Anda di halaman 1dari 5

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tn. AR yaitu: Resiko ketidak
efektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala, Resiko Cidera
berhubungan dengan Penurunan tingkat kesadaran, gelisah, Hambatan Mobilitas Fisik
berhubungan dengan Kerusakan persepsi/kognitifDalam penelitian ini bertujuan untuk
menentukan bagaimana ketinggian
kepala pada tempat tidur dari 30 mempengaruhi dinamika
serebrovaskular pada pasien dewasa dengan vasospasme ringan atau sedang
setelah aneurisma subarachnoid hemorrhage dan untuk menggambarkan respon
vasospasme ringan atau sedang kepala pada tempat tidur elevasi 20 dan 45
terhadap variabel seperti kelas perdarahan subarachnoid dan tingkat
vasospasme .
Metode penelitiannya pasien desain diulang dengan langkah yang
digunakan. Kepala pasien dan tempat tidur diposisikan 30 pasien dengan vasospasme
ringan atau sedang antara hari 3 dan 14 setelah
aneurisma subarachnoid hemorrhage. Kontinyu transkranial Doppler rekaman
diperoleh selama 2 sampai 5 menit setelah membiarkan sekitar 2 menit untuk
stabilisasi dalam setiap posisi.
Hasilnya ada pola atau trend yang menunjukkan bahwa kepala pada
tempat tidur yang ditinggikan akan meningkatkan vasospasme. Sebagian
kelompok , tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pasien pada posisi yang
berbeda dari kepala yang ditinggikan tempat tidurnya. Memanfaatkan
tersebut menunjukan tidak ada kerusakan saraf terjadi. Kesimpulan secara
umum, elevasi kepala pada tempat tidur tidak menyebabkan perubahan
berbahaya dalam aliran darah di otak yang berhubungan dengan vasospasme .
Peningkatan tekanan intrakranil ini bisa disebabkan oleh 3 faktor
(Suadoni, 2009) yaitu peningkatan volume otak (odema, perdarahan), cairan
cerebrospinal (peningkatan produksi, penurunan absorbsi, ketidak adekuatan
cirkulasi) dan juga disebakan oleh darah (vasodilatasi, obstruksi vena kapa
superior, gagal jantung dan trombosis di vena serebral). Peningkatan tekanan
tinggi intrakranial secara klasik ditandai dengan suatu trias, yaitu nyeri kepala,
muntah-muntah dan papil edema.

Pathway PTIK

47
Meningkatnya volume intrakranial

Tekanan intrakranial meningkat

Compresi vena

Stagnasi darah

Tekanan intrakranial meningkat

CBF menurun

Perfusi menurun

PaO2 menurun, PaCO2 meningkat, dan pH menurun

pembuluh darah dan sel menjadi rusak

darah dan cairan keluar dari pembuluh darah

menekan daerah yang ada di bawahnya termasuk pembuluh darah

aliran darah ke otak

oksigen ke jaringan otak
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 201 5 1097

terjadi metabolisme anaerob

ATP yang dihasilkan sedikit +
asam laktat

Na+ hanya dapat influks tidak dapat efluks

shif cairan ke interstisial

oedem otak

semakin menghambat perfusi ke jaringan otak
Otak terdesak ke bawah melalui tentorium (herniasi otak)

Menekan pusat vasomotor, arteri cerebral post, N. Occulomotorius,
corticospinal pathway, serabut RAS

48

Mekanisme untuk mempertahankan kesadaran, pengaturan suhu, tekanan
darah, nadi, respirasi, dan pergerakan menjadi terganggu.

4.2. Pembahasan
Untuk itu sebagai perawat diruangan harus mengetahui
bagaimana ciri-ciri pasien yang mengalami PTIK dan intervensi yang harus
dilakukan.
Adapun pengkajian yang harus dilakukan adalah :
4.2.1. Airway :
Pastikan penanganan jalan nafas dengan teknik kontrol servikal sehingga
dapat memudahkan oksigen masuk ke paru-paru. Lakukan posisi head up <
30 derajat untuk mempermudah aliran masuk dan keluar darah ke otak.
4.2.2. Breathing
Pastikan asupan oksigen adekuat dengan mempertahankan saturasai 95 100 %.
Lihat perkembangan data apakah simestris atau tidak, deviasi trakea,
suara nafas tambahan, distensi vena jugularis. Berikan oksigen dengan
konsentrasi tinggi .Apabila pasien dilakukan
pemasangan ETT maka di anjurkan memakai ventilator mekanik.
4.2.3. Circulation
Kaji tekanan darah pasien, frekuensi nadi, suhu, dan adanya ciri-ciri
perdarahan. Pasang IV line 2 jarum besar. Pada kasus peningkatan tekanan
intrakranial, frekuensi nadi dan pernapasan menurun, sedangkan tekanan
darah dan suhu meningkat.
4.2.4. Disability
Menilai gangguan neruologis pada psien seperti tingkat kesadaran, pupil,
laserasi, muntah, nyeri kepala. Tingkat kesadaran biasanya terjadi penurunan
dari : sadar, gelisah, menjadi tidak sadarkan diri. Penilaian kesadaran ini
menggunakan nilai GCS. Pupil biasanya mengalami masalah yaitu anisokor
sebagai penanda adanya herniasi otak. Muntah, dapat terjadi pada
peningkatan tekanan pada pusat refleks muntah di medulla.
Untuk mengetahui tekanan yang terjadi pada otak, ada beberapa cara
yaitu
4.2.4.1. Pengukuran Epidural (EDP)
Penanaman sensor tekanan atau penempatan transducer langsung di atas
permukaan dura.
4.2.4.2. Pemantauan tekanan subdural
Memasang stopcock yang diisi saline pada rongga subdural melalui
lubang pada kranium. Stopcock ini dihubungkan dengan tranducer melalui
pipa intravena berisis saline.
4.2.4.3. Pemantauan tekanan ventrikuler.
Penggunaan ventrikulostomi untuk mengeluarkan cairan CSF untuk studi
diagnostik merupakan prosedur neurosurgical yang lama dapat dipercaya
untuk mengukur TIK.

49
Kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi di era globalisasi berpengaruh terhadap
peningkatan mobilitas penduduk berdampak pada penigkatan kasus cedera kepala akibat
kecelakaan lalulintas. Oleh karena sebagian besar masyarakat belum begitu mengetahui
tentang cedera kepala beserta akibatnya. Salah satu dampak dari cedera kepala adalah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Tekanan intrakranial merupakan
jumlah total dari tekanan yang mewakili volume jaringan otak, volume darah intrakranial
dan cairan serebro spinal (Japardi, 2002). Risiko utama pasien yang mengalami cedera
kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respons
terhadap cedera dan peningkatan tekanan intrakranial (Brunner & Suddart, 2002).
Penanganan segera akibat cedera primer, adalah pencegahan cedera kepala sekunder
dengan pencegahan peningkatan TIK, mempertahankan tekanan fungsi cerebral yang
adekuat (Retnaningsih, 2008). Tatalaksana tersebut di atas untuk mencegah kematian dan
kecacatan yang disebabkan oleh cedera kepala. Tindakan rutinitas yaitu pasien
dibedrestkan, observasi tanda-tanda vital yang belum intensif, manajemen cairan yang
belum terprogram, dan hanya melaksanakan advis medis saja, dimana asuhan
keperawatan yang belum nampak sehingga tata laksana cedera kepala masih belum
optimal, sehingga peningkatan TIK belum dapat dicegah sedini mungkin, oleh karena itu
morbiditas dan mortalitas masih sangat besar.
Manajemen cedera kepala terutama diarahkan untuk mengevaluasi tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial merupakan evaluasi
untuk mengetahui perkembangan cedera kepala itu sendiri. Dilakukan intervensi untuk
mencegah terjadinya peningkatan tekanan tekanan intrakranial adalah pemberian terapi
diuretik osmotik sesuai dengan kebutuhan, mempertahankan head up 30 derajat,
mempertahankan terapi oksigen, penghisapan bila diperlukan, pertahankan jalan nafas.
Intervensi tersebut diatas sehingga bisa mencegah bagaimana cara supaya cedera kepala
ringan tidak menjadi cedera kepala sedang dan berat. Pada cedera kepala ringan dan
sedang juga ditandai dengan nyeri kepala, gangguan penglihatan, gangguan tidur, kejang,
perubahan mood, mual, gangguan penciuman, sensitive terhadap suara dan sinar, bingung
dan keterlambatan berfikir.
menganalisa venomena yang terjadi maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang efektifitas pemberian posisi head up 30 derajat terhadap penurunan terkanan
intracranial pada pasien cidera kepala di. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektifitas pemberian posisi head up 30 derajat terhadap penurunan tekanan intra cranial
pada pasiean cidera kepala.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pre eksperimen dengan pendekatan one group
pretest dan postes design, sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan cidera kepala,
tekhnik pengumpulan data menggunakan lembar observasi tanda-tanda peningkatan TIK,
peneliti mengukur peningkatan tekanan intra cranial sebelum dilakukan posisi head up 30
derajat kemudian di catat dilembar observasi, setelah itu peneliti memberikan intervensi
yaitu memberikan posisi head up 30 derajat , setelah itu peneliti mencatat hasil penurunan
tekanan intra cranial.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

50
5.1. Kesimpulan
Cedera kepala (head Injury) atau trauma atau jejas yang terjadi pada
kepala bisa oleh mekanik ataupun non-mekanik yang meliputi kulit kepala, otak
ataupun tengkorak saja dan merupakan penyakit neurologis yang paling sering
terjadi, biasanya dikarenakan oleh kecelakaan (lalu lintas). Hal tersebut bisa
mengakibatkan terjadi peningkatan intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial
merupakan kondisi yang harus di tangani adalah positioning,
hipervenitilation, kontrol suhu : hipotermi, kontrol tekanan darah, kontrol kejang,
kolaborasi pemberian diuretik, dan kontrol kebutuhan metabolik.
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 201 5 1099

5.2. Saran
Diharapkan kedepannya ada penelitian terkait dengan pengukuran
tekanan intrakranial pada pasien dengan trauma kepala yang dapat
diimplementasikan diruangan khususnya diruangan .

51

Anda mungkin juga menyukai