Anda di halaman 1dari 35
DIAGNOSIS TATALAKSANA TUBERKULOSIS ANAK : Kelompok Kerja TB Anak Depkes - IDAI dys Katalog Dalam Terbitan. Departemen Kesehatan RI 616.995 Ind Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jende- ral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d Diagnosis dan tatalaksana tuberkulosis anak. ~- Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2008. 1, Judul 1. TUBERCULOSIS 2, CHILD HEALTH SERVICES Kata Pengantar Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Program Pengendalian Penyakit mempunvai peranan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian sehingga tujuan tersebut dapat dicapai. Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20 ini, jumlah kasus baru Tuberkulosis meningkat di seluruh dunia, 95% kasus terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, Tuberkulosis juga masih merupakan masalah yang menonjol. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus terbanvak di dunia. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB Pada anak hal ini sulit didapatkan, sekalipun spesimen dapat diperoleh pada pemeriksaan mikrobiologik, mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan foto rontgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan uitdertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil tahan asam_ positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa. Akibatnya, penanganan TB anak kurang diperhatikan. Banyaknva jumlah anak yang terinfeksi TB menyebabkan tingginva biava pengobatan yang diperlukan. Oleh karena itu pencegahan infeksi TB merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan. Pencegahan ini dilakukan dengan pengendalian berbagai faktor risiko infeksi TB. Peningkatan insidens infeksi HIV dan AIDS di berbagai negara turut menambah permasalahan TB anak. Saat ini, telah terjadi peningkatan interaksi antara tuberkulosis dan infeksi HIV dan AIDS pada anak. Untuk mengatasi berbagai masalah di atas, dilaksanakanlah Lokakarya nasional yang pertama pada tahun 2004 dengan mengundang Pokja TB anak tingkat pusat vang bekerjasama dengan Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia dan beberapa Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia tingkat provinsi. Lokakarya ini bertujuan mengidentifikasi hal-hal penting yang akan dijadikan dasar penyusunan kebijakan nasional / rencana strategis TB anak tahun 2005 - 2010 dan menetapkan pedoman baru diagnosis TB anak berdasarkan sistim skoring dengan melakukan 3 tahap studi vang juga melibatkan Universitas. Untuk menyebar luaskan manfaatnya, diperlukan wahana serta sarana yang berdaya guna. Oleh karena itu penyusunan dan penyebar luasan buku-buku pedoman merupakan upaya yang harus dikembangkan dalam rangka pemutakhiran secara berkesinambungan. Buku-buku tersebut diperlukan oleh pelaksana upaya_ kesehatan baik dalam _ perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi serta berguna untuk pembinaan. Dan suplemen buku diagnosis skoring TB anak ini diharapkan dapat menjadi penyegaran kembali tentang TB anak, bagi para dokter anak maupun umum yang sering menangani kasus TB anak, pemahaman yang benar tentang TB anak harus dikuasai. Pemahaman terhadap TB anak harus didasari oleh ii pengertian tentang patogenesis infeksi TB primer vang mempunyai lika-liku yang kompleks. Penyusunan buku ini me ndayagunakan secara terpadu semua program dalam lingkungan Departemen Kesehatan maupun sektor terkait, IDAI, WHO dan merupakan suatu bukti dari semangat Gerdunas yang sangat kami hargai. Semoga buku ini dapat dijadikan pedoman bagi semua pihak yang berperan serta dalam penanggulangan TB di Indonesia. Akhirnya diucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berjerih payah menyelesaikan pedoman kebijakan ini. Segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan buku suplemen ini pada edisi mendatang sangat diharapkan. iii Sambutan Ketua Kelompok Kerja Nasional Tuberkulosis Anak Assalammu’alaikum wr.wb. Ungkapan puji dan syukur kepada Allah SWT selalu kita panjatkan, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, kita telah mendapatkan kesehatan dan kesempatan, sehingga buku Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak ini dapat diterbitkan. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, dan pencegahan. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak hal ini sulit didapatkan, sekalipun spesimen dapat diperoleh pada pemeriksaan mikrobiologik, mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan foto rontgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa, sementara penanganan TB anak kurang diperhatikan. Penerbitan buku diagnosis dan tatalaksana ini diharapkan mampu = menurunkan angka — wider/overdiagnosis © maupun under/overtreatment TB anak, sehingga anak dengan TB mendapat pelayanan yang prima. Dengan demikian, kualitas hidup anak dengan TB dapat meningkat dan tumbuh kembang anak dapat berlangsung secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Buku pedoman ini berisi tatacara diagnosis dan tatalaksana TB anak yang dapat dipakai di berbagai tingkat fasilitias pelayanan kesehatan mulai dari fasilitas yang kurang iv sampai dengan pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lengkap. Buku ini dapat digunakan oleh mahasiswa kedokteran dokter umum dan dokter spesialis. Akhirnya, sekali lagi kami sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku pedoman ini. Wassalammu’alaikum wr.wb. Jakarta, 20 Mei 2008 Nastiti N. Rahajoe, Dr, SpA(K) Ketua Kelompok Kerja Nasional Tuberkulosis Anak (Pokja TB Anak) Diagnosis & Tatalaksana TB Anak PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit vang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Pada peninggalan Mesir kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan gibbus. Kuman Mycobacterium tuberculosis penvebab TB telah ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882, lebih dari 100 tahun vang lalu. Walaupun telah dikenal sekian lama dan telah lama ditemukan obat-obat antituberkulosis vang poten hingga saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20 ini, jumlah kasus baru TB meningkat di seluruh dunia, 95% kasus terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, TB juga masih merupakan masalah yang menonjol. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penvumbang kasus terbanyak di dunia. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercava. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan foto rontgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga uniderdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa. Akibatnya, penanganan TB anak kurang diperhatikan. Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Banvaknya jumlah anak yang terinfeksi TB menvebabkan tingginva biaya pengobatan yang diperlukan. Oleh karena itu pencegahan infeksi TB merupakan salah satu upava penting yang harus dilakukan. Pencegahan ini dilakukan dengan pengendalian berbagai faktor risiko infeksi TB. Peningkatan insidens infeksi HIV dan AIDS di berbagai negara turut menambah permasalahan TB anak. Saat ini, telah terjadi peningkatan interaksi antara tuberkulosis dan infeksi HI\ dan AIDS pada anak. Untuk mengatasi berbagai masalah di atas, diperlukan usaha penyegaran kembali tentang TB anak. Bagi para dokter anak maupun umum yang sering menangani kasus TB anak pemahaman yang benar tentang TB anak harus dikuasai Pemahaman terhadap TB anak harus didasari oleh pengertian tentang patogenesis infeksi TB primer vang mempunyai lika-liku yang kompleks. EPIDEMIOLOGI Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali muncul dan menjadi masalah (re-eiergiirg disease), terutama di negara maju, salah satunya adalah TB. \WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang), telah terinfeksi oleh M. tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Ada 3 hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat. Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Morbiditas dan Mortalitas Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5% sampai 6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun 1985, dari 1261 kasus TB anak usia <15 tahun, 63% di antaranva berusia <5 tahun. Pada survei nasional di Inggris dan Wales vang berlangsung selama setahun pada tahun 1983, didapatkan bahwa 452 anak usia <15 tahun menderita TB (MRCT-CDU, 1988). Dari Alabama, Amerika, dilaporkan bahwa selama 11 tahun (tahun 1983-1993) didapatkan 171 kasus TB anak usia <15 tahun. Di negara berkembang, tuberkulosis pada anak berusia <15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju, angkanya lebih rendah, vaitu 5-7% Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena TB. Kasus baru diperkirakan akan meningkat setiap tahun, dari 7,5 juta kasus (143 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 1990, menjadi 8,8 juta kasus (152 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 1995, menjadi 10,2 juta kasus (163 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 2000, serta akan mencapai 11,9 juta kasus di tahun 2005. Total insidens TB selama 10 tahun, dari 1990—1999, diperkirakan sebanyak 88,2 juta penderita dan 8 juta di antaranya berhubungan dengan infeksi HIV. Pada tahun 2000 terdapat 1,8 juta kematian akibat TB dan 226.000 di antaranya berhubungan dengan HIV. Selama tahun 1985 - 1992, peningkatan TB paling banyak terjadi pada usia 25-44 tahun (54,5%), diikuti oleh usia 0-4 tahun (36,1%), dan 5-12 tahun (38,1%). Pada tahun 2005, diperkirakan kasus TB naik 58% dari tahun 1990, 90% di antaranya terjadi di negara berkembang. Di Amerika Serikat dan Kanada, peningkatan TB pada anak usia 0-4 tahun adalah 19% dan pada usia 5-15 tahun adalah 40%. Di Asia Tenggara, selama 10 tahun, diperkirakan bahwa jumlah kasus baru adalah 35,1 juta, 8% di antaranya (2,8 juta) disertai infeksi HIV. Menurut WHO (1994), Indonesia Diagnosis & Tatalaksana TB Anak menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus). Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia di bawah 15 tahun. Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan oleh berbagai hal, vaitu (1) diagnosis vang tidak tepat (2) pengobatan vang tidak adekuat (3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat; (4) infeksi endemik Juman imnuimo-deficiency virus (HIV); (5) migrasi penduduk; (6) mengobati sendiri (self treatinent); (7) meningkatnya kemiskinan; (8) pelayanan kesehatan vang kurang memadai. Pada tahun 1990, jumlah kematian karena TB di dunia diperkirakan sebesar hampir 3 juta dan hampir 90° kematian tersebut terjadi di negara berkembang, sedangkan pada tahun 2000, jumlah kematian diperkirakan sebesar 3,5 juta. Pada tahun 1997, kematian karena TB mencapai 1,87 juta orang ( ? ), rata-rata case fatality rate (CFR) adalah sebesar 23%, bahkan di beberapa negara dengan kejadian infeksi HIV tinggi, seperti di beberapa negara Afrika, CFR TB mencapai 50% Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara- negara berkembang karena jumlah anak berusia di bawah 15 tahun adalah 40—50% dari jumlah seluruh populasi (gambar 1). Diagnosis & Tatalaksana TB Anak * = Male Female 400 - 30¢ ok < 201 10 * * . ia ee ee Ho 59 10-14 15-49 20-26 25-29 30-34 35, Age (years) Gambar 1. Jumlah populasi berdasarkan usia. Menurut perkiraan WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun. WHO memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian anak dan, orang dewasa: Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian akibat malaria dan AIDS. Pada wanita, kematian karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas. Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penderita TB dengan angka kematian yang bervariasi dari 0% - 14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%) sedangkan untuk bayi kurang dari 12 bulan didapatkan 16,5%. Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB anak sangat terbatas, termasuk di Indonesia. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, WHO sedang melakukan upaya dengan cara membuat konsensus diagnosis di berbagai negara. 5 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Dengan adanya konsensus ini, diharapkan diagnosis TB anak dapat ditegakkan sehingga kemungkinan “overdiagn atau “underdiagnosis” dapat diperkecil dan angka prevalensi pastinya dapat diketahui. PATOGENESIS TB Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB Karena ukurannya yang sangat kecil (<5 m), kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman IB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB.? Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala Diagnosis & Tatalaksana TB Anak penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2—12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10%-10!, vaitu jumlah vang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinvatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi_ penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun- tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional (dapat dilihat pada Gambar 2.) Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang, berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya z Diagnosis & Tatalaksana TB Anak berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi vang berlanjut. bronkus dapat terganggu Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan_ eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menvebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menvebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, var sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknva imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penvebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penvebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penvebaran hematogen vang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penvebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menvebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kaman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya_ tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apeks paru disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan 8 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, ‘TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penvebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyvebabkan timbulnva manifestasi klinis penyakit TB secara akut, vang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2—6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnva penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB vang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena_ tidak adekuatnya sistem imun pejamu (/1ost) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar, Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi- padian/jewawut (nillet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, vang secara histologik merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen vang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah, Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5—3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3— 9 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak 6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan Terjadinva TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pad: usia terjadinva infeksi primer. TB paru kronik biasanva terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi vang tidak menga resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 2 anak vang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 3 anak yang terinfeksi, dan paling banvak terjadi dalam 1 1 tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanva terjadi 5— 25 tahun setelah infeksi primer. 10 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Inhalasi Mycobacteriun tuberculosis Kuman : Fagositosis oleh mati —_ makrofag alveolus paru t I I I ! Masa inkubasi (2-12 minggu) Pembentukan fokus | primer ' I Penyebaran limfogen | I Penyebaran ' I hematogen “1) ‘ Vv Kompleks primer ghon :2) f+reteeeee+ terbentuk imunitas seluler spesifik Uji tuberkulin (+) x o Sakit TB Infeksi peeowee ee | Komplikasi kompleks primer : Komplikasi penyebaran ! hematogen ! Komplikasi penyebaran limfog TB Primer Meninggal Sembuh Sakit TB *4) Gambar 2. Bagan patogenesis tuberkulosis 11 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak *Catatan: 1. Penyvebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult lemategenic spread) dapat juga secara akut dan menyeluruh. Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi vang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari 2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis regional (3). 3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya. 4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pasca primer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama 1B (endogen) biasanva pada orang dewasa, TB dewasa juga dapat, karena infeksi baru. DIAGNOSIS Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (patcibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak. Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus dilakukan oleh petugas berpengalaman. Cara ini tidak menyenangkan bagi pasien. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml. 12 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Karena berbagai alasan di atas, diagnosis TB Anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanva sering kali tidak spesifik. Kadang-kadang, TB Anak ditemukan karena ditemukannya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB Anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium, dan foto rontgen dada. Adanva riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, dan foto paru vang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. Sistem skoring TB Anak Berdasarkan keterangan sebelumnya bahwa mendiagnosis TB anak sulit dilakukan karena gejalanva tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan TB anak oleh beberapa pakar. Kesepakatan ini dibuat untuk memudahkan penanganan TB anak secara luas, terutama di daerah perifer atau pada fasilitas Kesehatan yang kurang memadai. Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak (PNTA) yang telah tersebar luas dan telah diadopsi oleh Departemen Kesehatan menjadi Program Pemberantasan TB Nasional. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kekurangan sehingga memerlukan revisi. Revisi yang diajukan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu. pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Penilaian atau skoring tersebut dapat dilihat di dalam tabel 1. Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa pembobotan tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif. Uji tuberkulin ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai uji tapis dan menunjang diagnosis. Demikian pula adanya kontak dengan penderita TB dewasa dengan BTA positif. Adanya kontak dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya 13 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 63' orang di sekitarnya. Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada TB anak. Umumnya, penderita TB anak mempunyai berat badan di bawah garis merah atau bahkan gizi buruk. Dengan alasan tersebut, kriteria penurunan berat badan menjadi penting. Yang dimaksud penurunan berat badan dalam hal ini adalah apabila terjadi penurunan dalam dua bulan berturut-turut. Tabel 1. Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB Parameter 0 Z 2 3 Kontak TB Tidak Laporan BTA i= jelas keluarga, BTA (-), tidak tahu atau tidak jelas Uji tuberkulin’ negatif Positif (210 mm. atau 23mm pada k imunosupresi Berat badan / Bawah garismerah —_Klinis gizi keadaan gizi (KMS) atau buruk (BB/U BB/U < 80% < 60%) Demam tanpa > 2 minggu sebab jelas Batuk* 23 minggu Pembesaran 21cm, jumlah >1, kelenjar limfe koli, tidak nyeri aksila, inguinal Pembengkakan ‘Ada pembengkakan tulang / sendi panggul, lutut, falang Foto rontgen Normal Kesan TB toraks / tidak jelas [ jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, rujuk ke RS ] 4 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak 1, Foto rontgen menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura 2. Gibbus, koksitis 3. Tanda bahaya: * kejang, kaku kuduk = penurunan kesadaran |_*_ kegawatan lain, misalnya sesak napas Catatan: Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Jika dijumpai skrofuloderma**, pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis. Berat badan dinilai saat pasien datang (imoment opname). Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 13) Pasien usia balita vang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut. **Skrofuloderma adalah suatu bentuk reaktivasi infeksi tuberkulosis, diawali oleh suatu limfadenitis atau osteomielitis vang membentuk abses dingin dan melibatkan kulit di atasnya, kemudian pecah, dan membentuk sinus di permukaan kulit. Skrofuloderma ditandai oleh massa yang padat atau fluktuatif, sinus yang mengeluarkan cairan, ulkus dengan dasar bergranulasi dan tidak beraturan serta tepi bergaung, serta sikatriks yang menyerupai jembatan. Biasanya ditemukan di daerah leher atau wajah, tetapi dapat juga dijumpai di ekstremitas atau trunkus. Demam merupakan suatu tanda umum yang menandai adanya infeksi. Yang dimaksud demam adalah demam lama (> 2 minggu) yang tidak diketahui penyebabnya, atau bukan suatu demam akibat demam tifoid dan bukan akibat malaria. Batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu (batuk kronik) merupakan salah satu gejala umum TB anak. Hal yang perlu diperhatikan 15 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak adalah batuk kronik juga merupakan gejala utama asma yang biasanva bersifat berulang selain adanya kronisitas. Pembesaran kelenjar limfe di daerah leher, aksila, atau inguinal dapat menjadi tanda adanva TB anak. Umumnya pembesaran kelenjar bersifat multipel (lebih dari satu), tidak nyeri, tidak panas, perabaan kenval, pada awalnyva warna sama dengan sekitarnva lama kelamaan warna berubah menjadi livide (merah kebiruan). Pembesaran kelenjar ini harus dibedakan dengan pembesaran kelenjar akibat infeksi banal (bakteri) yang umumnva_ bersifat soliter, nveri, warna lebih merah dari sekitarnva. Yang perlu diperhatikan adalah jika pembesaran kelenjar tersebut sudah berubah menjadi skrofuloderma, keadaan ini merupakan tanda yang spesifik untuk TB sehingga pa harus dirujuk ke sarana yang lebih tinggi atau langsung mendapat pengobatan TB. Pembengkakan tulang/sendi merupakan tanda TB anak vang harus dibedakan dengan pembengkakan sendi akibat penyebab lain. Demikian pula apabila terdapat keluhan pincang harus dibedakan dengan penyebab lain. Pada TB tulang atau sendi, selain dijumpai gejala umum TB pada anak, dapat dijumpai gejala spesifik berupa bengkak. kaku, kemerahan, dan nyeri pada pergerakan. Gejala atau tanda TB tulang atau sendi bergantung pada lokasi kelainan. TB tulang belakang ditandai oleh gibbus berupa benjolan di tulang belakang yang umumnya seperti abses, tetapi tidak terdapat tanda radang. Warna benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan menimbulkan abses dingin. TB sendi panggul biasanya menimbulkan gejala berupa pincang saat berjalan dan pasien sulit berdiri. Kelainan pada sendi lutut dapat berupa bengkak di daerah lutut, anak sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis. Foto rontgen dada adalah pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosis TB anak. Berbeda dengan pada TB dewasa, pemeriksaan radiologis kurang banyak manfaatnya untuk mendiagnosis TB anak, kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pada gambaran milier. Gambaran infiltrat atau 16 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak pembesaran kelenjar getah bening hilus vang selama ini banyak digunakan sebagai dasar diagnosis TB, bukanlah suatu gambaran khas TB karena hal tersebut masih dapat disebabkan oleh penvakit lain, seperti pneumonia atau infeksi respiratorik akut lain. Selain itu, terdapat perbedaan persepsi dalam pembacaan foto rontgen dada. Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor vang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis), Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada gambar 3. Skor 26 Beri OAT 2 bin terapi, Respons (+) “pes (-) Terapi TB diteruskan Terapi TB diteruskan Rujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut Gambar 3. Alur diagnosis dan tatalaksana TB Anak di Puskesmas Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistem skoring di atas digunakan sebagai uji tapis (screening test). Bila diperlukan, dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya seperti bilasan lambung (BTA dan kultur M. tb), patologi anatomik, pungsi pleura, pungsi lumbal, CT-Scan, funduskopi, foto rontgen tulang dan sendi. TATALAKSANA Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah: Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi. Pemberian gizi yang adekuat. Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan. Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder). Paduan obat terapi TB Anak Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Saat ini paduan 18 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB Anak adalah paduan rifampisin, INH dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan INH. Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB Tulang, dan lain-lain pada fase intensif diberikan minimal 4 macam obat (Rifampisin, INH, Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin). Sedangkan fase lanjutan diberikan Rifampisin dan INH selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan. Gambar 4. Paduan OAT Anak Berikut ini adalah tabel obat TB Anak yang lazim digunakan. Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Tabel 2. Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya Dosis Dosis Nama Obat — harian — maksimal Efek samping (g/kgBB (ng /hari) Shari) isoniazid 5-15" 300 Hepatitis, neuritis perifer, (H) hipersensitivitis rifampisin 10 - 20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, (R) hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranve kemerahan pirazinamid 15 - 30 2000 Toksisitas hepar, artralgia (Z) gastrointestinal etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata (E) berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal streptomisin 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik (S) * Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, di melebihi 10 mg/kgBB/hari nya tidak boleh Untuk beberapa kasus TB Anak, selain OAT perlu diberikan juga steroid berupa prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3. Untuk efusi pleura TB dan peritonitis TB tipe asites, prednison diberikan selama 2 minggu dosis penuh, dilanjutkan dengan 2 minggu penurunan dosis bertahap (tapering off). Untuk meningitis TB, prednison diberikan selama 4 minggu dosis penuh dan 4 minggu tapperiig off Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Kombinasi dosis tetap OAT (FDC) Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak. Satu paket kombipak dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Kombipak untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, vaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Di tempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai, untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, dalam program penanggulangan TB anak telah dibuat obat TB dalam bentuk kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination= FDC). FDC ini dibuat dengan komposisi rifampisin, INH, dan pirazinamid, masing-masing 75 mg/50 mg/150 mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4 bulan berikutnya terdiri dari rifampisin dan INH masing-masing 75 mg dan 50 mg. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 3. Dosis kombinasi pada TB anak Berat badan 2 bulan 4 bulan (kg) RHZ (75/50/150) (RH (75/50) 5-9 1 tablet 1 tablet 10-14 2 tablet 2 tablet 15-19 3 tablet 3 tablet 20-32 4 tablet 4 tablet Keterangan: R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk kombinasi tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS tipe C atau lebih tinggi. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet. Anak dengan BB >33 kg dosisnya sama dengan dosis dewasa (lihat bab pengobatan dewasa, kategori 1 atau 3). 21 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak Tablet obat harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus) Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable) Pemberian OAT dapat mengakibatkan terjadinya ikterus. Bila terjadi ikterus, pasien harus dirujuk ke sarana kesehatan yang lebih lengkap, sementara itu OAT dihentikan dulu. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respons pengobatan pasien harus dievaluasi. Respons pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respons pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respons pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skor hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan. Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto rontgen dada. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan Klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan. Profilaksis Sekitar 50-60% anak kecil yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan BTA sputum positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB diseminata yang berat (misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah sakit TB. Profilaksis primer diberikan pada balita sehat yang memiliki kontak dengan pasien TB dewasa dengan BTA sputum positif (+), mamun pada evaluasi dengan sistem skoring, didapatkan skor<5. Obat yang diberikan adalah INH dengan 22 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai. TUBERKULOSIS PERINATAL Wanita yang terdiagnosis TB pada saat hamil merupakan masalah tersendiri. Bila dijumpai keadaan demikian perlu kerjasama dari berbagai profesi utamanya dokter kebidanan, dokter paru/penyakit dalam, dan dokter anak. Dokter anak perlu dilibatkan sejak awal paling tidak menjelang proses persalinan, agar tindakan antisipasi dapat dijalankan dengan benar dan lengkap. TB pada neonatus dapat terjadi secara kongenital (pranatal), selama proses kelahiran (natal) maupun transmisi pascanatal oleh ibu pengidap TB aktif. Oleh karena itu transmisi pada neonatus ini disebut sebagai TB perinatal. Pada TB kongenital transmisi terjadi karena penyebaran hematogen melalui vena umbilikalis atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Pada TB natal transmisi dapat terjadi melalui proses persalinan sedangkan pascanatal terjadi akibat penularan secara droplet. M.tuberculosis tidak dapat melalui sawar plasenta sehingga bakteri akan menempel pada plasenta dan membentuk tuberkel. Apabila tuberkel pecal, maka terjadi penyebaran hematogen dan menyebabkan infeksi pada cairan amnion melalui vena umbilikalis. Pada saat penyebaran hematogen M.tuberculosis menyebabkan fokus primer di hati dan melibatkan kelenjar getah bening periportal yang pada perkembangan selanjutnya akan menyebar ke paru. Selain cara di atas, penularan ke paru dapat terjadi melalui cairan amnion yang mengandung M.tuberculosis langsung ke paru dengan cara aspirasi. Sedangkan penularan pasca natal secara droplet yang patogenesisnya sama seperti TB pada anak umumnya. Manifestasi klinis TB kongenital dapat timbul segera setelah lahir atau pada minggu ke-2—3 kehidupan. Gejala TB x 8 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak kongenital sulit dibedakan dengan sepsis neonatal sehii sering terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis. Gejala yan sering timbul adalah distres pernapasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala lain vang dapat ditemukan antara lain prematuritas, berat lahir rendah, sulit minum, letargi, dan kejang. Bisa didapatkan abortus /kematian bayi. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada TB kongenital adalah pemeriksaan M. tuberculosis melalui umbilikus dan plasenta. Pada plasenta sebaiknva diperiksa gambaran histopatologis dengan kemungkinan adanvya granuloma kaseosa dan basil tahan asam, bila perlu kuretase endometrium untuk mencari endometritis TB Untuk menentukan TB kongenital adalah ditemukannya basil tahan asam atau ditemukannya M.tuberculosis pada kultur umbilikus maupun plasenta. Beitzke memberikan kriteria untuk TB kongenital vaitu ditemukannya M tuberculosis dan memenuhi salah satu kriteria sebgai berikut: (1) lesi pada minggu pertama, (2) kompleks primer hati atau granuloma hati kaseosa, (3) infeksi TB pada plasenta atau traktus genitalia, (4) kemungkinan transmisi pascanatal disingkirkan. Untuk menentukan TB natal dan pasca natal kriterianya sama dengan TB pada anak Tatalaksana TB pada neonatus mempunvyai ciri tersendiri yaitu melibatkan beberapa aspek seperti aspek ibu, bayi, dan lingkungan. Ibu harus ditatalaksana dengan baik untuk menghindari penularan selanjutnya. Selain itu harus dicari sumber lain di lingkungannya serta memperbiki kondisi lingkungan. Tatalaksana pada bayi adalah dengan memberikan OAT berupa rifampisin dan INH selama 9—12 bulan, sedangkan pirazinamid selama 2 bulan. ASI tetap diberikan dan tidak perlu kuatir akan kelebihan dosis OAT karena kandungan OAT dalam ASI sangat kecil. Apabila bayi tidak terkena TB kongenital ataupun TB perinatal tetapi ibu menderita TB dengan BTA positif maka perlu perlakuan khusus pada bayinya yaitu bayi tetap diberikan ASI, pemberian obat profilaksis INH 5-10 mg/kgBB/hari. Di bawah 24 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak ini merupakan dengan TB aktif. alur pengelolaan neonatus dan bayi dari ibu p a Diagnosis & Tatalaksana TB Anak EVALUASI AWAL DOSIS Profilaksis TB INH: 5-L0mg/kg/hr Terapi TB INH: 5-10 mg/kg/hr IBU HAMIL DENGAN TERSANGKA/TERBUKTI Tuneup aAktiF) PARTUS NEONATUS Evaluasi klinis *) Foto Toraks Pemeriksaan klinis dan Pemeriksaan Klinis TB (+) DK/TB perinatal rifampisin: 10-15 penunjang normal Terapi TB mg/ka/hr Pemeriksaan bilas pirazinamid: 25-35 DK/Kontak TB (+) lambling mg/kg/hr (Bila pemeriksaan EVALUASI Tuberkulin (-) Tuberkulin (+) Tuberkulin (-) 1 BULAN DK/Kontak DK/TB TB(+) DK/TB Uji Tuberkulin Terapi TB 6 bulan S Profilaksis Lengkapi : or ie sodas ze | Primer Foto toraks, Bilas (-) Bila indurasi < 5 lambung ——— mm + + + + Tuberkulin Taberkulin Tuberkulin || Tuberkulin EVALUASI a oH a @) 3 BULAN Sumber sspiatine || DX/Bukan oK/T8 2 (*) penularan (-) ae . Terapi 78 6 voi Uji Tuberkulin om buan Stop terapi si ie ey BS f (4) Bila indurast:= Profilaksis b, Bila Klinis E 10 mm Imunisasi BCG (-) Bil indurasi < OK/Iafeks 10mm tanpa sakit Proflaksis Sekunder 6-12 bulan Gambar 5. Alur pengelolaan neonatus dan bayi dari ibu 26 dengan TB aktif Diagnosis & Tatalaksana TB Anak 1) 2) 3) 4) Buktikan diagnosis TB pada ibu secara klinis, rediologis dan mikrobiologis. Bila ibu telah didiagnosis TB aktif maka diobati dengan OAT. Bayi dipisahkan sampai dengan minimal 2 minggu pemberian OAT pada ibu, namun ASI tetap dapat diberikan. Lakukan pemeriksaan plasenta (PA, makroskopik & mikroskopik), darah v.umbilikalis (Mikrobiologi=BTA & biakan TB). Klinis: Prematuritas, berat lahir rendah, distres pernapasan, hepato- splenomegali, demam, letergi, tolerensi minum buruk, gagal tumbuh, distensi abdomen. Bila klinis sesuai sepsis bakterialis dapat diberikan terapi kombinasi. Bila pada evaluasi klinis terdapat limfadenopati, lesi kulit atau ear discharge lakukan pemeriksaan mikrobiologi dan/atau PA, Bila dalam perjalanan klinis terdapat hepatomegali lakukan pemeriksaan USG abdomen, jika ditemukan kompleks primer lanjutken dengan biopsi hati. Imunisasi BCG sebaiknya tidak diberikan sebelum usia 3 bulan 27 Diagnosis & Tatalaksana TB Anak PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa penegakan diagnosis TB anak sangat sulit karena sulitnva menemukan kuman \I tuberculosis dan gejala klinisnva tidak khas. Sebagai upava untuk mengatasi kesulitan tersebut, dibuatlah suatu sistem skoring untuk menghindari wider dan overdiagnosis. Sistem skoring tersebut dapat digunakan pada pelayanan kesehatan dengan sarana terbatas dan merupakan uji tapis pada sarana kesehatan yang lebih memadai. Salah satu kegagalan pengobatan TB adalah ketidakteraturan menelan obat karena banyaknya jenis obat. Untuk mengurangi hal tersebut di atas, dibuatlah obat kombinasi dosis tetap (kombipak dan FDC). Daftar Pustaka 1. Inselman LS, Kendig EL. Tuberculosis. Dalam: Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children, edisi ke 6, Philadelphia, Saunders, 1998 : 883 - 920 2. Starke, JR. Tuberculosis (Mycobacterium tuberculosis). Dalam: Behrman, Kliegman, Jenson, ed. Nelson Textbook of Pediatrics. Ed. 17%. Philadelphia, Saunders 2004: 958-972. 3. Donald PR. Chilhood tuberculosis. In: Madkour MM.Tuberculosis. Berlin: Springer,2004;16:p 243-64. 4. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional TB Anak. Jakarta, 2005. 5. Beyers N, Chan-Yeung M, Ait-Khaled N, et al. Childhood tuberculosis: the hidden epidemic. Int J] Tuberc Lung Dis 2004; 8:627-9.

Anda mungkin juga menyukai