Anda di halaman 1dari 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Es Krim

Es krim adalah produk pangan beku yang dibuat melalui kombinasi proses

pembekuan dan agitasi pada bahan-bahan yang terdiri dari susu dan produk susu,

pemanis, penstabil, pengemulsi, serta penambah citarasa (flavor). Es krim biasa

dikonsumsi sebagai makanan penutup (dessert) dan dikelompokkan dalam

makanan camilan (snack) (Aliyah, 2010).

Prinsip pembuatan es krim adalah membentuk rongga udara pada campuran

bahan es krim atau Ice Cream Mix (ICM) sehingga diperoleh penambahan volume

yang membuat es krim menjadi lebih ringan, tidak terlalu padat, dan mempunyai

tekstur yang lembut (Padaga dan Sawitri, 2005). Syarat mutu es krim berdasarkan

SNI No. 01-3713-1995 dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi adonan akan sangat

menentukan kualitas es krim. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas tersebut,

mulai dari bahan baku, proses pengolahan, proses pembekuan, pengemasan, dan

sebagainya (Padaga dan Sawitri, 2005).

Berikut bahan baku dan proses pembuatan es krim menurut Padaga dan

Sawitri (2005) :

a. Lemak susu

Lemak susu merupakan komponen utama yang penting di dalam es krim

dengan kadar berkisar antara 8%-16%. Lemak dalam es krim dapat meningkatkan

tekstur atau kehalusan es krim yang dihasilkan, memperlambat pelelehan es krim,

meningkatkan kekentalan, mengurangi pengembangan, dan dapat mempengaruhi

kestabilan adonan es krim.

5
6

Tabel 1. Syarat mutu es krim berdasarkan SNI No. 01-3713-1995


No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1. Penampakan normal
1.2. Bau Normal
1.3. Rasa Normal
2. Lemak % b/b min. 5,0
3. Gula dihitung sebagai sukrosa % b/b min. 8,0
4. Protein % b/b min. 2,7
5. Jumlah padatan % b/b min. 34
6. Bahan tambahan
6.1. Pewarna tambahan sesuai SNI. 01-
0222-1982
6.2. Pemanis buatan negatif
6.3. Pemantap dan sesuai SNI. 01-
pengemulsi 0222-1982
7. Cemaran logam
7.1. Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0
7.2. Tembaga (Cu) mg/kg maks. 20,0
8. Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,5
9. Cemaran mikroba
9.1. Angka lempeng total koloni/g maks. 105
9.2. Coliform APM/g <3
9.3. Salmonella koloni/g negatif
9.4. Listeria, sp koloni/g negatif
Sumber : Anon. (1995)
7

b. Bahan Padatan Susu Bukan Lemak (Milk Solid Non Fat)

Bahan padatan susu bukan lemak atau Milk Solid Non Fat (MSNF) untuk

meningkatkan kandungan padatan di dalam es krim sehingga lebih kental yang

biasanya digunakan sebanyak 9%-12%. MSNF juga penting sebagai sumber protein

sehingga dapat meningkatkan nilai nutrisi es krim, menstabilkan emulsi lemak

setelah proses homogenisasi, menambah citarasa, menurunkan titik beku, dan

menstabilkan daya ikat air yang berpengaruh pada kekentalan dan tekstur es krim

yang lembut. Bahan-bahan yang biasa digunakan antara lain susu skim, susu bubuk

full krim atau susu bubuk skim.

c. Bahan Penstabil

Bahan penstabil berperan dalam meningkatkan kekentalan ICM terutama

pada keadaan sebelum dibekukan dan dapat memperpanjang masa simpan karena

dapat mencegah terjadinya kristalisasi es selama penyimpanan. Bahan penstabil

yang umum digunakan adalah carboxy methyl cellulose (CMC), gum arab,

karagenan, gelatin, dan agar dengan kadar 0,2%-0,4%.

d. Bahan Pemanis

Bahan pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah

gula pasir. Bahan pemanis perlu ditambahkan untuk meningkatkan penerimaan

konsumen karena meningkatkan rasa manis, memperkuat citarasa, dan berperan

dalam memperbaiki tekstur es krim. Penggunaan bahan pemanis dalam es krim

berkisar antara 12%-16%.

e. Bahan Pengemulsi

Bahan pengemulsi bertujuan untuk memperbaiki struktur lemak, distribusi

udara dalam ICM, meningkatkan kekompakan bahan-bahan dalam ICM sehingga


8

diperoleh es krim yang lembut. Bahan pengemulsi yang biasa digunakan adalah

kuning telur dengan kadar 0,1%-0,25%.

Selain bahan baku, proses pembuatan juga sangat mempengaruhi produk es

krim yang dihasilkan. Berikut tahapan pembuatan es krim:

a. Pencampuran Bahan

Seluruh bahan yang berupa cairan dicampur terlebih dahulu kemudian

dipanaskan hingga suhu mencapai 45OC dan selanjutnya bahan-bahan kering

seperti MSNF dan gula ditambahkan dalam campuran secara perlahan-lahan untuk

menghindari terjadinya penggumpalan.

b. Pasteurisasi

Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroba merugikan seperti bakteri

patogen, membantu melarutkan bahan-bahan, menghasilkan produk yang seragam,

memperpanjang umur simpan, dan memperbaiki aroma (Sugitha dan Widarta,

2012). Pasteurisasi dapat dilakukan dengan empat metode yaitu metode batch pada

suhu 68,3OC selama 25-30 menit, metode High Temperature Short Time (HTST)

pada suhu 80OC selama 25 detik, metode Ultra High Temperature (UHT) pada suhu

98,9OC-129,4OC selama 4 detik, dan metode pasteurisasi vakum pada suhu 90OC-

97OC selama 2 detik.

c. Homogenisasi

Homogenisasi bertujuan menyebarkan globula lemak secara merata ke

seluruh produk untuk memperoleh tekstur yang halus dengan memecah globula

lemak. Selain itu homogenisasi dapat menghasilkan produk yang lebih seragam.

Adonan es krim biasanya dihomogenisasi pada suhu 70OC setelah pasteurisasi.


9

d. Pendinginan

Pendinginan harus dilakukan secepat mungkin setelah proses homogenisasi

hingga 0OC-4OC. Pendinginan dengan suhu di atas 4OC dapat menyebabkan adonan

menjadi sangat kental dan es krim yang dihasilkan memiliki kristal es yang besar

sehingga teksturnya kasar. Pendinginan bertujuan mendinginkan lemak dalam

proses emulsi dan kristalisasi.

e. Pembentukan Kristal (Aging)

Aging bertujuan untuk membentuk kristal-kristal es krim yang lembut.

Aging dilakukan dengan mendiamkan adonan pada suhu 5OC selama 4 jam.

f. Pembekuan

Pembekuan bertujuan untuk membekukan adonan yang disertai dengan

memerangkap udara (pengadukan). Prinsip kerjanya ialah membekukan sambil

mengaduk agar kristal es yang terbentuk lembut dan halus. Pembekuan yang tidak

disertai pengadukan akan menghasilkan kristal es yang besar dan kasar.

g. Pengemasan

Pengemasan dapat dilakukan secara manual, semi otomatis, maupun

otomatis, dan prinsipnya harus dilakukan secara cepat agar es krim tidak meleleh.

h. Pengerasan

Pengerasan dilakukan dengan menyimpan es krim dalam freezer.

Pengerasan biasanya dilakukan pada suhu -17OC atau lebih rendah. Pengerasan

bertujuan untuk mempertahankan karakter sehingga bentuk, tekstur, kelembutan,

dan kenampakan tidak mengalami perubahan selama es krim sampai ke tangan

konsumen.
10

2.2. Susu

Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae

(ambing) pada binatang mamalia betina untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi

anaknya (Winarno, 1993). Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal

dari sapi. Susu merupakan bahan pangan alami yang hampir sempurna. Sebagian

besar zat gizi esensial ada dalam susu, diantaranya protein, kalsium, fosfor, vitamin

A, tiamin (vitamin B1), dan lain-lain. Susu merupakan sumber kalsium paling baik

karena disamping kandungan kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu

absorbsi susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2002). Berikut kandungan gizi

susu sapi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi susu sapi per 100 gram


Kandungan Satuan Jumlah
Energi kkal 61
Protein g 3.2
Lemak g 3.5
Karbohidrat g 4.3
Kalsium mg 143
Fosfor mg 60
Besi mg 1.7
Vitamin A SI 130
Vitamin B1 mg 0.03
Vitamin C mg 1
Air g 88.3

Sumber : Anon. (2010)


11

Saat ini banyak susu yang beredar di pasaran. Beberapa jenis susu yang

banyak ditemui antara lain:

1. Susu segar, adalah cairan dari ambing sapi, kerbau, kuda, kambing, dan hewan

ternak penghasil susu lainnya yang sehat dan bebas dari kolostrum, serta

kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah apapun dan belum

mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Susu jenis ini kadar lemak

susunya tidak kurang dari 3%, sedangkan total padatan bukan lemak tidak

kurang dari 8%.

2. Susu pasteurisasi, adalah produk susu cair yang diperoleh dari susu segar atau

susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang dipanaskan dengan metode HTST

atau metode Holding, dan dikemas segera dalam kemasan yang steril secara

aseptis. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 3% dan total

padatan bukan lemak tidak kurang dari 8%.

3. Susu UHT, adalah produk susu cair yang diperoleh dari susu segar atau susu

rekonstitusi atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari

135OC selama 2 detik dan dikemas segera dalam kemasan steril secara aseptis.

Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 3% dan total padatan

bukan lemak tidak kurang dari 8%.

4. Susu tanpa lemak atau susu skim, adalah produk susu cair yang sebagian besar

lemaknya telah dihilangkan dan dipasteurisasi atau disterilisasi atau diproses

secara UHT. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak lebih dari 1,25% dan

kadar proteinnya tidak kurang dari 2,7%.

5. Susu kental manis, adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh

dengan menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga
12

mencapai tingkat kepekatan tertentu. Gula yang ditambahkan harus dapat

mencegah pembusukan. Produk dikemas secara kedap (hermetis) dan

dipasteurisasi. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 8%.

6. Susu bubuk berlemak (full cream), adalah produk susu berbentuk bubuk yang

diperoleh dari susu cair, atau susu hasil pencampuran susu cair dengan susu

kental atau krim bubuk, yang telah dipasteurisasi dan melalui proses

pengeringan. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 26% dan

kadar airnya tidak lebih dari 5% (Utami, 2009).

2.3. Bekatul Beras Merah

Beras merah merupakan bahan pangan yang memiliki antioksidan yang

tinggi. Hasil samping dari penggilingan beras merah adalah bekatul beras merah.

Bekatul (rice bran) adalah bagian luar beras yang terlepas menjadi serbuk halus

pada proses penggilingan padi yang terdiri dari lapisan aleuron, endosperm, dan

embrio (Hadipernata, 2007). Menurut Ainia et al. (2001) dalam Iriyani (2011),

tahun 2006 ketersediaan bekatul di Indonesia sebagai sumber antioksidan cukup

tinggi yaitu sebesar 8,8% padi di dunia setelah Cina dan India. Penggilingan padi

akan menghasilkan rendemen bekatul hingga 8-10%. Bekatul beras merah

mengandung vitamin E, asam lemak esensial, dan oryzanol. Komponen vitamin E

yang berada dalam bekatul yaitu tokoferol dan tokotrienol. Tokoferol adalah

vitamin E yang bersifat antioksidan yang kuat sehingga sangat penting dalam

menjaga kesehatan manusia. Oryzanol merupakan suatu komponen kompleks yang

dapat berperan sebagai antioksidan. Widarta dan Arnata (2014) menyatakan bahwa

dalam 100 gram bekatul beras merah terdapat 743,51 mg total fenolik, 5,45 mg total
13

antosianin, 92,19% aktivitas antioksidan, dan 441,74 mg/L IC50. Selain itu, bahan

pangan ini juga mengandung 17-22,9% lemak, 13,7-17,3% protein, 39,8-48,1%

pati, 19,3-23,8% serat, 2,8-4,1% abu, dan 2,4-2,7% gula (Putrawan et al., 2009

dalam Iriyani, 2011). Kandungan gizi yang tinggi ini menjadikan bekatul sebagai

salah satu bahan suplementasi dalam rangka pengkayaan gizi suatu produk pangan

olahan.

Semakin tinggi kandungan zat gizi suatu bahan pangan, maka akan semakin

mudah mengalami kerusakan akibat mikroba maupun enzimatis. Bekatul mudah

mengalami kerusakan enzimatis oleh enzim lipase menjadi beraroma tengik akibat

kandungan lemak tak jenuh. Ketengikan terjadi akibat lipase yang menghidrolisis

lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh

enzim lipoksigenase menjadi bentuk peroksida, keton, dan aldehid sehingga

memicu ketengikan pada bekatul (Dewi, 2012).

Kerusakan bekatul dapat dicegah melalui proses stabilisasi untuk

memperoleh bekatul yang bersifat food grade. Food grade rice bran memiliki

karakteristik antara lain berbentuk butiran halus, berwarna coklat muda, dan

memiliki flavor yang khas (Cheruvanky et al., 2004 dalam Wuryani, 2012).

Stabilisasi bertujuan untuk menginaktifkan enzim lipase yang ada pada bekatul

sehingga kadar asam lemak bebas menurun serta mengontrol pertumbuhan mikroba

dan serangga. Beberapa metode stabilisasi yang dapat digunakan diantaranya :

penyangraian, pengukusan, pengeringan dengan drum drier, pemanasan dengan

autoklaf pada suhu tinggi dalam waktu yang singkat serta metode yang paling

sederhana yaitu dengan pengovenan bekatul. Stabilisasi bekatul pada suhu tinggi

dalam waktu yang singkat mampu menginaktifkan enzim lipase yang terdapat pada
14

bekatul yang dilihat dari rendahnya nilai Triobarbituric acid (TBA) serta

mempertahankan komposisi komponen bioaktif dan aktivitas antioksidan bekatul.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, suhu dan waktu pengovenan yang

menghasilkan bekatul dengan tingkat kestabilan terbaik adalah pengovenan pada

suhu 1000C dan waktu 15 menit dengan persentase peningkatan nilai TBA yaitu

indikator ketengikan terendah (Dewi, 2012).

Anda mungkin juga menyukai