Pelajaran penting
Dari kasus Ahok dalam pilkada Jakarta, bagaimana kita tahu bahwa
pendidikan kita masih lemah?
Buktinya terletak pada pelanggaran terhadap nilai-nilai sosial yang arti
pentingnya selalu ditekankan dalam proses mendidik anak-anak di
Indonesia.
Padahal, nilai toleransi mengajari kita untuk menerima sesuatu yang tidak
selalu selaras dengan apa yang kita yakini.
Padahal, kita telah dididik guru untuk bertanding dalam perlombaan apa
pun dengan jujur dan sportif, tidak malah menjahati lawan demi
kemenangan. Satu lagi nilai yang dilanggar ialah nirkekerasan.
Kampanye pilkada yang telah berlalu penuh dengan kekerasan verbal dan
kekerasan struktural (diskriminasi etnik dan agama).
Sebagian besar dari kita membiarkannya, bahkan menggelorakannya
dengan eksploitasi bahasa agama untuk menjatuhkan lawan.
Hal ini disebabkan sistem pendidikan kita tidak cukup kuat menjadi
landasan moral dalam mencegahnya.
Untuk itu, sistem pendidikan perlu diberdayakan melalui MKBS agar
perannya sebagai pencegah tindak kekerasan bisa berfungsi optimal.
Ada enam unsur MKBS, yaitu: budaya sekolah, kurikulum yang damai,
kelas yang damai, mediasi sejawat, penanganan perundungan (bullying),
dan peran orangtua dan partisipasi masyarakat. Keenam unsur berfungsi
saling memperkuat.
Misalnya, yang dipilih ialah nilai toleransi, kerja sama, dan kesetaraan.
Maka, segenap pikiran, perasaan, dan aksi setiap warga dilandasi dan
diarahkan pada pembiasaan ketiga nilai tersebut di lingkungan sekolah.
Contohnya, guru dan murid menjadi panitia perayaan hari besar agama
orang lain.
Di samping itu, guru juga bisa menempuh strategi lain, yakni memberikan
pengetahuan dan keterampilan manajemen konflik melalui mata pelajaran
tersendiri atau mengadakan pelatihan manajemen konflik di luar jam
belajar.
Yang tak kalah pentingnya ialah kerja sama masyarakat, orangtua, dan
sekolah dalam mewujudkan MKBS.