Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1983, pembangunan


perumahan dan pemukiman bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk
melalui pengadaan perumahan, perbaikan ataupun pemugaran perumahan desa,
penyediaan prasarana lingkungan dasar seperti air bersih, saluran pembuangan air
kotor dan air hujan, serta pengelolaan persampahan. Sasaran pembangunan
perumahan dan pemukiman terutama ditujukan kepada golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah.1

Selain itu, dalam hubungannya dengan kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas


dilakukan pula usaha-usaha perbaikan kampung khususnya di kawasan-kawasan
pemukiman padat penduduk di kota-kota besar dan sedang, perbaikan lingkungan
pasar, peremajaan kota, dan berbagai kegiatan yang terkait dengan itu.

Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang


Perumahan dan Kawasan Permukiman menjelaskan bahwa penyelenggaraan kawasan
permukiman dilakukan untuk meujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang
terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutkan sesuai dengan rencana tata ruang.

Secara umum hasil pembangunan sektor perumahan rakyat dan pemukiman


telah banyak memberikan manfaat kepada masyarakat, walaupun di sana-sini masih
terdapat beberapa kekurangan. Dalam pelaksanaannya kegiatan-kegiatan
pembangunan sektor Perumahan dan Pemukiman dilakukan melalui 3 program utama,
yaitu: (1) Program Perumahan Rakyat yang meliputi kegiatan-kegiatan pengadaan
perumahan rakyat, perbaikan kampung dan perbaikan lingkungan perumahan kota,
dan pemugaran perumahan desa; (2) Program Penyediaan Air Bersih yang meliputi
kegiatan-kegiatan penyediaan air bersih untuk kota-kota besar, sedang, kecil, serta
daerah-daerah pedesaan; dan (3) Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman yang

1
old.bappenas.go.id/get-file-server/node/6695/ Diakses pada tanggal 8 Desember 2015 pukul
20.15 WIB
1
meliputi kegiatan-kegiatan pembangunan dan perbaikan sistem saluran air hujan dan
air limbah serta penanganan persampahan di daerah-daerah perkotaan.2
Dalam pembangunan perlu memasukan antara pembangunan dengan
lingkungan, karena lingkungan tersebut berfungsi sebagai penopang pembangunan
secara berkelanjutan. Jika pembangunan secara terus menerus tidak memeperhatikan
faktor lingkungan maka lingkungan hidup akan rusak dan berkelanjutan pembangunan
itu sendiri akan terancam. Pembangunan berwawasan lingkungan hidup adalah upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya,
kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu
generasi masa kini dan masa depan. Terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis ingin menjelaskan mengenai
implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman terhadap pembangunan New Tirtasani Residence.
Dari Universitas Sebelas Maret Surakarta ke timur terus arah jalan Solo-
Karanganyar sampai ketemu masjid Muhammadiyah, kanan jalan. Atau selatan
perempatan Papahan, disitu letak perumahan TIRTASANI RESIDENCE.

B. Profil Objek Penelitian


Data Perumahan
Nama Perumahan : Tirtasani Residence
Nama Developer : PT. Surya Graha Bhuwana

Alamat Perumahan : Jalan Solo-Tawangmangu Km. 11,5 Papahan Jaten


Karanganyar

Jumlah unit rumah : 121 unit rumah


Tipe Rumah : Tipe 50, 70, dan 90
Harga unit rumah : > Rp 460.000.000,-

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan pembangunan perumahan yang dilakukan PT. Surya
Graha Bhuwana terhadap Perumahan TirtaSani Residence di wilayah Kabupaten
Karanganyar berdasarkan UU No 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan
permukiman?

2
(http://www.bibliopedant.com/FZ4Oy5B6Em77J5JiXFMK. Diakses pada tanggal 8
Desember 2015 pada pukul 20.16 WIB
2
2. Apakah hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dan terjamin kepastian
bermukimnya sesuai yang diatur dalam Pasal 56 Undang-undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman sudah terpenuhi dalam
TirtaSani Residence?

3
3. Metode Penelitian

Di dalam penelitian untuk memperoleh jawaban tentang kebenaran dari suatu


permasalahan diperlukaan suatu kegiatan dalam rangka mencari data ilmiah sebagai
bukti guna mencari kebenaran ilmiah.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris. Pada penelitian


hukum empiris yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk
kemudiaan dilanjutkan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap
masyarakat.3

2. Sifat Penelitian

Ditinjau dari sifat penelitian, maka penelitian ini tergolong penelitian yang
bersifat deskriptif. Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Penelitian Hukum berpendapat bahwa penelitian deskriptif adalah suatu penelitian
yang bermaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
perumahan dan hukum mengenai pembangunan perumahan. Maksudnya adalah
terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-
teori lama, atau dalam kerangka penyusun teori baru.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat


kualitatif, yaitu pendekatan yang menggunakan data yang dinyatakan secara
verbal yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek. Penelitian seperti perilaku, tindakan persepsi dan lain-lain secara
holistic dengaan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan naratif dalam konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai motode ilmiah.4

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Penelitian ini akan dilakukan di Kantor Pemasaran Perumahan New Tirtasani


Residence Jl. Solo-Tawangmangu Km 11,5 Papahan, Jaten, Karanganyar.

3
Soerjono soekamto. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2010, hlm 52
4
Ibid, hlm. 18
4
b. Penelitian dilaksanakan pada rentan waktu Akhir bulan November-Desember
2015.

5. Jenis Data Penelitian

Secara umum dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh


secara langsung dari masyrakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh
langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan data yang diperoleh
dari bahan-bahan kepustakaan ialah data sekunder.5

Dalam penelitiaan ini akan digunakan data primer dan data sekunder, yaitu
sebagai berikut :

a) Data primer adalah data yang diperoleh dari tangan pertama, dari sumber asalnya
dan belum diolah dan diuraikan oleh orang lain. Data primer ini diperoleh secara
langsung dari lapangan atau lokasi penelitian dengan wawancara secara langsung
dengan pihak Kantor Pemasaran Perumahan New Tirtasani Residence

b) Data sekunder adalah data yang sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data
sekunder antara lain dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian
yang berbentuk laporan, buku harian, dan lain-lain yang berkaitan dengan hukum
perumahan, serta perjanjian kredit perumahan.

6. Sumber Data

c. Sumber data adalah tempat dimana kita dapat memperoleh informasi


mengenai data yang kita butuhkan. Data dari penelitian ini diperoleh dari dua
sumber, yaitu : Pertama, sumber data primer yang berasal dari Kantor
Pemasaran Perumahan New Tirtasani Residence. Kedua adalah sumber data
sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, yaitu peraturan
perundang-undangan yang merupaakan kaidah dasar yang terdiri dari :
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok
Pokok Agraria
2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman
3) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

5
Ibid, hlm. 12
5
4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1999
Beserta Petunjuk Teknis Dan Petunjuk Pelaksanaanya
b. Bahan hukum sekunder dapat diperoleh dari sejumlah keterangan atau fakta
yang diperoleh melalui buku-buku hasil karya dari kalangan hukum, hasil-
hasil penelitin, artikel koran, dan sebagainya tentang perjanjian kredit dengan
jaminan benda tak bergerak yang dibuat dibawah tangan.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan
hukum primer daan sekunder, yaitu kamus hukum, Kamus Besar Bahasa
Indonesia.

7. Teknik pengumpulan data


Dalam penelitian pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data
yaitu : studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan
wawancara atau interview.6
a. Studi Dokumen atau bahan pustaka :
Penulis mengumpulkan, membaca dan mengkaji dokumen, buku-buku,
peraturan perundang-undangan, majalah dan bahn pustaka lainnya berbentuk
data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian atau di tempat lain.
b. Pengamatan dan observasi
Pengamatan dan observasi merupakan teknik pengumpulan data dimana
peneliti mengamati secara langsung guna memperoleh data, baik lisan maupun
tertulis atas sejumlah keterangan dan data yang diperlukan.
c. Wawancara
Metode ini merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dengan cara
mengadakan komunikasi secara langsung guna memperoleh data, baik lisan
maupun tertulis atas sejumlah keterangan dan data yang diperlukan.

8. Teknis analisis data


Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen yang
pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara kualitatif, yaitu
setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan
sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian
masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat
umum menuju hal yang bersifat khusus.

6
Ibid, hlm. 21
6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pembangunan Perumahan yang Dilakukan PT. Surya Graha


Bhuwana Terhadap Perumahan TirtaSani Residence di Wilayah Kabupaten
Karanganyar berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain makanan dan
pakaian. Definisi rumah menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, rumah adalah bangunan gedung
yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

Jenis rumah dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian meliputi:7


a. rumah komersial;
b. rumah umum;
c. rumah swadaya;
d. rumah khusus; dan
e. rumah negara.

Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik


perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas
umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.8 Rumah komersial
adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Obyek
penelitian kami adalah Tirtasani Residence, merupakan perumahan komersil dengan
model cluster. Perumahan model cluster9 adalah sebuah perumahan yang
berkelompok dalam satu lingkungan dengan bentuk rumah yang serasi dimana
dinding rumah yang satu dengan yang lain saling menempel dan pagar yang terbuka,
perumahan ini juga menggunakan sistem satu gerbang dengan keamanan 1 x 24 jam.
Cluster memiliki luas lahan lebih luas dari perumahan biasa mencapai 200-400
rumah, yang terbagi menjadi kelompok berdasarkan tipe rumah.

7
Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman
8
Definisi perumahan dalam Pasal 25 ayat (1) DUHAM (Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia), Pasal 11(1)
International Covenant on Economic, Social and Cultural Right, UUD 1945, UU No 1 Th 2011
9
http://www.griyapontianak.com/ diakses pada 7 Desember 2015 Pukul 15.12 WIB.
7
Perumahan TirtaSani Residence memiliki beberapa tipe rumah. Tipe-tipe
rumah yang ditawarkan adalah tipe luas bangunan 50 m2 dengan luas tanah 120 m2,
tipe 70 m2 dengan luas tanah 150 m2, tipe 90 m2 dengan luas tanah 225 m2 dan 238 m2.
Mengenai luas rumah sudah sesuai karena sudah melebihi luas minimal yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman yaitu 36 m2. Walaupun saat ini sudah dilakukan revisi oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) yang telah mengabulkan permintaan permohonan uji materi
mengenai Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman yang menyebutkan bahwa luas lantai rumah tunggal dan
rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 m2, karena hal inimenyangkut
keterjangkuan mayarakat yang tidak mampu membeli rumah yang luasnya kurang
dari 36m2

Pasal 42 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang


Perumahan dan Kawasan Permukiman Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas
keterbangunan perumahan paling sedikit 20%. Pada penjelasannya yang dimaksud
keterbangunan perumahan paling sedikit 20% adalah telah terbangunnya rumah
paling sedikit 20% dari seluruh jumlah unit rumah serta ketersediaan prasarana,
sarana, dan utilitas umum dalam suatu perumahan yang direncanakan. Menurut
pengamatan saat penelitian yang kami lakukan, keterbangunan perumahan secara
keseluruahan belum mencapai 20%. Dari total 121 unit rumah yang akan dibangun
seharusnya telah dibangun minimal 25 unit rumah. Namun fakta yang ada dilapangan
keterbangunan rumah dalam perumahan Tirtasani residence tidak mencapai jumlah
minimal yang seharusnya. Sedangkan data menjualan unit rumah telah mencapai 42
unit rumah terjual. Sehingga dalam hal ini sistem penjualan perumahan yang
diberlakukan oleh PT. Surya Graha Bhuwana tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
Dalam hal pembayaran uang muka pembelian unit rumah, pihak pengembang
memberlakukan sistem bayar uang muka sebesar 40%, hal tersebut sesuai dengan
Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 yang menjelaskan bahwa badan
hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah
susun tidak boleh melakukan serah terima dan/atau penarikan dana lebih dari 80%
dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat
(2). Dalam hal ini pihak pengembang belum memenuhi persyaratan seperti yang
8
diatur dalam Pasal 42 ayat (2) huruf e yaitu keterbangunan perumahan paling sedikit
20%.

Prasarana, sarana dan fasilitas umum merupakan hal penunjang yang harus
ada disetiap lingkungan perumahan. Dalam hal pemenuhan fasilitas umum, pihak
perumahan Tirta Sani Residence telah memenuhi ketersediaan pembangunan fasilitas
umum di antaranya tersedianya One Gate System (Security 24 hours), Jogging Track,
Sitting Group dan Park/Green Area.

B. Keterpenuhan Hak Warga Negara atas tempat Tinggal yang Layak dan
Terjamin Kepastian Bermukim dalam TirtaSani Residence
Pasal 28H UUD 1945 menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Hak untuk memiliki tempat tinggal yang layak dan hidup nyaman di tempat
tinggalnya merupakan hak dasar bagi setiap manusia. Sebagai warga Negara
Indonesia pemerintah wajib mengupayakan warga negaranya terpenuhi hak dasarnya
akan rumah tinggal melalui upaya preventif maupun represif. Upaya preventif
meliputi pengawasan atas pelaksanaan peraturan, sedangkan represif melalui
penyidikan serta pelaksanaan sanksi administratif, perdata dan pidana.
Pasal 5 ayat (1) UU Perumahan dan Kawasan Permukiman, bahwa negara
bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang
pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah. Pembinaan dalam bidang perumahan
dilaksanakan oleh Menteri pada tingkat nasional, gubernur pada tingkat provinsi, dan
bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota. Dari penelitian yang kami laksanakan
pada Tirtasani Residence yang berlokasi di Jalan Solo-Tawangmangu Km 11,5 ,
Papahan, Jaten Karanganyar pembianaan perumahan menjadi kewenangan Bupati
Karanganyar. Pembinaan yang dimaksud juga telah diatur dalam UU No 1 Tahun
2011, pembinaan meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
Kawasan permukiman seharusnya dibangun dengan memenuhi hak warga
Negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi,
dan teratur serta menjamin kepastian bermukim.10 Prinsip kepastian bermukim
menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki
tempat tinggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip
kepastian bermukim mengutamakan cara memandang tempat tinggal sebagai hak
10
Pasal 56 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011
9
dasar, dapat juga dilaksanakan dengan memastikan lokasi tempat tinggal aman dari
penggusuran paksa yang tidak manusiawi. Yang dimaksud kepastian bermukim adalah
Negara tidak hanya menjamin hak setiap warga negara untuk memiliki rumah, tetapi
juga hak untuk menempati tempat tinggal, yang dilaksanakan sejalan dengan
kebijakan penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman11
Dari penelitian yang kami lakukan di TirtaSani Residence yang merupakan
perumahan yang dibangun oleh developer PT. Surya Graha Bhuana, ada beberapa hal
yang berkaitan dengan kepastian bermukim, salah satunya mengenai status rumah
yang didapat pembeli dan tata cara jual belinya.
Tata cara pembelian rumah di TirtaSani Residence adalah melalui sistem pesan
bangun. Semua rumah yang ditawarkan oleh PT. Surya Graha Bhuana dalam
TirtaSani Residence berstatus Hak Guna Bangunan (HGB). Apabila menginginkan
upgrade Sertifikat Hak Milik, PT. Surya Graha Bhuana bersedia membantu, dengan
pembiayaan dari pembeli.
Jual beli Rumah Bersertifikat HGB dapat dilakukan dengan cash ataupun
kredit, Dalam melakukan pembayaran kredit dapat melalui lembaga pembiayaan
bank. Pembeli tidak dapat memasang hak tanggungan pada rumah yang dibeli di
perumahan TirtaSani Residence selama dalam proses kredit. Pembiayaan oleh bank
dapat dilakukan dengan memasang pembebanan hak tanggungan/fidusia pada tanah
lain/usaha/barang lain (bukan rumah yang sedang dalam masa kredit di TirtaSani
Residence).
Dalam pembelian secara kredit, pertama pembeli harus terlebih dahulu
melakukan booking terhadap rumah yang diinginkan dengan membayarkan uang
muka sebesar 40% dari total harga yang ditawarkan developer. Ada 8 (delapan) tipe
rumah yang ditawarkan di TirtaSani Residence, mulai dari harga terendah Rp
465.000.000,00 sampai dengan harga tertinggi Rp 1.054.000.000,00. Setelah pembeli
membayarkan uang muka, rumah akan dibangun oleh developer (sistem pesan
bangun). Lama pembangunan berkisar antara 7-8 bulan, selama proses pembangunan
pembeli harus tetap melakukan angsuran bulanan. Selama masa kredit, Hak Guna
Bangunan masih atas nama developer. Ketika kredit/angsuran telah selesai barulah

11
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Yoseph Umar Hadi dalam Sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011,
Senin 18 April 2011 di Jakarta melalui http://ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/8500/pdf pada 7
Desember 2015 Pukul 18.34 WIB.
10
balik nama/pindah nama dari developer ke pembeli dilakukan. Apabila telah
menerima Hak Guna Bangunan dan ingin upgrade ke Sertifikat Hak Milik, developer
bersedia membantu prosesnya.
Jual beli dengan cara kredit yang dilakukan di TirtaSani Residence sangat
beresiko bagi pembeli. Jual beli ini hanya melibatkan pembeli dan bank, sementara
Developer PT. Surya Graha Bhuana sama sekali tidak tersentuh. Apabila pembeli
mangkir tidak membayar angsuran yang telah disepakati, maka bank sebagai lembaga
pembiayaan yang telah memasang hak tanggungan/fidusia terhadap aset pembeli akan
mengeksekusi aset tersebut, sementara rumah yang masih dalam tahap kredit di
TirtaSani Residence aman dari eksekusi karena tidak ada hak tanggungan terhadapnya
dan sertifikat HGB masih atas nama developer dan dalam penguasaan developer.
Selain itu apabila developer melakukan wanprestasi terhadap perjanjian antara
pembeli dan developer, developer tetap aman sementara pembeli tidak mendapat
jaminan apapun. Developer berhenti melakukan pembangunan rumah/ rumah
dibangun tidak sesuai jadwal, pembeli tidak dapat melakukan upaya apapun karena
HGB masih atas nama developer dan pembeli juga tetap harus melanjutkan
pembayaran angsuran apabila tidak ingin asetnya dieksekusi pihak Bank.
Dari hal-hal tersebut kelompok kami menganalisis bahwa prinsip kepastian
bermukim belum didapat oleh pembeli dikarenakan masih besar kemungkinan
pembeli tidak mendapatkan tempat bermukim karena tidak adanya jaminan yang jelas
pada saat proses jual beli yang artinya unsur kepastian bermukim tidak dapat dipenuhi
oleh developer PT. Surya Graha Bhuana.
Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan
hunian. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi
rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman
dan rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Pasal 11
ayat (1) Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Izin
Pemanfaatan Ruang menyatakan permohonan izin lokasi atau rekomendasi
pemanfaatan tanah untuk perumahan diwajibkan menyediakan Fasilitas Umum dan
Fasilitas Sosial yang dituangkan dalam Site Plan (Rencana Tapak) perumahan sebagai
bagian dari persyaratan permohonan Izin Lokasi perumahan. Fasilitas umum yang
disediakan oleh TirtaSani Residence adalah jogging track, one gate system, security
24 hours, park, sitting group.

11
Pembangunan Perumahan TirtaSani Residence dibangun dengan batas-batas
kavling yang jelas. Batas-batas kavling yang jelas akan memberikan kepastian bagi
penghuninya. Dengan begitu sengketa mengenai batas rumah dapat dihindari. Dari
segi keamanan yang lain juga dapat dilihat bahwa TirtaSani Residence menerapkan
sistem satu pintu. Satu-satunya jalan masuk perumahan adalah melewati gerbang
utama yang dijaga 24 jam oleh security. Hal tersebut memberikan jaminan keamanan
kepada penghuni karena orang asing tidak dapat masuk. Untuk tamu yang akan
menginap juga diwajibkan untuk lapor kepada security. Hal ini menunjukkan bahwa
hak dasar keamanan telah terpenuhi.
Pengamatan yang kami lakukan jogging track, dan sitting group juga sudah
tersedia. Namun fungsinya belum dapat optimal dikarenakan pembangunan yang
masih berjalan. Sehingga ada ketidaksesuaian gambar di pamflet dengan keadaan
yang sesungguhnya. Saluran drainase juga sudah ada dengan penataan yang rapi.
Mengenai ketidaksesuaian fasilitas umum yang diperjanjikan dengan keadaan
sebenarnya selama masih dalam jangka waktu awal pembangunan dapat dimaklumi
masih dalam proses pembangunan. Akan tetapi apabila keberadaan pembangunan
sudah berlangsung lama dan fasilitas umum yang diperjanjikan belum juga dipenuhi
maka TirtaSani Residence dapat dikenai sanksi menurut peraturan yang ada.
Pasal 134 UU No. 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa Setiap orang dilarang
menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan
sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum
yang diperjanjikan. Bagi pembangun perumahan yang melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dapat dikenai sanksi pidana denda sebanyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) serta dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan,
prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan menurut Pasal 151 UU No. 1
Tahun 2011.
.

12
BAB III

SIMPULAN

1. Perumahan TirtaSani Residence memiliki beberapa tipe rumah. Tipe-tipe rumah yang
ditawarkan adalah tipe luas bangunan 50 m2 dengan luas tanah 120 m2, tipe 70 m2
dengan luas tanah 150 m2, tipe 90 m2 dengan luas tanah 225 m2 dan 238 m2. Dalam
pelaksanaan pembangunan perumahan yang dilakukan PT. Surya Graha Bhuwana
terhadap perumahan TirtaSani Residence telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menyebutkan
bahwa luas minimal Perumahan dan kawasan pemukiman adalah 36 m2. Dalam hal
pembayaran uang muka pembelian unit rumah, pihak pengembang memberlakukan
sistem bayar uang muka sebesar 40%, hal tersebut sesuai dengan Pasal 45 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2011 yang menjelaskan bahwa badan hukum yang
melakukan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun tidak
boleh melakukan serah terima dan/atau penarikan dana lebih dari 80% dari pembeli.
Namun dalam sistem penjualan perumahan belum sesuai dengan pasal 42 yang
mengatur bahwa perjanjian pendahuluan jual beli dilakukan setelah keterbangunan
perumahan paling sedikit 20% dari total unit rumah. perumahan Tirtasani Residence
belum mencapai batas minimal keterbangunan perumahan 20 % dari total 121 unit
seharusnya sudah dibangun 25 unit rumah namun fakta nya sudah terjual 42 unit
rumah.

2. Dalam hak keterpenuhan hak warga negara atas prinsip kepastian bermukim belum
didapat oleh pembeli dikarenakan masih besar kemungkinan pembeli tidak
mendapatkan tempat bermukim karena tidak adanya jaminan yang jelas pada saat
proses jual beli yang artinya unsur kepastian bermukim tidak dapat dipenuhi oleh
developer PT. Surya Graha Bhuana. Pembangunan Perumahan TirtaSani Residence
dibangun dengan batas-batas kavling yang jelas. Batas-batas kavling yang jelas akan
memberikan kepastian bagi penghuninya. Fasilitas umum yang disediakan oleh
TirtaSani Residence adalah jogging track, one gate system, security 24 hours, park,
sitting group namun pelaksanaanya belum optimal karena pembangunan yang masih
berjalan.

13
SARAN

perjanjian jual beli dengan cara kredit yang dilakukan perumahan Tirtasani Residence
sebaiknya ditinjau kembali karena perjanjian tersebut berisiko tinggi bagi pembeli . Jual beli
ini hanya melibatkan pembeli dan bank, sementara Developer PT. Surya Graha Bhuana sama
sekali tidak tersentuh. serta sebaik nya status rumah dapat diganti menjadi hak milik pembeli
bila sudah proses kredit karena status rumah yang masih HGB atas nama developer setelah
pembeli sudah proses kredit akan merugikan pembeli.

DAFTAR PUSTAKA
14
BUKU
Soerjono Soekamto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

INTERNET
old.bappenas.go.id/get-file-server/node/6695/ Diakses pada tanggal 8 Desember 2015
pukul 20.15 WIB
http://www.bibliopedant.com/FZ4Oy5B6Em77J5JiXFMK Diakses pada tanggal 8
Desember 2015 pada pukul 20.16 WIB

PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 1999 Beserta Petunjuk
Teknis Dan Petunjuk Pelaksanaanya

15
LAMPIRAN

A. Lampiran hasil wawancara

Wawancara dilakukan pada tanggal 4 Desember 2015, di kantor pemasaran New


Tirtasani Residence atas ketersedian waktu yang diberikan, kami melakukan
wawancara pada pagi hari dengan dua sales marketing PT. Surya Graha Bhuwana.
Berikut resume hasil wawancara :

1. Data Perumahan
Perumahan New Tirtasani Residence terletak di Jalan Solo-Tawangmangu KM. 11,5
Papahan, Jaten, Karanganyar. (Sebelah Gedung Muhamammadiyah). Mempunyai
121 UNIT rumah terdiri dari Type 50 (90 unit), Type 70 (26 unit), 90 (5 unit) yang
letaknya kurang lebih 10 menit dari kampus UNS dalam perumahan terdapat fasilitas
dan infrastruktur lain yang mendukung kegiatan masyarakat seperti One Gate System
(Security 24 hours), Jogging Track, Sitting Group dan Park/Green Area di rawat
oleh pihak developer setiap harinya serta biaya keamanan kebersihan sudah termasuk.
Air tiap rumahnya didapat dengan air sumur yang disediakan pada tiap rumah.
Perumahan ini termasuk kedalam jenis kawasan siap bangun (kasiba), system
pembeliannya pembeli membayar dahulu baru diberikan Perumahan ini ditujukan
kepada kalangan menengah keatas karena harga perumahan dimulai dari Rp 460 juta
lebih per unitnya. Perumahan ini bentuknya kotak dan melebar.
2. Perolehan dan Konsolidasi Tanah
Tanah yang digunakan untuk membangun perumahan New Tirtasani Residence
dahulu merupakan sawah yang dimiliki oleh seorang pribadi yang kemudian diperoleh
dengan membeli tanah tersebut. Proses balik nama dilakukan dengan cara balik nama
terlebih dahulu ke atas nama developernya yang kemudian baru dibalik namakan ke
atas nama pembeli rumah setelah terjadinya perikatan. Perumahan ini merupakan
milik PT.Surya Graha Bhuwana. Sistem yang digunakan dalam penjualan perumahan
Tirta Sani Residence ialah sistem jual bangun. Sistem jual bangun merupakan sistem
yang diterapkan oleh developer, dimana pihak developer baru akan membangun unit
rumah tersebut ketika pembeli/konsumen memesan unit rumah tersebut dengan
membayar sejumlah uang muka. Dalam istilah perumahan biasa dikenal dengan naik
bata.
3. Status kepemilikan
16
Kepemilikan rumah sebelum adanya pelunasan oleh si pembeli masih Hak Guna
Bangunan (HGB) namun apabila sudah lunas baru developer memberikan surat
kepemilikan tanah yaitu dengen Sertifikat Hak Milik (SHM) barulah setiap unitnya
merupakan punya perorangan. System pembelian dilakukan dengan Cash Tunai /
Kredit dengan pembiayaan Bank apabila ada oper kredit itu menjadi urusan dari
Pemilik rumah sendiri.
4. Pengukuran Tanah
Sebelum tanah diperoleh, terlebih dahulu dilakukan pengukuran terhadap tanah yang
akan dijadikan perumahan. Pengukuran dilakukan oleh BPN dengan dihadiri beberapa
saksi, salah satu nya adalah dari pihak kelurahan setempat. Setelah pengukuran selesai
dilakukan legalisasi oleh Notaris lalu sertifikat tanah baru bisa dikeluarkan.
5. Perizinan
Mengenai perizinan karena tanah dahulu bentuknya merupakan sawah (Pertanian) lalu
diubah menjadi pekarangan atau perumahan (non pertanian) yang biasa disebut
dengan proses pengeringan. Pada dasarnya ijin kering adalah ijin yang diberikan
terhadap peralihan tanah dari tanah basar seperti sawah, menjadi tanah yang
digunakan untuk bangunan. Ijin ini dikeluarkan ketika tanah basah tersebut menjadi
mengering, biasanya ini membutuhkan waktu sangat lama. Namun pada
prosesnya,karena ijin kering ini membutuhkan waktu yang cukup lama, maka pihak
developer untuk menyiasatinya, tanah basah sebelum diajukan dimohonkan ijinnya, di
blok terlebih dahulu aliran airnya, lalu diusahakan untuk cepat dikeringkan. Ketika
sudah kering barulah di ajukan permohonan ijin. Dengan menggunakan siasat ini,
tidak memerlukan ijin kering. Ijin kering biasanya dilakukan di bagian Tata Guna
Tanah (TGT) di Kantor Badan Pertanahan Surakarta namun mereka menggunakan
jasa Notaris.

17
B. Lampiran Dokumentasi

FOTO: Tampak depan perumahan New Tirtasani Residence dan Security Gates

18
FOTO: Memasuki Perumahan

19
FOTO: Fasilitas Sitting Group, Green Area, Jogingg Track

20
FOTO: Rumah yang sudah berpenghuni Type 50

21
FOTO: Rumah yang sudah berpenghuni Type 70

22

Anda mungkin juga menyukai