Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN LEUKEMIA


Dosen pembimbing oleh Ibu Trimawati, S.Kep., Ns., M.Kep

OLEH
1. AUFA ALDHEA ONAISHA : 010114A0
2. EKA SAKTI YUDA : 010114A0
3. I WAYAN YOGA PRADNYANA : 010114A0
4. LALE AULIA MARSITAH WIDARMI : 010114A055

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Leukemia, kanker yang paling srring dijumpai pada masa kanak-kanak,


menyerang kurang lebih 2500 anak setiap tahun di Amerika serikat. Dengan metode
diagnostik yang lebih akurat, pemberian terpai yang lebih efektif pada uji klinis
terkontrol serta perawatan suportif yang lebih baik, hasil pengobatan leukemia pada
anak telah memperlihatkan kemajuan yang pesat. Sekarang, lebih dari 2/3 pasien yang
diobati untuk leukemia limfoblastik akut akan berada dalam kondisi remisi komplit
selama lima tahun atau lebih setelah diagnosis, dan kebanyakan kasus akan sembuh.
Karena adanya kemudahan memperoleh sempel limfoblas dari sumsum tulang
dan darah, banyak prinsip bilogi tentang sel tumor telah diperoleh dari hasil studi pada
leukemia manusia.selanjutnya, informasi yang diperoleh dari uji klinis pada terapi
leukemia, turut berperan pada kemajuan konseptual dalam pengobatan semua jenis
kanker. Penemuan baru pada sitogenetika dan bilogi molekular dari sel leukemia telah
merangsang penyelidikan yang serupa pada jenis keganasan yang lain.

B. Rumusan masalah
1. Apa definis dari leukemia pada anak ?
2. Bagaimana saja karakteristik dari leukemia yang biasa teradi pada anak-
anak ?
3. Apa penyebab leukemia bisa terjadi pada anak-anak ?
4. Bagaimana patofisologi atau perjalan dari penyakit leukemia pada anak-
anak ?
5. Bagaimana manifetasi dari leukemia ?
6. Bagaimana bentuk pemeriksaan penunjang dan pentalaksanan yang bisa
diberikan pada anak dengan leukemia ?
7. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak ?
8. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan yang diterapkan pada anak dengan
leukemia ?
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi Leukemia
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker
abnormal berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sum-sum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum tulang. Karena
faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal.
Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih sum-sum tulang, sehingga
menurunkan kadar sel-sel non leukemik di dalam darah yang merupakan penyebab
berbagai gejala umum leukemia (Corwin, 2008).

B. Klasifikasi
Dalam istilah yang paling luas, leukemia pada anak dapat diklasifiaksikan sebagai
akut, kronis, atau kongenital. Akut dan Kronis sebenarnya menunjukkan durasi relatif
ketahanan hidup; tetapi, dengan penemuan kemoterapi yang efektif sekarang leukemia
menunjukkan proliferasi maligna sel immatur (yaitu, blastik). Jika proliferasi itu
sebagian besar melibatkan jenis sel yang lebih matur (yaitu, berdiferensiasi), leukemia
di klasifikasikan menajadi kronis.tidak seperti leukemia pada orang dewasa, pada
anak biasanya adalah jenis akut dan limfoblastik. Leukemia limfositik, atau
limfoblastik akut (ALL) meliputi kira-kira 80% leukemia aku pada anak-anak, dan
sisanya sebagian besar adalah leukemia mieloid akut (non-limfoblastik)(AML).
leukemia kongenital atau neonatal adalah leukemia yang terdiagnosa dalam 4 minggu
pertama kehiudpan bayi.
Selanjutnya, leukemia akut dapat di klasifikasikan menurut ciri morfologisnya
berdasarkan pulasan sumsum tulang dengan zat warna Romanovsky, sifat pewarnaan
sitokimiawi, petnanda immunologis, atau ciri-ciri sitogenik. Sistem klasifikasi FAB
memberikan tiga bagian limfoblas : a) L1, b) L2, c) L3. Sebagian besar anak-anak di
klasifikasikan sebagai L1.
Dengan menggunakan panel komprehensif antibodi monoklonal pada proses
imunofenotipe mengidentifikasi sel blast leukemia yang turut mengekspresikan
antigen yang berkaitan dengan lebih dari satu garis keturunan. Temuan ini dapat
mencerminkan ekpresi gen yang menyimpang , perubahan keganasan sel progenitor
pluripoten, atau imortalisasi gambaran sel progenitor yang turut berekspresi pada
lebih dari satu garis keturunan. ALL dengan antigen terkait mieloid dapat dibedakan
dari AML dengan antigen terkait-limfoid berdasarkan pada karakteristik morfologik
dan sitokimiawi sel blas.
a. Leukemia Limfoblastik Akut / Acute Limfoblastic Leukemia
Leukemia limfoblastik akut dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast.
Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan,
puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi
limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer,
sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Ciri-ciri dari leukemia limfobalstik akut ini adalah pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik akan di temukan hasil: pucat, petekie dan ekimosis pada kulit
atau membran mukosa, perdarahan retina, pembesaran kelenjar getah bening,
hepatosplenomegali, nefromegali, dan nyeri tekan pada tulang. Beberapa
gambaran yang lebih jarang yang menyatakan infiltrasi leukemik adalah nodul
subkutan (yaitu, leukemia kutis), pembesaran kelenjar saliva (yaitu, sindrom
Mikuilicz), pembesaaran testis tidak nyeri, kelumpuhan saraf kranial dengan
papilaledema, dan pebengkakan sendi yang nyeri.
Studi imunologis pada sel blas leukemik dapat berguna dalam menegakkan
diagnosis dan memilih rencana pengobatan yang efektif. Penderita leukemia sel T
kebanyakan anak laki-laki yang lebih tua dengan massa mediastinal,
hepatosplenomegali dan limfadenopati yang jelas, dan seringkali mengenai
jaringan estra medula. Anak-anak dengan ALL pra-B memiliki beban sel
leukemik gambaran sitogenik yang tidak menguntungkan daripada anak-anak
dengan ALL pra-B. Kasus-kasus sel pra-B transisional memiliki jumlah leukosit
yang lebih rendah dan memilikifrekuensi gambaran sitogenik.

b. Leukemia Limfoblastik Kronik


Leukemia limfositik kronik merupakan suatu gangguan limproliferatif yang
ditemukan pada kelompok umur (sekitar 60 tahun) dengan perbandingan 2:1
untuk pria. LLK ini dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi limfosit
matang kecil dalam sumsum tulang, daerah perifer dan tempat-tempat
ekstramedular. Limfosit abnormal umumnya adalah limfosit B, yang
mengakibatkan insufisiensi sintesis immunoglobulin dan penekanan respon
antibodi. Waktu penyakit berkembang, hati juga membesar. Penderita yang hanya
menderita limfositosis dan limfadenopati dapat bertahan 10 tahun lebih lama.

c. Leukemia Mieloid Akut


Leukemia mieloid akut merupakan suatu kelompok penyakit yang heterogen yang
memberikan prognosis yang buruk. Leukemia mieloid akut ini umunya terjadi pada
orang dewasa dan hanya terjadi sekitar 20% kasus pada anak-anak. Gejala dan tanda
Leukemia Mieloid akut yang biasanya muncul meliputi pucat, demam, nyeri tulang,
dan perdarahan kulit serta mukosa. Penderita yang memiliki gejala singkat biasanya
menderita demam, perdarahan, infeksi atau gejala gastrointestinal, sedangkan pasien
dengan gejala prodromal lebih lama sering kali memperlihatkan kelemahan dan
infeksi yang berulang. Jarang sekali, sarkoma granolositik (kloroma), yang terdiri atas
pertumbuhan tumor prekursor granulositik atau monosit pada kulit, mendahului
perkembangan leukemia dalam beberapa minggu atau bulan.
Leukemia promielositik akut ini sering kali berhubungan dengan koagulasi
intravaskular disemintana (DIC), sedangkan Leukemia monoblastik atau
mielomonoblastik akut dapat memperlihatkan hipertrofi gusi dan nodul kulit.
Koagulasi intravaskuler desimenata terjadi lebih sering dan lebih serius pada AML.
Salah satu faktor etiologik terpenting pada perkembangan AML adalah pada
pengobatan sebelumnya untuk keganasan lain dengan epipodofilotoksin, agen alkilasi,
atau terapi radiasi.tidak ada hubungan yang jelas antara reaktivitas antibodi
monoklonal dengan prognosis. Sebanyak 20% anak dengan LMA memeiliki sel
leukemia juga mengekspresikan antigen permukaan yang bereaksi dengan antibodi
monoklonal terkait-limfoid.
d. Leukemia Mielogenosa kronis
Leukemia mielogenosa kronis adalah suatu keganasan yang jarang, di tandai
dengan pertumbuhan sel meieloid yang berlebihan dan progenitornya bertanggung
jawab terhadap kira-kira 1% dari semua anak yang menderita leukemia. Leukemia
Mielogenosa ini adalah neoplasama manusia yang pertama diketahui berhubungan
dengan abnormalitas kromosom yang konsiisten, kromosom Philadelphia, yang
ditemukan pada lebih dari 90% pasien dengan LMK jenis dewasa.
Anak yang menderita LMK dengan Ph-positif memperlihatkan hiperleukositosis
yang berat, sehingga memerlukan leukoforesis atau pemberian hidroksiurea atau
busulfan. Biasanya terdapat fase kronis pada LMK Ph-positif selama sel mieloid
tampak mengalami maturasi secara normal.

C. Etiologi
Walaupun penyebab dasar leukemia tidak diketahui, pengaruh genetika maupun
faktor-faktor lingkungan juga memainkan peran sebagai penyebab terjadinya
leukemia. Leukemia familial jarang di temukan, tetapi terdapat insiden leukemia lebih
tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insidens yang
meningkat sampai 20% pada kembar monozigot identik). individu dengan kelainan
kromosom, seperti sindrom down, kelihatannya mempunyai insiden leukemia akut
dua puluh kali lipat.
Faktor-faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai
manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudia. Zat kimia (misalnya,
benzen, arsen, kloramfenikol, dan agen sntineoplasstik) dikaitkan dengan frekuensi
yang meningkat, khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada
penderita yang diobati dengan kemoterapu. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik
merupakan predisposisi terhadap leukemia. Agen-agen virus sudah lama diidentifikasi
sebagai penyebab leukemia pada hewan.
1. Faktor Eksogen
a. Radiasi, khususnya yang mengenai sumsum tulang, kemungkinan leukemia
meningkat pada penderita yang diobati dengan radiasi atau kemoterapi
b. Zat kima, seperti benzene, orsen, kloramvenikol, venilbutazon dan agen
antineoplastik. Terpapar zat kimi dapat menyebabkan displasia sumsum
tulang belakang, anemia aplastik dan perubahan kromosom yang akhirnya
dapat menyebabkan leukemia.
c. Infeksi virus, pada awal tahun 1980 diisolasi virus HTLV-1 (Human T
Leukemia Virus) dari leukemia sel T manusia pada limfosit seorang penderita
limfoma kulit dan sejak itu diisolasi daari sample serum penderita leukemia
sel T.
2. Faktor Endogen
a. Bersifat herediter, insiden meningkat pada beberapa penyakit herediter
seperti sindrom down mempunyai insiden leukemia akut 20x lipat dan
riwayat leukemia dalam keluarga. Insiden leukemia lebih tinggi dari sel
darah kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat
sampai 20% pada kembar monozigot.
b. Kelainan genetik, mutasi genetik dari gen yang mengatur sel darah yang
tidak diturunkan.

D. Patofisiologi
Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan,
mampu memperbaharui diri secara tidak terhingga, menimbulkan prekursor
hemtopoletik berdiferensiasi bruruk maligna yang membelah diri pada kecepatan
yang sama atau lebih lambat daripada pasangannya yang normal. Pada studi glukosa
6-fosfat dehidrogenase (G6PD), perkembangan uniselular dari neoplasma telah
diperlihatkan dengan menemukan satu jenis G6PD dalam sel ganas dari pasien
heterozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan normal mereka.
Penentuan pola metilasi dari polimorfisme panjang-fragmen-restriksi yang terkait-X
pada perempuan heterozigot merupakan metode metode sensitif lain dalam pada
prinsip analisis yang sama. Akumulasi sel blas menghambat produksi normal
granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehngga mengakibatkan infeksi, anemia, dan
perdarahan. Sel leukemia dapat meninflitrasi setiap organ dan menyebabkan
pembesaran dan gangguan fungsi organ tersbut.
Genetika molekular:
Genetika molekular mengenal beberapa mekanisme genetik pada leukemogenesis,
seperti:
1. Disregulasi proto-onkogen seluler oleh jukstaposisinya terhadap elemen
pengatur pada gen jaringan (misal, disregulasi c-myc oleh gen Ig pada ALL
sel-B dengan t[8;14], t[8;22], atau t[2:8]
2. Fusi gen pada taut translokasi yang membangkitkan protein chimeric dengan
mengubah isi (misal, fusi protein E2A-PBXI pada kromosom Philadelphia-
leukemia positif)
3. Aktivasi gen yang mencegah kematian sel yang terprogram (apoptosis;
ekspresi BCL-2); dan
4. Hilangnya fungsi gen supresor pad tumor (misal, retinoblastoma dan gen
p53)
Data genetika molukelar telah tergabung di dalam perencaan pengobatan, dan
menjadi jelas bahwa beberapa kasus leukemia memiliki karakterstik lesi
molekular yang tidak dapat ditunjukkan dengan melakukan kariotipe karena
analisis sitogenesis kelainan submikroskopik tidak bermanfaat. Juga, penelitian
baru-baru ini telah menunjukkan bahwa beberapa kelainan yang identik secara
sitogenik dapat berbeda pada tingkat mulekulat. Akhirnya, reaksi rantai
polimerase digunakan selama remisi klinis untuk memperkuat rangkain DNA
yang unik untuk klon keganasan guna mendeteksi sis leukemia yang minimal.
Sebagai harapan, pendekatan ini dapat diidentifikasi pasien yang jika dilakukan
penghentian pengobatan secara dini dapat aman, serta mereka yanh memerlukan
modifikasi pengobatan untuk mencegah berkembangnya leukemia yang resisten
obat.

E. Manifestasi Klinis
a. Leukemia mieloid akut
(Price, Sylvia A. : 1995) manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya
atau tidak adanya sel hematopoetik normal. Ada bukti bahwa leukemia akut
merupakan neoplasma uniklonal yang berasal dari transformasi atau beberapa sel
hematopetik. Sifat sebenarnya dari lesi molekular yang bertanggung jawaba atas
sifat-sifat neoplastik dari sel yang berubah bentuknya tidak jelas, tetapi defek
kritis adalah intrinsik dan dapat diturunkan oleh keturunan sel tersebut.
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita LMA adalah pucat,
demam nyeri tulang, dan perdarah kulit serta mukosa. Lamanya gejala prodmoral
memiliki kisaran yang panjang, tetapi medianya 6 minggu. Pasien yang biasanya
memiliki gejala yang berlangsung singkat biasanya menderita demam,
perdarahan, infeksi, atau gejala gastrointestinal, sedangkan pasien dengan gejala
prodromalyang lebih lama sering kali memperlihatkan kelemahan dan mengalami
infeksi yang berulang. (Maria, Joshep, Jr : 2014)

b. Leukemia mielogenesis kronis


Anak yang menderita LMK dengan Ph-positif memperlihatkan
hiperleukositosis yang berat, sehingga memerlukan leukoforesis atau pemberian
hidroksiurea atau busulfan. Biasanya terdapat fase kronis pada LMK Ph-positif
selama sel mieloid tampak mengalami maturasi secara normal. (Maria Joshep, Jr :
2014)
Tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan hipermetabolik-kelelahan,
kehilangan berat badan, diaforesis meningkat, dan tidak tahan pada panas. Limpa
membesar pada 90% kasus yang mengakibatkan perasaan penuh pada abdomen
dan mudah merasa kenyang.

c. Leukemia limfoblastik akut


Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum
tulang dan tempat-tempat ekstramedular (luar sumsum tulang). Sedangkan tanda
dan gejala yang sering etrlihat pada penderita LLA adalah berkaitan denga
penekanan unsur-unsur sumsum tulang normal. Karena itu, infeksi perdarahan
dan anemia sering menjadi tanda dan gejala yang utama atau umumnya sering
terlihat. Penderita dengan LLA mengalami pembersaran pada kelenjar limfa
(limfadenopati) dan hepatosplenomegali dan juga seringnya mengalami nyeri
tulang. Sistem saraf pusat dengan gejala seringnya mengalami ssakit kepala,
muntah, kejang dan juga kehilangan penglihatan (Price, Sylvia. M : 1995).
Sedangkan sebagian besar pasien memiliki riwayat penyakit 3 atau 4 minggu
sebelum penyakitnya terdiagnosa, manifestasi atau tanda yang ering muncul
adalah pucat, mudah mengalami memar, letargi, anoreksia, malaise, demam,
inetrmiten, nyeri tulang, atralgia, nyeri perut,dan perdarahan (Pui, Ching-Hon,
Crist, William M. (2014:19)

d. Leukemia Limfobalstik kronik


Proliferasi dan gangguan limfoproliferatif menjadi manifestasi pada leukemia
limfoblastik kronik dengan kelompok umur tua (sekitar 60 tahun). Waktu
penyakitnya berkembang, hati juga mengalami pembesaran, mengalami anemia
dini dan juga trombositopenia. Tanda dan gejala yang seeringnya muncul juga
menggambarkan tentang keadaan yang hipermetabolisme. Pembesaran organ
secara masif menyebabkan tekanan mekanik pada lambung sehingga
menimbulkan gejala cepat kenyang, dan rasa tidak enak pada abdomen. Pada
LLK juga memungkinkan terjadi infeksi kulit dan pneumonia keadaan ini terjadi
karena perubahan imunologik (Price, Sylvia A. : 1995).
F. Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
a) Kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik Akut
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap meskipun tidak semua
fase yang digunakan untuk semua orang (penderita).
b) Kemoterapi pada penderita Leukemia Mielogenosis Akut
Fase induksi, adalah regimen kemoterapi yang intensif
bertujuan untuk mengeradikasikan sel-sel leukemia secara
maksimum sehingga tercapai remisi komplit
Fase konsolidasi, adalah dilakukan sebagai tindakan lanjut dari
fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari
beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat-obat dengan
jenis dan dosis yang sama ataupun lebih besar dari dosis yang
digunkan pada fase induksi
c) Kemoterapi pada penderita Leukemia Limfoblastik kronis
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan terlebih dahulu karena
menentukan stategi terapi dan prognosis. Terapi untuk LLK jarang
mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat konvensional,
terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan
kepada penderita tana gejala karena tidak memperpanjang hidup.
d) Kemoterapi pada penderita Leukemia Mieloid kronis
Fase kronik, Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan
yang mampu menahan pasien leukemia bebas dari gejala untukn
jangka waktu lama. Regimen dengan bermacam obat yang
intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK tidak
diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang.
2. Radioterapi
Radioterapi menggunkan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia.
3. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
yang rusak karena dosis tinggi kemoterapi ataupun terpai radiasi. Selain itu,
transplantasi sumsum tulang berguna untuk mengganti sel-sel darah yang
rusak karena kanker.
4. Terapi supportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit
leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalanya transfusi darah
untuk penderita leukemia dengan keluhan utama anemia, transfusi
trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi
resiko.
G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada anak dengan Leukemia adalah
komplikasi metabolik biasanya dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat
kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien
yang memiliki beban sel leukemia yang berat. Terlepasnya komponen intraselular
dapat menyebabkan hiperurusemia, hiperkalsiemia dan hiperfosfatemia dengan
hipokalsemia sekunder. Beberapa pasien dapat menderita nefropasti asam urat
atau nefrokalsinosis.
Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit tersebut dan juga efek
dari kemoterapi anak dengan leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi
ini bervariasi dengan pengobatan dan fase penyakit. Dengan penggunaan
kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau hidrokortison yang
lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida tau Aspergillus lebih sering
terjadi meskipun organisme tersebut sulit dibiakkan didalam darah.
Pneumonia Pneumocystis carinii yang timbul selama fase remisi merupakan
komplikasi yang biasa, tetapi sekarang telah jarang karena adanya komprofilaksis
rutin dengan trimetoprim-sulfametokzasol.
Pada kasus AML infeksi merupakan penyebab utama kematian dalam 10
minggu pertama pada AML. Kerentanan terhadap infeksi bakteri, jamur, atau
virus disebbakan oleh granulositopenia dan imunospresi yang diakibatkan
leukemia atau kemoterapi dan kerusakan pertahanan anatomis akibat mukosistis
gastrointestinal dan jalur vena. Komplikasi perdarahan berat juga terjadi,
terutama bila leukemia monoblastik berhubungan dengan koagulasi intravaskular
diseminata.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
LEUKEMIA PADA ANAK
A. Pengkajian
Anak yang menderita leukemia sering mengalami keluhan-keluhan yang tidak
spesifik, akibatnya anak diduga hanya mengalami sakit yang ringan sifatnya,
sehingga tidak segera dibawa ke dokter. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengkajian secara cermat. Data-data yang sering dikaji adalah data-data yang
didapatkan pada anak berkaitan dengan kegagalan sumsum tulang dan adanya
infilarasi ke organ lain, sebagai berikut :
1. Usia
Leukemia merupakankanker yang banyak diderita oleh anak yang berusia 2-5
tahun, dimana penderita yang laki-laki lebih banyak jumlahnya dibandingkan
dengan yang perempuan.
2. Kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah mengakibatkan
berbagai keluhan dan gejala, yaitu:
1) Anemia
Gejala pada anemia, anak yang menderita leukemia juga mengalami
pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak napas. Anemia terjadi karena
sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah.
2) Suhu tubuh tinggi dan dan mudah infeksi
Adanya penurunan leukosit secara otomatis akan menurunkan daya
tahan tubuh, karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan
daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal. Konsekuensi dari
semuanya itu adalah tubuh akan mudah terkena infeksi yang bersifat
lokal ataupun sistemik, dan kejadian tersebut sering berulang. Suhu
tubuh yang meingkat disebabkan karena adanya infeksi kuman secara
sistemik (sepsis).
Tanda-tanda infeksi tersebut hanya diwaspadai karena pada anak yang
menderita leukemia, tidak ditemukan tanda-tanda spesifik pada tahap
awalnya.
3) Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahn
mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit
yang sering disebut dengan petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara
spontan atau karena trauma, bergantung pada kadar trombosit dalam
darah. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi
secara spontan.
3. Adanya sel sel darah abnormal yang melakukan infiltrasi ke organ tubuh
lain dapat mengakibatkan:
1) Nyeri pada tulang persendian
Adnya infiltrasi sel-sel abnormal ke sistem musculoskeletal membuat
anak merasa nyeri pada persendian terutama apabila digerakkan.
2) Pembesaran kelenjar getah bening
Selain tulang belakang, kelenjar getah bening merupakan salah satu
tempat pembentukan limfosit, yang mempunyai salah satu fungsi
sebagai mekanisme pertahanan diri. Limfosit merupakan salah satu
bagian dari leukosit. Adanya pertumbuhan sel-sel darah abnormal pada
sumsum tulang mengakibatkan kelenjar getah bening mengalami
pembesaran karena infiltrasi sel-sel abnormal dari sumsum tulang.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat diamati atau palpasi karena
yang letaknya superficial.
3) Hepatosplenomegali
Lien atau limpa juga merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk
membentuk sel darah merah ketika bayi berada dalam kandungan.
Apabila sumsum tulang mengalami kerusakan, lien dan hepar akan
mengambil alih fungsinya sebagai pertahanan diri. Sebagai kompensasi
dari keadaan tersebut, lien dan hepar akan mengalami pembesaran.
4) Penurunan kesadaran
Adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan
berbagai gangguan,seperti kejang sampai koma.
4. Selain data-data tersebut , perlu pula dikaji data-data yang tidak spesifik
yang dialami oleh anak yang sakit, misalnya :
1) Pola makan
Biasanya mengalami penurunan nafsu amkan
2) Kelemahan dan kelelahan fisik
3) Pola hidup
Terutama dikaitkan dengan kebiasaan mengkonsumsi bahan makanan
yang tergolong karsinogenik, yaitu makanan yang berisiko
mempermudah timbulnya kanker karena mengandung bahan
pengawet/kimia, misalnya, makanan kalengan atau tinggal di
lingkungan yang banyak polutannya.
4) Apabila pasien yang diakji sedang dalam pemberian sitostatika, perlu
diperhatikan efek samping yang kemungkinan timbul, seperti rambut
rontok, stamatitis, atau kuku yang menghitam.
5. Penunjang diagnosis
Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah
1) Pemeriksaan darah, umumnya didapatkan hasil:
a. Hb dan eritrosit : menurun
b. Leukosit : normal, menurun atau meningkat
c. Trombosit : menurun (trombositopeni) dan kadang-kadang
jumlahnya sangat sedikit.
2) Pemeriksaan sumsum tulang
Bagi anak yang diduga menderita leukemia, pemeriksaan sumsum
tulang mutlak dilakukan. Hasil pemeriksaan hampir selalu penuh
dengan blastosit abnormal dan sistem hemopoitik normal yang
terdesak. (Nursalam, Rekawati Susilaningrum, Sri Utami : 2007)
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
C. Rencana Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen
NOC :
- Kontrol Nyeri
- Tingkat Nyeri
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengenali kapan nyeri terjadi
2. Melaporkan nyeri yang terkontrol
3. Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri
4. Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik
5. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan

NIC :
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
2. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri
4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat
prosedur
Pemberian Obat
1. Catat alergi yang dialami klien sebelum pemberian obat dan tahan
obat-obatan jika diperlukan
2. Monitor tanda-tanda vital dan nilai laboratorium sebelum pemberian
obat-obatan sebelum pemberian obat-obatan secara tepat
3. Berikan obat-obatan sesuai dengan cara dan teknik yang benar

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kurang asupan makanan
NOC :
- Status nutrisi
- Status nutrisi : asupan nutrisi
Kriteria hasil :
1. Rasio berat badan tidak mengalami penurunan
2. Adanya peningkatan terhadap asupan makanan
3. Berat badan ideal dengan tinggi badan
NIC :
Manajemen nutrisi
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi amkanan yang dimiliki
pasien
3. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
4. Monitor kalori dan asupan makanan
5. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
Monitor nutrisi
1. Monitor diet dan asupan kalori
2. Monitor adanya warna pucat, kemerahan, dan jaringan konjungtiva
yang kering
3. Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir ini

3) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh


NOC :
- Keparahan infeksi
- keparahan infeksi : baru lahir
Kriteria hasil :
1. Jumlah sel darah putih dalam batas normal
2. Klien bebas dari gejala dan tanda infeksi
3. Klien tidak merasa gelisah, dan menangis
4. Suhu menjadi stabil
NIC :
Kontrol infeksi
1. Bersihkan lingkungan dengan baiksetelah digunakan untuk setiap
pasien
2. Isolasi orang yang terkena penyakit menular
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Anjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan tepat
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
6. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain. Ada beberapa klasifikasi dari leukemia diantaranya
adalah leukemia limfoblastik akut, leukemia mieloid akut, leukemia limfoblastik
kronik, dan leukemia mieloid kronik. Pada umumnya leukemia yang baayak terjadi
pada anak-anak adalah leukemia limfoblastik akut. Faktor lingkungan juga ternyata
sangat berperan terhadap terjadinya leukemia ini. Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan untuk mengobati leukemia ini diantaranya adalah dengan melakukan
kemoterapi, radioterapi, transplantasi sumsum tulang dan beberapa penatalaksaan
lainya. Komplikasi dan relaps dapat terjadi pada penderita leukemia.
Daftar pustaka

Buleeheck, Gloria dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). Six


Edition. Lowa : Mosby Elseiver
Jhonson, Marion dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth edition.
Lowa : Mosby Elseiver
NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. diterjemahkan oleh Peter Anugerah. Jakarta : EGC
Rudolph, Abraham, M. dkk. 2014. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Vol 2. Edisi 20.
diterjemahkan oleh dr. Natalia Susi, dkk. Jakarta : EGC
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai