Gangguan psikofisiologis seperti asma, hipertensi, sakit kepala, dan gastritis, ditandai
oleh simtom-simtom fisik yang nyata yang disebabkan atau dapat diperburuk oleh faktor-faktor
psikologis. Istilah gangguan psikofisiologis dewasa ini lebih banyak digunakan dibandingkan
istilah sebelumnya dan yang mungkin lebih dikenal gangguan psikomatik. Meskipun demikian,
istilah psikosomatik cukup baik menggambarkan ciri utama gangguan ini; bahwa psike atau
pikiran, memiliki efek yang tidak mengenakkan bagi soma atau tubuh.
Psikologi kesehatan dan pengobatan behavioral tidak terbatas pada serangkaian teknik
atau prinsip-prinsip tertentu dalam mengubah perilaku. Para ahli klinis dalam bidang ini
menggunakan berbagai macam prosedurmulai dari manajemen antisipasi stress serta
berbagai pendekatan kognitif behavioralyang semuanya bertujuan untuk mengubah
kebiasaan hidup yang buruk, kondisi psikologis yang menyedihkan, dan proses-proses fisiologis
yang menyimpang segingga menghasilkan berbagai manfaat kesehatan.
1. Pada fase pertama, yaitu reaksi alarm (alarm reaction), sistem saraf otonom diaktifkan oleh
stress. Jika stress terlalu kuat, terjadi luka pada saluran pencernaan, kelenjar adrenalin
membesar, dan thymus menjadi lemah.
2. Pada fase kedua, yaitu resistensi (resistance), organisme beradaptasi dengan stress melalui
berbagai mekanisme coping yang dimiliki.
3. Jika stressor menetap atau organisme tidak mampu merespon secara efektif, terjadi fase
ketiga, yaitu suatu tahap kelelahan (exhaustion) yang amat sangat, dan organisme mati atau
menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki (Selye, 1950).
Beberapa peneliti mengikuti pendapat Selye dan tetap menganggap stress sebagai
respon terhadap berbagai kondisi lingkungan, dan didefinisikan berdasarkan kriteria yang
sangat beragam seperti penderitan emosional, deteriorasi kinerja, atau berbagai perubahan
fisiologis seperti meningkatnya konduktans kulit atau meningkatnya hormon tentu. Masalah
dalam definisi stress berbasis respon ini kriterianya tidak jelas. Berbagai perubahan fisiologis
pada tubuh dapat terjadi sebagai respon terhadap sejumlah stimuli yang dianggap tidap penuh
stress (contohnya mengantisipasi kejadian yang menyenangkan).
Beberapa peneliti lain melihat stress sebagai suatu stimulus, yang sering kali disebut
sebagai stressor, dan bukan suatu respon, dan mengidentifikasinya dengan suatu daftar panjang
berbagai kondisi lingkungan, seperti sengatan listrik, kebosanan, stimuli yang tidak dapat
dikendalikan, berbagai bencana kehidupan, masalah sehari-hari, dan kurang tidur. Stimuli yang
dianggap stressor dapat besar (kematian orang yang dicinta), kecil (masalah sehari-hari, seperti
terjebak dalam kecemasan lalu lintas), akut (gagal dalam ujian), atau kronis (lingkungan kerja
yang terus-menerus tidak menyenangkan). Sebagian stimuli tersebut berupa pengalaman yang
bagi orang-orang dirasakan tidak menyenangkan.
1. Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) mencakup bertindak secara
langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi.
Contohnya adalah menyusun jadwal belajar untuk menyelesaikan berbagai tugas dalam satu
semester sehingga mengurangi tekanan pada akhir semester.
2. Coping yang berfokus pada emosi (emotion- focused coping) merujuk berbagai upaya untuk
mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stress, contohnya dengan
mengalihkan perhatian dari masalah, melakukan relaksasi, atua mencari rasa nyaman dari
orang lain.
Contohnya, peristiwa yang kedua kali lebih penuh stress dibandingkan menikah diberi
nilai 1.000, dan peristiwa yang seperlima kali penuh stress dibandingkan menikah diberi nilai
100. Dari studi tersebut tercipta yaitu Skala Rating Penyesuaian Sosial (Social Read Justment
Rating Scale SRRS). Seorang responden memberi tanda berbagai peristiwa kehidupan yang
dialami selama kurun waktu tertentu. Nilai-nilai peristiwa yang benar-benar dialami kemudian
dijumlahkan dan menghasilkan skor Unit Perubahan Kehidupan (Life - Change Unit LCU).
Salah satu aspek terkuat dan paling menarik dari pola peristiwa yag terjadi sebelum
episode simtom adalah berbagai peristiwa yang tidak dinginkan mencapai titik terendah
beberapa hari sebelum timbulnya penyakit, namun tepat dua hari sebelum timbulnya penyakit
kedua jenis peristiwa tersebut terjadi pada tingkat rata-rata.
Mengukur Coping
Coping paling sering diukur menggunakan kuesioner, yang berisi serangkaian aktivitas
coping dan meminta responden untuk menunjukkan seberapa sering mereka menggunakan
setiap aktivitas untuk mengatasi sresor yang dialami belakangan ini. Seperti halnya efek
stressor, cara terbaik untuk meneliti coping adalah dengan melakukan studi jangka panjang
(longitudinal), yang dapat menunjukkan bahwa cara coping tertentu terhadap stress memicu
hasil yang sebelumnya diperkirakan oleh para peneliti. Metode coping melalui penghindaran,
seperti pengingkaran dan perilaku yang tidak terkendali, memiliki kaitan dengan tingkat
distress yang lebih tinggi.
Selain itu, efek stress dapat tidak langsungstress dapat memicu perubahan
kesehatan yang tidak langsung disebabkan oleh variabel biologis atau psikologis, namun
disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehat. Stress yang tinggi dapat menyebabkan semakin
tingginya frekuensi merokok, tidur terganggu , meningkatnya konsumsi alcohol, dan berubahnya
pola makan (berlawanan dengan yang terjadi pada dukungan sosial). Perubahan perilaku
tersebut dapat meningkatkan risiko penyakit.
Teori Biologis
Respons biologis terhadap stress merupakan bagian dari respons yang sehat dan rutin.
Kerusakan fisiologis hanya dapat terjadi bila respons biologis terhadap stress terus-menerus
diaktifkan atau bila proses counter-regulatory tidak dapat mengembalikan sistem tubuh ke
kondisi sebelum stress dalam waktu yang tidak lama.
Teori Kelemahan Somatik (Somatic Weakness Theory). Faktor-faktor genetic, penyakit yang
pernah diderita sebelumnya, diet, dan sejenisnya dapat menggangu sistem organ tertentu, yang
kemudian menjadi lemah dan tidak memiliki daya tahan terhadap stress. Menurut teori
kelemahan somatic, hubungan antara stress dan gangguan psikofisiologis tertentu terletak pada
kelemahan organ tubuh tertentu. Contohnya sistem pernafasan yang lemah sejak lahir dapat
memicu seseorang menderita asma.
Teori Reaksi Spesifik (Spesific Reaction Theory). Telah ditemukan bahwa setiap orang
memiliki pola respon otonomik terhadap stress yang bersifat individual. Pada seseorang
reaksinya dapat berupa detak jantung menjadi cepat, sedangkan bagi orang lain dapat berupa
trikan nafas yang lebih cepat, namun tidak mengalamani percepatan detak jantung (Lacey,
1967). Menurut teori reaksi spesifik, para individu merespons stress dengan cara khas mereka
sendiri, dan sistem tubuh yang paling respomsif menjadi kandidat yang paling mungkin
mengalami gangguan psikofisiologis yang terjadi kemudian.
Pemaparan jangka Panjang Pada Hormon Stres. Teori yang lebih mutakhir berupaya
menjelaskan fakta bahwa berbagai perubahan biologis yang ditimbulkan oleh stress bersifat
adaptif dalam jangka pendek. Respons-respons biologis utama terhadap stress mencakup
aktivasi sistem saraf simpatis dan aksis hipotalamik-pituitari-adrenalin (HPA). Dalam kondisi
stres, katekolamin seperti epinefrin dilepaskan dari saraf dan medula adrenalin dan memicu
sekresi kortikotropin dari pituitary. Kamudian kortikotropin memicu pelepasan kortisol dari
korteks kelenjar adrenalin.
Kunci teori ini adalah tubuh akan menanggung akibat bila harus terus-menerus beradaptasi
dengan stress. Keharusan tubuh untuk terus-menerus beradaptasi disebut beban alostatik
(allostatic load). Beberapa orang dapat memiliki level hormone stress yang tinggi karena
mereka sering mengalami stress. Sementara beberapa orang lain dapat mengalami kesulitan
beradaptasi dengan stress, baik disebabkan oleh reaksi biologia terhadap stress yang dipicu
secara genetic dalam bentuk lambat beradaptasi, hingga respons-respons behavioral yang
dipelajari dalam jangka panjang dan menghambat adaptasi (seperti pola makan yang buruk,
jarang berolahraga, merokok, atau konsumsi alcohol yang berlebihan), atau kombinasi
keduanya. Sementara itu, yang lain dapat mengalami kesulitan menghentikan respons biologis
terhadap stress, contohnya mereka mengalami sekresi kartisol dalam tingkat yang luar biasa
tinggi bahkan setelah kondisi stress berkurang. Terakhir, beberapa individu dapat memiliki
respons biologis terhadap stress ysang lemah, yang ditunjukkan dengan tingkat pelepasan
kortisol yang rendah dalam merspons stress yang pada akhirnya menyebabkan bagian lain dari
sistem imun merespons secara berlebihan.
Sres Dan Sistem Imun. Pada level umum, stressor memiliki banyak efek pada berbagai macam
sistem tubuhsistem saraf otonom, level hormone, dan aktivitas otak. Salah satu bidang umum
yang menjadi perhatian dewasa ini adalah sistem imun, yang berperan penting dalam penyakit
infeksi, kanker, dan alergi serta dalam penyakit otoimun, seperti rheumatoid artritis, dimana
sistem imun menyerang tubuh. Belum pasti bahwa berbagai perubahan sistem imun yang
terjadi karena stress secara actual dapat meningkatkan risiko penyakit. Bidang penelitian yang
palng dekat mendokumentasikan peran sters dan perubahan sistem imun dalma timbulnya
penyakit secara actual adalah studi tentang penyakit infeksi. Terdapat dua aspek sistem imun
yaitu imunitas sekretori dan sitokin.
Imunitas Sekretori. Komponen sekretori dalam sistem imun terdapatdalam sekresi air mata,
ludah, pencernaan, vagina, hidung, dan brnkialyang membasahi permukaan mucosal tubuh. Zat
yang terdapat dalam sekresi tersebut disebut secretory immunoglobulin A, atau sIgA,
mengandung antibody yang berperan sebagai pertahanan pertama tubuhnterhadap virus dan
bakteri yang memasukinya. Antibody tersebut mencegah virus atau bakteri menempel ke
jaringan mucosal. Studi yang dilakukan Stone dan para koleganya (Stone, Cox, dkk., 1987)
menunjukkan bahwa perubahan jumlah antibody sIgA berhubungan dengan perubahan mood.
Sitokin. Ketika tubuh mendeteksi zat asing, seperti bakteri, suatu barisan pertahanan yang
digunakan sistem imun adalah aktivasi sel-sel yang disebut makrofagus. Aktivasi sel-sel yang
disebut sitokin. Pelepasan sitokin membantu munculnya respons tubuh terhadap infeksi, seperti
kelelahan yang amat sangat, demam, dan aktivasi aksis HPA. Stres dapat memicu serangkaian
respon seistem imun tersebut; dengan demikian, ketika seseorang mengalami stress, IL-1 atau
IL-6 dilepaskan tubuh sedang melakukan perlawanan terhadap infeksi (a.l., Maier & Watkins,
1998).
Teori Psikologis. Teori psikoanalisis berpendapat bahwa konflik-konflik tertentu dan kondisi
emosional negatif yang terkait dengannya memicu terjadinya gangguan psikofisiologis.
Contohnya, implus-impuls hostile yang ditekan dianggap menciptakan kondisi emosional kronis
yang bertanggung jawab terhadap hipertensi esensial.
Faktor-Faktor Kognitif Dan Behavioral. Ancaman fisik jelas menciptakan stress. Namun,
manusia menerima lebih dari sekedar ancaman fisik. Emosi-emosi negatif, seperti kekecewaan,
penyesalan, dan kekhawatiran, tidak dapat dilawan atau diabaikan dengan mudah seperti
halnya ancaman eksternal, dan juga tidak mudah untuk dihilangkan. Berbagai emosi negatif
tersebut membuat sistem biologis tubuh menjadi tegang dan tubuh selalu dalam kondisi
darurat, kadangkala dalam jangka waktu yang jauh lebih lama dari yang dapat kita tanggung,
seperti disebutkan dalam teori McEwen.
Gangguan Kardiovaskular
Gangguan kardiovaskular adalah penyakit pada jantung dan sistem sirkulasi darah.
Pada dua macam penyakit kardiovaskular yang tampaknya dipengaruhi oleh streshipertensi
dan penyakit jantung kororner. Penyakit jantung koroner memiliki angka kematian terbesar.
Secara umum, disepakati bahwa banyaknya kematian yang disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular dapat dicegah atau ditunda dengan menangani stu atau lebih faktor risisko yang
telah diketahui, yang banyak di antaranya berkaitan dengan perilaku.
Hipertensi Esensial
Hipertensi, yang umumnya disebut tekanan darah tinggi, memicu seseorang
mengalami atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah), serangan jantung, dan stroke; juga
dapat menyebabkan kematian melalui gagal ginjal. Hipertensi tanpa penyebab biologis yang
nyata disebut hipertensi esensial (atau kadang disebut juga hipertensi primer).
Karakteristik Penyakit. Simtom-simtom angina pektoriss adalah rasa sakit di dadad secara
berkala, biasanya di belakang tulang dada dan sering kali menyebrang ke punggung dan kadang
bahu dan lengan kiri. Penyebab utama serangan rasa sakit adalah kirangnya pasokan oksigen ke
jantung (disebut iskemia), yang pada akhirnya disebabkan oleh atheroklerosis koroner, yaitu
penyembitan atau penyumbatan arteri koroner karena timbunan kolesterol, yaitu suatu
material berlemak, atau karena penyempitan pembuluh darah. Infarksi miokardial adalah
penyakit yang jauh lebih serius dan penyebab utama kematian di Amerika Serikat dewasa ini.
Seperti halnya angina pektoriss, penyakit ini disebabkan oleh kurangnya pasokan oksigen ke
jantung. Namun, tidak seperti angina pektoriss, serangan jantung biasanya mengakibatkan
kerusakan jantung permanen.
Asma
Karakteristik Asma
Ketika terjadi asma terjadi penyempitan saluran udara pada paru-paru, yang mana
saluran udara tersebut bersifat hipersensitif, sehingga menjadi sangat sulit untuk bernafas
(terutama untuk menghembuskan napas) dan tersengal-sengal. Penyempitan ini dapat dipicu
oleh infeksi virus, zat-zat allergen, polusi, asap, olahraga, kedinginan, dan kondisi emosional.
Serangan asma terjadi secara berkala, kadang hampir setiap hari dan kadang-kadang beberapa
minggu atau beberapa bulan, dengan keparahan yang bervariasi. Tanpa diketahui mengapa,
serangan paling sering terjadi di awal pagi.
Etiologi Asma
Beberapa orang menyakini bahwa emosi selalu memiliki implikasi, sedangkan yang
lain membagi berbagai kemungkinan penyebab menjadi tiga kategori : alergi, infeksi, psikologis
(Rees, 1964). Selain tiha kelompok penyebab tersebut terdapat penyebab lingkungan, seperti
kafein, dan olahraga. Bila asma disebabkan oleh allergen, sel-sel pada saluran pernafasan sangat
sensitive terhadap suatu atau beberapa zat tertentu atau allergen, seperti serbuk sari, jamur,
bulu, kecoa, polusi udara, asap rokok, dan tungau, yang menyebabkan terjadinya serangan.
Berbagai racun lingkungan lain, seperti perokok pasif, dapat memicu serangan asma.
Kecemasan, ketegangan yang disebabkan oleh rasa frustasi, kemarahan, depresi, dan antisipasi
kenikmatan yang menyebabkan merupakan contoh-contoh faktor psikologis yang dapat
menggangu fungsi sistem pernafasan dan menimbulkan asma.
Deskripsi Penyakit
AIDS merupakan suatu penyakit di mana sistem kekebalan tubuh sangat menurun
karena HIV sehingga menyebabkan individu berisiko tinggi menderita penyakit fatal, seperti
sarcoma Kaposi, jenis kangker limpa yang jarang terjadi, dan berbagai macam infeksi jamur,
virus, dan bakteria yang berbahaya. Istilah oportunistik sering kali digunakan untuk
menggambarkan berbagai penyakit tersebut karena jarang ditemukan pada orang-orang dengan
sistem kekebalan tubuh sehat. Otoritas medis menduga adanya AIDS bila seseorang yang pada
awalnya sehat menderita penyakit yang tidak mungkin dideritanya bila sistem kekebalan
tubuhnya berfungsi dengan baik.
Penyebaran Penyakit
HIV sering ditularkan melalui hubungan seksual, berisiko, terlepas dari orientasi
seksualnya. HIV hanya terdapat dalam darah, sperma, cairan vagina, dan penularan hanya
terjadi jika cairan yang terinfeksi tersebut masuk ke aliran darah. AIDS tidak dapat ditularkan
melui hubungan sosial biasa atau bahkan dengan tinggal bersama seseorang yang menderita
AIDS atau positif HIV, dengan catatan dilakukan kehati-hatian untuk mencegah terjadinya
kontak dengan darah orang yang terinfeksi. Kategori perilaku beresiko lainnya terdapat pada
pengguna narkoba suntik; menggunakan jarum suntik yang tidak steril bersama-sama dapat
memasukkan darah yang terkandung HIV ke aliran darah orang lain.
Pencegahan Penyakit
Fokus utama dalam mencegah penularan AIDS melalui hubungan seks adalah
mengubah cara-cara berhubungan seks. Seseorang dapat menghilangakan kemungkinan tertular
dengan melakukan hubungan monogamy dengan hanya satu orang yang hasil tes HIV-nya
negatif. Meskipun demikian, hubungan monogamy jarang dilakukan anak-anak muda dan tidak
selalu terjadi pada orang-orang yang sudah menikah atau yang menjalin hubungan
berkomitmen lain.
Pada usia berapapun sejak dilahirkan hingga usia 85 tahun atau lebih , jumlah laki-laki
meninggal lebih banyak dibandingkan permpuan,.Laki laki memiliki kemungkinan dua kali
lebih besar untuk meninggal karena kecelakaan kendaraan, pembunuhan dan lain-lain.
Meskipun demikian tingkat morbiditas yaitu kesehatan yang buruk secara umum atau insiden
beberapa penyakit spesifik pada perempuan lebih tinggi.
Data yang diperoleh dari berbagai studi epidemiologis dan observasional menunjukan
bahwa estrogen dapat melindungi dari penyakit kardiovaskular, untuk menyebut satu contoh
.berdasarkan bukti tersebut, banyak perempuan menjalani terapi penggantian hormon setelah
mengalami menopause sebagai upaya untuk mengurangi resiko penyakit kardiovaskular.
Dari sudut pandang psikoogi .beberapa bukti menunjukan bahwa perempuan memiliki
kemungkinan lebih kecil untuk berkepribadian Tipe A dan juga tidak se hostile laki-laki
(Waldron, 1976;weidner & collin ,1993).meskipun demikian ,semakin banyak bukti yang
mengidikasikan bahwa kemarahan tidak selalu lebih banyak dirasakan dan ditunjukan oleh laki-
laki .
Status sosioekonomi (SSE) rendah dikaitkan dengan tingkat masalah kesehatan dan
kematian yang lebih tinggi karena semua sebab.sejumlah penjelasan telah diajukan mengenai
korelasi antara SSE dan keehatan yang buruk serta kematian, namun banyak diantaranya kurang
memiliki bukti empiris.
Karena ganggua psikofisiologis benar benar gangguan disfungsi fisik, praktik praktik
psikoterapeutik yang baik memerlukan banyak konsultasi dengan dokter apakah tekanan darah
yang tinggi disebabkan oleh faktor biologis atau seperti dalam hipertensi esensial, berhubungan
dengan stres psikologis , sejumlah obat obatan dapat menurunkannya.
BIOFEEDBACK
MANAJEMEN STRES
Manajemen stres adalah serangkaian teknik untuk membantu orang orang yang jaarang
dirujuk sebagai pasien untuk menghadapi berbagai tantangan hidup.Semakin diakuinya peran
stres dalam berbagai penyakit medis,termasuk penyakit yang dipengaruhi oleh disfungsi sistem
kekebalan , memperkuat momentum manajemen stres sebagai strategi untuk mengurangi
melemahnya fungsi sistem kekebalan karena stres.
Manajemen stres mencangkup berbagai teknik, dan umumnya lebih dari satu teknik
yang digunakan dalam setiap pelaksannnya (Davison & Thompson,1988;Lehrer &
Woolfolk,1993;Steptoe,1997) :
Seperti halnya kecemasan , rsa sakit dapt bersifat adaptif.Orang orang ang sejak lahir
tidak mampu ,merasakan sakit, mengalami kerugian yang sangat besar ,dan tentu saja , sangat
beresiko mengalami cedera.Pentingnya pengalihan dalam mengendalikan ras sakit , baik
akutmaupun kronis , konsisten dengan penelitian dalam psikologi kognitif eksperimental .
masing masing orang hanya memiliki suplai terbatas hal hal yang bisaa menjadi pusat
perhatian , dan perhatian terhadap satu saluran input menghalangi pemrosesan input saluran
lain.keterbatasan manusia tersebut dapat dilihat sebagai suatu keuntungan bila berkaitan
dengan rasa sakit.selain pengalihan , faktor faktor lain yang mengurangi rasa sakit adalah
kecemasan yang rendah, perasaan optimis dan rasa kendali dan suatu persaan bahwa apa ang
dialami seseorang memiliki makna dan tujuan tersendiri.