Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

Ulkus Kornea

Pembimbing :

Dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc

Disusun oleh:

Olivia Papilaya

11.2013.186

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA, RSM DR. YAP

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

01 Desember 2014 03 Januari 2015

YOGYAKARTA

1
KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

STATUS ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT MATA DR YAP

Nama : Olivia Papilaya


NIM : 11.2013.186
Dr. Pembimbing : Dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc

Fak. Kedokteran : UKRIDA

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
Alamat : DSN Sidorejo RT 03 / RW 04 DS Sidolaju Ngawi
Masuk RS : 18 Desember 2014

II. ANAMNESIS
Dilakukan Auto-Anamnesis pada tanggal 22 Desember 2014 Jam 13.00

Keluhan Utama:
Mata kanan kabur dan gatal kurang lebih 1 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh mata kanan kabur dan
gatal. Sehari sebelumnya pasien mengaku mata kanannya terkena sapu saat sedang
membersihkan rumah.
Setelah itu pasien merasa pandangan menjadi kabur seperti ada benda yang
menghalangi dan timbul mata merah. Pasien sering mengucek mata karena merasa
mata sering gatal. Pasien sudah berobat di daerah tempat tinggal setempat dan sudah
2
diberi obat tetes mata (baquinor, dibekacin, dan sulfas atropin) tetapi keluhan belum
sepenuhnya membaik. Sebelumnya pasien mengaku dulu matanya sering gatal dan
berair.
Pasien menyangkal adanya penggunaan obat-obat seperti jamu dan steroid.
Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan
hepatitis.

Riwayat Penyakit Dahulu:


a. Umum :
- Diabetes Mellitus : tidak ada
- Hipertensi : tidak ada
- Hepatitis : tidak ada
- Alergi obat : tidak ada
b. Mata :
- Riwayat penggunaan kacamata (-)
- Riwayat operasi mata disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada

Status Gizi:
Berat badan : 62 kg
Tinggi badan : 151 cm

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis (GCS : 15)
Tanda Vital : Tekanan Darah : 130/87mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 37C
Kepala : normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata

3
Mata : OD konjungtiva hiperemis dan sklera tidak ikterik
THT : septum deviasi (-), MAE lapang, T0-T0 tidak hiperemis
Thoraks : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-), BJ I-II murni
reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, datar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
KGB : tidak teraba pembesaran KGB

B. STATUS OFTALMOLOGIS

KETERANGAN OKULO DEXTRA (OD) OKULO SINISTRA (OS)

1. VISUS
Tajam Penglihatan 3/60 6/6
Axis Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Distansia Pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kacamata Lama Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah

3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema Tidak ada Tidak ada

4
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebra Tidak ada Tidakada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Hiperemis Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Injeksi Tidak ada Tidak ada
Subkonjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum Lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

9. KORNEA
Kejernihan Keruh Jernih
Permukaan Tepi tidak rata Licin
Ukuran 12mm 12mm
Sensibilitas Menurun Baik
Infiltrat Ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus Senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN


Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak ada Tidak ada

11. IRIS
Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Kripte Jelas Jelas
Sinekia Tidak ada Tidak ada

6
Koloboma Tidak ada Tidak ada

12. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 2,5 mm 2,5 mm
Refleks Cahaya Positif Positif
Langsung
Refleks Cahaya Tak Positif Positif
Langsung

13. LENSA
Kejernihan Keruh Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow Test Positif Negatif

14. BADAN KACA


Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. FUNDUS OKULI


Batas Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Warna Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Ekskavasio Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Rasio Arteri:Vena Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
C/D Ratio Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Makula Lutea Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Retina Tdak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Eksudat Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Perdarahan Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Sikatriks Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinlai
Ablasio Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

7
16. PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Normal perpalpasi Normal perpalpasi
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

17. KAMPUS VISI


Tes Konfrontasi Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Slit lamp
2. Laboratorium

V. RESUME
Telah diperiksa seorang wanita berusia 41 tahun dengan keluhan mata kanan
kabur dan gatal 1 bulan SMRS. Sehari sebelumnya pasien mengaku mata kanannya
terkena sapu saat sedang membersihkan rumah. Setelah itu pasien merasa pandangan
menjadi kabur seperti ada benda yang menghalangi dan timbul mata merah. Pasien
sering mengucek mata karena merasa mata sering gatal. Pasien sudah berobat di
daerah tempat tinggal setempat dan sudah diberi obat tetes mata (baquinor, dibekacin,
dan sulfas atropin) tetapi keluhan belum sepenuhnya membaik. Sebelumnya pasien
mengaku dulu matanya sering gatal dan berair. Pasien menyangkal adanya
penggunaan obat-obat seperti jamu dan steroid. Pasien juga menyangkal adanya
riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan hepatitis. Pada pemeriksaan
ditemukan tajam penglihatan 3/60. Kornea; keruh, tepi tidak rata, ada infiltrat dan
ulkus. Lensa; keruh.

VI. DIAGNOSIS KERJA

OD : Ulkus Kornea

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Keratitis
2. Keratojungtivitis

8
3. Keratomikosis

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


1. Tes fluoresein
2. Pewarnaan Giemsa dan larutan KOH
3. Kultur (PCR)
4. USG Biometri

IX. PENATALAKSANAAN
- Debridement epitel kornea
- Pro operasi: OD injeksi subkonjungtiva diflucan + ceftazidime
Baquinor /3 jam OD
Dibekacin /2 jam OD
Sulfas Atropin ed 3x1 OD
Antalgin 500 mg 3x1
Valisanbe 3x1
Cefadroxil 2x1

X. PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD)
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam

XI. EDUKASI
Mata jangan terlalu sering terpapar sinar matahari ataupun debu. Disarankan
menggunakan kacamata saat berada diluar ruangan.
Jangan sering mengucek mata jika mata gatal.
Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum memegang daerah sekitar
mata.

9
ULKUS KORNEA

I. PENDAHULUAN
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah,
namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgenses. Deturgenses; atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel
telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata
menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air
dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma oleh benda asing, dan dengan air mata
atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga
menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea.
Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi
kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa perforasi, endoftalmitis,
bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan
merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab
kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini
terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila
terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma
dan meninggalkan jaringan parut yang luas.2

10
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian
lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.3

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah
jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm
di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior,
kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan
epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar +43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu
sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Mata

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam:

1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

11
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.4

Gambar 2. Corneal Cross Section

12
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan diantara daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan
air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.1

III. DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.2,4

Gambar 3. Ulkus Kornea

IV. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus kornea
tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya
ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang
tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada
tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan
kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura
melaporkan selama 2,5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas
atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan

13
refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih
banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang
dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya
trauma termasuk trauma kornea.3

V. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior
dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat
sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik.5

14
VI. ETIOLOGI

a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi Jamur
Disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies
mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.1,4
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka
tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada
bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran
kolagen kornea.
Radiasi atau suhu

15
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (aquous, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan
epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A
dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan
oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis5,6

VII. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik / ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)1,6

16
Ulkus Kornea Sentral

a. Ulkus Kornea Bakterialis:


Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi
sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi
radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus
sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam
dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus
yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.
Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat
terlihat hipopion yang banyak.

Gambar 4a. Ulkus Kornea BakterialisGambar 4b. Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi
sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat
dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman.
Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan
beratnya ulkus yang terlihat. Diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

17
b. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada
bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian
sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam,
seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi candida bentuk tukak lonjong
dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.
Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 5. Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus


Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada
mata ditemukan vesikel kulit dan edema palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea
keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk
dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes
zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi
dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi
sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes
simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda
injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel
kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada
kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel.
Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin
dengan benjolan diujungnya.

18
Gambar 6a. Ulkus Kornea Dendritik 6b. Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan
dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan
infiltrat perineural.

Gambar 7. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksik
atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis
nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral.
Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar 8. Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. Ulkus
mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum
diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas
tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan

19
sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan
satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

Gambar 9. Mooren's Ulcer

c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-
kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi
satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan
dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

VIII. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva


Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.4

Gejala Objektif

Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

20
Hipopion4

IX. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien
penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing,
abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi
virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian
obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit
bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi
akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi
khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion.1,3
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 10. Kornea ulcer dengan fluoresensi

Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan

21
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.5

Gambar 11. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 12a. Pewarnaan gram ulkus kornea 12b. Pewarnaan gram ulkus kornea herpes
simplex herpes zooster

Gambar 13a. Pewarnaan gram ulkus kornea 13b. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri
bakteri akantamoeba

X. PENATALAKSANAAN
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata
agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea
tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus,
anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat

22
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat
dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang
kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan
yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang
mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan
biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan
intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan
naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini
diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis,
dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga,
tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, kebanyakan dipakai sulfas atropine karena
bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata
dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis

23
sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru.
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain
tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan
dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi:
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1,
2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan
Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti
biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal
untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat menghalangi
pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih
tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

24
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat.
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan
instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada
pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang
banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus
dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang
kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini
dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan
gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka
dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati seperti
ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.4,6,7

Gambar 14. Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea
ditepi perforasi.

25
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan
kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa
kriteria yaitu :
- Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
- Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
- Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 15. Keratoplasti

XI. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat
mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk ke dalam mata.
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah.
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.7

XII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat


Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea

26
Katarak
Glaukoma sekunder7

XIII. PROGNOSIS
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal
ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka
dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian
terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel
epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari
konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang
pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas
dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.3,8

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Katarak dalam ilmu penyakit mata, Edisi II, Cetakan ke-1. Balai penerbit
FKUI,Jakarta,2002. Hal 212 215.
2. Ilyas S. Katarak dalam penuntun ilmu penyakit mata, Edisi ke-2, Cetakan ulang 2003.
balai penerbit FKUI, Jakarta,2003. Hal 133-137.
3. Ilyas S, Mailangkung, H.B.B Taim H, Saman R. Katarak dalam ilmu penyakit mata
untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Edisi II, Cetakan pertama.Penerbit
C.V. Sagung Seto, Jakarta 2002. Hal 148 152.
4. Vaughan D, Ashbury T, Riodan P. Lensa dalam ofthalmologi umum. Edisi 14, Cetakan
I. Penerbit Klidya Medika 2000. Hal 177.
5. Nana wijaya. Katarak dalam ilmu penyakit mata, Cetakan ke 6.Hal 192-211.
6. Ilyas S. Katarak(Lensa mata keruh), Cetakan ke-2. Balai penerbit FKUI,Jakarta,1999.
7. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika,
Jakarta, 2000, hal. 211-214.
8. Nema HV, Text book of Opthalmology, Edition 4, Medical publishers, New Delhi,
2002, page 249-251.

28

Anda mungkin juga menyukai