Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Bioproses Komoditas Tropis

Vol. 2 No. 1, Juli 2014

Analisa Karakteristik Fisik dan Sensorik Permen Cokelat dari Komposisi


Bubuk Bungkil Kacang Tanah dan Variasi Konsentrasi Tepung Porang
(Amorphophallus oncophyllus)

Analysis of Physical and Sensory Characteristic of Chocolate Candy from the


Defated Peanut Powder Composition and Porang Flour (Amorphophallus
oncophyllus)
Deliana*, Bambang Susilo, Rini Yulianingsih
Jurusan Keteknikan Pertanian Minat Teknik Bioproses Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email: anthoniodeliana@yahoo.co.id

ABSTRAK

Permasalahan yang terjadi pada produk permen cokelat adalah terjadinya penurunan kualitas fisik seperti
fat bloom, produk tidak tahan terhadap panas pada suhu lingkungan yang relatif tinggi (resistansi cokelat)
dan pemisahan minyak. Pembuatan permen cokelat dengan penambahan bubuk bungkil kacang tanah dan
tepung porang diharapkan dapat meningkatkan kekerasan dan stabilitas produk serta merupakan bentuk
diversifikasi produk pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi komposisi
bubuk bungkil kacang tanah dan konsentrasi tepung porang terhadap karakteristik fisik dan sensorik
permen cokelat serta mengetahui mekanisme keseimbangan massa yang terjadi selama pembuatan
permen cokelat. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
disusun secara faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu komposisi bubuk bungkil kacang tanah
15, 14 dan 13%. Faktor kedua yaitu konsentrasi tepung porang 0.1%, 0.2% dan 0.3%. Hasil analisa
menunjukkan bahwa nilai perlakuan terbaik terdapat pada kombinasi komposisi bubuk bungkil kacang
tanah 14% dan konsentrasi tepung porang 0.5%. pada perlakuan ini dengan nilai tekstur (kekerasan) 6.33
kg/cm2, kadar air 9.142%, stabilitas 90 menit/5 gr, penilaian organoleptik rasa 5.3 (agak menyukai),
aroma 5.1 (agak menyukai), warna 5.1 (agak menyukai), tekstur 5.1 (agak menyukai) dan persentase fat
blooming 5.54%.

Kata kunci: Bubuk bungkil kacang tanah, fat blooming, permen cokelat, tepung porang

ABSTRACT

The problem that occurs in chocolate candy is the decreases of physical quality such as fat blooming, the
product not resistant to high environmental temperature (chocolate resistant) and oil separation. The
addition of defated peanut powder and porang flour in chocolate candy is expected to increase the
solidity, stability, and diversifying of food product. The purposes of this research are to determine the
effect of composition of defated peanut powder and porang flour on physical properties and sensory
evaluation of chocolate, and to determine the mass balance of the chocolate candy process. The research
method was randomized complete design arranged in a factorial with two factor. The factors are
composition of defated peanut powder 15, 14 and 13%, and concentration of porang flour 0.1, 0.3 and
0.5%. Results of analysis shows that the best treatment the texture (hardness) value of 6.33 kg/cm 2, water
content 9.142%, stability of product 90 minute/5gr, organoleptic taste assessment taste 5.3 (somewhat
like), the smell 5.1 (somewhat like), the colour 5.1 (somewhat like),the texture 5.1 (somewhat like) and fat
blooming persentation 5.54%

Key words: Chocolate, Defated Peanut Powder, Fat Blooming, Porang Flour

PENDAHULUAN
Produk hasil olahan kakao memiliki sifat yang spesial dari pangan lainnya, bukanlah karena rasa
dan nutrisinya yang baik, tetapi lebih karena sifatnya yang tidak dimiliki oleh pangan lain yaitu bersifat

62
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 2 No. 1, Juli 2014

padat di suhu ruang, rapuh saat dipatahkan dan meleleh sempurna pada suhu tubuh. Penggunaan bahan
tambahan yang lain dapat meningkatkan penerimaan suatu produk pangan (Regawati, 2002). Menurut
Williams et al (1997) suatu campuran bisa saja diperoleh tanpa memperhatikan sifat lemak, akan tetapi di
samping merubah karakter lemak, keadaan tersebut dapat memicu terjadinya pergerakan lemak (fat
migration) di dalam sistem multi komponen, dan pada cokelat juga merubah kristalisasi serta memacu
terjadinya gejala blooming maupun produk cokelat yang lembek. Permasalahan yang terjadi pada produk
permen cokelat yaitu mengalami penurunan kualitas fisik seperti fat bloom, produk tidak tahan terhadap
panas pada suhu lingkungan yang relatif tinggi (resistent chocolate) dan pemisahan minyak. Perlu adanya
usaha untuk mencapai kualitas permen cokelat yang baik.
Bubuk bungkil kacang tanah merupakan produk hasil ikutan penggilingan biji kacang tanah
setelah diekstraksi minyaknya secara mekanis, memiliki sumber lesitin dan merupakan sumber protein
yang berkualitas baik. Sedangkan, tepung porang merupakan hasil olahan dari umbi porang
(Amorphophallus oncophyllus) yang memiliki fungsi pengemulsi, pembentuk gel, penstabil dan
pengental. Manfaat porang karena mengandung glukomanan sangat banyak terutama dalam industri obat
dan suplemen makanan (Kalsum, 2012). Penggunaan bubuk bungkil kacang tanah dan tepung porang
dalam tingkat yang tepat diharapkan menghasilkan kualitas fisik dan organoleptik yang baik serta dapat
meningkatkan nilai ekonomis permen cokelat. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini akan
dilakukan diversifikasi produk pangan hasil olahan umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) yaitu
tepung porang dan bubuk bungkil kacang tanah dengan konsentrasi yang tepat pada penambahan
pembuatan produk agar menghasilkan permen cokelat berkualitas baik ditinjau dari kualitas fisik dan
organoleptik permen cokelat.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan selama proses pembuatan permen cokelat adalah timbangan digital,
alat pengempa hidrolik, wadah alumunium, sendok, kompor, cetakan, grinder, termometer, mixer merk
Philips, lemari pendingin, stopwatch, ayakan 60 mesh. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa
adalah timbangan digital, cawan petri, penetrometer, stopwatch dan oven. Bahan-bahan yang digunakan
pada proses pembuatan permen cokelat antara lain lemak kakao yang diperoleh dari kakao jenis bulk di
Kebun Ngrangkah Pawon Kediri, tepung porang diperoleh dari Perhutani di Pare Kediri, kacang tanah,
gula halus merk leghorn, bubuk kakao merk van houtten dan vanili merk master diperoleh dari
koperasi unit Brawijaya.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara
faktorial dengan dua faktor yaitu proporsi komposisi bubuk bungkil kacang tanah dan variasi konsentrasi
tepung porang, selanjutnya dianalisis menggunakan ANOVA yang disertai dengan standar deviasi dan
diuji lanjut dengan menggunakan uji BNT.
Formulasi bubuk bungkil kacang tanah serta variasi konsentrasi tepung porang yang digunakan
pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan Komposisi Bubuk Bungkil Kacang Tanah (gr/ 100 gr) dan Variasi
Konsentrasi Tepung Porang (gr/ 100 gr)
Komposisi Bubuk Bungkil Variasi Konsentrasi Tepung Porang (B)
Kacang Tanah (A) B1 (0.1 gr/ 100 gr) B2 (0.3 gr/ 100 gr) B3 (0.5 gr/ 100 gr)
A1 15 (gr/ 100 gr) A1B1 A1B2 A1B3
A2 14 (gr/ 100 gr) A2B1 A2B2 A2B3
A3 13 (gr/ 100 gr) A3B1 A3B2 A3B3

Proses pembuatan bubuk bungkil kacang tanah


Tahap pembuatan bubuk bungkil kacang tanah antara lain sortasi kacang tanah, pengovenan
pertama kacang tanah, pengepresan kacang tanah, pengeringan, penghalusan, pengayakan menggunakan
ayakan 60 mesh dan penyangraian.

Proses pembuatan permen cokelat mengikuti prosedur (Bajeng, 2012) sebagai berikut :
1. Formulasi permen cokelat dengan penambahan bubuk bungkil kacang tanah dan tepung porang

63
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 2 No. 1, Juli 2014

2. Lemak kakao dikukus suhu 500C menghasilkan lemak kakao cair


3. Pencampuran adonan pertama yaitu bubuk bungkil kacang tanah, gula halus, bubuk kakao ke
dalam lemak kakao cair menggunakan mixer dengan kecepatan sedang selama 10 menit
4. Pembuatan gel porang dari konsentrasi 0.1, 0.3 dan 0.5% dicampur dengan air 35% (b/b)
5. Pencampuran adonan pertama dengan gel porang menggunakan mixer dengan kecepatan sedang
selama 10 menit
6. Tempering adonan permen cokelat dilakukan pada suhu 270C selama 10 menit, lalu suhunya
dinaikkan menjadi 500C selama 20 menit, diturunkan kembali suhunya menjadi 300C selama 10
menit, dan dinaikkan lagi pada suhu 350C selama 10 menit
7. Pencetakan adonan permen cokelat
8. Pendinginan permen cokelat selama 24 jam pada suhu 15,5 210C
9. Pengemasan menggunakan alumunium foil

Parameter Pengamatan
Parameter yang diukur meliputi kekerasan menggunakan metode menurut Yuwono (2001), kadar
air menurut (AOAC, 1984 dalam Purwanto (2012). dan stabilitas menurut Bajeng (2012). Uji
organoleptik (rasa, aroma, warna dan tekstur) menggunakan metode Hedonic Scale (tingkat kesukaan)
menurut Soekarto (2002) dengan melibatkan panelis tidak terlatih sebanyak 20 orang. Perlakuan terbaik
menggunakan metode De Garmmo et al., 1984 dalam Purwanto (2012). Keseimbangan massa
menggunakan metode menurut (Toledo, 1994), uji fat blooming menggunakan metode menurut Bajeng
(2012) dan pengambangan dwiaras (bi-level thresholding) menggunakan metode (Kadir dan Susanto,
2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik
1. Tekstur (Kekerasan)
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan komposisi bubuk bungkil kacang tanah
dan konsentrasi tepung porang serta interaksi diantara keduanya (AxB) memberikan pengaruh sangat
nyata (P > 0.01) terhadap tekstur (kekerasan) permen cokelat.

Gambar 1. Rerata Tekstur atau Kekerasan (Kg/cm2) Permen Cokelat Akibat Perlakuan Komposisi
Bubuk Bungkil Kacang Tanah dan Konsentrasi Tepung Porang

Berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi komposisi bubuk bungkil kacang tanah dan
konsentrasi tepung porang maka akan semakin tinggi nilai tekstur atau kekerasan dari permen cokelat.
Menurut Akashi et al., (1999) menyebutkan bahwa kadar protein yang semakin tinggi akan
meningkatkan tekstur. Hal ini diperkuat oleh McWilliams (2001) bahwa denaturasi protein dari
bubuk bungkil kacang tanah yang merupakan pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein
menjadi emulsifier juga berperan dalam memadatkan tekstur produk.
Menurut Arifin (2001), Tepung porang mengandung glukomanan yang tinggi yaitu sebesar 60%.
Hal ini diperkuat oleh Ohtsuki (1966) bahwa glukomanan merupakan bahan pengemulsi (emulgator)
pada industri makanan, kertas dan kosmetika, karena bahan ini di dalam cairan akan membentuk gel
yang mempunyai viskositas cukup tinggi. Pada proses tempering permen cokelat, glukomanan akan
membentuk gel. Senyawa glukomanan berperan sebagai gelling agent yang berpengaruh pada keras
atau lunaknya tekstur permen cokelat (Johnson, 2007).

64
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 2 No. 1, Juli 2014

Permen cokelat pembanding (cokelat hitam compound merk Tulip) menghasilkan rerata
tekstur (kekerasan) 3,837 (kg/cm2). Hal ini menunjukkan bahwa tekstur (kekerasan) penelitian ini
cenderung lebih tinggi dibandingkan cokelat pembanding. Perbedaan dengan penelitian ini diduga
karena komposisi bahan yang digunakan berbeda serta cara pengolahan permen cokelat yang
menyebabkan hasil yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.

2. Kadar Air
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan komposisi bubuk bungkil kacang tanah
memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dan konsentrasi tepung porang memberikan pengaruh yang
nyata ( P > 0.05 ) sedangkan interaksi antara kedua perlakuan (AxB) tidak berbeda nyata terhadap
kadar air permen cokelat.

Gambar 2. Rerata Kadar Air (%) Permen Cokelat Akibat Perlakuan Komposisi Bubuk Bungkil
Kacang Tanah dan Variasi Konsentrasi Tepung Porang

Berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi konsentrasi tepung porang yang ditambahkan maka
kadar air dari permen cokelat semakin meningkat. Menurut Wu and Fang (2003), menyebutkan bahwa
tepung porang memiliki kandungan glukomanan tinggi sebesar 54,39% yang mempunyai kemampuan
menyerap air tinggi. Selain itu porang juga mempunyai kemampuan mengembang di dalam air
mencapai 138 200%. Glukomanan merupakan polisakarida hidrokoloid yang terdiri dari residu D-
Glukosa dan D-Mannosa yang diikat bersama-sama dalam ikatan -1,4 glikosida dan - 1,6 glikosida,
senyawa inilah yang mempunyai kemampuan mengikat air (Chan and Albert, 2005).
Pada penelitian ini, rerata kadar air permen cokelat yang dihasilkan berkisar antara 7,973 sampai
10,297%. Buckle et al., (1987), menyatakan bahwa permen akan dapat memiliki daya tahan yang baik
apabila pada saat pembuatannya terkandung kadar air yang minimum. Kadar air yang ditetapkan SNI
01-3547-1994 dalam Riyansari (2009) adalah maksimal 20% dengan demikian produk permen cokelat
yang dihasilkan masih memenuhi standar.

3. Uji Stabilitas Permen Cokelat


Uji stabilitas produk dilakukan untuk melihat sifat meleleh permen cokelat pada suhu 37C.
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan komposisi bubuk bungkil kacang tanah dan
konsentrasi tepung porang serta interaksi diantara keduanya (AxB) memberikan pengaruh sangat
nyata (P > 0.01) terhadap stabilitas permen cokelat.

Gambar 3. Rerata Kadar Air (%) Permen Cokelat Akibat Perlakuan Komposisi Bubuk Bungkil
Kacang Tanah dan Variasi Konsentrasi Tepung Porang

65
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 2 No. 1, Juli 2014

Berdasarkan hasil penelitian semakin tinggi komposisi bubuk bungkil kacang tanah dan
konsentrasi tepung porang maka stabilitas permen cokelat semakin meningkat. Hal ini diduga karena
bubuk bungkil kacang tanah sebagai pemberi protein nabati (pengganti protein susu) berfungsi
sebagai bahan pengikat sehingga stabilitas dari permen cokelat meningkat. Menurut Santosa (1992)
diketahui bahwa kadar protein bungkil justru mengalami peningkatan menjadi 32,2% (bb), dimana
sebelum dipress kadar protein dalam kacang tanah adalah 22,2% (bb).
Penambahan tepung porang memberikan pengaruh sangat nyata terhadap stabilitas dari
permen cokelat yakni menstabilkan tingkat kelelehan sehingga waktu leleh permen cokelat menjadi
lama. Hal ini diduga karena kandungan glukomanan dalam tepung porang dapat mengikat air dan
mencegah pemisahan gel lemak dengan protein sehingga menciptakan stabilitas permen cokelat
meningkat. Glukomanan merupakan serat pangan larut air yang bersifat hidrokoloid kuat dan rendah
kalori yang banyak digunakan dalam industri pangan baik sebagai pangan fungsional maupun bahan
tambahan pangan dan non pangan (Widjanarko, 2010).
Permen cokelat pembanding (cokelat hitam compound merek Tulip) menghasilkan rerata
stabilitas 65,33 (menit/5 gr). Perbandingan dengan penelitian tersebut waktu meleleh pada penelitian
ini cenderung lebih lama yaitu menghasilkan rerata 31,67 117,33 (menit/5 gr). Hal ini diduga
karena penambahan tepung porang pada penelitian ini mampu mengikat bahan bahan yang
digunakan dalam adonan permen cokelat sehingga adonan menjadi semakin kental, daya ikat air
semakin kuat dalam produk sehingga tidak cepat meleleh.

B. Uji Organoleptik
1. Tingkat Kesukaan Rasa
Perlakuan bubuk bungkil kacang tanah dan konsentrasi tepung porang memberikan pengaruh
terhadap rata rata tingkat kesukaan rasa permen cokelat yang berkisar antara 3.8 (agak tidak
menyukai) hingga 5.55 (agak menyukai). Nilai rata rata penerimaan panelis terhadap rasa permen
cokelat akibat perlakuan komposisi bubuk bungkil kacang tanah dan variasi konsentrasi tepung porang
disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Akibat Perlakuan Komposisi Bubuk Bungkil
Kacang Tanah dan Variasi Konsentrasi Tepung Porang

Pembuatan permen cokelat menggunakan campuran bahan cokelat yang sama sehingga
perbedaan rasa tersebut diduga bukan disebabkan oleh lemak kakao dan pengemulsi tepung porang
yang digunakan, tetapi oleh jumlah bahan pengisi yaitu bubuk bungkil kacang tanah yang berbeda
pada tiap perlakuan. Penambahan bubuk bungkil kacang tanah akan dapat menetralisir rasa dan
adanya lesitin mampu untuk mendispersi bahan, sesuai dengan pendapat Maltz (1992), bahwa lesitin
berfungsi untuk menstabilkan emulsi dan menurunkan viskositas juga memudahkan penyebaran
partikel-partikel bahan sehingga homogen. Menurut Yang dkk., (2009), tepung porang dapat dijadikan
pengemulsi yang baik karena tidak mengubah aroma serta rasa asli produk apabila ditambahkan dalam
komposisi yang tepat. Rasa yang ditetapkan SNI 01-3547-1994 dalam Riyansari (2009) adalah
minimal netral dengan demikian produk permen cokelat yang dihasilkan masih memenuhi standar,
kecuali pada A2B1 yang menghasilkan penilaian panelis agak tidak menyukai.

2. Tingkat Kesukaan Aroma


Rata- rata nilai kesukaan panelis terhadap aroma permen cokelat berkisar antara 4.15 (netral)
hingga 5.4 (agak menyukai). Nilai rata rata penerimaan panelis terhadap aroma permen cokelat

66
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 2 No. 1, Juli 2014

akibat perlakuan komposisi bubuk bungkil kacang tanah dan variasi konsentrasi tepung porang
disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Akibat Perlakuan Komposisi Bubuk Bungkil
Kacang Tanah dan Variasi Konsentrasi Tepung Porang

Farmer (1994) menyatakan bahwa komposisi lemak yang tepat pada bahan pangan akan
mempengaruhi keseimbangan dari beberapa reaksi pembentukan flavour selama pemasakan dan
selanjutnya akan mempengaruhi flavour dan aroma secara keseluruhan dari makanan. Menurut Yang
et al., (2009), kandungan glukomanan dalam tepung porang dapat dijadikan pengemulsi yang baik
karena tidak mengubah aroma serta rasa asli produk apabila ditambahkan dalam komposisi yang tepat.
Data tersebut menunjukan bahwa aroma dari beberapa perlakuan permen cokelat telah sesuai dengan
SNI 01-3547-1994 dalam Riyansari (2009) yang persyaratannya normal/dapat diterima.

3. Tingkat Kesukaan Warna


Dalam pemasaran cokelat, sebelum faktor faktor lain dipertimbangkan secara visual, warna
menjadi penentu daya tarik atau bahkan penolakan. Rerata nilai kesukaan warna permen cokelat
berkisar antara 4,45 (netral) sampai 6,1 (menyukai). Nilai rata rata penerimaan panelis terhadap
warna permen cokelat akibat perlakuan komposisi bubuk bungkil kacang tanah dan variasi konsentrasi
tepung porang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Warna Akibat Perlakuan Komposisi Bubuk Bungkil
Kacang Tanah dan Variasi Konsentrasi Tepung Porang
Warna yang terbentuk pada permen cokelat ini disebabkan warna dari bubuk bungkil kacang
tanah dan tepung porang yang digunakan. Bubuk bungkil kacang tanah mengalami proses
penyangraian akan menampilkan warna cokelat kekuningan sehingga menghasilkan penampakan
permen cokelat yang cenderung pucat. Warna khas dari bubuk bungkil kacang tanah sangrai utamanya
disebabkan oleh reaksi antara asam amino dan gula pereduksi, yang selanjutnya menghasilkan
melanin coklat (Salunkhe et al., 1992). Sedangkan tepung porang yang digunakan berwarna putih
kecokelatan sehingga menurunkan nilai warna permen cokelat. Menurut Dave and McCarthy (1997),
penggunaan tepung porang sebagai bahan tambahan dalam industri makanan perlu diperhatikan
konsentrasinya karena penambahan yang berlebihan menyebabkan warna produk berubah. Data
tersebut menunjukan bahwa warna dari beberapa perlakuan permen cokelat telah sesuai dengan SNI
01-3547-1994 dalam Riyansari (2009) yang persyaratannya normal/dapat diterima.

67
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 2 No. 1, Juli 2014

4 Tingkat Kesukaan Tekstur (Kelembutan)


Rerata nilai kesukaan tekstur permen cokelat berkisar antara 4,4 (netral) sampai 5,25 (agak
menyukai). Nilai rata rata penerimaan panelis terhadap tekstur permen cokelat akibat perlakuan
komposisi bubuk bungkil kacang tanah dan variasi konsentrasi tepung porang disajikan pada
Gambar 7.

Gambar 7. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur (Kelembutan) Akibat Perlakuan Komposisi
Bubuk Bungkil Kacang Tanah dan Variasi Konsentrasi Tepung Porang

Menurut Susanto (1994), bahwa cokelat memiliki dua sifat utama yang perlu diperhatikan yaitu
flavour dan tekstur. Cokelat memiliki cita rasa yang khas, tekstur berbentuk padat pada suhu kamar, cepat
meleleh di mulut, menjadi cair dan terasa lembut di lidah.

C. Analisa Perlakuan Terbaik


Pemilihan perlakuan terbaik pada penelitian kali ini menggunakan metode indeks efektifitas (De
Garmo et al., 1984) dalam Purwanto (2012). Hasil parameter perlakuan terbaik dan terburuk dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Parameter Perlakuan Terbaik dan Terburuk


Perlakuan Terbaik Perlakuan Terburuk
Parameter Kontrol
(A2B3) (A3B2)
Sifat Fisik
Kekerasan (kg cm2) 6.33 2.89 5.8
Kadar air (%) 9.14 8.14 1.715
Stabilitas (menit/5gr) 90 44 34
Organoleptik
Rasa 5.30 4.25 5.95
Aroma 5.1 4.65 5.85
Warna 5.1 4.80 6.30
Tekstur 5.1 4.65 6.10

D. Keseimbangan Massa dan Analisa Proses


1. Keseimbangan Massa Bubuk Bungkil Kacang Tanah
Pada diagram keseimbangan massa proses pembuatan bubuk bungkil kacang tanah menunjukkan
selama pembuatan banyak dipengaruhi oleh kehilangan massa berupa kotoran, minyak dan air selama
tahap pengolahan mulai dari sortasi, pengepresan sampai pengovenan dapat dilihat pada Gambar 8

68
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 2 No. 1, Juli 2014

Gambar 8. Diagram Keseimbangan Massa Proses Pembuatan Bubuk Bungkil Kacang Tanah

2. Keseimbangan Massa Permen Cokelat


Pada proses pembuatan permen cokelat dengan penambahan bubuk bungkil kacang tanah dan
tepung porang keseimbangan massa lebih kepada susut massa yang terjadi pada adonan. Contoh
diagram keseimbangan massa perlakuan terbaik (A2B3) dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram Keseimbangan Massa Proses Pembuatan Permen Cokelat (Perlakuan Terbaik)

E. Uji Fat Blooming


Blooming pada permen cokelat tidak dikehendaki karena akan memberikan kenampakan yang
kurang baik (Minifie dalam Bajeng, 1999). Uji fat blooming dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidak bintik bintik putih pada permen cokelat. Pengujian ini dilakukan dengan menyimpan permen
cokelat selama 21 hari pada suhu ruang kemudian diamati setiap hari melihat ada tidaknya fat
blooming pada permukaan sampel. Analisis yang digunakan melakukan thresholding terhadap citra
permen cokelat yang dihasilkan. Persentase fat blooming permen cokelat disajikan pada Gambar 10
dan hasil pengolahan citra biner permen cokelat disajikan pada Gambar 11.

69
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 2 No. 1, Juli 2014

Gambar 10. Persentase Fat blooming Akibat Perlakuan Komposisi Bubuk Bungkil Kacang Tanah
dan Variasi Konsentrasi Tepung Porang Hari ke-21 Penyimpanan.

Citra Biner (Hari ke-21 Penyimpanan)


Perlakuan Terbaik (A2B3) Perlakuan Terburuk (A3B2)
A2B3 A3B2

Jumlah Piksel rusak : 1759 Jumlah Piksel rusak : 11483


Jumlah Piksel baik : 31730 Jumlah Piksel baik : 22006
Gambar 11. Hasil Pengolahan Citra Biner pada Permen Cokelat

Hasil pengamatan fat blooming selama penyimpanan 21 hari, fat blooming mulai terjadi pada
hari ke-15 penyimpanan di beberapa sampel permen cokelat. Gambar 11 merupakan pengolahan citra
biner pada permen cokelat yang dihasilkan menggunakan thresholding dengan bantuan software
Visual basic 6.0, hal ini dimaksudkan untuk memperjelas fat blooming yang terjadi pada permukaan
sampel cokelat. Fat blooming pada permen cokelat ditandai dengan warna merah sehingga semakin
besar nilai piksel warna merah menandakan persentase fat blooming yang tertinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian Analisa Karakteristik Fisik dan Sensorik Permen Cokelat dari
Komposisi Bubuk Bungkil Kacang Tanah dan Konsentrasi Tepung Porang (Amorphophallus
oncophyllus) , dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik diperoleh pada produk permen cokelat
perlakuan komposisi bubuk bungkil kacang tanah dengan konsentrasi 14 g/100g dan konsentrasi
tepung porang 0,5 g/100g dengan nilai masing-masing parameter tekstur (kekerasan) 6,333 kg/cm2,
kadar air 9,142%, stabilitas 90 menit/5 gr, penilaian organoleptik rasa 5,3 (agak menyukai), tekstur 5,1
(agak menyukai), aroma 5,1 (agak menyukai) dan warna 5,1 (agak menyukai) dan persentase fat
blooming 5,54%. Keseimbangan massa hasil perlakuan terbaik permen cokelat yang terjadi selama
proses pembuatan menghasilkan nilai rendemen 86,97% dengan input bahan sebesar 136 gram dan
output 118,29 gram.

DAFTAR PUSTAKA

Akashi,H.M Takahashi and S.Endo. 1999. Evaluation of Starch Properties of Wheat used for
Chinesse Yelloealkaline Noodes in Japan. Cereal Chemistry. 76(1), 50-55
Arifin MA. 2001. Pengeringan Umbi Iles-Iles secara Mekanik untuk Meningkatkan Mutu Keripik
Iles. Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bajeng NR KR. 2012. Studi Pengaruh Penambahan Semi Refined Carrageenan (Eucheuma cottonii)
dan Bubuk Bungkil Kacang Tanah Terhadap Mutu Permen Cokelat (Chocolate). Skripsi.
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar.
Buckle, K A., R.A. Edward, G.H. Fleet and M. Wootton. 1987. Food Science. International Development
Program of Australia University and welegas. Australia

70
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis
Vol. 2 No. 1, Juli 2014

Chan, and Albert. 2005. Konjac Glucomannna Extraction Aplication in Foods and Their
Therapentic Effect. Seminar 9th ASEAN Food Conference. Jakarta
Dave, V and S.P. McCarthy. 1997. Review of Konjac Glucomannan. Journal of Environmental Polymer
Degradation 5 (4): 237-243
Farmer LJ. 1994. Poultry Meat Flavour. Didalam Ricardson RI and Mead.GC, editor, Poult Meat. Sci.
New York
Johnson, A. 2007. Konjac-An Introduction. http://www.konjac.info. Diakses tanggal 5 Mei 2014
Kadir A dan Susanto A. 2013. Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra. Andhi. Yogyakarta
Kalsum, U. 2012. Kualitas Organoleptik dan Kecepatan Meleleh Es Krim dengan Penambahan
Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus) Sebagai Bahan Penstabil. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makassar
Maltz, S.A. 1992. Bakery Technology and Eengineering. Third Edition. Pan-Tech International, Inc.
McAllen. Texas
McWilliams, Margaret. 2001. Food Experimental Perspective : 4th edition. Pretice Hall. New York
Ohtsuki T. 1966. Studies on Reverse carbohydrate of Flour Amorphophallus Species, with Special
Reference to Mannan. Botanical Magazine Tokyo 81 : 119 126
Purwanto, R O. 2012. Pengaruh Komposisi Sirup Glukosa dan Variasi Suhu Pengeringan Terhadap
Sifat Fisiko-Kimia dan Inderawi Dodol Rumput Laut (Eucheuma spinosium). Skripsi.
Jurusan Keteknikan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Regawati Y. 2002. Praktis dan Cantik Membuat Kreasi Cokelat. Jakarta: Puspa Swara
Riyansari, S. 2009. Pembuatan Permen Chewy Bungkil Kacang Tanah (Kajian Proporsi Sirup
Glukosa : Sorbito dan Konsentrasi Gelatin). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya
Salunkhe, D.K., J.K. Chawan, R.N Adsule and S.S Kadam. 1992. World Oilseeds: Chemistry,
Technology and Utilization. The Avi Publishing Co. Inc. New York
Santosa, B.A.S. 1992. Pengolahan Kacang Tanah Berlemak Rendah. Jurnal Litbang Pertanian, XI (3).
Bogor
Soekarto. 2002. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Susanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao. Kanisius, Yogyakarta
Toledo, R.T. 1994. Fundamental of Food Process Engineering Second Edition. Chapman dan Hall.
New York
Widjanarko. 2010. Kajian Metode dan Ultrasonik dalam Purifikasi Glukomanan dari Umbi Porang
(Amorphophallus oncophyllus) dalam Upaya Menghasilkan Produk Bahan Tambahan
Pangan dan Pangan Fungsional Baru. Diakses tanggal 3 Januari 2014. http:lppm.ub.ac.id/wrp-
con/uploads/2012/02/Simon-B-Widjanarko.pdf
Williams, S. D.; K.L. Ransom and R.W. Hartel. 1997. Mixture of Plam Kernel Oil with Cocoa Butter
and Milk Fat in Compound Coating. Journal of American Oil Chemists Society, 74, 357-366
Wu, P and Fang, W. 2003. Variation of Konjac Glukomannan from Amorphophallus Konjac and its
Refined Powder in China. Journal of Food Hydrocolloids 18. 167-170
Yang, J., J. X. Xiao and L. Z. Ding. 2009. An Investigation into the Application of Konjac
Glucomannan as a Flavour Encapsulant. Europan Food Research Tech. 229: 467-474
Yuwono, 2001. Pengujian Fisik Pangan. UNESA University Press. Jl. Ketintang Surabaya

71

Anda mungkin juga menyukai