Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penagihan pajak merupakan salah satu perhatian utama para pihak di
pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sejalan dengan hal tersebut,
berbagai perundang-undangan dan produk hukum telah ditetapkan dan mengalami
perbaikan atau penyempurnaan untuk menciptakan sistem penagihan pajak yang
mampu memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yaitu
terbentuknya semangat ataupun kesadaran diri dari masyarakat luas dalam
pembayaran pajak sehingga dalam proses penyelenggaraan pemerintahan pada
umumnya dapat berjalan lancer.

Tujuan penagihan pajak di dalam instansi pemerintahan antara lain adalah


untuk menjaga kestabilan pendapat keuangan baik di daerah maupun pusat.
Karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penagihan pajak sangatlah membutuhkan partisipasi
masyarakat secara aktif.

Harus diakui bahwa kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak masih


sangat kurang sehingga diperlukan adanya system penagihan pajak yang baik.
Disini system penagihan pajak sebagai upaya yang ditempuh agar semua pihak
dapat membantu kelancaran pembayaran pajak. Karena apabila pembayaran pajak
terhamba akan mengganggu sumber pendapatan dan penggunaan dana negara.
Salah satu penyebab tidak lancarnya pembayaran pajak adalah karena
ketidakjelasan dari sistem pem,bayaran pajak itu sendiri yang digunakan selama
ini dan tidak dapat memberikan gambaran yang komprehensif mengenai inisiatif,
aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat dan potensi sumberdaya yang dimilikinya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penagihan Pajak


Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.1
Menurut Moeljo Hadi, yang dimaksud dengan penagihan adalah:
Serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak berhubung
Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian atu seluruh kewajiban perpajakan
yang terutang menurut Undang-Undang Perpajkan yang berlaku.2
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, yang dimaksud dengan penagihan
adalah: Perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib
Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-Undang Perpajakan khususnya
mengenai pembayaran pajak.3
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat diketahui bahwa pada
dasarnya proses penagihan pajak melibatkan beberpa unsur-unsur yang
mempunyai arti yang cukup penting, diantaranya yaitu:
1. Utang pajak, yaitu Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga , denda atau kenaikan yang tercantum dalam

1
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir denagan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000, Pasal 1 angka 9.
2
H. Moeljo Hadi, Dasar-dasar Penagihan Pajak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),
h.2.
3
Rochmat Soemitra, Pengantar Singkat Hukum Pajak, (Bandung: Eresco.1991), h.5

2
surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.4
2. Serangkaian tindakan dilakukan sesuai jadwal waktu yang benar, yaitu
penerbitan Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, pelaksanaan penyitaan
berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), sampai dengan
pelaksanaan lelang.
3. Aparat Direktorat Jendral Pajak, yaitu Jurusita Pajak yang telah memenuhi
syarat untuk melakukan penagihan pajak.
4. Penanggung pajak yang mempunyai kewajiban melunasi utang pajak.
Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, yaitu UU KUP 1984 dan UU PPSP
serta peraturan pelaksanaan yang mengaturnya.
Penagihan Pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu penagihan
pasif dan penagihan aktif. Penagihan pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak
atau Surat Ketetapan Pajak. Penagihan Pajak aktif atau penagihan Pajak dengan
Surat Paksaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.5
a. Penagihan pajak Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Taguhan
Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), surat keputusan pembetulan yang
menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, surat keputusan keberatan
yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, surat keputusan
banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam
jangka waktu 30 hari belum dilunasi maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan
diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan
surat teguran.6

4
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak
dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun
2000, Pasal 1 angka 8.
5
6
Erly suandy, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat, 2002), h. 189.

3
b. Penagihan pajak Aktif
Penagihan pajak katif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak
pasif, dimana daam upaya penagihan pajak ini fiskus berperan aktif dalam arti
tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan
diikuti dengan tindakan sita, yang dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. 7

B. Dasar Penagihan Pajak


Dasar hukum yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak adalah surat
ketetapan pajak yang menyatakan bahwa pajak terutang sesuai perhitungan wajib
pajak masih kurang dari yang seharusnya, sesuai dengan Undang-undang KUP,
surat tagihan pajak (STP) merupakan surat yang digunakan oleh fiskus untuk
melakukan tagaihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. STP
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. STP
mempunyai tiga fungsi yaitu: sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang
manurut SPT, sarana untuk mengenakan saksi berupa bunga atau denda, dan
sarana untuk menagih pajak. Selain STP yang diterbitkan fiskus berdasarkan
Undang-undang KUP, dalam hukum ajak Indonesia terdapat surat tagihan pajak
lainnya, yaitu: STP PBB yang diterbitkan berdasarkan Undang-undang PBB,
surat tagihan BPHTB (STB) yang diterbitkan berdasarkan Undang-undang PDRD
maupun peraturan daerah tetang suatu jenis pajak daerah. Dengan demikian surat
tagihan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus dan pejabat yang berwenang meliputi:
STP PPh, STP PPN, STP PPnBM, STP PBB, dan STB yang diterbitkan oleh
pejabat berwenag untuk jenis pajak pusat; serta STPD yang diterbitkan oleh
kepala daerah yang berwenang untuk suatu jenis pajak daerah.
Keputusan pengadilan pajak yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar oleh wajib pajak bertambah merupakan keputusan banding yang

7
Ibid,. h. 190.

4
dikeluarkan oleh pengadilan pajak yang memeriksa dan memutus perkara banding
yang diajukan oleh wajib pajak serta putusan penimjauan kembali oleh
mahkamah agung ataspegajuan permohonan paninjauan kembali yang diajukan
oleh wajib pajak. Wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan putusan
pengadilan pajak tersebut dan putusan banding dimaksud merupakan dasar buat
fiskus untuk melakukan penagihan pajak apabila wajib pajak tidak melunasi pajak
tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, yaitu satu bulan setelah
putusan banding diterima oleh wajib pajak.8

C. Tahapan Penagihan Pajak9

Surat Pemberitahuan (SPT)


Pasal 3 ayat (1) UU KUP

Penerbitan Surat Teguran (7


hari setelah jatuh tempo)

Surat Paksa (21 hari sejak


diterbitkan surat teguran)

Penyitaan (2x24 jam sesudah


tanggal pemberitahuan dengan
pernyataan dan penyerahan
surat paksa kepada wajib pajak)

Pemblokiran

8
Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Formal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 111.
9
Moelji Hadi, Dasar-dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Oleh Jurusita Pajak Pusat
dan Daerah, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,1998)., h. 7.

5
Lelang

Pencegahan Keluar Negeri Pennyanderaan

Pelaksanaan Penagihannya10 :

1. Penerbitan Surat Teguran


Apabila uatng pajak yang tercantum dalam surat tagihan pajak, surat
ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan,
tidak dilunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan
sejak tanggal diterbitkannya)
2. Penerbitan Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran
maka anda akan diterbitkan surat paksa yang disampaikan oleh juru sita pajak
Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp 25.000,00 (dua
puluh lima ribu) utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2x24 jam.
3. Pelaksanaan Sita
Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh
Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan. Penyitaan
dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua)
kali 24 (dua puluh empat) jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada
Penanggung Pajak. apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak
dan biaya penagihan pajak setelah 14 (empat belas) hari sejak penyitaan
barang yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang

10
Djoko Mulyono, Hukum Pajak: Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2010), h. 166.

6
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pejabat segera menggunakan, menjual
dan atau memindah bukukan barang sitaan untuk pelunasan biaya penagihan
pajak dan utang pajak.11 Dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp
75.000,00.
Pencabutan Sita dilaksanakan :
a. Apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya
penagihannya.;
b. Berdasarkan putusan pengadilan/putusan hakim dari peradilan umum,
misalnya putusan atas gugatan gugatan pihak ketiga terhadap kepemilikan
barang yang disita;
c. Berdasarkan penetapan Menteri Keuangan karena adanya sebab-sebab
diluar kekuasaan, misalnya objek sita terbakar, hilang atau musnah.
Jangka waktu 14 (empat belas) hari dimaksudkan untuk memberi
kesempatan kepada penanggung pajak melunasi utang pajak sebagaimana
tercantum dalam surat penyitaan yang bersangkutan. Yang dimaksud
dengan menggunakan adalah menyetor ke kas Negara atau ke kas
daerah. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus
dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14
(empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang. Pejabat segera
melakukan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui Kantor
Lelang.
4. Pemblokiran Rekening Penanggung Pajak Pada Bank
Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik
penanggung pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap
harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain
penambahan jumlah atau nilai. Prosedur pemblokiran itu sendiri berdasarkan
Surat Edaran nomor SE05/PJ04/2007 Tentang Pengantar Peraturan Direktur

11
Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 135 tahun 2000 tentang tata cara penyitaan
dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa.

7
Jenderal Pajak Nomor PER109/PJ/2007 tentang perubahan atas keputusan
Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-627/PJ/2001 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan harta kekayaan penanggung pajak
yang tersimpan pada Bank dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa
disebutkan bahwa berdasarkan peraturan Bank Indonesia nomor
2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau
Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, diatur bahwa untuk kepentingan
perpajakan, pimpinan Bank Indonesia, berdasarkan permintaan tertulis dari
Menteri Keuangan, berwenang mengeluarkan perintah tertulis pada bank agar
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-
surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat
pajak tanpa mensyaratkan pencantuman nomor rekening dari Wajib Pajak
yang dikehendaki keterangannya. Pencantuman jumlah tunggakan pajak
dalam permintaan pemblokiran harta kekayaan Penangung Pajak yang
tersimpan di bank, dimaksudkan agar dalam hal Penanggung Pajak memiliki
lebih dari satu rekening pada bank tersebut, bank melakukan pemblokiran
hanya terhadap sejumlah rekening Penanggung Pajak yang dananya cukup
untuk melunasi tunggakan pajak dimaksud. Pelaksanaan penyitaan aset Wajib
Pajak/Penanggung Pajak agar diprioritaskan atas kekayaan Penanggung Pajak
berupa Monetary Assets seperti deposito berjangka, tabungan, saldo rekening
koran, giro, piutang atau tagihan, obligasi, saham dan surat berharga lainnya.
Khusus penyitaan atas harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada
bank dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu. Apabila dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari sejak pelaksanaan sita, penanggung pajak tidak
melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak, Kepala Kantor Pelayanan
Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan segera meminta
kepada pimpinan bank untuk memindah bukukan harta kekayaan penanggung
pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 dan

8
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP- 627/PJ./2001 tanggal 24 September
2001.
Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
mengatur bahwa penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang
disimpan di bank berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran,
giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan sebagai
berikut :
a. Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan
penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan;
b. Bank Wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan
pemblokiran dari Pejabat dan membuat berita acara pemblokiran serta
menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan Penanggung Pajak;
c. Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank
memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank
agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank
tersebut kepada Jurusita Pajak;
d. Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Pejabat meminta Bank Indonesia
melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk
memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada
bank yang dimaksud;
e. Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita
Pajak melaksanakan penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan
Sita, dan menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada
Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan;
f. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank
setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan

9
Pajak; Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap
kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita
apabila utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh
Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.
5. Pelaksanaan Penjualan Barang Sitaan secara Lelang
Di Indonesia, lelang merupakan suatu penjualan dimuka umum yang
secara resmi masuk dalam perundang-undangan di Indonesia sejak tahun
1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stb. 1908
Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stb. 1908 Nomor 1908)
yang hingga sekarang masih berlaku, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan
Undang-undang Dasar 1945 Lelang apabila diartikan dalam Vendu
Reglement adalah penjualan barang yang diadakan di muka umum dengan
penawaran harga yang makin meningkat, dengan persetujuan harga yang
makin menurun atau dengan pendaftaran harga atau dimana orang-orang yang
diundang atau sebelumnya sudah diberi tahu tentang pelelangan atau
penjualan, atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang
berlelang atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau
mendaftarkan. Kepala Kantor Pelayanan Pajak berwenang menjual secara
lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang, kecuali barang
yang disita berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening
Koran, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan
modal pada perusahaan lain.
Dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum
dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui kantor
lelang Negara. Dalam hal biaya maka akan dibebankan bersama-sama dengan
biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang
pada saat pelelangan.

10
Lelang mempunyai fungsi yang membuatnya sangat penting dan
merupakan suatu alternatif yang tepat dalam menyelesaikan suatu masalah
seperti yang disebutkan terlebih dahulu, yaitu12 :
a. Fungsi Privat dari Lelang adalah apabila lelang ditinjau dari sisi
perdagangan, pada dasarnya merupakan alat untuk mengadakan perjanjian
jual beli barang dengan cara-cara yang diatur dengan Undangundang.
Selain itu F.X. Sutardjo mengartikan lelang tersebut dalam dunia
perdagangan sebagai alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan
atas penjualan alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan atas
penjualan barang yang menguntungkan para pihak terkait.
b. Fungsi Publik dari Lelang adalah:
a) Mengamankan asset yang dimiliki atau dikuasai negara untuk
meningkatkan efisiensi dan tertib administrasi dari pengelolaan asset
tersebut;
b) Pelayanan penjualan barang dalam rangka mewujudkan Law
Enforcement (Penegak Hukum) yang mencerminkan keadilan,
keamanan dan kepastian hukum;
c) Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk Bea Lelang dan
uang miskin;
d) Selain fungsinya yang sangat penting tersebut yang menjadikan lelang
suatu alternatif penjualan yang tepat yang saat ini dipergunakan karena
lelang memiliki beberapa sifat yaitu: 1. Adil, karena dilaksanakan
secara terbuka untuk umum, transparansi dan objektif; 2. Aman,
karena lelang tersebut dipimpin dan dilaksanakan oleh pejabat lelang
yang merupakan pejabat umum yang ditunjuk untuk itu dan diangkat
oleh pemerintah; 3. Cepat, dalam arti tidak perlu negosiasi dan
didahului oleh pengumuman lelang sehingga peserta lelang dapat

12
Moeljo Hadi.,Op.Cit., h.157

11
berkumpul pada hari lelang dan sistem pembayaran yang tunai; 4.
Mampu mewujudkan harga yang wajar dan mencerminkan harga
pasar karena penawaran lelang bersifat kompetitif dan transparan; 5.
Kepastian hukum, hal ini tercermin dari adanya risalah Lelang yang
merupakan akta otentik, sehingga pembeli dapat mempertahankan
haknya dan dapat dipakai sebagai syarat untuk peralihan hak atau balik
nama.

D. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa


Satu ciri yang melekat pada pajak adalah adanya kewenangan yang diberikan
kepada Negara guna memaksa wajib pajak untuk membayar pajak. Kewenangan
ini diwujudkan dalam bentuk kewenangan melakukan penagihanpajak dengan
surat paksa yang diatur sepenuhnya dalam hukum pakjak Indonesia. Melalui
undang-undang penaguhan pajak dengan surat paksa (PPSP). Dalam hukum pajak
sepanjang wajib pajak membayar utang pajak sesuai ketentuan yang berlaku dan
sesuai dengangan jangka waktu yang ditentukan maka terhadap wajib pajak
bersangkutan tidak akan diberikan tindakan apapun. Akan tetapi apabila ternyata
yang telah ditentukan maka fikus akan melakukan tindakan penagihan pajak.

Di Indonesia penagihan pajak dengan surat paksa (yang dilakukan pada waktu
ini), berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959. Undang-Undang ini
bermaksud menyempurnakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1957 tentang
Penagihan Pajak-Pajak Negara dengan surat paksa yang (melalui Stb. 1917 No.
171) mengoper peraturan-peraturan termuat dalam pasal 5 (sub 1) Stbl. 1879 No.
267 tentang Peraturan Penagihan Pajak di Indonesia dengan Surat Paksa.
Statsblad ini hanya berlaku untuk pajak Negara yang berkohir.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tersebut juga berlaku untuk pajak


tidak berkohir dan meliputi opsen atas pajak Negara, tambahan-tambahan dan
denda, bahkan berlaku pula untuk pajak daerah. Pelaksanaan penagihan pajak

12
dengan surat paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang
mejadi wewenang Fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung. 13

Dalam system pemungutan pajak di Indonesia pada dasarnya pajak yang


terutang berdasarkan SKPKB, SKPKBT, SPPT PBB, SKP PBB, SKBKB,
SKBKBT, SKPDKB, SKPDKBT, STP, STP PBB, STB, STPD, surat keputusan
pembetulan, surat keputusan keberatan, dan putusan banding yang mengakibatkan
utang pajak bertambah yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada
waktunya dapat ditagih dengan surat paksa. Pengertian kata dapat dalam hal ini
adalah bahwa penagihan pajak dengan surat paksa baru dapat dilaksanakan
apabila wajib pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh
tempo pembayaran pajak yang telah ditentukan dan kepada wajib pajak telah
disampaikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.

Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuatan yang sama
dengan grosse (asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat
diganggu gugat lagi dengan cara memintakan banding kepada hakim yang lebih
atas.14

Penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan kepada wajib pajak harus
melalui tahapan yang ditentukan oleh undang-undang, mulai dari penerbitan surat
teguran, surat paksa, surat sita, pengumuman oleh fistus. Tahapan pelaksanaan
penagihan pajak dengan surat paksa yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut:

a. Tindakan pelaksanaan penagihan diawali dengan penerbitan surat teguran atau


sirat lain yang sejenis oleh pejabat yang berwenagn melakukan penagihan
pajak (selanjutnya disebut sebagai pejabat) atau kuasa yang ditunjuk oleh
pejabat tersebut setelah tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

13
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT Refika aditama,
2003), h. 196.
14
Op.Cit., R. Santoso Brotodihardjo, h. 196.

13
b. Surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah
disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
c. Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkan surat teguran,
pejabat segera menerbitkan surat paksa,
d. Apabila jumlah hutang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
penanggung pajak setelah lewat waktu 2x24 jam sejak surat paksa
diberitahukan kepadanya maka pejabat segera menerbitkan surat perintah
melaksanakan panyitaan (SPMP)
e. Apabila hutang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak
dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal
waktu pelaksanaan penyitaan, pejabat yang berwenang segera melaksanakan
pengumuman lelang.
f. Apabila hutang pajak dan biaya penagihan yang masih harus di bayar tidak
dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal
pengumuman lelang, maka pejabat yang berweanang segera melakukan
penjualan barang sitaan milik penanggung pajak melalui kantor pelelang
Negara
g. Apabila hutang pajak dan biaya penagihan yang masih harus di bayar tidak
dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak dilakukan
penyitaan atau barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang, maka
pejabat yang berwenang segera melakukan penjualan, penggunaan, dan atau
pemindah bukuan barang lain milik penanggung pajak.
h. Dalam keadaan tertentu terhadap wajib pajak atau penanggung pajak dapat
dilakukan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu jatuh tempo
pembayaran pajak.
i. Dalam keadaan tertentu terhadapa ajib pajak atau penanggung pajak dapat
dilakukan tindak pencegahaan dan atau penyenderaan oleh pejabat yang
berwenang berdasarkan izin dari menteri keuangan atau gubernur.

14
E. Pejabat dan Juru Sita Pajak
Menteri keuangan mempunyai wewenang menunjuk pejabat untuk penagihan
pajak pusat. Sedangkan untuk penagihan pajak daerah yang mempunyai
wewenang adalah kepala daerah. Pejabat yang melakukan penagihan pajak
berwenang:

1. Mengangkat dan memberhentikan juru sita pajak


2. Menerbitkan
a. Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis
b. Surat perintah penagihan seketika dan sekaigus
c. Surat paksa
d. Surat perintah melaksanakan penyitaan
e. Surat perintah penyendaraan
f. Surat pencabutan sita
g. Pengumuman lelang
h. Surat penentuan harga limit
i. Pembatalan lelang
j. Surat lain yang diperlukan untuk melaksanakan penagihan pajak
Juru Sita Pajak :
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi juru sita pajak
adalah:

1. Berijazah serendah-rendahnya SMU atau yang setingkat dengan itu.


2. Bepangkat serendah-rendahnya pengatur muda/golongan II/a
3. Berbadan sehat
4. Lulus pendidikan dan pelatihan juru sita pajak
5. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian

a) Tugas juru sita pajak:


1. Melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus.

15
2. Memberitahukan surat paksa.
3. Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat
perintah melaksanakan penyitaan.
b) Juru sita pajak dalam melaksanakan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu
tanda pengenal juru sita pajak dan harus diperlihatkan kepada penanggung
pajak.
c) Dalam melaksanakn penyitaan juru sita pajak berwenang memasuki dan
memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari,laci dll
d) Dalam melaksanakan tugasnya juru sita pajak dapat meminta bantuan
kepolisian, kejaksaan, depertemen yang membidangi hukum dan perundang-
undangan, pemerintah daerah setempat, badan pertanahan nasional, direktorat
jendral perhubungan laut, pengadilan negeri, bank atau pihak lain
e) Juru sita pajak mejalankan tugas diwilayah kerja pejabat yang
menggangkatnya kecuali ditetapkan lain dengan keputusan menteri atau
keputusan kepala daerah.

E. Daluwarsa Penagihan Pajak


Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan
biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak saat terutangnya Pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan
Penjelasan Pasal 22 ayat (1) Undang-undang KUP
Saat daluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian
hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi. Daluwarsa penagihan
pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan
Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan,
keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima)
tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.

16
Penangguhan Hak Daluwarsa
Daluwarsa penagihan pajak selama 5 (lima) tahun, tertangguhkan apabila:
1. Diterbitkan Surat Paksa,
2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak langsung maupun tidak
langsung,
3. Diterbitkan SKPKB atau SKPKBT,
4. Dilaksanakan penyidikan.
Menurut penjelasan Pasal 22 Undang-undang KUP ayat (2), daluwarsa
penagihan pajak dapat melampaui 5 (lima) tahun apabila:
1. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa
kepada Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran utang pajak
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu
daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat
Paksa tersebut.
2. Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum
tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu daluwarsa
penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau
penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena
Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak
pidana lain yang dapat merugikan pendapatan negara berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal
seperti itu daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan
ketetapan pajak tersebut.
4. Terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan
Surat Perintah Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

17

Anda mungkin juga menyukai