OLEH
1. AUFA ALDHEA ONAISHA : 010114A0
2. EKA SAKTI YUDA : 010114A0
3. I WAYAN YOGA PRADNYANA : 010114A0
4. LALE AULIA MARSITAH WIDARMI : 010114A055
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
1. Apa definis dari leukemia pada anak ?
2. Bagaimana saja karakteristik dari leukemia yang biasa teradi pada anak-
anak ?
3. Apa penyebab leukemia bisa terjadi pada anak-anak ?
4. Bagaimana patofisologi atau perjalan dari penyakit leukemia pada anak-
anak ?
5. Bagaimana manifetasi dari leukemia ?
6. Bagaimana bentuk pemeriksaan penunjang dan pentalaksanan yang bisa
diberikan pada anak dengan leukemia ?
7. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak ?
8. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan yang diterapkan pada anak dengan
leukemia ?
BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi Leukemia
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker
abnormal berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sum-sum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum tulang. Karena
faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal.
Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih sum-sum tulang, sehingga
menurunkan kadar sel-sel non leukemik di dalam darah yang merupakan penyebab
berbagai gejala umum leukemia (Corwin, 2008).
B. Klasifikasi
Dalam istilah yang paling luas, leukemia pada anak dapat diklasifiaksikan sebagai
akut, kronis, atau kongenital. Akut dan Kronis sebenarnya menunjukkan durasi relatif
ketahanan hidup; tetapi, dengan penemuan kemoterapi yang efektif sekarang leukemia
menunjukkan proliferasi maligna sel immatur (yaitu, blastik). Jika proliferasi itu
sebagian besar melibatkan jenis sel yang lebih matur (yaitu, berdiferensiasi), leukemia
di klasifikasikan menajadi kronis.tidak seperti leukemia pada orang dewasa, pada
anak biasanya adalah jenis akut dan limfoblastik. Leukemia limfositik, atau
limfoblastik akut (ALL) meliputi kira-kira 80% leukemia aku pada anak-anak, dan
sisanya sebagian besar adalah leukemia mieloid akut (non-limfoblastik)(AML).
leukemia kongenital atau neonatal adalah leukemia yang terdiagnosa dalam 4 minggu
pertama kehiudpan bayi.
Selanjutnya, leukemia akut dapat di klasifikasikan menurut ciri morfologisnya
berdasarkan pulasan sumsum tulang dengan zat warna Romanovsky, sifat pewarnaan
sitokimiawi, petnanda immunologis, atau ciri-ciri sitogenik. Sistem klasifikasi FAB
memberikan tiga bagian limfoblas : a) L1, b) L2, c) L3. Sebagian besar anak-anak di
klasifikasikan sebagai L1.
Dengan menggunakan panel komprehensif antibodi monoklonal pada proses
imunofenotipe mengidentifikasi sel blast leukemia yang turut mengekspresikan
antigen yang berkaitan dengan lebih dari satu garis keturunan. Temuan ini dapat
mencerminkan ekpresi gen yang menyimpang , perubahan keganasan sel progenitor
pluripoten, atau imortalisasi gambaran sel progenitor yang turut berekspresi pada
lebih dari satu garis keturunan. ALL dengan antigen terkait mieloid dapat dibedakan
dari AML dengan antigen terkait-limfoid berdasarkan pada karakteristik morfologik
dan sitokimiawi sel blas.
a. Leukemia Limfoblastik Akut / Acute Limfoblastic Leukemia
Leukemia limfoblastik akut dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast.
Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan,
puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi
limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer,
sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Ciri-ciri dari leukemia limfobalstik akut ini adalah pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik akan di temukan hasil: pucat, petekie dan ekimosis pada kulit
atau membran mukosa, perdarahan retina, pembesaran kelenjar getah bening,
hepatosplenomegali, nefromegali, dan nyeri tekan pada tulang. Beberapa
gambaran yang lebih jarang yang menyatakan infiltrasi leukemik adalah nodul
subkutan (yaitu, leukemia kutis), pembesaran kelenjar saliva (yaitu, sindrom
Mikuilicz), pembesaaran testis tidak nyeri, kelumpuhan saraf kranial dengan
papilaledema, dan pebengkakan sendi yang nyeri.
Studi imunologis pada sel blas leukemik dapat berguna dalam menegakkan
diagnosis dan memilih rencana pengobatan yang efektif. Penderita leukemia sel T
kebanyakan anak laki-laki yang lebih tua dengan massa mediastinal,
hepatosplenomegali dan limfadenopati yang jelas, dan seringkali mengenai
jaringan estra medula. Anak-anak dengan ALL pra-B memiliki beban sel
leukemik gambaran sitogenik yang tidak menguntungkan daripada anak-anak
dengan ALL pra-B. Kasus-kasus sel pra-B transisional memiliki jumlah leukosit
yang lebih rendah dan memilikifrekuensi gambaran sitogenik.
C. Etiologi
Walaupun penyebab dasar leukemia tidak diketahui, pengaruh genetika maupun
faktor-faktor lingkungan juga memainkan peran sebagai penyebab terjadinya
leukemia. Leukemia familial jarang di temukan, tetapi terdapat insiden leukemia lebih
tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insidens yang
meningkat sampai 20% pada kembar monozigot identik). individu dengan kelainan
kromosom, seperti sindrom down, kelihatannya mempunyai insiden leukemia akut
dua puluh kali lipat.
Faktor-faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai
manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudia. Zat kimia (misalnya,
benzen, arsen, kloramfenikol, dan agen sntineoplasstik) dikaitkan dengan frekuensi
yang meningkat, khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada
penderita yang diobati dengan kemoterapu. Setiap keadaan sumsum tulang hipopastik
merupakan predisposisi terhadap leukemia. Agen-agen virus sudah lama diidentifikasi
sebagai penyebab leukemia pada hewan.
1. Faktor Eksogen
a. Radiasi, khususnya yang mengenai sumsum tulang, kemungkinan leukemia
meningkat pada penderita yang diobati dengan radiasi atau kemoterapi
b. Zat kima, seperti benzene, orsen, kloramvenikol, venilbutazon dan agen
antineoplastik. Terpapar zat kimi dapat menyebabkan displasia sumsum
tulang belakang, anemia aplastik dan perubahan kromosom yang akhirnya
dapat menyebabkan leukemia.
c. Infeksi virus, pada awal tahun 1980 diisolasi virus HTLV-1 (Human T
Leukemia Virus) dari leukemia sel T manusia pada limfosit seorang penderita
limfoma kulit dan sejak itu diisolasi daari sample serum penderita leukemia
sel T.
2. Faktor Endogen
a. Bersifat herediter, insiden meningkat pada beberapa penyakit herediter
seperti sindrom down mempunyai insiden leukemia akut 20x lipat dan
riwayat leukemia dalam keluarga. Insiden leukemia lebih tinggi dari sel
darah kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat
sampai 20% pada kembar monozigot.
b. Kelainan genetik, mutasi genetik dari gen yang mengatur sel darah yang
tidak diturunkan.
D. Patofisiologi
Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan,
mampu memperbaharui diri secara tidak terhingga, menimbulkan prekursor
hemtopoletik berdiferensiasi bruruk maligna yang membelah diri pada kecepatan
yang sama atau lebih lambat daripada pasangannya yang normal. Pada studi glukosa
6-fosfat dehidrogenase (G6PD), perkembangan uniselular dari neoplasma telah
diperlihatkan dengan menemukan satu jenis G6PD dalam sel ganas dari pasien
heterozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan normal mereka.
Penentuan pola metilasi dari polimorfisme panjang-fragmen-restriksi yang terkait-X
pada perempuan heterozigot merupakan metode metode sensitif lain dalam pada
prinsip analisis yang sama. Akumulasi sel blas menghambat produksi normal
granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehngga mengakibatkan infeksi, anemia, dan
perdarahan. Sel leukemia dapat meninflitrasi setiap organ dan menyebabkan
pembesaran dan gangguan fungsi organ tersbut.
Genetika molekular:
Genetika molekular mengenal beberapa mekanisme genetik pada leukemogenesis,
seperti:
1. Disregulasi proto-onkogen seluler oleh jukstaposisinya terhadap elemen
pengatur pada gen jaringan (misal, disregulasi c-myc oleh gen Ig pada ALL
sel-B dengan t[8;14], t[8;22], atau t[2:8]
2. Fusi gen pada taut translokasi yang membangkitkan protein chimeric dengan
mengubah isi (misal, fusi protein E2A-PBXI pada kromosom Philadelphia-
leukemia positif)
3. Aktivasi gen yang mencegah kematian sel yang terprogram (apoptosis;
ekspresi BCL-2); dan
4. Hilangnya fungsi gen supresor pad tumor (misal, retinoblastoma dan gen
p53)
Data genetika molukelar telah tergabung di dalam perencaan pengobatan, dan
menjadi jelas bahwa beberapa kasus leukemia memiliki karakterstik lesi
molekular yang tidak dapat ditunjukkan dengan melakukan kariotipe karena
analisis sitogenesis kelainan submikroskopik tidak bermanfaat. Juga, penelitian
baru-baru ini telah menunjukkan bahwa beberapa kelainan yang identik secara
sitogenik dapat berbeda pada tingkat mulekulat. Akhirnya, reaksi rantai
polimerase digunakan selama remisi klinis untuk memperkuat rangkain DNA
yang unik untuk klon keganasan guna mendeteksi sis leukemia yang minimal.
Sebagai harapan, pendekatan ini dapat diidentifikasi pasien yang jika dilakukan
penghentian pengobatan secara dini dapat aman, serta mereka yanh memerlukan
modifikasi pengobatan untuk mencegah berkembangnya leukemia yang resisten
obat.
E. Manifestasi Klinis
a. Leukemia mieloid akut
(Price, Sylvia A. : 1995) manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya
atau tidak adanya sel hematopoetik normal. Ada bukti bahwa leukemia akut
merupakan neoplasma uniklonal yang berasal dari transformasi atau beberapa sel
hematopetik. Sifat sebenarnya dari lesi molekular yang bertanggung jawaba atas
sifat-sifat neoplastik dari sel yang berubah bentuknya tidak jelas, tetapi defek
kritis adalah intrinsik dan dapat diturunkan oleh keturunan sel tersebut.
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita LMA adalah pucat,
demam nyeri tulang, dan perdarah kulit serta mukosa. Lamanya gejala prodmoral
memiliki kisaran yang panjang, tetapi medianya 6 minggu. Pasien yang biasanya
memiliki gejala yang berlangsung singkat biasanya menderita demam,
perdarahan, infeksi, atau gejala gastrointestinal, sedangkan pasien dengan gejala
prodromalyang lebih lama sering kali memperlihatkan kelemahan dan mengalami
infeksi yang berulang. (Maria, Joshep, Jr : 2014)
NIC :
Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
2. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri
4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat
prosedur
Pemberian Obat
1. Catat alergi yang dialami klien sebelum pemberian obat dan tahan
obat-obatan jika diperlukan
2. Monitor tanda-tanda vital dan nilai laboratorium sebelum pemberian
obat-obatan sebelum pemberian obat-obatan secara tepat
3. Berikan obat-obatan sesuai dengan cara dan teknik yang benar
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain. Ada beberapa klasifikasi dari leukemia diantaranya
adalah leukemia limfoblastik akut, leukemia mieloid akut, leukemia limfoblastik
kronik, dan leukemia mieloid kronik. Pada umumnya leukemia yang baayak terjadi
pada anak-anak adalah leukemia limfoblastik akut. Faktor lingkungan juga ternyata
sangat berperan terhadap terjadinya leukemia ini. Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan untuk mengobati leukemia ini diantaranya adalah dengan melakukan
kemoterapi, radioterapi, transplantasi sumsum tulang dan beberapa penatalaksaan
lainya. Komplikasi dan relaps dapat terjadi pada penderita leukemia.
Daftar pustaka