Anda di halaman 1dari 36

Diare Cair Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang

Disusun oleh:
Ratna Silvia Septianingtyas 11-2016-063
Chrysriany Randan Kiriho 11-2015-224
Eirene Megahwati Paembonan 11-2016-051
Ega Farhatu Jannah 11-2015-363
Oktaviani Angella Budiman 11-2015-418
Asnawati 11-2016-067

Pembimbing:
dr.Dwi Haryadi Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510, Telp: 021-56942061
RS BAYUKARTA
Jl. Kertabumi No. 44 Kabupaten Karawang - Karawang

1
BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. DA
Umur : 1 Tahun 3 Bulan
Tanggal Lahir : 15 September 2015
Tempat lahir : Karawang
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kp. Tegal Tanjung RT 03/19 Kel. Karang Pawitan, Karawang
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Tanggal masuk RS : 05 /12/ 2016 Jam 13:16 WIB

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Orang Tua Ibu Ayah

Nama Ny. N Tn. AS

Umur 26 tahun 30 tahun

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Karyawan

Alamat: Kp. Tegal Tanjung Rt 03 Rw 09 Kel. Karang Pawitan, Karawang

Hubungan dengan orang tua : anak kandung.

Anamnesis
Diambil dari : Alloanamnesis dari ibu dan ayah pasien
Tanggal : 05/12/ 2016, jam 13.16 di ruang IGD

Keluhan Utama : Mencret

2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari SMRS. Bab cair hari ini 3x, setiap kali
BAB gelas aqua, ampas (+), lendir (-), darah (-). Keluhan disertai dengan demam sejak 2
hari SMRS, demam naik turun dan meningkat saat malam hari, kejang (-), menggigil (-).
Pasien juga mengeluhkan muntah hari ini sebanyak 3x, setiap kali muntah gelas aqua,
berisi susu dan air, muntah tidak menyembur. Batuk sejak 3 hari SMRS, batuk tidak
berdahak, pilek (-). BAK normal, nafsu makan dan minum menurun. Pasien sudah berobat ke
bidan dan diberi obat sanmol tapi keluhan tidak ada perbaikan..

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak ada riwayat diare sebelumnya, tidak ada riwayat kejang.

Riwayat Penyakit Keluarga


Kelurga pasien tidak mempunyai keluhan yang sama

Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran


A. Kehamilan
- Perawatan antenatal : Teratur, kontrol ke dokter 4 kali selama hamil,
- Penyakit kehamilan :Tidak ada
B. Kelahiran
- Tempat kelahiran : Lahir di RS. Bayukarta
- Penolong persalinan :Dokter dan bidan
- Cara persalinan : Normal pervaginam
- Masa gestasi : 39 minggu, cukup bulan
C. Keadaan bayi
- Langsung menangis : positif
- Berat badan lahir : 3500 gram
- Panjang badan lahir :50 cm
- Lingkar kepala :Ibu lupa
- Lingkar dada : Ibu lupa
- Pucat/biru/kuning/kejang : tidak ada
- Kelainan bawaan : tidak ada
G1P0A0 Kesan : Neonatus cukup bulan dan sesuai masa kehamilan

3
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Waktu Pemberian
Bulan Tahun
0 1 2 3 4 6 9 1 1 5 6 12
5 8
BCG I
DPT I II III
Polio (OPV) I II III I V
V
Hepatitis B I II III I
V
HiB I II III
Campak I
Menurut ibu imunisasi dasar lengkap sampai campak, sesuai jadwal dilakukan di puskesmas
namun tidak dapat dibuktikan dengan KMS.
Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan
A. Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 2 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Dada tanpa pegangan : 5 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 14 bulan
B. Bahasa
Bersuara : 2 bulan
Menoleh ke arah suara : 9 bulan
Mengucapkan papa mama : 13 bulan
C. Motorik Halus
Meraih mainan : 7 bulan
Mencoret-coret : 13 bulan
Bisa mengambil mainan : 15 bulan
D. Personal Sosial
Berusaha mencapai mainan : 7 bulan
Tepuk Tangan : 8 bulan

4
Minum dengan cangkir : 15 bulan
Kesan :Perkembangan anak sesuai dengan usia

RiwayatNutrisi
Usia 0 6 bulan : ASI Eksklusif
Usia 6 9 bulan : ASI + Susu formula + Bubur halus
Usia 9 12 bulan : ASI + Susu formula + Bubur kasar
Usia 12 bulan Sekarang : ASI + Susu formula + Nasi tim
Kesan : Kualitas cukup Kuantitas : cukup
Pemeriksaan Fisik
KeadaanUmum :Tampaksakitsedang
Kesadaran : Compos Mentis
Suhu :38,7oC
Nadi :150x/menit
Pernapasan :36x/menit
BeratBadan :12,5 Kg
Panjang badan : 85 cm

Pemeriksaan Sistematis
Kepala :Normocephal, ubun-ubun besar tidak cekung, tidak cembung, tidak teraba
benjolan, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Bentuk normal, palpebra superior dan inferior sedikit cekung, kedudukan
bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva kanan dan kiri tidak anemis,
sclera kanan dan kiri tidak ikterik, kornea kanan dan kiri jernih, kedua pupil
bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung
pada kedua mata positif, tidak terdapat sekret. Tidak ada nistagmus,
strabismus dan deviasi konjugae.
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, tidak terdapat serumen, tidak terdapat sekret.
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, sekret ada warna putih.
Mulut : Bentuk normal, mukosa mulut lembab, sianosis tidak ada, tidak ada tremor,
tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis.
Leher : Tidak ada kelainan, kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba pembesaran,
trakea di tengah.

5
Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris keadaan stasis maupundinamis, retraksi
sela iga (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di sela iga IV linea mid clavicula sinistra.
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak tampak massa.
Auskultasi : Bising usus (+) hiperperistaltik
Palpasi : tidak teraba adanya perbesaran hepar dan lien, tidak teraba adanya
massa, turgor kulit sedikit lambat.
Perkusi : Timpani di seluruh lapang.
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, tidak ada
sianosis, CRT < 2 detik

Berdasarkan Kurva Pertumbuhan WHO (Z score) : Terlampir


BeratBadan :12,5 Kg
Panjang badan : 85 cm
BMI : 17,30 kg/m2
Lingkar Kepala : 45 cm
Antropometri
- Lingkar kepala :-2s/d -1 SD (normal)
- BB/U :0 s/d 2 SD (normal)
- PB/U : 2 s/d 3 SD (normal)
- BB/PB : 0 s/d 1 SD (normal)
- BMI/U : 0 s/d 1 SD (normal)
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.

6
PemeriksaanPenunjang
Laboratorium tanggal 05 Desember 2016 15:15
Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi darah rutin
Hemoglobin 13,1 g/dl 10,8-12,8
Hematokrit 40 , 7 % 35 43
Eritrosit 5,62 106 /L 3,60 5,20
Leukosit 15,79 /L 6,00 17,00
Trombosit 448,000 /L 217 497
Hitung jenis leukosit
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 1-5
batang/stat 0 % 0-8
limfosit 30 % 20-70
monosit 11 % 1-11
Segmen 59 % 17-60
Nilai eritrosit rata-rata
VER (MCV) 72,4 fL 73,0-101,0
HER (MCH) 23,3 Pg 23,0-31,0
KHER 32,2 g/dL 26,0-34,0
(MCHC)

Pemeriksaan Widal Tanggal 05-12-2016 jam 15:15


Salmonella typhi H (-) Negatif
Salmonella parathyphi A-H (-) Negatif
Salmonella Parathyphi B-H (-) Negatif
Salmonella Parathyphi C-H (-) Negatif
Salmonella typhi O (-) Negatif
Salmonella Paratyphi A-O (-) Negatif
Salmonella Paratyphi B-O (-) Negatif
Salmonella Paratyphi C-O (-) Negatif

7
Resume
Pasien datang keluhan BAB cair sejak 2 hari SMRS. BAB cair kurang lebih 3 kali,
sebanyak gelas aqua, terdapat ampas, tidak terdapat lendir dan tidak ada darah. Keluhan
disertai dengan demam sejak dua hari yang lalu yang naik turun dan lebih meningkat pada
malam hari, kejang (-), menggigil (-), muntah tiga kali satu hari yang lalu, sebanyak gelas
aqua, muntahan isi susu, tidak menyembur, napsu makan dan minum menurun.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak
sakit sedang, anak rewel, berat badan 12,5 kg panjang badan 85 cm lingkar kepala 45 cm,
suhu 38,7oC nadi 150x/menit, pernapasan 36 x/menit. Pada pemeriksaan didapatkan UUB
datar, mata sedikit cekung, mukosa bibir masih lembab, abdomen di dapatkan turgor kulit
baik, bising usus meningkat, akral hangat dan CRT<2 detik.
Pada pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah tepi di dapatkan kesan normal dan
pada pemeriksaan widal didapatkan negatif.
DiagnosaKerja
Diare cair akut dengan dehidrasi ringan-sedang
Dasar Diagnosis : Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien BAB cair sejak 2hari
SMRS, 3 kali hari ini,sebanyak gelas aqua setiap kali BAB,ampas (+),lendir (-),
darah (-),pasien tampak rewel,mata cekung, dan haus. Keluhan ini sesuai dengan
kriteria menurut WHO,yaitu : Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang.
Diagnosa Banding
Diare ec Intoleransi Laktosa
Diare ec Bakteri
Rencana Diagnosis
Darah Rutin
Pemeriksaan Feses
Rencana penatalaksanaan:
Infus D5 NS 92 tpm mikro dalam 5 jam
Paracetamol infus 4x125 mg
Zinc syrup 1x2cth selama 10 hari
Ondansentron injeksi 3x1,2 mg
Dextrometorphan 3x1cth

8
Prognosis
1. Ad Vitam : bonam
2. Ad Fungsionam : bonam
3. Ad Sanationam : bonam

9
FOLLOW UP
06 Desember 2016
S: demam (+),mual (-), muntah (+) frek.3 kali berisi susu, tidak menyemprot, mencret (+)
frek. 4kali, konsistensi cair, ampas (+) lendir (-) darah (-), batuk (-), pilek (-), nafsu minum
masih mau dan sedikit meningkat , BAK lancar dan terlihat normal oleh ibu pasien
O: ku: Tampak sakit sedang, kes: CM, n: 149x/mnt, nafas: 30x/mnt, t: 38,3 C
Kepala : normosefali, UUB sudah menutup, cekung (-), cembung (-)
Mata : CA-/-, SI-/-, pupil isokor +/+, RCL +/+, RCTL +/+, hiperemis -/- cekung +/+
Hidung : sekret -/-, septum deviasi (-)
Telinga : serumen -/-, normotia +/+
Mulut : mukosa lembab(+)
Pulmo : Cor :
I: simetris saat statis dinamis, retraksi - I: IC tak tampak
P: Massa -/-, organomegali - P: IC teraba di ics 4 MCS, Thrill(-)
P: Sonor P: Pekak
A: SN BVS +/+, wh-/-, rh-/- A: BJ I-II murni reguler(+)
Abdomen :
I : Datar, distensi (-)
A : BU(+), hiperperistaltik
P : massa (-) nyeri tekan (-) pembesaran hepar(-), lien(-)
P : Timpani (+)
Ekstremitas: akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT<2 detik

07 Desember 2016
S: Demam (+) dirasakan naik turun, turun ketika diberikan obat, lalu 4 sampai 5 jam
meningkat kembali, Kejang (-) ,mual (-), muntah (-), mencret (+) frek. 2kali, konsistensi cair,
ampas (+) lendir (-) darah (-), batuk (-), pilek (-), nafsu minum meningkat, BAK lancer. Anak
tampak rewel
O: ku: Tampak sakit sedang , kes: CM, n: 122x/mnt, nafas: 28x/mnt, t: 38,1 C
Kepala : normosefali, UUB sudah menutup, cekung (-), cembung (-)
Mata : CA-/-, SI-/-, pupil isokor +/+, RCL +/+, RCTL +/+, hiperemis -/- cekung -/-
Hidung : sekret -/-, septum deviasi (-)
Telinga : serumen -/-, normotia +/+

10
Mulut : mukosa lembab(+)
Pulmo :
I : simetris saat statis+/+, dinamis, retraksi -/-
P : Massa -/-, organomegali -
P : Sonor
A : SN BVS +/+, wh-/-, rh-/-
Cor : Abdomen :
I: IC tak tampak I: Datar, distensi (-)
P: IC teraba di ics 4 MCS, Thrill(-) A: BU(+), normoperistaltik
P: Pekak P: massa (-) NT(-)organomegali (-)
A: BJ I-II murni reguler(+) P: Timpani (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT<2 detik

08 Desember 2016
S: Demam (-), mencret (+) 1 kali sejak semalam, ampas (+) lendir (-) darah (-), mual (-),
muntah (-),batuk (-), pilek (-), nafsu minum baik, BAKlancar. Anak tampak aktif.
O: ku: tss, kes: cm, n: 132x/mnt, nafas: 38x/men, t: 36,7 C
Kepala : normosefali, UUB sudah menutup, cekung (-), cembung (-)
Mata : CA-/-, SI-/-, pupil isokor +/+, RCL +/+, RCTL +/+, hiperemis -/-
Hidung : sekret -/-, septum deviasi (-)
Telinga : serumen -/-, normotia +/+
Mulut : mukosa lembab(+)
Pulmo : Cor :
I: simetris saat statis dinamis, retraksi I: IC tak tampak
- P: IC teraba di ics 4 MCS, Thrill(-)
P: Massa -/-, organomegali - P: Pekak
P: Sonor A: BJ I-II murni reguler(+)
A: SN BVS +/+, wh-/-, rh-/-
Abdomen :
I : Datar, distensi (-)
A : BU(+), hiperperistaltik
P : massa (-) nyeri tekan (-) pembesaran hepar(-), lien(-)
P : Timpani (+)
Ekstremitas: akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT<2 detik

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi.
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000
s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang
(CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana
yang cepat dan tepat.1

Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.2Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada
sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut,
termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena virus umumnya bersifat self limiting, sehingga
aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi
penyebab utama kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan
pertumbuhan akibat diare.3
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 4 kali
per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal.
Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi

12
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut
ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang kadang pada seorang anak buang air
besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut
diare.3

Etiologi
Penyebab infeksi gastrointestinal adalah virus bakteri dan parasit. Menurut
etiologinya diare terbagi menjadi 2 kelompok dasar yatu non infammatory dan inflamatory.
Patogen umumnya meninbulkan non inflammatory diare karena patogen tersebut
memproduki enterotoksin oleh bakteri, merusak atau destruksi permukaan vili oleh virus,
perlekatan oleh parasit. Sebaliknya inflamatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus langsung atau memproduksi sitotoksin. 3
Berikt merupakan beberapa contoh patogen yang sering menimbukan diare akut: 3
Golongan bakteri
1. Aeromonas 6. Escherichia colo 10. Staphylococcus aureus
2. Bacillus cereus 7. Plesiomonas 11. Vibrio cholera
3. Campylobacter jejuni shigeloides 12. Vibrio
4. Clostridium perfingens 8. Salmonela parahaemolyticus
5. Clostridium defficile 9. Shigella 13. Yersinia enterocolitica
Golongan virus
1. Astrovirus 4. Coronavirus 7. Herpes simplex virus
2. Calcivirus 5. Rotavirus 8. Cytomegalo virus
3. Enteric adenovirus 6. Norwalk virus
Catatan herpes simplex virus dan cytomegalo virus umumnya berhubungan dengan diare
hanya pada penderita immunocompromised
Golongan parasit
1. Balantidium coli 4. Entamoeba 7. Strongyloides
2. Blastocystis histolytca stercoralis
homonis 5. Giardia lambia 8. Trichuris trichiura
3. Cryosporidium 6. Isospora belli
parvum

13
Di negara berkembang patogen penyebab paling sering diare akut pada anak-anak yaitu
Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium. 3

Patogenesis
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan
diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus
pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan
infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak
berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum
penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah
gastroenteritis, walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama
infeksi virus Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus
halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus
yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga
fungsinya belum baik. Vilus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan
makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan
beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna. 3
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi, yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam
amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai
enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan
demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan
rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks,
terutama laktosa.Enteritis virus sangat memperbesar permeabilitas usus terhadap
makromolekul lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan. 3
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel

14
mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri
ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri. Disamping itu
penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak antara lain :3
Endokrinopati Neoplasma
1. Thyrotoksikosis 1. Neuroblatoma
2. Penyakit addison 2. Phaeochromocytoma
3. Sindroma adrenogenital 3. Sindroma zollinger ellison
Keracunan makanan
1. Logam berat
2. Mushrooms
Defek anatomis
1. Malrotasi 4. Atrofi mikrovilli
2. Penyakit hirchprung 5. Stricture
3. Short bowel syndrom
Malabsopsi
1. Defisiensi disakaridase 4. Cholestosis
2. Malabsorpsi d=glukosa-galaktosa 5. Penyakit celiac
3. Cystic fibrosis 6. Endikrinopati
Lain-lain
1. Infeksi non gastrointestinal 5. Colitis ulserosa
2. Alergi susu sapi 6. Gangguan motilitas usus
3. Penyakit chorn 7. Pellagra
4. Defisiensi imun

Faktor resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui
lalat. ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field). Faktor resiko yang dapat meningkatkan
penularan enteropatogen antara lain : tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 6 bulan
pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak

15
baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya
keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir
dan faktor genetik. 3

Patofisiologi
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar
daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus
normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat.
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi. 3
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue,
atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih besar.
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus
bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas.
Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen
usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejenum,
sehingga air akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk
ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar
dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan
tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat
diserap seperti Mg, glukose, sukrose,laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat
dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan
memberikan dampak yang sama.
2. Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino
dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan
sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan virus atau kuman,
seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena
inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran

16
karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih
lanjut, mikororganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E.
coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa
merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid
diakibatkan insuficiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan
mengakibatkan diare osmotik.3
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti,
malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan
malabsorpsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak
hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga
diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus
mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital laktase, pemberian
obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi
karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan
hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian
makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare.
Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan
sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose. 3
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik Hiperplasia kripta.
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan sekresi
intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi vili. 3
Luminal secretagogues.
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy,
serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi
membran protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl-
di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk
kedalam lumen usus bersama Cl- . Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada
aktivitas NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP
intraseluler., meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan
sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti

17
reseksi ileum dan penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak. 3
Blood-Borne Secretagogues.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya disebabkan
enterotoksin E coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara maju,
diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor
seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma. Diare yang disebabkan tumor ini termasuk
jarang. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada
vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam
keadaan normal. 3
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan
bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau
nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare
akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai
penyakit lain. 3
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare
osmotik dan diare sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan
fungsi, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bakterial akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi
absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian menunjukkan
bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada perubahan barrier usus
oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton. Pengaruh itu
bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan
menyebabkan hipersekresi chlorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C.
difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,Bacteroides fragilis

18
menyebabkan degradasi proteolitik protein usus, V cholera mempengaruhi distribusi
protein sel usus, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton. 3
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan IV.
Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi
tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada
Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh
menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan
berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti
histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi
komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan
komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic
Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi
tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi. Antigen dari luar
dipresentasikan sel APC(Antigen Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen.
Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan IFN- oleh Th1. Sitokin tersebut
akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan. 3
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat
kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air. 3

Epidemiologi
Di Indonesia penyakit diare masih menempati urutan kedua dalam urutan 10 penyakit
terbanyak dipopulasi. Penelitian yang berbasis masyarakat, Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) yang dilaksanakan di 33 provinsi pada tahun 2007, melaporkan bahwa angka
nasional prevalensi klinis Diare 9,0%, dengan rentang 4,2% - 18,9%. Beberapa provinsi
mempunyai prevalensi Diare klinis diatas angka nasional (9%) di 14 provinsi, prevalensi
tertinggi di NAD dan terendah di DI Yogyakarta. Terlihat ada kecenderungan peningkatan
prevalensi Diare bila dibandingkan dengan SKRT 2001. Prevalensi Diare pada SKRT tahun
2001 yaitu 4,0%, pada Riskesdas 2007 dilaporkan prevalensi Diare 9.0%. Prevalensi Diare
berdasarkan kelompok umur, dari SKRT 2001 prevalensi diare pada balita (1-4 tahun) 9,4%
dan terlihat tinggi pada Riskesdas 2007 yaitu 16,7%. Demikian pula pada bayi (1tahun) yaitu
dari SKRT tahun 2001 prevalensi diare pada balita 9,4%, sedangkan pada Riskesdas 2007
dilaporkan 16,5%.9 Tingginya perbedaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor,

19
dilaporkan bahwa Diare berkait an erat dengan sanitasi, akses terhadap air bersih dan perilaku
hidup sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat. 1
Meningkatkan pengetahuan masyarakat termasuk pengetahuan tentang hygiene
kesehatan dan perilaku cuci tangan yang benar, dapat mengurangi angka kesakitan Diare
sebesar 45%. Dengan meningkatkan suplai air bersih dapat mengurangi angka kesakitan
Diare 6% - 25%, termasuk memperhatikan faktor-faktor terkait lainnya. 1
Gambar 1. Prevalensi Diare di Indonesia Tahun 2007

Adanya komitmen secara Internasional untuk menggunakan Oral rehydration salts


(ORS) dalam pengendalian Diare secara efektif dan harga terjangkau, yang telah sukses
menurunkan angka kematian balita akibat Diare secara global, namun setelah tahun 2000
terlihat statis, saat hanya 39% anak balita yang mendapatkan ORS dan dilanjutkan dengan
tetap mendapatkan asupan ASI/makanan hanya terlihat sangat sedikit semenjak tahun 2000.5
Dari Riskesdas 2007, terlihat penggunaan oralit pada Diare ditemukan pada semua kelompok
umur, tertinggi pada balita dan bayi. Kelompok balita dan bayi dengan prevalensi Diare
tinggi, tidak selalu diberi oralit. Proporsi yang mendapat oralit pada kedua kelompok tersebut
berturut-turut balita 55,5% dan bayi 52,8%.1
Penyakit Diare erat hubungannya dengan status ekonomi. Prevalensi diare cenderung
lebih tinggi pada kelompok dengan pengeluaran rumah tangga (RT) lebih rendah. Sedangkan
yang menggunakan oralit hampir tidak ada perbedaan diantara kelompok pengeluaran (RT)
per kapita. Keadaan ini mungkin kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan pengeluaran (RT) rendah. 1
WHO melaporkan bahwa penyebab utama kematian pada balita adalah Diare (post
neonatal) 14% dan Pneumonia (post neonatal) 14% kemudian Malaria 8%, penyakit tidak
menular (post neonatal) 4% injuri (post neonatal) 3%, HIVAIDS 2%, campak 1% , dan
lainnya 13%, dan kematian yang bayi <1bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi
umur < 1 bulan akibat Diare yaitu 2%. Terlihat bahwa Diare sebagai salah satu penyebab
utama tingginya angka kematian anak di dunia. 1

20
Tabel 1. Proporsi Penyebab Kematian pada Balita

Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal
bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya. 3
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah
dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat. 3
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi.
Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih
hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan
terkenanya usus besar.Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi
muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian
atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya
penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery
diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. 3

Diagnosis
1. Anamnesis

21
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah:
volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6
8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang
telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas
atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya. 3
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya : ubun- ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau tidak, ada atau tidak
adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.Pernapasan yang cepat
dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila
terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill
dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi
dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum
dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King,
kriteria MMWR dan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut. 3

Tabel 2. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003.3


Dehidrasi Dehidrasi
Dehidrasi berat
minimal atau ringan-sedang
Gejala kehilangan
tanpa dehidrasi kehilangan bb3-
bb>9%
bb hilang <3% 9%
Normal, lelah, Apatis, letargis,
Kesadaran Baik
gelisah, irritable tidak sadar
Takikardi,
Normal -
Denyut jantung Normal bradikardi pada
meningkat
kasus berat
Normal - Lemah, kecil,
Kualitas nadi Normal
melemah tidak teraba
Pernapasan Normal Normal - Cepat Dalam

22
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulit dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2detik Kembali >2detik
Memanjang
CRT Normal Memanjang
minimal
Dingin, Mottled,
Ekstremitas Hangat Dingin
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 2009. 3,4,5


Penilaian A B C
Lesu, lunglai,
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Rasa haus Biasa Minum banyak Malas minum
Kembali sangat
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat
lambat
Dehidrasi
Hasil Pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi berat
ringan-sedang
Rencana Terapi Rencana Terapi Rencana Terapi
Terapi
A B C

Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan Maurice King (1974).
3

Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang di temukan


diperiksa 0 1 2
Gelisah, megigau, koma
Keadaan umum Sehat
cengeng, apatis dan syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit cekung Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat kurang
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat kurang

23
Kering dan
Mulut Normal Kering
sianosis
Sedang (120-
Nadi kuat<120 Lemah >140
140)

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel kemudian
dijumlahkan.
Nilai: 0 2 = Ringan 3 6 = Sedang 7 12 = Berat
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat.3
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut : 3
a. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika.
b. Tinja :
Pemeriksaan makroskopik, tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa
mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah
atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam
tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan
tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau
busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Pemeriksaan mikroskopik, untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan
mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan
adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella,

24
Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya
adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit mononuklear. Tidak semua
penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E.
histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare
pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak
diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru
saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare
lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai
menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan
strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau
yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran
cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi
duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis,
strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada
tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi
dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin
diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis
amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test
untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.
c. Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan
pada penderita immunocompromised. Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y.
enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli
0157: H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk
identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai sebagai
penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna untuk diagnosis
antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam menegakkan
diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab inflammatory
enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
pendahuluan. 3

25
Tatalaksana
Terdapat Lima Lintas Tatalaksana untuk diare akut, yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi,
suplementasi zinc, antibiotik selektif dan edukasi orang tua. 1,3,4
Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Untuk mencegah
dehidrasi dapat dilakukan pemberian air tajin, kuah sayur atau kuah sop. Apabila sudah
terjadi dehidrasi, pasien sesegera mungkin dibawa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan
pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan pemberian oralit. 1,3,4
A. Berikut ini adalah tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi menurut

WHO : 5

Berikut ini adalah komposisi dari Oralit Baru yang direkomendasikan oleh WHO dan
UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak :
Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/Liter
Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10

26
Total Osmolalitas 245
Ketentuan pemberian Oralit Baru :
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24
jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketemtuan
sebagai berikut :
- Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB.
- Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB.
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
harus dibuang

B. Dukungan Nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak
sehat untuk mengganti nutrisi yang hilang serta mencegah agar tidak terjadi gizi buruk.
Pada diare berdarah, nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan
27
menandakan fase kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare cair akut
maupun pada diare akut berdarah dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari
biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas sebaiknya mendapat makan seperti biasanya.Bila
anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,
makanan ini harus diteruskan. 3,4
C. Suplementasi Zinc
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya
diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak.3,4
Dosis Zinc
Umur Dosis
< 6 bulan 10 mg (1/2 tablet)/ hari
> 6 bulan 20 mg (1 tablet)/ hari.
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena
memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya.
Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara
signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa
pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah
tinja/cairan yang dikeluarkan. Zinc juga berperan dalam penguatan sistem imun, yaitu
dalam modulasi sel T dan sel B. Peranan zinc juga terlihat dalam aktivasi limfosit T dan
menjaga keutuhan epitel. Semua kegunaan inilah yang mendukung dilakukannya
pemberian zinc dalam tatalaksana diare akut.3,4
D. Antibiotik Selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena
akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh
dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.3

28
Tabel 5. Antibotik pada Diare

Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian
multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang
sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim
sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui
mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan
struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas membrane
terhadap antibiotik.3
E. Edukasi orang Tua
Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja berdarah,
muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering atau minum
belum membaik selama 3 hari.3
Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang dari
satu tahun, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi.3,4

Obat Antidiare
Obat ini sering digunakan, tetapi tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada
anak.Beberapa dari obat-obatan ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini
adalah :

29
Absorben
Contoh : kaolin, atapulgit, smectite. Obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare
atas dasar kemampuannya mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain
yang menyebabkan diare.3
Antimotilitas
Tidak satupun obat-obatan antimotilitas diindikasikan pada bayi dan anak dengan
diare karena dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat dan dapat fatal atau dapat
memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme penyebab.3
Bismuth subalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak
dengan diare akut sebanyak 30 % akan tetapi , cara ini jarang digunakan.3
Anti muntah
Termasuk obat seperti ini seperti prochlorperazine dan cholorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh
karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena
biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.3

Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang
menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih
baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang
panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan
lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa
patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi
toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan
imunomodulasi. Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif
terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk
efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan
klinis dikatakan aman. Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping
seperti infeksi pada kelompok resiko tinggi antara lain bayi prematur dan pasien immuno
compromised.3

30
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya
kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal
yang menguntungkan kesehatan. Oligosacharida yang ada didalam ASI dianggap sebagai
prototipe prebiotik oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan
Bifidobacteria didalam kolon bayi yang minum ASI. Walaupun sudah banyak penelitian
tentang prebiotik rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih
perlu menunggu penelitian-penelitian selanjutnya.3

Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah penyebaran kuman
patogen penyebab diare, dengan cara : pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan
dan penyimpanan makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup,
membudayakan kebiasaan mecuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum
makan, penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga, dan
membuang tinja bayi yang benar.2,3
Selain itu, upaya pencegahan diare juga dapat dilakukan dengan meningkatkan daya
tahan tubuh dengan cara pemberian ASI paling tidak sampai 2 tahun, meningkatkan nilai gizi
makanan pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk
memperbaiki status gizi anak, dan dilakukannya imunisasi campak.2,3
Salah satu upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik
dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Probiotik adalah
mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui
terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pada sistematik review yang
dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology Hepatology and
Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran
probiotik untuk pencegahan diare.3

Kesimpulan
Diare yang dialami anak pada kasus diatas adalah diare akut dengan dehidrasi ringan-
sedang berdasarkan pengklasifikasian menurut WHO.Terapi yang terpenting adalah
pemberian rehidrasi oral sedini mungkin guna mencegah dehidrasi lebih lanjut. Namun, anak
juga tetap harus diberikan diet seperti biasa dan tidak boleh dipuasakan guna mempercepat
proses penyembuhan epitel usus halus. Dengan pelaksanaan yang tepat serta kerja sama yang

31
baik dari orang tua dalam menangani kasus diare akut yang disertai dehidrasi ini, prognosis
dari kasus diatas baik.

Daftar Pustaka
1. Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi diare di Indonesia. Jakarta:
Direktorat pngendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; 2011.
2. Pudjiadi A.H dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jilid 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDA; 2009.h. 58-62.
3. Subagyo B, Santoso NB.UKKBuku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi,ed 3. Jilid 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2012. h.87-119.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Panduan sosialisasi tatalaksana diare
balita. Jakarta: Direktorat pngendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; 2011.
5. World Healt Organisation. Panduan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta :
WHO Indonesia; 2008. h. 132-52

32
Lampiran

33
34
35
36

Anda mungkin juga menyukai