Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH BERBAGAI KONDISI KANDUNGAN AIR TANAH

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN


JAGUNG ( Zea Mays) PADA FASE VEGETATIF
(Laporan Praktikum Dasar-dasar Teknik Irigasi)

Oleh:
Kelompok 5

1. Amieria Citra Gita (1414071008)


2. Arfi Fajar Pratama (1414071014)
3. Diah Miftahul Zannah (1414071028)
4. M. Gandi Setiawan (1414071060)
5. Gede Agustiawan (1414071040)
6. Supriyanto (1414071092)

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Namun,
permasalahan yang baru-baru ini terjadi adalah produksi yang tidak seimbang
seiring dengan bertambahnya jumlah dan kebutuhan penduduk, yang merupakan
salah satu penyebab kelangkaan komoditi jagung. Untuk memenuhi kebutuhan
jagung maka perlu adanya peningkatan dalam produktivitas yaitu dengan cara
menerapkan teknologi pembudidayaan yang lebih baik, ataupun dengan cara
perluasaan areal tanaman. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam
pembudidayaan tanaman jagung adalah kebutuhan air tanaman.

Kebutuhan air tanaman bagi satu rumpun tanaman jagung adalah sama dengan
banyaknya air yang hilang akibat proses evapotranspirasi dalam satu satuan waktu
(Fagi dan Tangkuman 1985). Kebutuhan air irigasi pada areal produksi dapat
dihitung, jika kebutuhan air tanaman jagung sudah diketahui.

Di lahan beririgasi atau di lahan sawah kebutuhan air pertanaman jagung yang
diusahakan setelah padi lebih terjamin. Akan tetapi, ketersediaan air untuk
pertanaman jagung akan menjadi masalah jika intensitas pertanaman padi dalam
setahun ditingkatkan, sehingga menyebabkan penurunan produksi jagung.
Penyebab kemerosotan luas tanam dan panen jagung adalah ketersediaan air yang
tidak terjamin (Fagi dan Tangkuman, 1985). Oleh karena itu, kebutuhan air
tanaman jagung perlu diketahui agar pemberian air lebih efektif dan efisien serta
memberikan hasil panen yang baik.
Kebutuhan air tanaman (Crop Water Requirement, CRW) adalah air yang
digunakan oleh tanaman untuk memenuhi evapotranspirasi (ET) dan proses
metabolisme. Karena air yang digunakan pada proses metabolisme ini kurang dari
1 % maka CWR sama dengan ET. Kebutuhan air tanaman adalah jumlah total ET
dari awal sampai akhir pertumbuhan. Kebutuhan air ini antara lain dipengaruhi
oleh jenis dan umur tanaman, radiasi surya dan curah hujan. ET dapat ditentukan
dengan menggunakan metode pengukuran langsung dan tidak langsung
(menentukan ET dengan menghitung dari data iklim dan tanaman).

Kandungan air tanah kritis yaitu suatu titik dimana penipisan air tanah tersedia
mencapai maksimum. Pada kondisi ini evapotranspirasi aktual (ETa) masih sama
dengan ETm, namun apabila penipisan air tanah tersedia melewati titik kritis ini,
maka ETa< ETm dan akibatnya tanaman mengalami cekaman air (water stress).
Fraksi penipisan air (p) yaitu suatu nilai presentase penipisan air tanah tersedia
maksimum diperbolehkan dan tanaman belum terganggu (belum tercekam).
Apabila cekaman air ini terjadi, maka tanaman akan menghentikan
pertumbuhannya, dan ini bisa dilihat dari penampilan tanaman tersebut, misalnya
tingginya tidak bertambah, daunnya tidak bertambah, batangnya kurus dan
sebagainya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu adalah sebagai berikut :
1. Mengukur kebutuhan air secara langsung;
2. Menghitung koefisien tanaman jagung mingguan dan pada setiap fase
pertumbuhan tanaman jagung;
3. Menentukan kandungan air tanah kritis bagi tanaman jagung;
4. Menentukan respon hasil tanaman jagung terhadap air;
5. Menghitung/ menentukan kandungan air tanah kritis pada berbagai
tingkat defisit air tanah tersedia dan fase pertumbuhan tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Tanah dikenal sebagai sistem porus atau dengan sebutan sistem tiga fase, yaitu
terbentuk dari fase padat, cairan dan gas, Fase cairan terdiri dari air tanah yang
mengandung bahan-bahan mineral dan organik. Jadi air tanah (soil water) disini
yang juga sering disebut dengan kelembaban tanah (soil moisture) diartikan
sebagai air yang terdapat pada solum atau lapisan tanah. Air tanah ini dijumpai
dalam bentuk cairan, padat (es) dan gas (uap air) (Agus dan Haryati , 2006).

Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979), definisi berat isi tanah adalah berat
tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan volume tanah,
dinyatakan dalam g/cm3 (g/cc). Nilai berat isi tanah sangat bervariasi antara satu
titik dengan titik lainnya karena perbedaa kandungan bahan organik, tekstur tanah,
kedalaman tanah. Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam tanah
yang dinyatakan dalam (%). Kadar air adalah jumlah air yang masuk kedalam
tanah yang dinyatakan dalam persen. Pada volume tanah tertentu kadar air
biasanya tinggi, kekurangan udara dapat menjadi penghambat pertumbuhan
maksimum pada kelembaban tanah berada pada sekitar kapasistas lapang.

Kadar air tanah dibagi menjadi tiga bagian yaitu air berlebihan air tersedia dan air
tidak tersedia.Jumlah air tanah dapat dinyatakan dengan berbagai cara , ada yang
menyatakan air tanah dengan menggunakan istilah kapasitas lapang dari suatu
kondisi tanah itu berarti memperhatikan kondisi dari sifat fisik suatu tanah
tersebut (Utomo, dkk 1995). Kapasitas lapang adalah kemampuan dari suatu tanah
untuk mengikat air dalam lapisan gravitasi bumi, pada kadar air tinggi kurangnya
udara dapat mengakibatkan terjadinya penghambatan pertumbuhan
tanaman. Kecepatan pertumbuhan tanaman mencapai maksimum pada keadaan
tanah yang memiliki kelembaban maksimum pada keadaan tanah yang memiliki
kelembaban yang berada di sekitar kapasitas lapang (Sutanto.2005).

Cara untuk menyatakan jumlah air yang terdapat didalam tanah adalah dengan
cara persentase terhadap tanah kering. Bobot tanah lembab tidak dipakai karena
bergelonjak dengan kadar airnya. Kadar air juga dapat dinyatakan dalam persen
volume yaitu persentase air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai
keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaaan air bagi
tumbuhan pada volume tanah tersebut (Hardjowigno, 1995).

Air tersedia (air yang dapat diserap langsung tanaman) adalah air yang ditahan
tanah pada kondisi kapasitas lapang hingga koefisien layu, namun makin
mendekati koefisien layu tingkat ketersediaan makin rendah. Oleh karena itu
untuk mencukupi kebutuhan tanaman,suplai air harus diberikan apabila 50-85%
air tersedia telah habis terpakai, terdiri dari sebagian air kapiler (air adhesi dan
sedikit air kohesi) dan seluruh air hidokopis (air kristal).(Hanafiah,2005).

2.2 Jagung

Jagung (Zea mays ssp. mays) adalah salah satu tanaman pangan penghasil
karbohidrat yang terpenting di dunia, selain gandum dan padi. Bagi penduduk
Amerika Tengah dan Selatan, bulir jagung adalah pangan pokok, sebagaimana
bagi sebagian penduduk Afrika dan beberapa daerah di Indonesia. Pada masa kini,
jagung juga sudah menjadi komponen penting pakan ternak. Penggunaan lainnya
adalah sebagai sumber minyak pangan dan bahan dasar tepung maizena. Berbagai
produk turunan hasil jagung menjadi bahan baku berbagai produk industri
farmasi, kosmetika, dan kimia.

Jagung merupakan tanaman model yang menarik, khususnya di bidang biologi


dan pertanian. Sejak awal abad ke-20, tanaman ini menjadi objek penelitian
genetika yang intensif, dan membantu terbentuknya teknologi kultivar hibrida
yang revolusioner. Dari sisi fisiologi, tanaman ini tergolong tanaman C4 sehingga
sangat efisien memanfaatkan sinar matahari.

Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
(tidak
Angiospermae
termasuk):
(tidak
Monokotil
termasuk):
(tidak
Commelinids
termasuk):
Ordo: Poales
Famili: Poaceae
Genus: Zea
Spesies: Z. mays
Nama binomial
Zea mays ssp. mays
L.

2.3 Evapotranspirasi

Evaporasi atau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari permukaan
bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan di atas
permukaan bagunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer. Proses ini
sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang saling berkelanjutan yaitu:
a. Interface Evaporation : yaitu proses pertukaran air di permukaan menjadi uap
air di permukaan (interface) yang besarnya tergantung dari energi dalam yang
tersimpan (stored energy);
b. Vertical Vapor Transfer : yaitu perpindahan lapisan udara yang jenuh uap air
dari interface ke lapisan di atasnya, dan hal ini bila memungkinkan proses
penguapan akan berjalan terus. Transfer ini dipengaruhi oleh kecepatan angin,
topografi dan iklim lokal.
Evapotranspirasi adalah kejadian bersama-sama antara evaporasi dan transpirasi,
keduanya saling mempengaruhi. Soil evaporasi akan dikurangi dengan terjadinya
transpirasi. Bila penguapan terjadi dilihat pada suatu daerah dimana di dalamnya
terdapat juga tanaman yang tumbuh maka penguapan yang terjadi di daerah
tersebut disebut Evapotranspirasi
Potensial Evapotranspirasi (PET) adalah evapotranspirasi dari tanaman bila
memperoleh air (dari hujan atau irigasi) yang cukup untuk pertumbuhannya yang
optimum. PET ini tergantung dari factor meteorology setempat dan juga dari jenis
tanaman yang ada.

Actual Evapotranspirasi (AET) adalah evapotranspirasi dari tanaman di bawah


cukup untuk pertumbuhannya karena air yang diberikan kurang. AET juga
tergantung dari faktor yang sama dengan potensial evapotranspirasi tetapi dibatasi
dengan hanya tersedianya air di kandungan tanah (moisture) saja. Pada daerah
kering tanpa irigasi, AET menjadi sangat rendah karena tidak tersedianya air
untuk evaporasi. Proses evaporasi ini sangat penting dan dipertimbangkan dalam
proyek-proyek Pengembangan Sumber Air seperti penyimpanan air dalam
reservoir (dam), kebutuhan air irrigasi untuk tanaman (consumptive use) dan
banyak lagi.
.
Laju evapotranspirasi dapat diestimasi dengan beberapa pendekatan/ metode atau
dapat diukur secara langsung. Pengukuran evapotranspirasi diukur secara
langsung dengan Lysimeter. Unsur yang diamati adalah besarnya penguapan yang
berlangsung pada sebidang tanah yang bervegetasi. Pengukuran evapotranspirasi /
evapotranspirasi potensial pada sebidang tanah yang bervegetasi adalah dengan
mempergunakan alat yang disebut evapotranspirometer atau disebut juga
Lysimeter. Alat ini berupa sebuah bejana yang cukup besar diisi tanah dan
ditanami.Lysimeter adalah alat untuk mengukur evapotranspirasi sebidang tanah
bervegetasi secara langsung.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini di laksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian,


Universitas Lampung pada bulan April sampai Juni 2016.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain 6 buah ember plastik ,
ayakan ukuran 3 mm, timbangan duduk, botol plastik bekas aqua yang dipotong
pada 10 ml, 20 ml, 50 ml, 100 ml, 200 ml, dan 1000 ml serta drum untuk
menampung air. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain tanah dimana
masing-masing ember diisi 7000 gram, tissue, benih jagung dimana masing-
masing ember dimasukkan 5 biji benih.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Penyiapan media tanam


a. Tanah yang telah diambil langsung dikeringkan selama 1 minggu, kemudian
dilakukan pengayakan dengan ayakan 3 mm.
b. Disiapkan ember yang bersih dan telah diberi lubang drainase, serta telah
diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan , dimana:
o ember 1 (KAT 1) , ember 6 (KAT 6), yaitu kandungan air tanah
dikondisikan pada 80-100%
o ember 2 (KAT 2) , yaitu kandungan air tanah dikondisikan pada 60-80%
o ember 3 (KAT 3), yaitu kandungan air tanah dikondisikan pada 40-60%
o ember 4 (KAT 4), yaitu kandungan air tanah dikondisikan pada 20-40%
o ember 5 (KAT 5), yaitu kandungan air tanah dikondisikan pada 0-20%
c. Diambil sampel tanah sebanyak 50 gram untuk dianalisis kadar air tanah
kering udara (TKU), sebelum TKU tersebut dimasukkan kedalam ember.
d. Ditimbang berat ember kosong.
e. Dimasukkan TKU sebanyak 7000gram ke dalam masing-masing ember.
f. Diukur diameter permukaan tanah dalam ember .
g. Dikondisikan kandungan air tanah sesuai dengan perlakuan

3.3.2. Penyiapan bahan praktik


a. Disiapkan benih jagung secukupnya (lima biji per ember)
b. Disiapkan insektisida untuk benih yang biasa digunakan.
c. Disiapkan pupuk 50mg per ember.
d. Disiapkan timbangan duduk
e. Disiapkan gelas ukur atau ukuran buatan sendiri yang sudah dikalibrasi dari
botol plastik bekas aqua, mulai dari 10 ml, 20ml, 50ml, 100ml, 200ml, dan
1000ml.

3.3.3. Prosedur penentuan Kc


a. Ditentukan tanggal /massa tanam berdasarkan informasi lokasi atau
berdasarkan kebiasaan pada daerah dengan iklim yang sama
b. Ditentukan massa pertumbuhan dan lamanya setiap tahap pertumbuhan dari
informasi lokal
c. Dihitung rata-rata irigasi untuk setiap nilai ETo rata-rata mingguan, dan
hitung pula nilai Kc mingguan
d. Dihitung nilai Kc pada setiap tahap pertumbuhan, mulai tahap awal,
perkembangan, pematangan, dan tahap menjelang panen.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil dari praktikum sebagai berikut:


Perlakuan KAT Berat Berat tanah Diameter Luas permukaan
air (%) ember kering ember ember (cm2)
(gr) udara (gr) (cm)
KAT 1 (80-100) 250 7000 25 490,625

KAT 2 (60-80) 250 7000 25 490,625

KAT 3 (40-60) 250 7000 25 490,625

KAT 4 (20-40) 250 7000 25 490,625

KAT 5 (0-20) 250 7000 25 490,625

KAT 6 (Rumput) 250 7000 25 490,625

Sampel Berat cawan Berat basah Berat kering


(gram) (gram) (gram)
1 5,83 17,43 16,86

2 5,89 17,15 16,62

3 6,45 18,30 17,65

Perlakuan KAT (%) BAP (gram) BBP (gram)


KAT 1 (80-100) 9060 8950

KAT 2 (60-80) 8950 8840


KAT 3 (40-60) 8840 8730

KAT 4 (20-40) 8730 8610

KAT 5 (0-20) 8610 8500

KAT 6 (rumput) 8500 8000

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil berat tanah
pada saat kandungan air tanah 0% adalah 6.769,8 gram. Berat tanah pada saat
kapasitas lapang (FC) adalah sebesar 9060 gram. Berat tanah pada saat titik layu
permanen (PWP) adalah sebesar 8500 gram. Berat air tanah tersedia merupakan
selisih antara berat tanah pada saat kondisi kapasitas lapang dengan kondisi titik
layu permanen yaitu sebesar gram dibagi 5 (banyaknya perlakuan defisit air) jadi
besarnya berat air tanah tersedia adalah sebesar 110 gram.

Dari penentuan berat tanah dapat diperoleh Batas Atas Penimbangan (BAP) dan
Batas Bawah Penimbangan (BAP). Setelah dilakukan perhitungan diperoleh BAP
untuk masing-masing perlakuan adalah KAT 6 (rumput) sebesar 8500 gram, KAT
1 (80%-100%) sebesar 9060 gram, KAT 2 (60%-80%) sebesar 8950 gram, KAT 3
(40%-60%) sebesar 8840 gram, KAT 4 (20%-40%) sebesar 8730 gram dan KAT
5 (0%-20%) sebesar 8610 gram. Sedangkan untuk BBP nya adalah BAP dikurang
berat air tanah tersedia dan diperoleh hasil untuk DA0 sebesar 8000 gram, D1
sebesar 8950 gram, D2 sebesar 8840 gram, D3 sebesar 8730 gram, D4 sebesar
8610 gram dan D5 sebesar 8500 gram. Setelah semua batas-batas tersebut
diperoleh, kembalikan kandungan air tanah dari semua ember ke keadaan batas
atasnya, sesuai dengan perlakuan defisit airnya.

Tanaman pada kondisi KAT 1 (80%-100%) kebutuhan airnya lebih tinggi


dibandingkan dengan kondisi defisit air yang lain. Semakin besar kandungan air
tanah tersedia pada tanaman tersebut maka kebutuhan airnya juga akan semakin
besar. Secara keseluruhan kebutuhan air tanaman selama fase vegetatif
menunjukkan bahwa semakin besar kandungan air tanahnya maka kebutuhan
airnya juga akan semakin besar.

Grafik laju evapotranspirasi mingguan menujukkan bahwa laju ET pada KAT 1


lebih besar dibandingkan dengan perlakuan kandungan air tersedia yang lainnya.
Laju ET ini juga berkaitan dengan pemberian air. Secara keseluruhan pada fase
vegetatif menunjukkan bahwa semakin besar kandungan air tanahnya maka laju
evapotranspirasinya juga akan semakin besar.

Pertumbuhan menunjukkan pertambahan ukuran dan volume yang tidak dapat


balik yang mencerminkan pertambahan protoplasma mungkin karena ukuran dan
jumlahnya bertambah. Grafik pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman
mingguan, indeks luas daun mingguan dan jumlah daun mingguan. Menunjukkan
bahwa pertumbuhan tanaman dari minggu ke minggu menunjukkan perningkatan.
Semakin banyak kandungan air tanahnya maka semakin bagus pertumbuhan
tanamannya, semakin sedikit kandungan air tanahnya maka tanaman akan
semakin tercekam.

Pada praktikum yang kami lakukan, menunjukkan bahwa dari masing-masing


perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda. Dimana semakin banyak kandungan
air tanah tersedianya maka tanaman akan semakin bagus dan laju
evapotranspirasinya akan semakin besar. Pada praktikum yang kami lakukan
tanaman pada kondisi KAT 5 (60%-80%) pertumbuhan tanamannya terhambat
dibandingkan dengan perlakuan kandungan air tersedia yang lain. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hasil praktikum ini sesuai dengan teori.
V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Kebutuhan air tanaman pada fase vegetatif menunjukkan bahwa semakin
tinggi kandungan air tanahnya maka semakin tinggi kebutuhan airnya,
sehingga laju evapotranspirasi juga akan semakin tinggi;
2. Rata-rata kebutuhan air dari minggu pertama ke minggu berikutnya itu
terjadi penurunan dan kenaikan, terjadi karena faktor cuaca dan beberapa
hari tidak disiram;
3. Semakin banyak kandungan air tanah tersedianya maka tanaman akan
semakin bagus pertumbuhan tanaman dan laju evapotranspirasinya akan
semakin besar;
DAFTAR PUSTAKA

Lembaga Penelitian Tanah. 1979. Penuntun Analisa Fisika Tanah Lembaga


Penelitian Tanah, Bogor.

Agus, F., R.D. Yustika, dan U. Haryati. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode
Analisisnya. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan.

Hanafiah, kemas ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Rajagrafindo Persada.


Jakarta.
Hardjowigno, Sarwono. 1995. Ilmu Tanah. Kanisus : Yogyakarta.

Sutanto,Rachman. 2005. Dasar-daar Ilmu Tanah. Kanisus: Yogyakarta.

Utomo, Hadi, dkk.1995. Hubungan Tanah, Air Dan Tanaman. Ikip Semarang

Press. Semarang.
LAMPIRAN
Kadar Air Tanah (KAT)

11 22
KAT 1 = X 100% KAT2 = X 100%
1 2
17,4316.8638 17,146116,6236
= X 100% = X100%
16,8638 16,6236

= 3,35 % = 3,14%

33 1+2+3
KAT3 = X 100% KAT rata-rata =
3 3
18,303017,6451 3,35+3,14+3,73
= X 100% =
17,6451 3

= 3,73% = 3,40%

Berat tanah kering udara TKU = 7kg


33,6+32,3
FC (2,54) = = 32,95%
2
(Pada kedalaman 0-20)
23,7+24,4
PWP (4,2) = = 24,05%
2
1,07 +1,12
= 1 X W 1 = = 1,095
2
32,95 = 1,095 x w
Wfc = 30,09%

= 1 X w

24,05 = 1,095 x w

Wpwp = 21,96% jadi, Wfc = 30,09%

Wpwp = 21,96%

Wtku = 3,40%

(Pada berat 7 kg) = 7000 gr

Pada 0%

KA = BB-BK/BK x 100%
3,4% = 7000 gr/ BK/ BK x 100%

3,4/100 BK = 7000gr BK

0,034 BK = 7000 gr BK

BK = 6.769,8

Massa tanah pada 30,09 (FC)

130,09/100x 6769,8 = 8806,83 gr= 8806,83 gr + 250 = 9060 gr

Massa tanah pada 21,96 (PWP)

121,96/100x 6769,8 = 8256,44 gr = 8256,44 gr + 250 = 8500 gr

Berat air tanah tersedia = FC PWP


9060 8500 = 550/5= 110 gr

FC (30,09%) 9060 gram (80%-100%)

8950 gram (60%-80%)

8840 gram (40%-60%)

8730 gram (20%-40%)

8610 gram (0%-20%)

PWP (21,90%) 8500 gram

Anda mungkin juga menyukai