Tekanan intrakranial (TIK) diengaruhi oleh 3 hal, yaitu parenkim otak, cairan
serebrospinal dan volume darah intrakranial. TIK dalam keadaan normal pada orang dewasa
dengan posisi terlentang sama dengan tekanan LCS yang diperoleh dari pungsi lumbal yaitu
50-200 mmH2O atau 4-10 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intrakranial dipengaruhi
oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh
lebih tinggi dari normal. Otak, LCS dan pembuluh darah otak diliputi oleh tulang yang kaku.
Rongga cranium normal mengandung berat otak 1400 gram, 75 ml darah dan 75 ml cairan
LCS. Otak, volume darah dan LCS didalam cranium pada setip saat relatif konstan sesuai
dengan Doktrin Monroe-Kellie. 18
Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume intrakranial, keadaan ini tidak
akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Sebab volume yang meningkat ini dapat
dikompensasi dengan memindahkan LCS dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan
disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan
durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan compliance. Jika otak,
darah dan LCS volumenya terus-menerus tinggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan
gagal dan terjadilah tekanan tinggi intrakranial. Kenaikan TIK juga dapat disebabkan
penambahan massa pada intrakranial seperti gumpalan darah akibat cedera kepala. Kenaikan
TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis
yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO pada level 60-70 mmHg sangat
direkomendasikan untuk meningkatkan aliran darah otak. 18, 19
Cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak, jaringan otak atau kombinasi dari masing-
masing bagian tersebut, yang baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, gangguan kognitif, fungsi psikososial baik
temporer maupun permanen (PERDOSSI, 2006). 20,21
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan. 22,23
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita
cedera otak. Penderita yang mampu membuka membuka kedua matanya secara spontan,
mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15,sementara
pada penderita yang keseluruhan otot ekstremitasnya flaksid dan tidak membuka mata
ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS
sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat. Berdasarkan
nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GSC 9-13 dikategorikan sebagai
cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebaai cedera
otak ringan. 22,23
3. Morfologi
a. Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk
garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik bone window
untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak
menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Fraktur
kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala
dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak
dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup berat.
Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut : 22,23
b. Lesi Intrakranial
Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena
syok yang berkepanjangan atau periode apneu yang terjadi segera setelah trauma. 22,23
2. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diluar dura tetapi didalam rongga tengkorak dan
gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di
area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri
meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.22,23
3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan ini
terjadi akibat robeknya vena-vena kecil (bridging vein) di permukaan korteks serebri.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya
kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan
perdarahan epidural.
Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus
temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri
dapat dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intraserebral
yang membutuhkan tindakan operasi.22,23
Patofisiologi
Pada cedera kepala, keruskan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu, cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung
dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda
keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.22
Pada trauma kepala, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada
permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada durameter
dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut lesi kontusio
coup, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi.
Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio countercoup. Kepala tidak
selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat
trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Mekanisme terjadi lesi pada akselerasi rotatorik
sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah bahwa akibat akselerasi linear dan
rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate.
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia
otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera
sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali
jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini merespon dalam pola tertentu yang dapat
diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa
perubahan ini adalah dilepaskan glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium,
produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam
terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel
fungsional dalam otak bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrisi yang konstan dalam
bentuk glukosa dan oksigen dari darah dan sangat rentan terhadap cedera metabolik bila
suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur
volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu
dalam otak.22
Benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan :22,25