Anda di halaman 1dari 19

~ Alokasi Dana Desa (ADD) Salah Arah ~

Oleh : HERIYONO AHMAD

Implementasi Desa dalam Undang - Undang No. 32 Tahun 2004,


tentang Pemerintah Daerah. Di situ desa diberi pengertian sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas - batas wilayah
yurisdiksi yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan negara
Republik Indonesia.
Desa adalah suatu daerah yang secara administratif mempunyai kesatuan hukum,
dan di dalamnya terdapat oranisasi pemerintahan yang di pimpin oleh kepala desa melalui
pemilihan secara lansung. Dan secara politis desa memiliki kewenangan tertentu untuk
mengurus dan mengatur masyarakat di dalamnya. Dengan demikian Desa mempunyai
peranan penting dalam menunjang kesuksesan Daerah secara Nasional. Bahkan Desa
merupakan titik utama dalam menggapai keberhasilan dalam bidang ekonomi dan program
Pemerintah lainnya.
Desa merupakan organisasi Pemerintah yang berfungsi sebagai mitra bagi
pembangunan daerah dan sebagai pemasok kebutuhan bagi daerah. Desa juga merupakan
organisasi pemerintah yang terlibat langsung dalam masyarakat dengan segala latar
belakang kebutuhan yang menunjang program program pemerintah, khususnya dalam
pelaksanaan tugas di bidang pelayanan publik. Untuk melaksanakan tugas dan urusan
tersebut maka di perlukan dukungan sember daya personil, dana, maupun penunjang
lainya. Alokasi Dana Desa (ADD).
Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan salah satu bentuk transfer dana dari
pemerintah yang telah di tetapkan 10% dari dana perimbangan pemerintah pusat dan
daerah yang di terimah masing masing pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk dapat
merumuskan hubungan keuangan yang sesuai maka diperlukan pemahaman mengenai
kewenangan yang dimiliki Pemerintah Desa.
Penjabaran kewenangan desa merupakan implementasi program desentralisasi dan
otonomi. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi desa maka desa memerlukan
pembiayaan untuk menjalankan kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. berdasarkan
sumber yang diperoleh, Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD), yaitu :
1. Alokasi Dana Desa (ADD) bertujuan peningkatan aspek pembangunan baik prasarana fisik
maupun non fisik dalam rangka mendorong tingkat partisipasi masyarakat untuk
pemberdayaan dan perbaikan taraf hidupnya.
2. Azas dan prinsip pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) yaitu transparan, akuntabel, dan
partisipatif.
3. Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bagian yang integral dengan APBDes mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporannya.
4. Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) ditetapkan sebesar 30% untuk belanja aparatur
dan operasional Desa dan sebesar 70% untuk belanja pemberdayaan masyarakat.
5. Meskipun pertangungjawaban Alokasi Dana Desa (ADD) integral dengan APBDes, namun
tetap diperlukan pelaporan atas kegiatan kegiatan yang dibiayai dari anggaran
tersebut secara berkala (bulanan) dan laporan hasil akhir penggunaan. Laporan ini
terpisah dari pertanggungjawaban APBDes, hal ini sebagai bentuk pengendalian dan
monitoring serta bahan evaluasi bagi Pemda.
6. Untuk pembinaan dan pengawasan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dibentuk Tim
Fasilitasi Kabupaten/Kota dan Tim Pendamping Kecamatan dengan kewajiban sesuai
tingkatan dan wewenangnya. Pembiayaan untuk Tim dimaksud dianggarkan dalam APBD
dan diluar untuk anggaran ADD.
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 pasal 2, telah di sebutkan juga bahwa
dana desa dikelola secara tertib, taat kepada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan
dan kepatuhan serta mengutamakan kepentingan masyarakat setempat.
Tujuan dari penerapan hal tersebut agar Pemerintah Desa tidak menjadikan Alokasi Dana
Desa (ADD) sebagai penunjang kekayaan Aparatur Desa. Hal utama yang harus dilakukan
aparatur desa adalah merencanakan program kerja berjangka panjang dan menegah
dengan memfokuskan pada satu atau dua program yang mampu memberikan kontribusi
besar untuk masyarakat menengah kebawah, selain tetap melaksanakan program lain yang
bersifat jangka pendek.
Dari itu Pemerintah Desa harus meyakinkan kepada masyarakat akan pentingnya tingkat
keberhasilan, dan besar nilai tambahnya atas program yang difokuskan tersebut. Alokasi
Dana Desa (ADD) merupakan amanah dari pemerintah sebagai sarana penunjang dan juga
impus untuk pembangunan dan pemeberdayaan masyarakat yang ada di sebuah desa,
dimana bantuan tersebut digunakan sebagai fasilitas masyarakat dalam mengembangkan
dan memajukan produksivitas sebuah desa, bukan di gunakan untuk menunjang fasilitas
pribadi aparatur desa.
Dewasa ini alokasi dana tersebut di jadikan permen oleh oknum oknum Desa yang
haus akan keinginan yang tidak terbatas. Alokasi dana yang diberikan terkadang
diminimalisir serta di pangkas, hal demikian tentunya sudah menjadi budaya di negeri ini,
sehingga tindakan-tindakan yang menyimpang tersebut perluh sedia payung sebelum
hujan, sebab perbuatan ini akan berdampak pada desa maupun daerah itu sendiri.
Penyimpangan demikian sangat berkontradiksi dengan tujuan Alokasi Dana Desa (ADD).
sehingga dengan adanya penyimpangan seperti ini, tentunya para aparatur desa akan
diberikan sangsi dan hukuman sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku kepada para
oknum penyalah guna anggaran tersebut, beberapa contoh desa di beberapa daerah yang
melakukan penyimpangan menyalagunakan dana desa seperti desa Plosokidul di Kediri Jawa
Timur, desa Kelapa Sebatang Labuhan Batu Sumatra Utara, desa Landah Praya Timur di
Lombok, desa Paya Itik Deliserdang Medan, Kabupaten Bima yang hapir semua desa
terindikasi menyala gunakan dana tersebut dan beberapa daerah lainnya yang juga
diberikan sangsi sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku.
Dengan refensi demikian mestinya ada yang diperhatikan oleh Bupati sebagai kepala
daerah untuk memberikan peningkatan kapasitas dan menambah pengetahuan dalam
pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD). Sehingga dana desa bisa di kelola secara maksimal
dan sesuai arah yang di tentukan. Dengan demikian para aparatur desa akan mempunyai
bekal pengetahuan dasar dalam merealisasikan amanah pemerintah No. 5 Tahun 2015
tersebut.
Petani Protes BPN Keluarkan Sertifikat di Lahan Sengketa
Sekitar 200-an petani dari enam kelompok di Sumatera Utara (Sumut), Selasa (29/10/13),
mendatangi Kanwil BPN Sumut di Medan. Mereka protes BPN yang mengeluarkan sertifikat
kepemilikan lahan eks HGU PTPN II seluas 102 hektar di Sei Bekala, Desa Durin Tonggal,
Kabupaten Deli Serdang, kepada dua perusahaan besar. Kedua perusahaan itu, PT Anugrah
Multi Sumatera, disebut-sebut milik pejabat Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, dan PT
Indo Palapa, milik pengusaha properti Sumut.
Ratusan petani ini menyatakan, lahan yang dikuasai dua perusahaan itu, tanah milik 141
petani, berdasarkan surat kepemilikan yang mereka miliki. Sayangnya, karena campur
tangan oknum pejabat Badan Pertanahan (BP) Deli Serdang, ratusan hektar lahan
perkebunan palawija petani yang sudah turun temurun itu, dicaplok. Perusahaan memegang
surat sakti dari BPN.
Sebelumnya, petani mencoba bertahan, namun dua perusahaan itu, mengusir mereka
menggunakan aparat kepolisian dan preman. Mereka diserbu, dianiaya hingga puluhan
orang luka parah.
Lembah Keliat, Koordinator Petani mengatakan, BP Deli Serdang, diduga disuap dua
perusahaan itu, untuk mengeluarkan sertifikat hak milik. Tanah itu, saat ini menjadi
sengketa, tetapi BP Deli Serdang, malah mengeluarkan sertifikat kepemilikan. Dimana
keadilan itu? Kami juga memiliki surat kepemilikan. Itu sudah ada sejak 20 tahun lalu saat
ayah dan kakek kami tinggal disini dan berkebun.
Ratusan petani ini mendapat pengawalan ratusan aparat dari Polresta Medan. Para petani
datang membawa anak cucu. Bahkan peralatan dapur dan selimut dan tikar sudah disiapkan
untuk menginap, jika Kanwil BPN Sumut, tidak mau evaluasi dan mencabut sertifikat tanah
yang sudah dikeluarkan.
Lembah mengatakan, beberapa waktu lalu, BPN dan Pemprov Sumut, serta Pangdam I/BB
sudah menandatangani pengakuan tanah itu.
Perebutan lahan seluas 102 hektar ini berlangsung sejak 2008. Saat mediasi antara petani
dan pihak bersengketa, BP Deli Serdang, kata Lembah, mengakui perusahaan itu hanya
menguasai 48 hektar. Ada 24 sertifikat ditutup-tutupi apakah hak pakai atau hak milik. BPN
pernah menunjukkan sertifikat, dan hanya ada 21 sertifikat hak milik. Kami orang kecil ini,
hanya ingin menuntut keadilan.

Aksi para petani di BPN Sumut, menuntut pengembalian lahan eks PT PN II yang kini
dikeluarkan sertifikat kepada perusahaan. Foto: Ayat S Karokaro
Tigor Sembiring, salah satu petani mengatakan, tanah itu mereka miliki berdasarkan surat
keterangan kepala desa. Namun, BPN malah memberikat sertifikat kepada dua perusahaan
itu, di lahan eks HGU PTPN IIyang harusnya kembali ke pemerintah, bukan malah dijual.
Pada 23 Desember 2008, katanya, BP Deli Serdang mengeluarkan sertifikat di lahan
sengketa eks HGU PTPN II. Selama ini, petani menanam jagung dan palawija di wilayah itu.
Damargali Widihasta, Kepala Bidang V Pengkajian dan Penanganan Sengketa, Kanwil BPN
Sumut, mengatakan, BPN akan inventarisasi ulang bersama dan memanggil BP Deli
Serdang. BPN sudah pernah memanggil dua perusahaan, namun tak mau hadir.
Kanwil BPN Sumut, katanya, pernah mediasi tetapi gagal. BPN pun akan mengambil alih
kasus ini, termasuk mencari bukti tuduhan petani soal dugaan keterlibatan oknum pejabat
BP Deli Serdang.
Dalam waktu tujuh hari, Kanwil BPN Sumut akan membetuk tim khusus menelaah kasus ini,
termasuk penelitian mengenai sikap BP Deli Serdang, yang mengeluarkan sertifikat kepada
kedua perusahaan ini. Berkas-berkas ada di Deli Serdang. Ini untuk meneliti dan analisis
data yuridis dan bukti yang ada. Termasuk melibatkan data dan bukti petani. Jika alas hak
petani kuat, akan pengukuran ulang, dan meneliti lebih dalam apakah akan mencabut
sertifikat atau tidak.
Menurut dia, BPN Sumut juga akan uji formal tetapi fakta yuridis tetap peradilan yang
menentukan. Sebab, jika sertifikat dibatalkan harus ada aspek yuridis dan tidak bisa hanya
berdasarkan tekanan dari pihak manapun. Ada tahapan-tahapan, salah satu mengumpulkan
barang bukti dan mengukur ulang lahan sengketa, serta penelitian mendalam melibatkan
berbagai pihak, kata Damargali.
Sebenarnya, sengketa lahan ini berlangsung lebih dari 10 tahun. Sejak 1992, tanah petani
dicaplok menggunakan kekuatan militer. Mereka tak dapat berbuat apa-apa. Setelah
reformasi, petani kembali berjuang berusaha mengembalikan hak mereka.
Camat Kramatjati Potong Anggaran 30 Persen
Sidang kasus korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta dengan
terdakwa Camat Kramatjati, Dian Purfanto kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor), Senin (28/4). Dalam persidangan yang menghadirkan sejumlah saksi itu
terungkap, terdakwa memotong APBD 2013 sebesar 30 persen di setiap seksi atau unit
kecamatan. Ironisnya, terdakwa hingga kini masih menjabat sebagai Camat Kramatjati.
"Uang 30 persen hasil pemotongan itu digunakan untuk mendanai kegiatan yang tidak ada
di daftar pengisian anggaran (DPA). Karena pemotongan itu, kegiatan juga jadi tidak
maksimal. Sebenarnya kegiatan yang tidak ada di DPA itu sulit diadakan tapi karena
terpaksa, jadi diadakan "
Sidang yang diketuai Majelis Hakim Ibnu menghadirkan lima orang saksi diantaranya,
Kasubag Keuangan Kecamatan Kramatjati Murtiani, Sekretaris Kecamatan Kramatjati Kholi
Susanto, dan Kasie Pemerintahan dan Trantib Kecamatan Kramatjati Sani.
Dalam kesaksiannya, semua saksi yang hadir mengungkapkan, saat baru mejabat, terdakwa
memerintahkan agar pejabat di kecamatan tetap menggunakan pola lama yakni memotong
30 persen anggaran dalam setiap kegiatan. "Uang 30 persen hasil pemotongan itu
digunakan untuk mendanai kegiatan yang tidak ada di daftar pengisian anggaran (DPA).
Karena pemotongan itu, kegiatan juga jadi tidak maksimal. Sebenarnya kegiatan yang tidak
ada di DPA itu sulit diadakan tapi karena terpaksa, jadi diadakan, ujar Murtiani saat
memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Senin (28/4).
Sementara itu, Kholi Susanto yang menjabat sebagai Sekretaris Kecamatan Kramatjati
menambahkan, kendati terdakwa memerintahkan pemotongan sebesar 30 persen untuk
setiap kegiatan, namun tidak semua kegiatan yang ada dipotong. Saya sering mendengar
keluhan dari para kepala seksi, bahwa pemotongan anggaran itu membuat kegiatan tidak
maksimal. Tapi kegiatan itu tetap dilaksanakan, kata Kholi Susanto.
Proyek Siluman Mulai Menjamur di Tebo
RIMBOBUJANG- Proyek pengerjaan pelebaran jalan di desa Sungai Pandan tepatnya di Unit 8
tidak di temui adanya papan nama proyek, tidak ada keterangan atau data yang menuliskan
besaran dana yang di kucurkan untuk pengerjaan proyek tersebut.
Suid Taher selaku kepala desa Sungai Pandan ketika di temui saat melintas di lokasi
pelebaran jalan kemarin menjelaskan jika jalan ini sudah sangat lama di lintasi warganya, Di
mana jalan tersebut merupakan jalan tembus dari ujung jalan poros desa Sungai Pandan.
"Dulu ini jalan setapak yang hanya bisa di lintasi sepeda motor saja,namun fungsi jalan ini
sangat membantu warga yang berada di ujung jalan poros desa ini untuk akses menuju
pasar, sekolah, dan masjid"ungkapnya kepada koran ini kemarin.
Terkait dengan pengerjaan pelebran jalan ini,dirinya hanya sebagai pengawas untuk dalam
pengerjaan. Yang merupakan mewakili dari masyarakat yang ada selaku pemimpin desa.
Terkait dengan prosedur dan etika . Pengerjaan yang di lakukan oleh kontraktor, Kades
tersebut tidak begitu mengerti, terlebih dalam hal pemasangan papan nama proyek di lokasi
tersebut.
Menurutnya yang terpenting bagi masyarakat desa, keinginan dan impina para masyarkat
memiliki jalan tembus, sekarang sudah terwujud. Walaupun pengerjaannya baru sebatas
pelebaran, yang kemudian akan di lanjut dengan pengerjaan lainnya.
Sahran warga desa setempat menuturkan jika dirinya sangat berharap dalam hal pengerjaan
pelebaran jalan tidak hanya asal jadi saja, namun harus sesui standar dan juknis yang
ada,"kami hanya bisa berharap walupun di lokasi pengerjaan tidak di temui adanya papan
nama proyek, Namun selaku masyarakat kecil,jangan kami dirugikan oleh pihak kontraktor
dalam hal tidak adanya ke transparanan dalam hala jumlah besaran dana yang di
alokasikan, pungkasnya

Ketua Majelis Hakim, Ibnu meminta para saksi untuk tidak memberikan keterangan yang
berbelit-belit dan membingungkan. Karena ini bukan ujian, jadi kesaksiannya harus jelas
berdasarkan fakta, kata Ibnu.
Sedangkan terdakwa Dian Purfanto mengaku menjadi korban dari kebijakan lama yang
harus dijalaninya. "Dari awal saya sudah keberatan adanya potongan anggaran sebesar 30
persen. Tapi karena ini pola lama yang harus dijalankan, ya saya jalankan," kilahnya.
Jaksa Penuntut Umum, Bobby Ruswin menambahkan, terdakwa telah melakukan
pelanggaran hingga negara dirugikan sebesar Rp 52 juta. "Sebagai camat, terdakwa harus
mampu mencegah adanya pola lama agar tidak diteruskan. Karena ada kerugian negara
yang ditimbulkan," tandasnya.

"PROYEK SILUMAN" Tidak Jelas Asal Anggarannya

Pekerjaan peningkatan jalan, di Perumahan Pondok Timur Indah (PTI), gang Puyuh 1 dan 2,
Mustika Jaya Kota Bekasi, yang anggarannya berasal dari APBD 2016, menuai kritik dari
Masyarakat.

Pasalnya dalam pekerjaan tersebut, pihak Kontraktor tidak Memasang papan atau plank
proyek, sehingga Masyarakat bertanya-tanya, berapa anggaran yang digunakan, dan
berasal dari mana dananya ?

Hal seperti ini kerap terjadi pada pelaksanaan proyek infrastruktur fisik dengan anggaran
rendah.

Kontraktor di duga dengan sengaja tidak membuat dan memasang papan proyek, dan
sayangnya pihak pengawas dari Dinas Bina Marga dan Tata Air (Disbimarta) pun enggan
untuk mengingatkan.

Ini secara tidak langsung Kontraktor bisa di kenai tuduhan menutup-nutupi hak publik
mendapatkan informasi, dan melanggar undang-undang nomer 14 Tahun 2008, tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Selain sudah disetujui, dan ada anggarannya, papan proyek adalah hak masyarakat, untuk
mendapat informasi tentang bagaimana Negara menggunakan uang rakyat.

Saat di konfirmasi terkait hal ini proyek yang sedang dikerjakan kontraktor inisial M, akrab
disapa Opung, dengan entengnya mengatakan, "planknya ketinggalan di kantor, besok
saya bawa" kilahnya dirumah kontrakan para tukang yang tidak jauh dari pekerjaannya,
rabu, (13/04/2016).

Dinas terkait mengkaji ulang tentang pentingnya papan proyek yang di buat bukan hanya
sebagai pelengkap, tetapi menjadi eksistensi proyek itu sendiri, dan merupakan penjamin,
apakah transparansi anggaran dapat di laksanakan atau tidak.

Hendaknya pihak Dinas juga memberikan sanksi tegas, terhadap para Kontraktor yang
dengan sengaja tidak membuat, dan tidak memasang plank pada saat pengerjaan proyek.

Diduga Gelapkan Dana BOS Kepala Sekolah Dilaporkan


M. Simanjuntak Kepala Sekolah SD No 173624 Simare Kecamatan Borbor diduga gelapkan
Dana BOS ratusan juta rupiah sejak tahun 2005-2016. Peryataan ini di keluarkanolehKetua
BIN DPD Tobasa Marimbun Marpaung Senin (14/2/2016) di Balige.

Marimbun Marpaung sebelumnya telah mencocokkan data pelaporan penggunaan Dana Bos
dari dinas pendidikan dengan kepala sekolah yang bersangkutan dan ternyata semua data
diduga fiktif.

Dalam keterangan yang diberikan oleh Marimbun Marpaung kepada media ini bahwa, kepala
sekolah yang bersangkutan tidak paham tentang administrasi dan tidak dapat menunjukkan
apa-apa saja yang dibelanjakan untuk kebutuhansiswa. Kemana selama ini dan abos yang
diberikan Negara kepada sekolahini ?

Hanya IbuMarince yang tau, kenyataannya bahwa buku mata pelajaran untuk siswa tidak
ada tegas Marimbun Marpaung.

Marince mengaku bahwa data tersebut tidak ia pahami dan ia merasa bahwa dinas
pendidikan telah mengada-ada. Marimbun merasa heran dengan gelagat kepala sekolah
yang bersangkutan. Kepala sekolah seolah-olah menuduh dinas pendidikan yang mengada-
ada dengan membuat data yang ia sendiri tidak pahami.

Atas temuan ini Kita akan menyurati pihak kepolisianPolresTobasa agar kepala sekolah yang
bersangkutan dimintai pertanggungjawabannya ungkap Marimbun geram.

Pantauan media ini kesekolah yang bersangkutan beberapa hari yang lalu bahwa memang
siswa menggunakan buku mata pelajaran yang sudah tidak layak dipakai.Bantuan dari
Bansos dan bantuan lain kepada sekolah ini masih utuh dalam kardu sbelum pernah
dipergunakan.

Seperti halnya alat peraga matematika, KIT Bahasa Indonesia, KIT IPA dan lain-lain.
Sementara tiap tahun dalam laporan pertanggungjawaban Dana Bos ada pembelian buku
mata pelajaran.

Entah kemanakan buku baru yang dibeli itu. Kenyataannya tidak ada dipakai siswa bahkan
dalam pengakuan siswa kepada media ini bahwa mereka membeli buku mata pelajaran ke
Laguboti karena sekolah tidak menyediakannya. Menyedihkan?

Bripka Seladi dan Kisah Gus Dur tentang


Polisi Jujur
Bripka Seladi tengah banyak diperbincangkan publik. Kisah dia memberi inspirasi akan sosok
polisi sederhana dan jujur. Seladi memilih mencari uang halal, dengan pekerjaan sampingan
sebagai tukang memulung sampah.

Cerita tentang Bripka Seladi sampai ke telinga Ketua DPR Ade Komarudin. Hingga akhirnya
politisi Golkar yang akrab disapa Akom ini mengundang Seladi makan siang bersama di Gedung
DPR, Senayan, Senin (23/5/2016). Sebelumnya, Akom menelepon Mabes Polri menyampaikan
undangan.
Didampingi Kapolres Malang Kota AKBP Decky Hendarsono, Seladi bertemu Akom yang
didampingi Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo dan beberapa anggota DPR.

Usai makan siang, Seladi dan Akom kemudian menemui wartawan. Saat itulah Akom
menyinggung tentang kisah polisi jujur yang pernah disampaikan Gus Dur.

"Dulu almarhum Gus Dur presiden RI ke 3 pernah berkata, cuma ada dua polisi yang jujur satu,
Pak Hoegeng kemudian yang kedua polisi tidur. Hari ini tambah satu, dan akan terus tambah lagi
polisi polisi di Indonesia," ucap Akom.

Seladi dalam kesempatan itu diberi penghargaan oleh Ketua DPR. Seladi yang menerima piagam
tampak sumringah. Senyum tampak dari bibirnya.

"Awal mulanya saya mulung tahun 2004. Waktu itu saya terjepit masalah biaya anak istri saya,"
jelas Seladi mengawali kisahnya di depan para anggota DPR. Hingga akhirnya lepas dinas dia
memulung sampah. Uang dari memulung sampah plastik itu sukses menambah pemasukannya.

Seladi juga sempat bercerita mengenai soal urusan SIM. Seladi memang berdinas di bagian SIM.
Dia menyampaikan agar masyarakat tak membuat SIM lewat calo.
"Bikin SIM di kota itu mudah, yang bilang itu susah itu hanya makelar, calo," tegas Seladi yang
selalu menolak saat ada yang mencoba menyuap dia mengurus SIM.

"Yang penting masyarakat harus jujur. Jujur dalam apapun, dan menghargai pekerjaan kami
dengan tidak memberikan suap," jelasnya.

Antrean Calon Tentara di Yaman Diguncang


Bom Bunuh Diri, 41 Orang Tewas
Aden - Dua ledakan bom mengguncang kota Aden, Yaman. Ledakan ini mengenai antrean para pemuda
yang hendak bergabung militer Yaman dan menewaskan sedikitnya 41 orang.

Otoritas setempat, seperti dilansir Reuters dan AFP, Senin (23/5/2016), ledakan pertama ini didalangi
pengebom bunuh diri yang bergabung dalam antrean calon tentara yang hendak mendaftar masuk
militer Yaman. Pendaftaran digelar di kediaman salah satu jenderal senior di distrik Khor Maksar, Aden.

Disebutkan komandan pasukan khusus Yaman, Brigadir Jenderal Nasser al-Sarei, sedikitnya 34 orang,
yang sebagian besar calon tentara Yaman, tewas akibat ledakan tersebut. Aden yang merupakan kota
pelabuhan itu, menjadi ibu kota sementara Yaman. Ibu kota de facto Yaman, yakni Sanaa masih diduduki
oleh kelompok pemberontak Houthi.

Situs berita lokal, Aden al-Ghad, menampilkan foto dari lokasi ledakan ketika para tentara mengevakuasi
calon tentara yang tewas. Sejumlah saksi mata melaporkan, raungan sirene ambulans terus terdengar
dari lokasi ledakan seiring evakuasi korban luka dilakukan. Korban luka dilaporkan mencapai 60 orang.
Disampaikan pejabat lokal, bahwa satu ledakan bom lainnya terjadi di dalam markas militer setempat.
Ledakan ini dilaporkan menewaskan tujuh tentara Yaman dan melukai beberapa orang lainnya. Tidak
diketahui pasti apakah kedua ledakan bom itu saling terkait.

Ledakan bom ini terjadi setelah militer Yaman yang didukung Uni Emirat Arab, berhasil merebut kembali
sejumlah area di pantai selatan Yaman dari militan Al-Qaeda, bulan lalu. Selama ini, Al-Qaeda di
Semenanjung Arab (AQAP) terus memanfaatkan kekacauan yang melanda Yaman akibat serangan
pemberontak Houthi.

Belum ada kelompok maupun pihak tertentu yang mengklaim bertanggung jawab atas dua ledakan ini.
Namun beberapa waktu terakhir, Al-Qaeda juga Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang bermusuhan,
mengklaim bertanggung jawab atas serangkaian serangan teror terhadap militer Yaman.

Kasus Korupsi Bupati Subang, KPK Garap


Penyidik Polisi

Subang - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil aparat penegak hukum
untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi atau hadiah Bupati
Subang Ojang Sohandi.

Kali ini, penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap seorang penyidik kepolisian bernama
Rohadi.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka OJS," kata Juru Bicara KPK
Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Senin (23/5).

Selain itu, KPK juga memanggil Lenih Marliani, istri mantan Kepala Bidang Pelayanan Dinas
Kesehatan Subang, Jajang Abdul Holik.
Jajang adalah satu dari tersangka kasus dugaan suap terkait pengamanan perkara dugaan korupsi
BPJS Subang.

Sejak minggu lalu, KPK telah memanggil sejumlah aparat penegak hukum dari Kejaksaan
Negeri Subang dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Para aparat penegak hukum tersebut diduga menerima pemberian gratifikasi dari Ojang. Saat ini
penyidik tengah mendalami sumber pemberian gratifikasi tersebut.

"Ada beberapa aparat penegak hukum yang memang dipanggil sebagai saksi, tapi kemudian
beberapa tidak datang. Kita ingin itikad baik dari aparat penegak hukum ini untuk datang
memenuhi panggilan," ujar Yuyuk Rabu pekan lalu.

Ojang merupakan tersangka dugaan suap terkait pengamanan perkara korupsi BPJS di Kejaksaan
Tinggi Jakarta Barat.

Penetapan Ojang setelah KPK menangkapnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 11
April lalu.

Ojang diduga bersama-sama mantan Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan Subang, Jajang
Abdul Holik dan istrinya Lenih Marliani menyuap dua jaksa Kejati Jabar Devi Rochaeni dan
Fahri Nurmallo.

Atas perbuatannya, Ojang disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau pasal 13
UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, Ojang dijerat dengan pasal dugaan penerimaan gratifikasi. Yaitu pasal 12 huruf B UU
Tipikor.

Terkait sangkaan itu, KPK menyita sebuah mobil Toyota Velfire hitam, dua Jeep Wrangler
Rubicon warna oranye dan merah, satu motor trail, dan sebuah motor jenis ATV milik Ojang
Sohandi.

Serta, satu unit mobil Mazda CX-5 berwarna hitam dan motor Harley Davidson.

Tersangka Korupsi Seragam Dinas Rugikan


Negara Rp360 Juta
Makassar - Tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan seragam dinas Kabupaten
Pangkajene Kepulauan (Pangkep) segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Makassar bersama barang buktinya.
"Kemarin ketiga tersangka telah kami proses tahap dua, Senin ini rencana dilimpahkan ke
Pengadilan Tipikor Makassar," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pangkep Nurni Farahyanti
saat dikonfirmasi, Minggu.

Tiga tersangka masing-masing H Marjuzi selaku pemenang tender, dan anaknya Nurfadila (NF)
selaku direktur perusahaan, serta Maksun selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Ketiganya dijadikan tersangka lantaran perbuatan mereka diduga telah melakukan tindak pidana
korupsi yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp360 juta pada 2014.

Nurni mengatakan, berdasarkan dua alat bukti yang cukup, ketiganya pun harus meringkuk di
Rumah Tahanan (Rutan) Klas II Bungoro Kabupaten Pangkep, setelah penyidik Kejari Pangkep
melakukan pelimpahhan tahap dua kasus tersebut ke penuntutan.

"Kami tidak ingin berlama-lama dalam menuntaskan kasus ini, makanya Senin ini tersangka
bersama barang buktinya, dilimpahkan ke pengadilan," katanya lagi.

Nurni melanjutkan, tim jaksa penuntut yang ditunjuk dalam kasus ini telah merampungkan
dakwaannya dan siap untuk dibacakan saat persidangan.

"Kalau sudah dilimpahkan, tinggal menunggu kapan jadwal sidangnya akan digelar. Semua
tergantung dari panitera saja dan kami selalu siap," ujarnya pula.

Nurni menjelaskan proyek pengadaan seragam dinas tersebut tidak sesuai dengan Rancangan
Keuangan dan Anggaran (RKA), karena tersangka telah mengadakan seragam dinas tersebut.
Padahal RKA pengadaannya belum diterbitkan.

Akibatnya jenis kain yang diadakan oleh tersangka tidak sesuai dengan jenis kain yang tertuang
dalam RKA maka tindakan tersebut disangkakan telah merugikan negara.

Dalam kasus ini ketiganya dijerat pasal 2 ayat 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.

Kejaksaan Temukan Indikasi Korupsi Lahan


Bandara Makassar
Makassar - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat mengusut dugaan korupsi pembebasan
lahan perluasan Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar. Proyek tahap ketiga
itu menelan anggaran negara sebesar Rp 500 miliar.

"Penyelidik telah menemukan indikasi penyimpangan," kata Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi,
Marang, di Makassar, Jumat sore, 20 Mei 2016.

Menurut Marang, pihaknya menemukan adanya dugaan pelanggaran dalam proses pembebasan
lahan itu. Proses pembayaran lahan yang dimulai sejak 2015 itu diduga tidak sesuai dengan
taksiran harga lahan.

"Kami temukan fakta adanya dugaan mark up anggaran," ujar Marang.

Selain itu, lanjut Marang, penyelidik juga menemukan adanya kesalahan pembayaran dalam
transaksi jual beli lahan seluas 60 hektare itu. Dia menolak membeberkan secara detail modus
kesalahan bayar tersebut.

"Penyelidik tengah merampungkan laporan hasil pengumpulan bahan keterangan," kata mantan
Kepala Kejaksaan Negeri Sungguminasa, Gowa itu.

Marang menyatakan pihaknya telah menyelesaikan penyelidikan awal. Selanjutnya, kata dia,
perkara itu akan diserahkan kepada bidang pidana khusus untuk didalami dengan lebih jelas.

"Kami tidak serahkan perkara ini jika memang tidak ada temuan awal," tutur Marang.

Sejak perkara ini diusut, kejaksaan telah memeriksa beberapa saksi. Di antaranya dari pihak
Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Badan Pertanahan Nasional
Makassar, panitia pengadaan lahan, dan pemilik lahan.

Juru bicara dan bagian hukum Angkasa Pura 1, Turah Ajiari membenarkan pengusutan proyek
itu. Menurut dia, pihaknya sudah beberapa kali diminta klarifikasi oleh penyelidik Kejaksaan
Tinggi.
"Kami kooperatif dan menghormati proses hukum yang tengah berjalan," ujar Turah.

Menurut dia, proses pembebasan lahan sudah sesuai prosedur. Turah mengatakan pihaknya
hanya bertindak melakukan pembayaran setelah verifikasi pemilik lahan selesai dilakukan oleh
panitia pembebasan lahan dan Badan Pertanahan Nasional.

"Kami tidak akan membayar bila tidak ada rekomendasi secara resmi," ujar dia.

Kasus Korupsi RS Haji Rp5,5 Miliar


Mandek di Polrestabes Makassar

Makassar - Kasus dugaan tindak pidana korupsi Rumah Sakit (RS) Haji Provinsi Sulawesi
Selatan (Sulsel) senilai Rp5,5 miliar mandek ditangan penyidik Polrestabes Makassar.

Sejauh ini, penyidik Polrestabes Makassar menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Wilayah Sulsel dalam rangka mengaudit kerugian negara kasus dugaan
tindak pidana korupsi RS Haji Makassar.

Ketua Dewan Rakyat Antikorupsi (Derak) Hamka Jarot mengatakan, profesional penyidik
Polrestabes Makassar patut dipertanyakan. Pasalnya, hingga kini kasus tersebut belum
membuahkan hasil bahkan tak satu pun ada tersangka.

Kasus ini sengaja dibiarkan mandek sehingga kasus ini nantinya sendiri akan dihentikan, ujar
Hamka Jarot kepada pojoksulsel.com, Minggu (22/5/2016).

Sementara itu, Penyidik Tipikor berjanji akan menetapkan tersangka setelah kerugian negara
diketahui. Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, AKBP Noviana Tursanurohmad mengatakan
sejauh ini pihaknya masih dilakukan prosea penghitungan kerugian negara bekerjasama BPKP.
Sehingga kerugian negara itu menjadi dasar penyidik untuk ditingkatkan kasus untuk penetapan
tersangka. Jadi kalau kerugian negara kasus korupsi tidak bisa dikira kira. Kita nunggu aja dari
BPKP. Mohon dipahami penanganan kasus korupsi sama pidana umum beda. Makanya saya
lebih hati hati bicara. Mohon pahami posisi saya, ujar Noviana.

Dana Pendidikan Jadi Bancakan Korupsi di


Lampung

Bandar Lampung - Korupsi dana pendidikan menjadi permainan bagi berbagai pihak di
Lampung, mulai rekanan hingga pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Pendidikan
Kota/Kabupaten dan Provinsi. Pasalnya, dalam kurun waktu Agustus 2015-Mei 2016, Kejaksaan
telah mengungkap berbagai praktek korupsi dari dana yang bersumber untuk peningkatan
kualitas pendidikan.

Berdasarkan data yang dihimpun Lampung Post, Pengadilan Negeri Tanjungkarang telah
menghukum empat terpidana kasus korupsi. Seperti Direktur PT Bermosa Caro Seales Dijinal,
Berkah Mofaje Caropeboka yang dihukum selama 1 tahun penjara akibat korupsi proyek
pengadaan barang dan jasa alat peraga Dinas Pendidikan Pesawaran tahun 2010 senilai Rp2,7
miliar dan mekerugikan negara Rp138 juta.

Selain itu, korupsi dana alokasi khusus (DAK) rehabilitasi ruang kelas di Dinas Pendidikan
Lampung Utara, yaitu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah Heri Purnomo (55) dan Rolip (50)
yang menelan anggaran Rp278 juta dan merugikan negara Rp108 juta. Keduanya dihukum
hakim tipikor selama 2 Tahun dan 4 bulan penjara.

Terbaru pada Senin (9/5/2016) lalu hakim memvonis bendahara pengeluaran Disdik Lampung
Utara, Sahadat Burhan (50) yang terbukti menyelewengkan dana Alokasi Khusus (DAK) dalam
proyek 128 paket rehabilitasi pembangunan dan pengadaan buku dan alat peraga kepada 63 SMP
dan 76 SD se-Lampura yang menelan anggaran sebesar Rp41 miliar. Sahadat divonis dengan
pidana penjara selama 1 tahun.

Sementara itu, Bendahara pengeluaran Dinas Pendidikan Lampung Selatan, Selamat (30) yang
menilap dana Rp1 Miliar uang kas daerah untuk bermain judi online. Selamet divonis penjara
selama selama 6 tahun dan 6 bulan.

Teranyar, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terus menyidik dugaan korupsi pengadaan 93
paket perlengkapan sekolah pada 13 SD/MI/SMP/MTs terhadap 60.200 siswa di Lampung yang
menelan dana sebesar Rp17,7 Miliar di tahun 2011.

Dalam penyidikannya, Kejati telah menyeret empat orang ke meja hijau, yaitu Mantan Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Lampung Tauhidi, Hendrawan (rekanan), Kasubag Perencanaan
Disdik Lampung Edwar Hakim (51) dan PNS Pemberdayaan Masyarakat Lampung Aria Sukma
S Rizal (31) yang masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang.

Kepala Kejati Lampung, Suyadi, melalui Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Yadi Rachmat
menjelaskan ditengah kasus korupsi yang terus diselidiki pihaknya, dana pendidikan menjadi hal
yang mayoritas dalam penanganan perkara tipikor. Pasalnya, pendidikan memiliki dana yang
kuat dan proyek yang banyak. Hal itu menjadi salah satu faktor dana pendidikan dijadikan lahan
korupsi, kata dia.

Dia melanjutkan, dari perkara korupsi itu, saat ini korps adhyaksa itu masih mendalami perkara
pengadaan 93 paket perlengkapan sekolah pada 13 SD/MI/SMP/MTs terhadap 60.200 siswa di
Lampung dan merugikan negera sebesar Rp8,9 Miliar.

Untuk kasus Tauhidi dkk, kami masih terus mendalaminya walaupun saat ini telah masuk ke
ranah persidangan. Kami terus pantau dengan melihat fakta-fakta dalam persidangan. Jika dalam
persidangannya ada fakta yang menyebutkan adanya keterlibatan pihak lain, maka kami akan
menindaklanjutinya dan tidak mungkin kasus itu akan ada tersangka baru, kata Yadi.

Untuk penyelidikan di tubuh pendidikan, kata dia, untuk saat ini Kejati masih berfokus pada
perkara yang ditangani dan belum menyelidiki perkara lainnya. Kami masih fokus pada Disdik
Lampung ini dulu, kami selesaikan dulu yang satu itu, kata dia.

Dengan berkaca pada kasus korupsi yang telah terjadi baik dari pihak sekolah, Pemda, bahkan
Pemprov Lampung, hal itu tidak menutup kemungkinan akan terus terjadi di Lampung.

"Ya saya tidak bisa memastikannya, tetapi untuk kasus seperti itu bisa-bisa, karena kasus korupsi
di disdik bukan sekali atau 2 kali saja. Namun, kita selalu berharap jika korupsi itu tidak terjadi
lagi," pungkasnya.

Sementara itu, Polresta Bandar Lampung juga masih melakukan penyidikan terhadap
penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana Bantuan Siswa Miskin
(BSM) di SMPN 24 Bandar Lampung.
Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung mengatakan masih menyelidiki kasus yang diduga
merugikan negara sebesar Rp300 juta itu. Penyidikan masih diteruskan dan kami masih
berkoordinasi dengan BPKP Lampung terkait audit kerugian negara. Untuk kerugian negara
memang masih dikoordinasikan karena masih terdapat perbedaan dari perhitungan Polresta dan
BPKP, ungkapnya beberapa waktu lalu.

Diduga korupsi truk sampah, 4 PNS Dinas Kebersihan Palembang dibu

Empat pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Kebersihan Kota Palembang (DKK) dijebloskan ke
penjara oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang. Para tersangka diduga melakukan
tindak korupsi perlengkapan sampah berupa pengadaan dump truck di DKK Palembang tahun
2012.

Kasi Pidsus Kejari Palembang, Nauli Rahim Siregar mengungkapkan, keempat tersangka
diserahkan penyidik Polresta Palembang setelah berkasnya sudah memasuki tahap kedua. Dua
tersangka diantaranya laki-laki yakni Edwin Khotomo ST dan Amri yunus ST yang ditahan di
Rutan Pakjo Palembang.

Sedangkan dua tersangka wanita diketahui bernama Neneng Susanti dan Evi Hasumayani yang
ditahan di Lapas Wanita Jalan Merdeka Palembang. Mereka semuanya berstatus PNS di DKK
Kota Palembang.

"Rabu kemarin diserahkan pihak Polresta Palembang kepada Kejari. Keempatnya sudah kita
kirim ke rutan dan lapas yang berbeda," ungkap Nauli, Jumat (20/2).
Dijelaskannya, empat tersangka tersebut merupakan lanjutan dari dua tersangka sebelumnya,
yakni bernama Suhrawardi dan Sunardi. Keduanya sudah menjalani sidang terlebih dahulu di
Pengadilan Tipikor Palembang.

Modus dalam perkara ini, kata dia, ada selisih harga saat melakukan pelelangan pengadaan dump
truck DKK Palembang tahun 2012. Akibatnya, berdasarkan penghitungan audit dari BPKP
Sumsel, negara mengalami kerugian sebesar Rp 500 juta.

Atas perbuatan tersebut, para tersangka dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Tipikor.

"Dalam waktu 20 hari ini akan kita serahkan untuk ke Pengadilan Tipikot Palembang untuk
disidang," pungkasnya.

PEMILIHAN KADES SERENTAK DAN DOMINASI PERAN BPMDes


(Ancaman Otonomi Desa)
Q2000.

Amanat UU/6 Tahun 2014 memberi kewenangan terhadap Desa untuk menyelenggarakan
demokrasi pada level yang dekat rentangan langsung dengan masyarakat.

Proses pemilihan Kepala Desa (KADES) di Kabupaten Bima secara Perdana akan digelar pada
tanggal 16 Juli 2016 secara serentak digelar.

Proses ini sebenarnya merupakan agenda yang tertunda, karena sedianya dilaksanakan pada
Tahun 2014-2015. Namun Pemerintah Daerah Kabupaten Bima mengeluarkan kebijakan yang
kontrofersial dengan sengaja menunda pelaksanaannya atas pertimbangan ancaman instabilitas
daerah hingga mengutamakan proses Pilkada dan lainya.

Sehubungan dengan itu pihak Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMDes) Kabupaten
Bima sebagai leding sector telah menyatakan kesiapan baik secara tekhnis maupun dari segi
pendanaan telah siap untuk dinggelarnya.

Kecenderungan Bupati Bima sejak dijabat oleh Drs. H. Syafruddin H.M.Nor, M.Pd, memang
terlihat adanya kelemahan kemampuan untuk menelaah regulasi sehingga tak salah kalau setiap
kebijakan yang berlandasan hukum selalu mengandung makna bias dan multi tafsir pada setiap
kebijakannya, sehingga pihak tekhnis merasa siap dan bahkan dari segi anggaran juga telah
tersedia namun Bupati sendiri yang tidak siap mentalnya.

Maka gelaran PILKADES serentak ini tahun 2016 juga sangat mungkin terjadi kisruh, karena
sudah banyak indikasi yang dapat dijadikan landasan asumsi. Baik potensi masalah yang
bersumber dari para pelaksana dan maupun para peserta serta Team sukses hingga para
pendukung para calon Kades yang sudah siap bertarung.
Para pelaksana melalui UU dan regulasi tekhnisnya, masih banyak celah munculnya potensi
ketegangan politik yang berimbas pada konflik sosial. Sebagaimana hanya yang ada seolah
Panitia Pelaksana PILKADES dengan Para Peserta saja, lalu mereka bekerja seolah para
malaikat hingga tanpa perlu dibentuk Badan Pengawas PILKADES yang diberi kewenangan
yang kuat dan tajam untuk menghindari kisrus pelaksanaan Pilkades.

Belum lagi sekarang adanya kejadian Mengundurkan diri ramai-ramai Panitia pelaksana lantaran
tak tetima dominasi peran pihak BPMDes dalam aspek pengaturan anggaran, sementara muncul
maslah seputar proses/tahapan yang menyangkut administrasi tidak menjadi bagian yang mereka
ambil peran dan dalam posisi yang dominan. Seolah BPMDEs mereka memiliki peran dominasi
pada aspek pengaturan anggaran saja.

Hal ini juga dapat dilihat peran pihak Pemerintah Kecamatan cenderung diabaikan, karena terlalu
didominasi oleh pihak BPMDes sebagai representasi dati pihak Kabupaten. Sudah banya
peristiwa bahwa pihak Kecamatan selalu tak dianggap oleh pihak kabupaten dengan alasan
bahwa di lingkungan Pemerintah Kecamatan TIDAK TERSEDIA Sumber Daya Manusia (SDM)
yang mumpuni hingga tak heran kalau harus didominasi oleh Kabupaten.

Dalil inilah yang selalu di lontarkan oleh pihal Kabupaten dalam hal ini BPMDes yang dijadikan
sandaran, apalagi ketersediaan SDM pada level Desa yang betul-betul acap kali dikeluhkannya.
Hingga urusan yang sudah jelas-jelas hanya kewenangan desa penyusunan Regulasi dan
anggaran serta hal lain yang bukan haknya saja BPMDes selalu memainkan peran dominan,
seperti halnya penyusuna ADD dan DDA yg jelas kewenangan Desa masih setengah hati
diserahkan. Mesti diwaspadai oleh Pemerintah Desa, karena jika ada temuan atas pengelolaan
dana Desa maka puhak yang bertanggung-jawab adalah Desa. Karena pihak BPMDes tidak ada
kaitan tanda tangan dokumen Desa.

SUBYEKTIFITAS PEMDA MACETKAN AGENDA DESA


By. Q2000

UU No.6/2014 Tentang DESA, demikian mendelegasikan 4 hak otonomi Desa yaitu :


1). Pelaks. Kewenangan Pemerintah Desa
2). Pelaks. Pembangunan Desa
3). Pembinaan Masyarakat Desa
4). Pemberdayaan Masyarakat Desa

Setelah menyadari atas kewenangan Desa dalam pilihan yang menjadi perintah Undang-Undang
adalah keniscayaan untuk diaplikasi dalam bentuk langkah riil. Maka dalam rangka mengukur
konsistensi dan ketaatan sebagai bentuk loyalitas menjadi penting.

Dalam rangka mengukur adanya upaya pengabaian segala agenda kegiatan Desa untuk
mewujudkan perintah regulasi yang dilakukan oleh PEMDA. Seperti halnya PENGABAIAN
PELAKSANAAN AGENDA KEGIATAN REKRUTMEN PERANGKAT DESA dengan
DILAKUKAN MORATORIUM, MAKA INI BENTUK TINDAKAN PENGABAIAN HAK
DESA...!
Implikasi dari penundaan pelaksanaan agenda seleksi perangkat desa, maka ini dapat
menyandera segala kegiatan desa. Sebagaimana hal yang terjadi di Kabupaten Bima. Proses
seleksi perangkat desa dilakukan moratorium (penghentian sementara) hanya lantaran adanya
Surat Edaran Kemendagrl, padahal SE tidak termasuk tata hirarki aturan. Lalu dengan
mempertimbangkan sebagai clausulnya adalah Pelaksanaan PEMILU Presiden dan berturut-turut
Pemilu Legislatif dan PEMILU KADA bahkan sekarang dengan alasan PILKADES serentak
sehingga seleksi Perangkat Desa ditangguhkan.

Perintah penarikan Sekretaris Desa yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) sudah lama
mengemas Koper dan Tas dan perabot lain miliknya untuk menempati posisi baru pada tempat
baru mestinya sudah menjadi jelas dan tuntas dilakukan, tetapi sekarang kondisi menjadi lain dan
sangat kontras. Hanya Pemerintah Kabupaten Bima yang berani mengabaikan amanat Undang-
Undang, sementara Daerah lain seperti Kabupaten Dompu konsisten dan loyal dalam
menerapkan amanat Undang-Undang tersebut.

Pengabaian amanat Undang-Undang adalah bentuk pelanggaran serius dengan menggunakan


dailil yang dangkal dan sumir, maka dengan segala subyektifitasnya Pemerintah Daerah
Kabupaten Bima telah dengan segala kesengajaan menyandera pelaksanaan kegiatan agenda desa
. Tindakan ini sebagai bentuk kesalahan yang bersifat Terstruktur, Sistimatis dan Massif.

Jika Pemerintah Daerah melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMDes) masih
memiliki komitmen dan konsisten sebagai gambaran bentuk loyalitas Pemerintah Daerah
terhadap perintah Undang-Undang, maka realisasi rekrutmen perangkat desa adalah
KENISCAYAAN. Tanpa harus merasa terhalangi oleh pelaksanaan agenda lainnya. Apalagi pada
setiap desa yang memiliki hajad untuk itu telah membentuk PANITIA SELEKSI dan bahkan
telah memasuki tahapan lanjutan. Hal ini penting jangan sampai menimbulkan masalah lain.

Anda mungkin juga menyukai