1
DAFTAR ISI
Daftar Isi .. 2
Daftar Tabel . 3
Daftar Gambar . 4
BAB I PENDAHULUAN ... 5
A. Latar Belakang Dan Permasalahan . 5
B. Tujuan Khusus . 6
C. Urgensi Penelitian 7
D. Lingkup Penelitian.. ............ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
A. Penyakit Tuberkulosis . 8
B. Penularan dan Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis .... 8
C. Diagnosis Tuberkulosis 9
D. Program Penanggulangan Tuberkulosis .. 12
BAB III METODE PENELITIAN ... 14
A. Alur Penelitian . 14
B. Populasi dan Sampel 14
C. Rancangan Penelitian .. 15
D. Pengumpulan Data .. 16
E. Penyajian dan Analisa data .. 16
F. Jadwal Pelaksanaan .. 17
Daftar Pustaka 18
Lampiran-Lampiran
2
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
tahun 2011 berjumlah 61 penderita sehingga mengindikasikan penyakit ini perlu
penanganan yang intensif mengingat jumlah penderita yang cukup besar
Menurut HL. Blum, faktor faktor yang mempengaruhi kesehatan baik
individu, kelompok, dan masyarakat dikelompokkan menjadi 4, yaitu: lingkungan
(mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya),
perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut dalam
mempengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, namun masing masing saling
mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi
kesehatan juga mempengaruhi perilaku, dan perilaku sebaliknya juga
mempengaruhi lingkungan.
Rumusan masalah penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik penderita Tb paru di kecamatan Mijen?
2. Bagaimana gambaran lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru di
kecamatan Mijen?
3. Bagaimana gambaran praktik pencegahan dan pengobatan penderita Tb paru di
kecamatan Mijen?
4. Bagaimana peran keluarga penderita Tb paru, tokoh masyarakat, dan petugas
kesehatan dalam upaya penanggulangan TB paru di Kecamatan Mijen?
B. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan:
1. Mendeskripsikan karakteristik penderita Tb paru meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, status gizi, dan status ekonomi.
2. Mendeskripsikan lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru yang meliputi
kepadatan penghuni, pencahayaan, ventilasi, dan jenis lantai.
3. Mendeskripsikan praktik pencegahan dan pengobatan penderita Tb paru.
4. Mendeskripsikan peran keluarga penderita Tb paru dalam pencegahan dan
penanggulangan Tb paru.
5. Mendeskripsikan peran tokoh masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan Tb paru.
6. Mendeskripsikan peran petugas kesehatan dalam pencegahan dan
penanggulangan Tb paru.
6
C. Urgensi Penelitian
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam kajian penyakit TB Paru di
daerah pedesaan. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan
dilakukan untuk pencegahan dan penguatan program penanggulangan Tb paru
D. Lingkup Penelitian
1. Lingkup Materi
Penelitian tentang determinasi penyakit Tb paru ini akan dibatasi pada
karakteristik individu, perilaku pencegahan penularan dan pengobatan, serta
kondisi lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru. Selain itu juga peran
keluarga, tokoh masyarakat, dan petugas dalam penanggulangan Tb paru
2. Lingkup Metode
Metode yang akan digunakan adalah eksploratif dengan pendekatan kualitatif.
3. Lingkup Sasaran
Sasarn penelitian adalah penderita Tb paru, lingkungan tempat tinggal,
keluarga penderita Tb paru, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan.
4. Lingkup Lokasi
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Kecamatan Mijen Kota Semarang.
5. Lingkup Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan, April Mei 2013
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis dikenal sebagai penyakit infeksi yang bersifat menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, sebagian besar menyerang paru
tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis dapat memasuki
tubuh barsama butir-butir debu atau percikan dahak (Droplet) yang menyebar
keudara sewaktu penderita tuberkulosis batuk atau bersin (Yoga. Tjandra, 1999).
Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang ramping, lurus atau sedikit
bengkok dengan kedua ujungnya membulat. Basil ini sulit sekali diwarnai, tetapi
sekali terwarnai maka ia akan menahan zat warna itu dengan baik sekali dan tidak
dapat lagi dilunturkan walaupun dengan asam alkohol. Oleh karena itu disebut
juga sebagai Basil Tahan Asam ( BTA). Zat lilin yang ada di dinding selnya yang
menyebabkan sulit diwarnai dan kesulitan ini dapat diatasi bila digunakan zat
warna yang melunturkan lilin sambil dilakukan pemanasan. Untuk mewarnai
kuman ini lazimnya digunakan zat warna Zeihl-Neelsen (ZN). Basil ini cepat mati
dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, Mycobacterium Tuberculisis dapat
dormant (tertidur/ tidak aktif)selama beberapa tahun (Jawetz. 1996).
8
perilaku pencegahan baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat
mempengaruhi proses penularan penyakit TB paru.
Bila penderita baru pertama kali tertular kuman tuberkulosis terjadi suatu
proses dalam paru-parunya yang disebut infeksi primer. Droplet yang terhirup
sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosiler
bronkus dan terus berjalan sampai alveolus. Infeksi dimulai saat kuman
tuberkulosis berhasil berkembangbiak dengan pembelahan diri di paru-paru yang
berakibat peradangan di dalam paru-paru. Terjadi sel eksudasi dari sel karena
proses dimakannya kuman tuberkulosis oleh sel makrofag. Lesi dapat terjadi pada
kelenjar limfe yang disebabkan lepasnya kuman pada saluran limfe, saluran limfe
akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut komplek primer (Crevel RV, et al. 2001).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besar respon daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis, meskipun demikian ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman dormant. Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam
beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa
inkubasi yaitu waktu yang di perlukan mulai terinfeksi kuman tuberkulosis sampai
dengan timbulnya gejala penyakit, diperkirakan 6 bulan. Proses pemusnahan
kuman tuberkulosis oleh sel makrofag menimbulkan kekebalan spesifik terhadap
kuman tuberkulosis. Memperhatikan proses patofisiologi tersebut maka
dibutuhkan suatu standar deteksi dini bagi
C. Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosa tuberkulosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui
jenis penyakit yang diderita seseorang. Untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis
dilakukan secara bersama-sama, yaitu : anamnesa, gejala klinis dari penyakit
tuberkulosis, pemeriksaan bakterologis ditunjang pemeriksaan radiologist dan tes
tuberkulin (Yoga. Tjandra. 1999).
1. Anamnesa
Penderita biasanya mengeluh batuk terus menerus dan berdahak selama
tiga minggu atau lebih, dahak bercampur darah, rasa nyeri dada dan sesak
nafas.
9
2. Gejala klinis penyakit tuberkulosis
Gejala klinis pada penderita tuberkulosis adalah wajah tampak pucat,
batuk berdahak, badan lemah, berat badan turun, badan berkeringat pada
malam hari walaupun tanpa kegiatan, malaise, suhu badan sedikit meningkat
siang atau sore hari yang berlangsung selama empat minggu.
5. Pemeriksaan Bakteriologis
Diagnosa yang paling pasti untuk penyakit tuberkulosis adalah dengan
cara mengisolasi kumannya. Bahan spesimen dapat berupa dahak segar, cairan
lambung, urine, cairan pleura, cairan otak, cairan sendi dan biopsi (Crevel RV,
et al. 2001).
Pemeriksaan bahan sampel dahak penderita tersangka secara
mikroskopis dilakukan dengan menggunakan pewarna Ziel Neelsen.
Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis adalah cara termudah, tercepat dan
termurah.
10
misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, tuberkulosis milier dan
morbili (Yoga. Tjandra. 1999).
6. Interferon Gamma
Interferon merupakan sekelompok sitokin yang berfungsi sebagai kurir
(pembawa berita) antar sel. Interferon dilepaskan berbagai macam sel bila
distimulasi oleh berbagai macam penyebab seperti polinukleotida, beberapa
sitokin lain serta ekstrak virus, jamur dan bakteri. Berdasarkan sifatnya
terhadap antigen, IFN manusia terbagi menjadi 3 tipe utama yaitu a (diproduksi
lekosit), b (diproduksi fibroblas) dan g (diproduksi limfosit T). Interferon a dan
b struktur dan fungsinya mirip selanjutnya disebut interferon tipe I. Interferon g
mempunyai reseptor berbeda dan secara fungsional berbeda dengan IFN a dan
b selanjutnya disebut IFN tipe II (Duggan DB. 1994). IFN- diketahui menjadi
inhibitor antara replikasi virus dan regulasi fungsi ketahanan tubuh
(immunological). Mempengaruhi tingkat produksi antibody oleh sel B,
peningkatan regulasi tingkat I dan II MHC kompleks antigen dan peningkatan
efisiensi fungsi sel makrofag terhadap parasit. (Paludan S. et all, 2001).
Limfosit T hanya dapat mengenali antigen asing apabila molekul tersebut
diekspresikan bersama molekul MHC. Penyajian antigen oleh MHC kelas I
atau kelas II menentukan jenis limfosit yang bereaksi. Antigen peptida
MHC kelas II kepada sel T CD4. Sel Th CD4 yang telah mengenal peptida
tersebut akan diaktifkan menuju jalur yang berbeda berdasarkan konsep
proliferasi Th1 dan Th2. Jenis penyakit karena infeksi mikroorganisme tertentu
mempengaruhi fenotip respon tertentu pula. Infeksi dengan mikobakterium
tuberkulosis cenderung mengaktifkan jalur Th1 dari pada Th2. Namun dalam
perjalanan penyakit TBC fenotipe Th1 dan Th2 dapat saling bergeser
(switching) tergantung dari berbagai kondisi, misalnya keparahan penyakit,
pengaruh pengobatan dan sebagainya. Aktivasi fenotipe Th1 menghasilkan
pola produksi sitokin antara lain IFN-, sedangkan fenotipe Th2 menghasilkan
sitokin antara lain IL-4. Pada penelitian ini dikaitkan dengan kesembuhan
dalam pengobatan dengan strategi DOTS selama 2 bulan awal (Chackerian AA,
Perera TV, Behar SM. 2001).
11
Hubungan produksi atau kadar sitokin di dalam serum dengan
pengobatan telah banyak diteliti, di Indonesia telah diteliti di Yogyakarta
dengan hasil produksi IFN- pada PBMC penderita TBC paru aktif yang
distimulasi dengan PPD dan mikobakterium sonicate jauh lebih rendah
dibanding kontrol sehat dan penyakit paru non tuberkulosis. Tidak terdapat
perbedaan pada stimulasi dengan PHA, hal ini menunjukkan penderita
tuberkulosis mempunyai defisiensi yang sifatnya spesifik dalam kapasitasnya
12
2. Kebijakan Operasional (Depkes RI, 2001)
Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan kebijakan operasional
sebagai berikut :
a) Penanggulangan tuberkulosis dilaksanakan dengan desentralisasi sesuai
kebijakan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
b) Penagulangan tuberkulosis dilaksankan oleh seluruh Unit Pelayanan
Kesehatan (UPK) meliputi puskesmas, rumah sakit pemerintah dan
swasta, BP4 serta praktek dokter swasta dengan melibatkan peran serta
masyarakat secara paripurna dan terpadu.
c) Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan penanggulangan tuberkolosis,
prioritas rujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat
yang rasional dan paduan obat yang sesuai dengan strategi DOTS.
d) Target program adalah angka konversi pada akhir pengobatan tahap
intensif minimal 80%, angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru
BTA positif dengan pemeriksaan dahak dengan kesalahan maksimal 5%.
e) Pemberian obat anti Tuberkulosis kepada penderita secara cuma-cuma
dan dijamin ketersediaannya.
f) Untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program diperlukan sistem
pemantauan, supervisi, dan evaluasi program.
g) Menggalang kerja sama dan kemitraan dengan program terkait sektor
pemerintah dan swasta.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Alur Penelitian
Peran Keluarga
Peran Tokoh
Masyarakat
Peran Petugas
Kesehatan
Bagan 1
Alur Penelitian
14
a. Terdiagnosa Tb paru positif dan tercatat di register penderita Tb puskesmas
Mijen
b. Berdomisili di wilayah Puskesmas Mijen minimal 2 tahun.
c. Sedang dalam masa pengobatan
d. Tidak sedang mengalami penyakit yang berat (masih dapat melakukan
aktifitas sehari-hari).
Jumlah sampel yang akan diambil dilakukan dengan kuota yaitu 7 penderita Tb
paru.
2. Anggota keluarga penderita Tb paru yang akan menjadi sasaran adalah anggota
keluarga yang tinggal serumah dengan penderita Tb paru minimal 2 tahun dan
mengetahui riwayat penyakit penderita. Jumlahnya masing-masing 1 tiap
penderita Tb paru, jadi ada 7 orang.
3. Tokoh masyarakat yang akan menjadi sasaran penelitian ini adalah orang yang
berpengaruh yang berada di wilayah sekitar penderita Tb paru tinggal.
4. Petugas kesehatan yang dimaksud adalah kepala Puskesmas Mijen dan
pemegang program Tb di Puskesmas Mijen
C. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
kualitatif, dimana tujuan riset kualitatif adalah pengembangan konsep yang dapat
membantu memahami fenomena sosial dalam setting atau lingkungan yang alami
(bukan percobaan/eksperimen), yang dengan demikian memberi penekanan pada
makna-makna pengalaman dan pandangan semua peserta risetnya.(Kusnanto,
2003). Dengan metode ini, akan didapat jawaban mendalam dibanding metode
kuantitatif. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan lain, yakni
: Pertama, luwes karena rancangan studi ini bisa dimodifikasi, meskipun sedang
dilaksanakan. Kedua, berhubungan langsung dengan khalayak sasaran. Teknik
kualitatif memberi kesempatan pada peneliti untuk mengamati dan berhubungan
langsung dengan khalayak sasaran.(Debus, 1998) Ketiga, analisis induktif karena
peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya
menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami
situasi (make sense of the situation) sesuai dengan bagaimana situasi tersebut
menampilkan diri. Keempat, perspektif, holistik, yakni berusaha memahami secara
menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti.(Poerwandari, 2004)
15
D. Pengumpulan Data
a. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder, antara lain :
1) Data Primer
Hasil wawancara mendalam dengan sasaran penelitian menggunakan
pedoman pertanyaan yang telah disusun.
2) Data Sekunder
Data sekunder yaitu merupakan data penunjang atau pelengkap dari
data primer yang diperoleh, yaitu gambaran lokasi tempat subyek
penelitian tinggal dan masalah-masalah yang berkaitan dengan program
penanggulangan Tb paru di Puskesmas Mijen.
b. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dilakukan adalah Wawancara Mendalam yaitu percakapan dan tanya
jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. (Poerwandari, 2004)
16
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik, network, chart atau
grafis sehingga peneliti dapat menguasai data.
d. Verifikasi atau Kesimpulan.
Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh.
Untuk itu peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan,
hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi dari data tersebut
peneliti mencoba mengambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan
singkat yaitu dengan cara mengumpulkan data baru. Dalam pengambilan
keputusan, didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan
jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.
Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi dan terkait. Pertama-tama
peneliti melakukan penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara yang
disebut tahap pengumpulan data, karena data yang dikumpulkan banyak, maka
diadakan reduksi data. Setelah direduksi kemudian diadakan sajian data, selain itu
pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga tahapan
tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu keputusan atau verifikasi.
Validitas data dalam penelitian kulitatif dilakukan dengan membandingkan hasil
wawancara mendalam dengan hasil cross check dari anggota keluarga penderita
Tb paru yang tidak menjadi sasaran penelitian.
F. Jadwal Pelaksanaan
Tabel 1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Minggu Ke-
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Perijinan X
Pengembangan Kuesioner X
Pengambilan Data X X X X
Pengolahan Data X X X
Analisis data X X X
Penulisan Laporan X X X X
Penulisan artikel ilmiah X
17
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2009,
Semarang
Ditjen PPM & PLP Depkes RI. 1997. Tatalaksana Pengobatan. Jakarta: pelatihan
Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis tingkat Puskesmas.; modul 4: 1-
41
Kresno SB. 2001. Diagnosis dan prosedur laboratorium. Balai Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta;: 83-95
Singh MM. 1999. Immunology of tuberculosis an update. New Delhi: Ind J Tub;
Sudigdo S. & Sofyan ismael. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian klinis. Edisi ke
2. Sagung Seto Jakarta
World Health Organization (WHO). 2000. Global Tuberculosis Control. WHO Report
WHO. Geneva
18
KISI-KISI
KUESIONER
19