl, kadar kalsium 11g/dl, M protein, gambaran radiologi litik pada tulang dan
kadar kreatinin <2g/dl.
Tabel 5. Perbandingan survival rate antara Salmon Durie Staging System dan
International Staging System.11

Berdasarkan data survival rate pada penelitian ini, maka pada kasus ini
dikarenakan termasuk dalam stadium IIA sehingga survival ratenya adalah 58
bulan.

Penentuan pengobatan Multipel Mieloma tergantung pada kriteria


diagnostik, stratifikasi dan gejala awal. Pada penderita yang asimptomatik tidak

13
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

memerlukan pengobatan karena pengobatan tidak akan memberikan hasil klinik


yang menguntungkan, tetapi pada penderita tersebut harus dimonitor untuk
progresivitas penyakitnya, dengan mengevaluasi tiap 3-6 bulan.
Pada penderita yang simptomatik membutuhkan pengobatan yang berupa
Pendekatan penatalaksanaan penderita yang baru terdiagnosis Multipel Mieloma
adalah transplantasi sumsum tulang ASCT (Autologous Stem Cell
Transplantation) dan kemoterapi. Pengobatan ini difokuskan untuk mengatasi
gejala-gejala klinik dan menurunkan jumlah dari sel plasma.
Kemoterapi terdiri dari conventional therapy dan novel therapy. Conventional
therapy berupa melphalan, melphalan + prednisone, VAD (vincristine +
doxorubicin + dexamethasone. Novel therapy berupa immunomodulator
(thalidomide, lenalidomide), proteasome inhibitor (bortezomib). Terapi dosis
tinggi yang diikuti dengan ASCT telah menghasilkan peningkatan respon angka
harapan hidup pada penderita yang baru terdiagnosis, dimana hasilnya mencapai
75-90% respon rate dan complete rate 20-40%. Pendekatan ini diterapkan pada
penderita dengan usia < 65 tahun denga performance status yang baik. Ada 2 tipe
transplantasi sel sumsum tulang yaitu autologous dan allogenic. Pada saat ini
pendekatan pengobatan untuk penderita yang baru terdiagnosis dipandu sebagai
penderita yang merupakan calon untuk ASCT.1,2,15,16,23
Pada kasus ini diberikan pengobatan analgesia untuk mengatasi gejala-gejala
klinik dan kemudian direncanakan untuk pemberian obat-obat kemoterapi.

14
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

Gambar 8. Pendekatan penatalaksanaan untuk multipel myeloma. 10

15
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

Tabel 6. Jenis-jenis obat analgesia untuk multipel myeloma.12

16
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

Tabel 7. Obat-obatan kemoterapi.10

17
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

KESIMPULAN

Multipel Mieloma merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan


adanya proliferasi abnormal dari sel plasma. Multipel Mieloma hanya 1% dari
seluruh penyakit keganasan.
Diagnosis Multipel Mieloma berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah rutin, darah perifer lengkap,
serum protein elektroforesis dan urin protein Bence Jones, pemeriksaan foto polos
x-ray (foto skull, servikal, lumbosacral, pelvic) dan aspirasi sumsum tulang.
Pada kasus ini diagnosis Multipel Mieloma ditegakkan sesuai dengan
kriteria diagnosis Multipel Mieloma berupa terdapat 1 kriteria mayor yaitu
plasmositoma pada biopsi jaringan dan 2 kriteria minor yaitu M protein pada
serum dan lesi litik pada tulang. Sistem derajat pada kasus ini digolongkan pada
stadium IIA berdasarkan Salmon Durie Staging System. Survival rate pada kasus
ini adalah 58 bulan.
Penentuan pengobatan Multipel Mieloma tergantung pada kriteria
diagnostik, stratifikasi dan gejala awal. Pendekatan penatalaksanaan penderita
yang baru terdiagnosis Multipel Mieloma adalah transplantasi sumsum tulang
ASCT (Autologous Stem Cell Transplantation) dan kemoterapi. Pengobatan ini
difokuskan untuk mengatasi gejala-gejala klinik dan menurunkan jumlah dari sel
plasma.

18
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

DAFTAR PUSTAKA

1. Syahrir M. Mieloma Multipel dan penyakit gamopati lain. Dalam: Buku ajar
penyakit dalam jilid II edisi V. Interna publishing. Jakarta. 2009. hal:1283-
1292.
2. Aman AK. Profil penderita multiple myeloma di bagian patologi klinik FK
USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Majalah kedokteran nusantara. Medan.
2005.
3. Ghalaut PS, Chaudhuri S, Singh R. Recent advances in diagnosis and
management of multiple myeloma: an update. Hematology. India. 2009.
4. Palumbo A, Anderson K. Multiple myeloma. The New England journal of
medicine. England. 2011;364:1046-60.
5. Southerst D, Stern P. Multiple myeloma presenting as sacroiliac joint pain; a
case report. J con chiropr assoc. Canada. 2012;56(2).
6. Kumar L, Verma R, Radhakrisnan VR. Recent advances in the management
of multiple myeloma. The national medical journal of India vol 23. India.
2010.
7. Wiwin H, Hadiwidjaja DB. Leukemia sel plasma. Indonesian journal of
clinical pathology and medical labroratory vol 12 no 3. Indonesia. 2005;138-
140.
8. Munshi NC, Longo DL, Anderson KC. Plasma cell disoreders. In: Harrisons
principles of internal medicine 17th edition. The McGraw-Hill companies.
USA. 2008; p:700-707.
9. Sirohi B, Powles R. Multiple myeloma. The Lancet vol 363. UK. 2004.
10. Suega K, Sjah YS. Terapi terkini multiple myeloma. J peny dalam vol 10 no
3. Denpasar. 2009.
11. Greipp PR, Miquel JS, Durie BGM, Crowly B, Blade J et.al. International
staging system for multiple myeloma. J clin oncol. American society of
clinical oncology. 2005;23:3412-3420.
12. Palumbo A, Sezer O, Kyle R, Miquel JS, Orlowski RZ, Moreau P et al.
International myeloma working group guidelines for the management of
multiple myeloma patients ineligible for standard high dose chemotherapy

19
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

with autologus stem cell transplantation. Macmillian publishers limited. Italy.


2009;1-15.
13. Hermayanti D. Non-secretory multiple myeloma. Fakultas kedokteran
universitas muhammadiyah. Malang. 2004.
14. Varethoni M, Carso A, Pica G, Mangiacavalli S, Pascutto C, Lazzarino M.
Incidence, presenting features and outcome of extramedullary disease in
multiple myeloma: a longitudinal study on 1003 consecutive patients. Annals
of oncology. Oxford university press on behalf of the European society for
medical oncology. Italy. 2010;21:325-330.
15. Sirohi B, Powles R. Management of multiple myeloma. The royal mars and
NHS foundation trust. Sutton. 2008.
16. Richardson PG, Weller E, Lonial S, Jakubowrak AJ, Jagannath S, Raje NS.
Lenalidomide, bortezomib and dexamethasone combinations therapy in
patients with newly diagnosed multiple myeloma. The American society of
hematology. Amerika. 2010;116:679-686.
17. Dimopoulos M, Terpos E, Correnzo RL, Tosi P, Belasac M, Sezer O et al.
International myeloma working group consensus statement and guidelines
regarding the current role of imaging techniques in the diagnosis and
monitoring of multiple myeloma. Macmillian publishers limited. Greece.
2009;1-12.
18. Jesus F, San-Miquel, Paiva B, Gutierrez NC. New tools for diagnosis and
monitoring of multiple myeloma. American society of clinical oncology.
Spain. 2003.\
19. Chou T. Multiple myeloma: recent progress in diagnosis and treatment. J clin
exp hematopathol vol 52 no 3. Japan. 2012.
20. Wirawan R, Utami L, Muthalib A. The first report of myeloma with IgD k
dan free k in Indonesia. Department of clinical pathology vol 20 no 3.
Indonesia. 2011.
21. Patolia S, Schmidt F, Gulati N, Muhammad P, Narendra D, Enriquez D et al.
Multiple myeloma with mixed lytic and blastic bone lesions with
lymphadenopathy: rare manifestation of a common disease-case presentation
and literarture review. World j oncol. America. 2012;3(2):78-82.

20
Aspek Diagnostik Multipel Mieloma
Andreaw Pranolo

22. Katzel JA, Hari P, Vesole DH. Multiple myeloma: charging toward a bright
future. CA cancer j clin vol 57 no 5. New York. 2007;57:301-318.,
23. Richardson PG, Laubach JP, Schlossman RL, Ghobrial IM, Mitsiades CS,
Rosenblatt J et al. The medical research council myeloma IX trial: the impact
on treatment paradigms. European journal of hematology. Amerika.
2013;88:1-7.
24. Moehler T, Goldschmidt. Multiple myeloma. Springer verlag Berlin
heidelberg. Germany. 2011; p:131-147.

21

Anda mungkin juga menyukai