BAB 1
PENDAHULUAN
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk
sekunder.Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan
sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus
pertama terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak.2
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah memahami aspek teori meningitis
tuberkulosis, dan mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menangani
meningitis tuberkulosis. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi
persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
1.3 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
2.3 Klasifikasi
1. Berdasarkan tahapan virus menginvasi otak, ensefalitis terdiri dari 2 tipe
yaitu:2
Ensefalitis primer disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak.
Ensefalitis sekunder,diawali adanya infeksi sistemik atau vaksinasi.
2. Klasifikasi berdasarkan penyebab :2
Ensefalitis supurativa :
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus
aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Ensefalitis virus :
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
a. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
b. Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalovirus,virus Epstein-barr
Retrovirus : AIDS
Riketsiosis Serebri
2.4 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus.
2.5 Patofisiologi
Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan
saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke
seluruh tubuh dengan beberapa cara :
- Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang
sedang berkembang biak.
- Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan
berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular.
Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak.
- Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.
Demam
Kejang
7
Kesadaran menurun
2.7 Diagnosa
Anamnesis :
Pemeriksaan fisis :
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium
2. Gambaran Radiologis
CT- scan
CT- scan pada HSV ensefalitis memperlihatkan lesi dengan densitas rendah
pada lobus temporalis, yang belum terlihat sampai 3-4 hari setelah awitan.
Pada CT- scan tidak bisa membedakan virus ensefalitis tetapi CT- scan dapat
digunakan untuk mengetahui prognosis penyakit, komplikasi seperti
hemorrhage, hidrosefalus dan herniasi, serta dapat membantu menentukan
tindakan bedah.
MRI
Elektroensefalografi (EEG)
2.9 Penatalaksanaan
Terapi suportif :
Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan mengusahakan
jalan nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen,
pemasangan respirator bila henti nafas, intubasi, trakeostomi) , pemberian
makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah. Untuk pasien dengan
gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, dilakukan drainase
postural dan aspirasi mekanis yang periodik.1
Medikamentosa :
Tatalaksana tidak ada yang spesifik.Terapi berupa tata laksana
hiperpireksia, keseimbangan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan
intracranial, serta tatalaksana kejang.Pasien sebaiknya di rawat di ruang
rawat intensif. Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan
intravena, obat anti epilepsy, kadang diberikan kortikosteroid.Untuk
mencegah kejang berulang dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital
10
2.10 Komplikasi
Ensefalitis virus berat bisa menyebabkan gagal nafas, koma dan
kematian. Ini juga membuat mental impairment termasuk kehilangan
memori, ketidakmampuan bicara, kurang koordinasi otot, paralisis, atau
defek dengan penglihatan dan pendengaran.
11
2.11 Pencegahan
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA