Pendahuluan
Mortalitas kehamilan yang berhubungan dengan anestesi telah mengalami penurunan
yang besar (sekitar 80%) ketika anestesi umum tidak digunakan lagi pada sectio caesarea
berdasarkan studi yang dipublikasikan di Amerika dan Inggris pada akhir tahun 1970 dan
1980. Risiko yang memungkinkan dan komplikasi yang berhubungan dengan teknik anestesi
umum pada sectio caesarea diantaranya: manajemen definitif jalan napas, alat bantu napas
atau kegagalan intubasi, bronkoaspirasi isi lambung, trauma mulut, faring, atau laring, mual
muntah post operatif, laktasi yang terlambat, serta sedasi pada neonatus.
Ibu dan bayinya dapat berbagi implikasi emosional pada proses kehamilan yang
didapatkan dari anestesi regional yang digunakan. Kebutuhan untuk penggunaan opiat
sistemik selama periode post operatif menjadi berkurang dan risiko yang telah dijelaskan
pada teknik anestesi umum telah dihindari.
Keuntungan penggunaan anestesi spinal diantaranya: teknik yang sederhana, efek
cepat, tingkat kegagalan rendah, volume dan konsentrasi obat minimal, terhindar dari efek
dosis toksik sistemik dan relaksasi otot yang sesuai selama pembedahan. Alasan tersebut
menjadikan hal ini menjadi metode yang tepat pada besar sectio caesarea elektif dan
persentase sectio caesarea emergensi menjadi besar ketika ibu hamil tidak mempunyai kateter
epidural yang berfungsi atau tidak mempunyai kontraindikasi pada teknik neuroaksial.
Hipotensi sering menjadi efek yang merugikan pada populasi kehamilan dimana
anestesi neuroaksis atau analgetik akan diberikan. Hal ini sering terjadi pada pasien yang
membutuhkan anestesi untuk prosedur pembedahan daripada pasien yang menerima analgetik
neuroaksis selama persalinan akibat kebutuhan akan blok yang lebih padat dan luas pada
former group. Perubahan hemodinamik terjadi secara tiba-tiba dengan anestesi spinal
dibandingkan teknik epidural, dilihat dari manifestasi klinis dan komplikasi fetomaternal
yang berhubungan dengan hipotensi yang sering terjadi dengan anestesi subarakhnoid.
Definisi
Meskipun terdapat berbagai variasi mengenai definisi hipotensi pada Ibu hamil yang
dipengaruhi oleh anestesi neuroaksial, definsi menurut sebagian besar penulis adalah
terjadinya penurunan sebesar 20%-30% tekanan darah sistolik dibandingkan dengan nilai
awal (sebelumnya telah diberikan obat pada neuroaksis) atau nilai tekanan darah sistolik
absolut antara 100 mmHg dan 90 mmHg.
Perlu diperhatikan bahwa tekanan darah (sama dengan variabel fisiologi dan
hemodinamik lainnya) dapat berubah secara konstan dan beradaptasi terhadap perubahan
yang mempengaruhi hemostasis. Hal ini harus diinterpretasikan sesuai dengan kondisi klinis,
artinya menempatkan nilai batas dalam menentukan definisi hipotensi hanya dapat
memberikan sebuah panduan dan tidak sesuai untuk memperkuat definisi yang (seperti yang
dijelaskan di atas) memiliki banyak versi dan variasi.
Seperti yang dilakukan saat pengukuran, terdapat variasi yang telah dijelaskan oleh
kesalahan acak atau sistemik pada metode pengukuran (langsung atau tidak langsung) dan
variasi individu (pada pasien dalam keadaan yang berbeda) yang harus diperhatikan ketika
menginterpretasikan angka dalam pengukuran tekanan darah.
Hal yang tidak boleh dilupakan adalah pasien terkadang disuruh untuk berpuasa dalam
waktu yang lama.
Frekuensi
Frekuensi melahirkan secara sectio caesarea bergantung pada budaya masing-masing
negara, faktor ekonomi dan sosial, kepercayaan seseorang, dan pendapatan. Frekuensi yang
tinggi terjadi di Amerika Selatan yaitu sebesar 55% dan frekuensi yang rendah yaitu sebesar
15,5% di Inggris. Berdasakan studi ekologi di Colombia, frekuensi nasional melahirkan
secara sectio caeesarea adalah sebesar 16,8%. Terdapat perbedaan yang besar apabila rumah
sakit umum dengan sistem jaminan sosial dibandingkan dengan rumah sakit swasta,
prevalensi yang dilaporkan adalah sebesar 32,5% dan 58,6%.
Lebih dari 90% sectio caesarea dilakukan dibawah pengaruh anestesi regional di negara
berkembang. Anestesi spinal telah digunakan pada sectio caesarea elektif dan emergensi pada
lebih dari 80% dan masing-masing lebih dari 40% kasus.
Terdapat 33% insidensi hipotensi yang disebabkan oleh blok spinal pada populasi
umum (bukan ibu hamil). Lebih dari 90% wanita hamil (bergantung pada definisi yang
digunakan) mengalami efek samping yang terjadi akibat intervensi yang dijelaskan sampai
saat ini. Kehamilan multipel tidak dianggap sebagai faktor risiko hipotensi yang disebabkan
oleh anestesi spinal untuk operasi caesar dibandingkan dengan kehamilan tunggal.
Penanganan Hipotensi
Terlepas dari penggunaan semua tindakan profilaksis yang telah dijelaskan, beberapa
diantaranya efektif untuk mencegah hipotensi seperti penggunaan kristaloid, koloid, efedrin,
fenilefrin dan kompresi ekstremitas bawah. Tidak satu pun dari intervensi profilaksis ini
dapat menghentikan penanganan hipotensi terhadap Ibu selama sectio caesarea. Dengan
demikian, 40% hingga 60% pasien akan terus diobati dengan agen vasokonstriktor sesuai
dengan konteks yang dijelaskan di atas.
Fenilefrin dan efedrin merupakan agen vasokonstriktor yang baru-baru ini
direkomendasikan untuk mengontrol hipotensi. Rasio potensi fenilefrin dan efedrin adalah
sebesar 80:1. Agen vasokontrikotr yang ideal harus memiliki durasi dan periode laten yang
singkat, dapat meningkatkan denyut jantung janin, mempertahankan perfusi uteroplasenta,
dan bersifat ekonomis dan mudah didapat.
Efedrin. erupakan pilihan agen vasokontriktor pada anestesi obstetrik selama beberapa
tahun karena profil farmakodinamik yang bersifat menguntungkan. Beberapa percobaan
hewan menunjukkan terjadinya peningkatan aliran darah uteroplasenta.
Terdapat dua efek medikamentosa yaitu langsung dan tidak langsung. Efedrin
merupakan agonis langsung terhadap alfa adrenergik dan reseptor beta dan merangsang
pengeluaran norepinefrin dari ikatan adrenergik. Hal ini bekerja secara tidak langsung
(pengeluaran norepinefrin).
Efek yang menguntunkan bagi sirkulasi uteroplasenta dapat dijelaskan sebagai
terjadinya peningkatan sintesis nitrat oksida dan penurunan inervasi simpatis pada lapisan
vaskular uterus. Efedrin juga bekerja pada beta 1 adrenergik, sehingga bersifat kronotropik,
inotropik, dan kromotropik positif. Dengan demikian peningkatan denyut jantung dan curah
jantung serta penggunakan efek sederhana pada reseptor beta 2 adrenergik. Hal inisebagian
dapat menjelaskan dilatasi vaskular uteroplasenta. Efek vasopressor (arteri dan vena)
dimediasi oleh kerja alfa 1.
Efedrin diekskresi oleh urin tanpa mengalami metabolisme dan kerjanya akan berakhir
akibat penangkapan kembali presinaptik pada ikatan adrenergik, sehingga profil
farmakokinetik efedrin (dimulai dengan kerja dan durasi yang lama) bersifat tidak
menguntungkan. Hal sebagian dapat menjelaskan bahwa kegagalan terapi dapat terjadi
karena efek vasopressor dan kerja simpatomimetik pada keadaan yang berbeda selama
episode hipertensi.
Beberapa studi yang telah mempelajari dosis ideal dan efektif untuk menagani hipotensi
dengan efek samping minimal. Didapatkan bahwa dosis ideal harus lebih dari 12 mg. Hal ini
berbeda dengan rekomendasi dari sebagian besar text book (10 mg).
Efedrin dapat meningkatkan permintaan otot jantung dan konsumsi oksigen. Selain itu
juga dapat meningkatkan jumlah katekolamin pada sirkulasi sehingga sistem konduksi
ventrikel dan otot jantung menjadi lebih rentan terhadap aritmia jantung.
Banyak studi telah menghubungkan penggunaan efedrin dengan asidosis janin.
Mekanisme kerja yang mungkin terlibat adalah peningkatan katekolamin janin, terutama
pada brown fat janin, dan peningkatan produksi karbondioksida janin. Meskipun demikian,
efek samping klinis janin yang disebabkan oleh penurunan pH janin belum ditunjukkan.
Fenilefrin. Merupakan agen simpatomimetik sintesik yang bekerja singkat sama seperti
durasi dan latensi vasokontriktor karena dimetabolisme oleh catechol-O-methylransferase dan
monoamioksidase. Efek kerjanya pada reseptor alfa 1 dapat mengakibatkan vasokontriksi.
Hipotensi yang diperantarai oleh simpatektomi umumnya disebabkan oleh vasodilatasi akibat
penurunan resistensi vaskular, suatu efek yang berlawanan dengan fenilefrin.
Fenilefrin dapat meningkatkan aliran balik vena dan preload, memperantarai efek
kronotropik negatif, peningkatan tekanan darah sistolik, diastolik, dan MAP, refleks
bradikardi dan perlindungan terhadap terjadinya aritmia dibanding efedrin.
Agonis alfa 1 lainnya juga dipelajari untuk menangani hipotensi yang diperantarai
simpatektomi (seperti metoksamin). Walaupun vasokontriksi lapisan vaskular uteroplasenta
terjadi pada percobaan hewan, sehingga menghambat perkembangan