Anda di halaman 1dari 13

Alasan Karyawan Mengundurkan Diri

Penulis menemukan referensi menarik dari Gallup berdasarkan risetnya yang intensif.
Gallup mencoba menjelaskan mengapa karyawan mengundurkan diri dari perusahaan.
Gallup menemukan bahwa ada 6 alasan karyawan resigndiurut dari yang paling umum
terjadi:
1. Karyawan merasa perusahaan tidak mampu memberikan kesempatan untuk
pengembangan karir (promosi). Karyawan umumnya melihat atasannya masih jauh dari
masa pensiun atau tidak mudah bagi dirinya dipindah ke bagian lain di perusahaan.
2. Gaji dan tunjangan yang diterima dirasakan tidak sepadan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
3. Pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai/cocok secara pribadi. Baik itu secara latar
belakang pendidikan, atau tidak sejalan dengan passion karyawan.
4. Manajemen (atasan) serta kondisi lingkungan secara umum tidak membuat nyaman
dalam bekerja. Politik kantor, atasan dengan kepemimpinan yang tidak efektif, komunikasi
antar bagian yang bermasalah, sangat mungkin untuk mendorong karyawan
mengundurkan diri.
5. Jadwal/waktu kerja yang tidak fleksibel. Umum terjadi terutama bagi karyawati yang
kemudian memilih berkonsentrasi terhadap keluarga karena perusahaan tidak memberikan
fleksibilitas dalam jadwal kerja.
6. Kelangsungan pekerjaan (Job Security). Karyawan melihat perusahan terancam
bangkrut, atau sebab lain yang dipersepsikan karyawan bahwa kelangsungan
pekerjaannya terancam.
Manusia adalah modal utama organisasi. Kemampuan suatu organisasi untuk mencapai
visi & misi tergantung pada manusia yang ada di dalamnya. Bagi Anda yang bersentuhan
dengan bidang manajemen SDM (baca HRD), tentu kenal dengan jargon pentingnya
manusia yang berkualitas bagi organisasi, walaupun pada realitanya kita masih banyak
melihat praktek manajemen HRD yang menimbulkan kekecewaan bahkan kegalauan,
segalau ABG masa kini.
Pada kesempatan kali ini penulis tidak membahas kegalauan yang ada dalam praktek
HRD. Penulis akan coba mengupas sejarah perkembangan HRD serta fungsi-fungsi yang
umumnya ada praktek HRD. Semoga dengan pembahasan ini kita akan lebih memahami
apa sebenarnya yang dimaksud dengan HRD.
Jasmerah, HRD !
Sejarah HRD ternyata berlangsung cukup panjang. Bahkan dari zaman baheula sudah
ditemukan literatur yang membahas fungsi HRD. Dokumen tertua yang ditemukan
membahas mengenai upah minimum dan penyelesaian perselisihan kerja, adalah Codes of
Hammurabi di zaman Babilonia kuno, tahun 1750 sebelum masehi.
Loncat ke abad pertengahan Georg Bauer (1556) dalam bukunya De Re Metallica,
menunjukkan kepedulian terhadap kesehatan dan keselamatan para kerja. Beliau
mendeskripsikan bahaya-bahaya yang dihadapi pekerja dalam industri tambang, serta
metode bisa dilakukan untuk mengantisipasinya
Era revolusi industri pun kemudian datang,salah satu titik penting dalam perkembangan
HRD. Pergeseran pola mata pencaharian masyarakat yang sebelumnya berpusat kepada
agraria menjadi industri, memunculkan banyak pabrik yang mempekerjakan orang. Ini
berdampak pada munculnya serikat buruh dengan tuntuntan kondisi kerja yang lebih
layak, sehingga mendorong perusahaan membentuk suatu unit khusus yang menangani
urusan kepegawaian.
Tahun 1901 di Amerika Serikat unit HRD pertama kali terbentuk pada perusahaan The
National Cash Register Co. Presdir perusahaan tersebut kala itu John H. Paterson
mengorganisasikan unit personalia untuk mengelola keluhan karyawan.
Bagi anda para manajer HRD, pada tahun 1920 di Inggris pertama kali jabatan anda
muncul. Kala itu jabatan manajer HRD bertujuan untuk mengatur hubungan perusahaan
dengan karyawan. Seperti upah dan kedisiplinan serta komunikasi dengan serikat buruh.
Era Perang dunia membawa kemajuan dalam ranah HRD. Kala itu untuk pertama kali
fungsi rekrutmen dimutakhirkan dengan mengaplikasikan ilmu psikologi. ABRInya Amerika
Serikat menggunakan test Army Alpha untuk menyeleksi prajuritnya yang akan maju ke
medan perang.
Pada tahun 1960-1980an fungsi manajemen personalia semakin berkembang dengan
dipengaruhi oleh perkembangan dari ilmu sosial lain seperti psikologi, sosiologi dan
perilaku organisasi. Pada era inilah Human Resources Management muncul. Dengan
kesadaran bahwa karyawan adalah aset perusahaan yang harus dikelola dengan baik.
Penekanan pentingnya motivasi dan komitmen karyawan mendorong spesialisasi dalam
manajemen HRD, yang kemudian memunculkan unit khusus terpisah dalam penggajian,
pengembangan karyawan, rekrutmen, dan pengelolaan hubungan industrial.
Era tahun 2000an hingga sekarang mulai muncul gerakan HR yang menekankan evolusi
fungsi dari manajemen HRD yang tidak lagi sebagai fungsi pendukung, namun juga
sebagai patner bisnis perusahaan. Pemikir besar dalam dunia HR seperti Dave Ulrich
maupun Jac-Fitz Enz, memberikan warna segar dan visi terhadap kontribusi yang
diberikan HRD kepada organisasi di masa depan.

Bung Karno, presiden pertama kita pernah berpesan Jasmerah!, jangan sekali-kali
melupakan sejarah. Bagi mereka yang tidak belajar sejarah maka siap-siap ambil ujian
perbaikan. Yang dimaksud disini bukan hasil ujian sejarah penulis ketika sekolah dahulu,
namun bagi yang tidak belajar dari kesalahan yang dilakukan oleh pendahulu kita, siap-
siaplah untuk mengulanginya.

Lalu apa yang bisa kita pelajari dari sejarah HRD?

Menyimak perjalanan panjang dari evolusi ilmu hrd, dapat ditarik suatu benang
merah. HRD timbul dan berkembang karena kepedulian terhadap manusia dan
hubungannya dengan organisasi tempat ia bernaung.

Terjun dalam dunia HRD bisa sangat melelahkan. Benturan kepentingan antara karyawan
dan perusahaan / organisai, selalu penuh dengan dinamika yang terkadang tidak berakhir
dengan indah. Yang paling penting adalah kita tidak pernah kehilang antusiasme. Sampai
kita tersesat dan hilang antusiasme akan manusia dan organisasinya, disaat itu pula lah
praktisi HRD memutuskan diri dengan benang merah sejarahnya. (atau saatnya pindah ke
perusahaan lain).

Agar tidak ikut tersesat dalam dialektika pertentangan kepentingan, ada baiknya kita
memiliki pijakan dasar yang kuat mengenai apa sebenarnya fungsi-fungsi yang ada dalam
praktek HRD serta tujuannya.
Fungsi-fungsi dalam HRD

Ada tidaknya departemen HRD tergantung dari seberapa besar organisasi. Bagi organisasi
yang baru tumbuh ataupun para wiraswastawan yang merintis dengan sedikit karyawan,
belum perlu memiliki departemen HRD secara terpisah. Walaupun pada kenyataannya
fungsi seperti rekrutmen, pengembangan karyawan, dan pemberian upah, sudah
dilakukan oleh pendiri organisasi.

Lalu kapan sebaiknya departemen HRD mulai dibentuk secara khusus? Penulis belum
mendapatkan literatur yang secara spesifik menyebutkan jumlah minimum karyawan
sehingga perlu dibentuknya departemen HRD. Dilapangan penulis menemukan realita
yang cukup beragam. Ada organisasi yang 30 orang sudah mulai pusing dan perlu unit
HRD, ada yang jumlahnya 100 orang baru mulai terasa pusing dan perlu unit HRD
tersendiri.

Dengan kata lain tergantung dari seberapa kuat menahan pusing pendiri organisasi /
perusahaan mengelola kepentingan dengan karyawannya, barulah kemudian muncul
departemen HRD.

Jadi HRD baru muncul waktu juragan pusing? Semoga penulis tidak menyinggung
siapapun , namun begitulah realitanya. Sudah umum kita dengar pimpinan organisasi
berujar, Pokoknya urusan orang urusan HRD, urusan saya adalah mengelola bisnis.
Seakan akan ada pemisahan antara mengelola orang dan mengelola keseharian bisnis
perusahaan / organisasi.

Penulis berpendapat pemimpin organisasi yang baik tidak akan melakukan pemisahan
antara mengelola bisnis dengan mengelola manusia, karena semakin matang sebuah
organisasi maka akan semakin timbul kesadaran bahwa mengelola orang tidak bisa
dipisahkan dengan mengelola bisnis.

Lalu apa saja fungsi-fungsi yang ada di HRD?

Banyak literatur yang menyatakan beragam fungsi. Menurut pendapat pribadi penulis,
fungsi HRD dapat dibagi menjadi lima fungsi besar:

1. Rekrutmen & Asesmen

2. Pengembangan Pegawai

3. Pengembangan Organisasi

4. Remunerasi

5. Hubunga Industrial

Dari fungsi-fungsi yang disebutkan diatas, cenderung sama antara satu organisasi
dengan yang lain (walau tidak selalu). Yang kemudian membedakan adalah
penerapannya, karena sangat dipengaruhi budaya serta visi & misi antara suatu
organisasi dengan yang lain.
Setiap organisasi memilki budaya yang khas serta visi & misi yang melatar belakangi
eksistensi mereka. Ada organisasi yang sangat menekankan pentingnya inovasi dan
kreatifitas seperti Apple (motto: Think Different). Ada pula organisasi yang menekankan
pentingnya kecintaan kepada bangsa, disiplin, dan keberanian seperti KOPASSUS (moto:
Berani, Benar, Berhasil).

Penulis akan menjabarkan secara sekilas fungsi besar HRD, untuk pembahasan detailnya
akan coba dibahas dalam tulisan lain.

1. Rekrutmen & Asesmen


Agar terus tumbuh dan berkembang organisasi membutuhkan manusia dalam proses
bisnisnya (profit atau non-profit). Fungsi rekrutmen dan penempatan pada HRD bertujuan
untuk memastikan organisasi memiliki orang yang tepat ditempat yang tepat.

Kata tepat disini merupakan sesuatu yang sangat penting. Kesalahan dalam merekrut
berarti telah menempatkan seseorang yang tidak cocok dengan jabatan (unfit for the
job) atau tidak cocok dengan organisasi (unfit for the organization). Dampak rekrutmen
yang tidak tepat bisa sangat merugikan perusahaan. Diantaranya adalah moral kerja yang
rendah hingga lambatnya proses dan jeleknya kualitas pelayanan.

Mengingat pentingnya rekrutmen, maka banyak organisasi ingin memastikan bahwa


mereka memilih karyawan yang tepat. Hal ini disiasati dengan proses rekrutmen yang
bertahap mulai dari wawancara, tes bahasa, tes psikologi, tes kesehatan, hingga
pengecekan referensi dalam menyeleksi karyawannya.

2. Pengembangan Pegawai
Adalah kecenderungan organisasi untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan
karena tuntutan persaingan dan kebutuhan selalu berkembang. Organisasi yang tidak
dapat mengikuti perkembangan zaman terancam punah dan hilang. Proses adaptasi di
organisasi memerlukan pembelajaran oleh setiap insan yang ada di dalamnya

Dengan dasar ini maka fungsi pelatihan & pengembangan muncul dalam HRD, dengan
tujuan memastikan setiap anggota organisasi dilengkapi dengan keterampilan yang
tepat untuk mendukung organisasi berkembang.

Aktifitas pelatihan dan pengembangan banyak bentuknya. Bisa dalam bentuk aktifitas
belajar dalam ruang, pemagangan, rotasi, praktek kerja, dan lain sebagainya.

Yang paling penting dalam aktifitas pelatihan & pengembangan adalah memiliki tujuan
yang jelas serta benar-benar dapat memenuhi kebutuhan keterampilan para anggota
untuk mencapai target organisasi.

3. Pengembangan Organisasi
Dalam era modern ini, tuntutan suatu organisasi terus berkembang untuk memberikan
pelayanan terbaik kepada penggunanya. Setiap insan di dalam organisasi diharapkan
dapat fokus berkontribusi kepada tujuan organisasi.

Semakin besar organisasi berkembang semakin mudah kehilangan fokus terhadap target
dan tujuan organisasi. HRD dalam fungsi pengembangan organisasi, harus mampu
memfasilitasi perusahaan untuk menyelaraskan target dari tingkat perusahaan hingga
tingkat individu dalam organisasi.

Hal ini bisa dilakukan diantaranya dengan menjalankan proses penilaian kinerja yang
berbasis kepada target perusahaan. Dengan ikut aktif dalam mendukung dan mengelola
proses manajemen kinerja, HRD akan mendapatkan banyak sekali pandangan bermanfaat
yang bisa diaplikasikan dalam fungsi HRD lainnya.

4. Remunerasi
Untuk perusahaan, kompensasi menjadi salah satu topik hangat dalam keseharian praktek
SDM. Bisa dipahami karena hal ini berhubungan secara langsung dengan dapur
karyawan. Dalam era persaingan global seperti sekarang, menentukan berapa (dan dalam
bentuk apa) kompensasi menjadi tantangan yang cukup sulit.

Perusahaan dituntut efisien secara biaya untuk memastikan bisa berkompetisi dengan
perusahaan lain, dilain pihak harus memastikan bahwa kompensasi yang diberikan cukup
menarik sehingga talenta potensial tetap mau tinggal dalam perusahaan.

Fungsi kompensasi yang baik harus dapat memperhatikan tiga hal. Keadilan bagi
karyawan (baik internal maupun eksternal), kemampuan perusahaan, dan peraturan
perundangan yang berlaku.

Lalai dalam penentuan dan pelaksanaan kompensasi lazim berbuntut panjang.


Dibutuhkan kejelian, kesabaran, dan pengkajian yang mendalam untuk dapat mencapai
suatu paket kompensasi yang efektif dan efisien.

5 Hubungan Industrial
Keluhan karyawan yang tidak terkelola dengan baik menimbulkan demotivasi kerja,
turunnya produktifitas, bahkan hingga demonstrasi tidak sehat yang bisa menghambat
proses kerja. Memastikan komunikasi yang sehat terjalin antara karyawan dan perusahaan
menjadi fungsi utama HRD dalam pengelolaan hubungan industrial.

Keluhan karyawan umumnya disebabkan karena peraturan yang tidak jelas, komunikasi
yang buruk, kepemimpinan yang lemah atau minimnya pemahaman dalam praktek
manajemen yang baik.

Hal ini bisa disiasati dengan memfasilitasi komunikasi formal anatara perusahan dengan
perwakilan karyawan secara konsisten. Baik melalui penyusunan Perjanjian Kerja
Bersama / Peraturan Perusahaan, komunikasi bipartite atau tripartite, dan perangkat
komunikasi lainnya yang bisa digunakan.
Lets Enjoy The Ride

Fungsi dalam HRD yang disebutkan penulis diatas berkaitan erat antara satu dengan yang
lain. Kekeliruan dalam rekrutmen misalnya bisa berimbas kepada demotivasi karyawan.
Gagal dalam memberikan solusi yang tepat dalam pelatihan sangat mungkin
mempengaruhi kualitas pencapaian kinerja perusahaan.

Diperlukan pemahaman yang mendalam dalam banyak ranah pengetahuan untuk bisa
mengelola manusia dengan baik. Dan dipundak para praktisi HRD banyak rekan kerja
menaruh harapan yang begitu dalam.

Penulis sepakat dengan kutipan Pak Jack Welch diawal artikel. Praktisi HRD yang baik
adalah seseorang yang bisa jernih tanpa prasangka dalam mendengarkan keluh kesah dan
permasalahan para karyawan, namun dilain pihak juga harus ikhlas dan berani untuk
menyatakan yang benar dan salah.

Selamat tahun baru 2013 dan mari kita selalu menebar kebermanfaatan
Catatan: tulisan ini diterbitkan pertama kali pada tahun 2013
Pertama-tama penulis ingin mengucapkan Selamat Tahun Baru 2013 bagi para pembaca,
semoga di tahun yang baru ini kita dapat terus menebar kebermanfaatan.
Berbicara tentang kebermanfaatan dalam tulisan kali ini penulis ingin mengajak Anda
untuk dapat mengevaluasi seberapa besar manfaat (keuntungan) yang diperoleh
perusahaan dari karyawannya. Bagi para HRD yang bekerja di organisasi berorientasi
keuntungan (profit oriented), terkadang kita lupa bahwa secara mendasar HRD adalah
bagian dari organisasi yang salah satu tujuan utamanya memaksimalkan keuntungan.
Biaya yang keluar untuk belanja karyawan (rekrutmen, gaji, pelatihan, dll) dimasukkan
dalam bagian beban biaya. Selayaknya biaya lain yang dikeluarkan oleh perusahaan,
tentunya perlu dimonitor untuk mengetahui apakah pengeluaran tersebut efektif dan
efisien, serta menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Salah satu permasalahan klasik dalam HRD adalah kepercayaan dari manajemen atau
pengusaha untuk berinvestasi dalam anggaran SDM. Hal ini bisa jadi karena praktisi HRD
kurang fasih berbicara dalam bahasa dunia bisnis, yaitu keuangan. Apabila praktisi HRD
dapat mengkomunikasikan berapa keuntungan yang diperoleh perusahaan dari setiap
karyawan atau dana yang kembali dari investasi yang dikeluarkan oleh HRD, maka akan
semakin mudah bagi HRD untuk menentukan prioritas anggarannya serta berkomunikasi
dengan top manajemen / pemilik modal mengenai anggaran yang dibutuhkan serta
efektifitasnya.
Untuk dapat menghitung keuntungan perusahaan dari investasi yang dikeluarkan bagi
anggaran SDM kita dapat menggunakan 3 indikator (matriks):
1. Keuntungan Perusahaan per Karyawan (Revenue per employee)
2. EBITDA per karyawan (EBITDA per Employee)
3. Imbal Hasil Investasi SDM (Human Capital ROI)

1. Revenue per employee


Salah satu indikator yang sudah dikenal di dunia keuangan adalah RPE (Revenue Per
Employee), yang bila di bahasa Indonesiakan adalah laba perusahaan per karyawan,
dihitung dengan menggunakan rumus:

Laba Perusahaan Per Karyawan = Keuntungan Perusahaan


Jumlah Karyawan

Apabila perusahaan Anda mendapatkan laba pada tahun 2010 sebesar Rp.5.000.000.000
dan Anda memiliki karyawan sejumlah 100 orang, maka keuntungan perusahaan
perusahaan per karyawan (RPE) Anda pada tahun 2010 sebesar Rp. 50.000.000. Dengan
kata lain setiap 1 orang karyawan di perusahaan Anda, menyumbangkan keuntungan
pada perusahaan sebesar Rp.50.000.000. Agar lebih bermakna dalam penggunaan RPE,
Anda bisa membandingkannya dengan tahun sebelum atau sesudahnya. Sebagai contoh,
pada tahun 2011 perusahaan Anda membukukan laba sebesar Rp. 6.500.000.000, naik
1,5 milyar dari tahun 2010. Jumlah karyawan Anda di tahun 2011 ternyata juga
bertambah 40 orang dibandingkan tahun 2010 sehingga total menjadi 140 orang
karyawan. Setelah dihitung RPE perusahaan Anda di tahun 2011 adalah Rp.46.428.571
(6,5 milyar / 140).
Ternyata setelah dibandingkan, RPE 2011 (Rp.46.428.571) justru turun dari RPE 2010
(Rp.50.000.000). Bila tidak ada faktor luar lain yang mempengaruhi (krisis ekonomi,
regulasi baru, dll). Maka Anda bisa menarik kesimpulan penambahan 40 orang karyawan
pada tahun 2011 tidak benar-benar membantu meningkatkan keuntungan perusahaan.
Dengan informasi ini Anda kemudian bisa mengeksplorasi lebih lanjut apa yang menjadi
penyebab permasalahan apakah itu pembagian tugas yang kurang efektif, produktifitas
yang kurang optimal karena kurangnya pelatihan, komunikasi kerja yang kurang kondusif,
dll. Sehingga Anda kemudian bisa mengambil langkah konstruktif perbaikan lebih lanjut.
Selain itu, Informasi RPE ini bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan
jumlah karyawan pada tahun berikutnya (man power planning). Sebagai contoh bila pada
tahun 2010 perusahaan Anda memiliki RPE Rp.50,000.000 per karyawan dan pada tahun
2011 Anda merencanakan laba sebesar Rp. 6,5 milyar maka untuk mencapai RPE
setidaknya sama dengan tahun 2010, jumlah karyawan Anda di tahun 2011 tidak boleh
lebih dari 130 orang (Rp.6,5 milyar / Rp.50 juta). Dengan kata lain, jumlah karyawan
baru yang Anda bisa rekrut pada tahun 2011 adalah 30 karyawan.
Selain untuk menghitung efektifitas jumlah karyawan secara internal, RPE juga dapat
digunakan untuk membandingkan seberapa kompetitif karyawan Perusahaan Anda
menghasilkan keutungan, bila dibandingkan dengan karyawan perusahaan lain pada
industri Anda. Kita perhatikan ilustrasi tabel berikut
Perusahaan Anda Perusahaan B

Revenue Rp5.000.000.000 Rp7.500.000.000

# Karyawan 100 180

RPE Rp50.000.000 Rp41.666.667


Dari tabel ilustrasi diatas kita dapat melihat bahwa perusahaan Anda dari segi RPE lebih
besar dibandingkan perusahaan B walaupun Revenue yang dihasilkan oleh perusahaan B
lebih besar dari pada perusahaan Anda, ini berarti dari segi produktifitas karyawan Anda
menghasilkan keuntungan lebih banyak dibandingkan perusahaan B. Kalau kita melihat
RPE perusahaan C, kita bisa melihat karyawan perusahaan C lebih produktif
menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan karyawan perusahaan Anda, karena RPE
karyawan perusahaan C ebih besar dibandingkan perusahaan Anda, walaupun untungnya
ebih kecil.
Dari analisis sederhana ini, RPE bisa menjadi salah satu masukan untuk merancang
strategi penambahan karyawan yang sekiranya ideal dan kompetitif dibandingkan dengan
perusahaan saingan di industri Anda. Bila Anda akan menggunakan RPE dalam analisa
Anda, perlu dipahami beberapa hal, pastikan perbandingan yang Anda lakukan apple to
apple. Dengan kata lain perusahan perbaindingan adalah perusahaan yang serupa /
sejenis, agar kemudian penarikan kesimpulan yang diambil bisa relevan.
Selain itu, kalau Anda tanya ahli keuangan bisa jadi Revenue tidak sepenuhnya
mencerminkan keuntungan perusahaan, karena secara pencatatan keuangan bisa saja ada
pemasukan lain di perusahaan yang tidak bersumber dari kinerja operasionalnya.
Beberapa ahli juga menganggap bahwa revenue bisa kurang riiil karena faktor-faktor
seperti depresiasi, amortisasi, ataupun pajak yang bisa jadi sangat berbeda antar satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya. Oleh karena itu indikator lain yang bisa
digunakan adalah untuk melihat lebih lanjut keuntungan perusahaan per karyawan adalah
EBITDA.

2. EBITDA per employee

EBITDA adalah akronim dari Earning Before Income Tax Depreciation &
Amortization, dengan kata lain pemasukan perusahaan sebelum dikurangi pajak,
depresiasi dan amortisasi. Penggunaan perhitungan EBITDA dalam menghitung
keuntungan perusahaan per karyawan bisa memberikan wawasan yang menarik
mengenai keuntungan perusahaan per karyawan, khususnya bila kita akan melihat
kinerja per produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Josh Letourneau
memberikan penjelasan yang sangat baik dalam menganalisa menggunakan EBITDA.
Oleh karena itu saya hanya akan mengulas ulang apa yang sudah beliau jelaskan.
Sebagai Contoh perusahaan Anda menghasilkan 3 Produk (A, B, C) dan 2 jasa (D & E),
dengan revenue, EBITDA, dan EBITDA per employee sebagai berikut:
Produk A Produk B Produk

Revenue $1,000 $800 $1,500

EBITDA $200 $300 $150

# of employee 133 150 300


EBITDA/Employee $1.50 $2.00 $0.50

Bila kita hanya melihat dari segi laba saja, kita mengetahui bahwa Produk A adalah
produk penghasil pemasukan terbesar bagi perusahaan ($ 1.000), namun bila ditelusuri
lebih lanjut produk A menghasilkan EBITDA yang lebih kecil ($ 200) bila dibandingkan
EBITDA pada jasa D ($ 400). Hal ini berarti dengan modal (biaya) operasional yang lebih
sedikit, Jasa D menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan Produk A.
Dalam teori strategi organisasi, perusahaan harus fokus dan mengkapitalisasi produk /
jasa / unit usaha yang menghasilkan nilai paling besar . Jasa D sangat potensial untuk
terus ditumbuh kembangkan dalam perusahaan. Hal ini juga tercermin dalam Ebitda per
Employee dimana Jasa D menghasilkan Ebitda per Employee paling besar ($ 5.00).
Dari matriks ini HRD kemudian bisa memfokuskan investas & strategi dengan
memprioritaskan jasa D agar terus dapat tumbuh dan berkembang. Beberapa investasi /
strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan Jasa D diantaranya adalah:
penambahan karyawan atau penempatan star employee (talent) pada Jasa D agar
memicu pertumbuhan keuntungan
pemberian pelatihan bagi karyawan yang dapat membantu meningkatkan kualitas Jasa
D bagi pelanggan
skema insentif (bonus) yang dapat memicu motivasi karyawan untuk meningkatkan
penjualan Jasa D
strategi lainnya yang membantu untuk memicu pertumbuhan keuntungan Jasa D
Ada yang berpendapat penggunaan RPE dan EBITDA per Employee memiliki kekurangan,
karena secara mendasar menggunakan jumlah karyawan sebagai bilangan pembagi.
Dengan kata lain kalau Anda ingin mendapatkan RPE dan EBITDA per Employee yang
lebih besar kurangi bilangan pembaginya (jumlah karyawan). Hal inilah yang umumnya
kemudian menjadi dasar perhitungan dalam merasionalisasi (baca: PHK) jumlah
karyawan. Penulis melihat hal ini bisa benar bisa juga kurang tepat, karena faktanya
keterampilan, ketekunan seseorang dalam bekerja bisa beragam. Namun memang perlu
diakui perhitungan RPE dan EBITDA per Employee lebih cocok bila diaplikasikan dalam
analisa pada tingkat organisasi, karena tidak bisa membedakan dengan baik dampak
individu yang diberikan oleh satu karyawan dibandingkan dengan karyawan lainnya.

3. Human Capital ROI


Dr.Jac Fitz-enz, salah satu pakar dalam pengukuran HRD memberikan wawasan kepada
bahwa kita bisa mengukur imbal hasil investasi SDM dengan rumus sebagai berikut:

Human Capital ROI = Revenue (Expense Pay & Benefits)


Pay & Benefits
Sebagai contoh, apabila perusahaan Anda pada tahun ini
menghasilkan revenue (laba) sebesar $ 500.00, mengeluarkan expense (biaya
operasional) sebesar $ 350.000, dan gaji serta tunjangan karyawan sebesar $ 40.000,
maka Human Capital ROI perusahaan Anda bila menggunakan rumus diatas adalah $ 4.75
. Ini berarti setiap $1 yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk Gaji & Tunjangan pada
tahun ini memberikan keuntungan bagi perusahaan sebesar $4.75
Kita harus berhati-hati dalam melihat hasil diatas, karena jangan sampai kemudian
mengambil kesimpulan yang salah dimana diperbanyak saja gaji & tunjangan karyawan
maka laba akan naik. Perhitungan ROI akan bermakna bila anda membandingkan dengan
data lain seperti performa tahun sebelumnya dan juga untuk analisis lebih lanjut apa yang
kemudian mempengaruhi naik turunnya Human Capital ROI perusahaan Anda.

Rumus yang beliau ajukan diatas adalah untuk mengukur imbal hasil investasi dari biaya
Gaji & Tunjangan yang dikeluarkan oleh perusahaan, selain itu beliau juga memberikan
banyak matriks lain yang bisa dipergunakan, saya sangat merekomendasikan Anda untuk
mempelajari lebih lanjut bukunya.

Ada yang mengatakan bahwa salah satu keberhasilan atau kesuksesan


dalam mengelola Sumber Daya Manusia dalam Perusahaan adalah
ketika indikator Turn over Karyawan rendah, ini berarti kemampuan
kita dalam memanage karyawan sudah memadai. Walaupun bukan
satu-satunya indikator namun beberapa pengelola SDM menilai bahwa
indikator ini sangat dipengaruhi banyak faktor, baik dari internal
maupun eksternal perusahaan sehingga akan sulit mencapai angka turn
over rendah namun hal inilah yang dapat dijadikan tantangan berat bagi
para pengelola SDM perusahaan.

Tidak ada angka pasti untuk turn over yang ideal tetapi semakin tinggi
angka turn over, mengindikasikan adanya persoalan dalam pengelolaan
SDM Perusahaan, agar dapat menekan angka turn over menjadi rendah
adalah dengan mempertahankan karyawan yang secara ideal,
mempunyai kinerja tinggi, pengelola SDM tentu harus kerja ekstra keras
terutama memantau perkembangan gaji diperusahaan lain termasuk
didalamnya perusahaan kompetitor karena hengkangnya karyawan,
paling banyak disebabkan oleh perbedaan gaji yang diterima karyawan
pada satu perusahaan dengan perusahaan lain berbeda, disinilah
manfaat dari aplikasi penggunaan hasil survey gaji. Seperti kita ketahui
bersama bahwa pada era kompetitif seperti sekarang ini, perburuan
terhadap orang yang mempunyai kinerja tinggi akan terus dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan dalam rangka memenangkan persaingan
bisnis. Banyak perusahaan yang tidak mau memeras keringat untuk
mengembangkan karyawan supaya berkinerja tinggi karena berbagai
alasan dan yang paling utama adalah kekhawatiran akan diburu oleh
kompetitor sementara harga (cost) untuk mengembangkan karyawan
sangat tinggi artinya perusahaan bisa mendapat rugi duakali. Akibatnya
banyak perusahaan yang langsung mengambil tenaga jadi dari
perusahaan lain karena secara matematis akan lebih menguntungkan.
Berbeda dengan perusahaan yang mempunyai turn over rendah tetapi
karyawan yang ada ternyata tidak mempunyai kinerja tinggi melainkan
karyawan dengan kinerja standar saja atau biasa-biasa saja atau bahkan
dibawah standar. Mungkin bagi perusahaan seperti ini, angka turn over
bukan merupakan indikator keberhasilan namun persoalannya adalah
bagaimana meningkatkan atau mengembangkan karyawannya agar
kinerjanya meningkat tetapi sekali lagi, jika perusahaan berhitung
tentang cost pengembangan pegawai dengan resiko nantinya dibajak
juga maka hal ini akan berdampak kepada pengelola SDM yang
kemudian akan menjadi pasif, akibatnya secara umum, tidak akan
meningkatkan kinerja perusahaan. Disisi lain perusahaan yang
mempunyai turn over rendah dengan karyawan berkinerja rendah, boleh
dikatakan angka turn over rendah ini akan bertahan lama karena para
karyawan tidak punya pilihan untuk keluar dan perusahaan akan
berjalan biasa-biasa saja. Bagaimana agar ada perubahan pada
perusahaan, apa yang dibutuhkan, yang jelas untuk merubah diperlukan
adanya suatu trigger yang kuat, dari pengalaman yang saya alami
biasanya perusahaan seperti ini tidak mempunyai sistem yang baku
untuk dijalankan sehingga semua berjalan dan bekerja secara rutin saja.
Ketika sistem dibuat dan dijadikan acuan dalam proses kegiatan
perusahaan maka yang terjadi adalah angka turn over berubah menjadi
tinggi, hal ini disebabkan banyak karyawan yang menyatakan mundur
dengan berbagai alasan namun bagi saya mereka tidak tahan dengan
sistem yang dijalankan.

Kasus diatas ini menjadi menarik karena dengan angka turn over tinggi
sementara karyawan yang ada mempunyai kinerja rendah, setelah
ditelusuri ternyata perusahan ini sudah kelebihan karyawan sementara
volume pekerjaan rendah, dengan demikian, ketika ada karyawan yang
keluar maka tentunya akan berkorelasi dengan kinerja perusahaan, yang
saat itu secara umum mulai ikut naik. Kejadian ini banyak terjadi pada
perusahaan yang mismanajemen sehingga untuk merubahnya
diperlukan penanganan yang ekstra hati-hati, agar tidak merusak sistim
yang sudah dibuat.

Bagaimana dengan perusahaan yang mempunyai angka turn over tinggi


dengan karyawan yang ada mempunyai kinerja tinggi juga, sudah pasti
pengelola SDM akan mempunyai tugas yang berat yaituharus siap setiap
saat mencari dan merekrut karyawan baru dengan kriteria mempunyai
kinerja tinggi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, agar kinerja
perusahaan mampu dipertahankan. Sebaliknya apabila karyawan
tersebut merupakan hasil pengembangan internal perusahaan maka hal
ini tentu akan menjadi pekerjaan rutin lagi bagi pengelola SDM
perusahaan agar merekrut tenaga yang berkinerja standar untuk
dikembangkan lagi, demikian seterusnya berulang-ulang. Bagi
perusahaan yang seperti ini, loncatnya karyawan yang telah
dikembangkan sedemikian rupa, bukan merupakan sebuah persoalan
yang merugikan tetapi mereka lebih melihat jauh kedepan dan
mempunyai nilai strategis bagi perusahaan.

Banyak pertanyaan yang muncul ketika sebuah perusahaan dengan


tenang melepas karyawan-karyawan terbaiknya untuk bekerja di
perusahaan lain yang notabene adalah kompetitornya, jika kita melihat
ini tentu pertanyaan akan muncul dari orang-orang yang selama ini
selalu menghitung biaya pengembangan sebagai sebuah cost tinggi
tanpa melihat nilai strategisnya kedepan. Nilai strategis yang seperti apa
yang diharapkan perusahaan tersebut, menurut pemikiran saya, nilai
tambah yang diambil adalah :

1. Dengan diambilnya karyawan oleh perusahaan lain apalagi sebagai


kompetitornya maka perusahaan tersebut tentu saja sudah dapat
mengukur kekuatan kompetitornya sehingga daya saing semakin
dapat dipertahankan.

2. Masuknya karyawan baru untuk dikembangkan akan menghasilkan


daya inovatif tersendiri sehingga perusahaan akan terus
berkembang dengan ide-ide baru yang original.

3. Apabila ada perusahaan lain yang berani melakukan transfer


karyawan tentu ini punya nilai keuntungan tersendiri secara
finansial, disisi lain perusahaan tidak mengeluarkan dana
samasekali ketika karyawan keluar dari perusahaan,

Ada juga perusahaan yang mempunyai angka turn overnya rendah


namun didalam perusahaan banyak karyawan yang berkinerja tinggi dan
mereka tidak mempunyai keinginan untuk pindah ke perusahaan lain
walaupun gaji yang diterima lebih rendah darikaryawan yang berada di
perusahaan kompetitornya. Sebenarnya inilah perusahaan yang ideal
namun perusahaan seperti ini sangat sedikit sekali, apalagi di era
keterbukaan komunikasi saat ini tentu memudahkan seseorang untuk
memonitor perusahaan lain, Kunci sukses perusahaan seperti ini adalah
adanya budaya kerja yang diterapkan di perusahaan yang membuat
betah bekerja, bagi karyawan di perusahaan ini, gaji bukan nomor satu,
tetapi rasa kebersamaan dan kekeluargaan lebih membuat karyawan
nyaman bekerja. Membangun budaya kerja seperti inilah yang menjadi
tantangan bagi kita semua pengelola SDM perusahaan.
Sekali lagi turn over bukan satu-satunya indikator keberhasilan dalam
mengelola SDM tetapi yang paling utama adalah bagaimana
meningkatkan kinerja perusahaan atau mempertahankan kinerja
perusahaan agar tetap tinggi walaupun dengan kondisi adanya frekwensi
keluar masuk karyawan yang tinggi, untuk itu kerja keras para pengelola
SDM dalam mempertahankan karyawan yang ada dengan segala
kemampuannya namun sekali lagi kompetitor tidak akan pernah tinggal
diam, jadi kembali kepada kita lagi, harus bagaimana menyikapinya.

Anda mungkin juga menyukai