Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OTHER

URINARY TRACT DISORDERS : STRICTURE URETRA,


HIPOSPADIA, DAN HYDRONEPHROSIS

OLEH:
KELOMPOK 4 / AJ1

NI NYOMAN MUNI 131411123043


KATHLEEN ELVINA H 131411123046
TRIYANA PUSPA DEWI 131411123047
TITIS EKA A 131411123049
INAS HUSNUN H 131411123051
ACHMAD ALI BASRI 131411123053
INDRIANI KENCANA W 131411123055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan
wanita, uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh.
Saluran uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi
pria. Salah satu penyakit yang dapat terjadi pada uretra adalah striktur uretra.
Striktur uretra adalah penyempitan atau pengerutan (konstriksi) lumen
uretra. Striktur uretra kemungkinan kongenital dan didapat. Striktur uretra yang
didapat dapat disebabkan trauma (kecelakaan, instrumentasi), infeksi (terutama
gonore), dan tekanan tumor. Striktur uretra lebih banyak terjadi pada pria daripada
wanita. Hal ini disebabkan perbedaan anatomis, uretra pria lebih panjang
dibandingkan dengan uretra wanita.
Selain itu, pada striktur uretra terjadinya penyempitan dari lumen uretra
akibat terbentuknya jaringan fibrotic pada dinding uretra. Striktur uretra
menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang
mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin
yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi,
dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.
Kejadian striktur uretra telah didokumentasikan sejak 600 tahun sebelum
masehi. Menurut pendapat para ahli, pada abad ke-19 sekitar 15-20% pria dewasa
pernah mengalami striktur. Pada abad ke-21 ini diperkirakan di Inggris 16.000
pria dirawat di rumah sakit karena striktur uretra dan lebih dari 12.000 dari
mereka memerlukan operasi dengan biaya 10 juta euro. Estimasi prevalensi di
inggris sendiri adalah 10/100.000 pada masa dewasa awal dan meningkat
20/100.000 pada umur 55 sedangkan pada umur 65 tahun menjadi 40/100.000.
Angka ini meningkat terus untuk pasien tua sampai 100/100.000. Hal yang sama
juga dilaporkan di Amerika Serikat. Sebuah studi di Nigeria melaporkan pola
striktur uretra. Dalam studi ini menyebutkan delapan puluh empat pasien (83 laki-
laki dan 1 perempuan) dengan striktur uretra dilihat dalam sebuah periode dengan
usia rata-rata 43,1 tahun. Trauma bertanggung jawab untuk 60 (72,3%) kasus,

2
dengan kecelakaan lalu lintas sebanyak 29 orang (34,9%), dengan trauma
iatrogenik sebesar 17 (20,5%) dari semua kasus striktur uretra. Pemasangan
kateter uretra bertanggung jawab pada 13 pasien (76,5%) dari kasus iatrogenik.
Uretritis purulen bertanggung jawab untuk 22 (26,5%) kasus. Lima puluh (60,2%)
kasus terletak di uretra anterior sedangkan dua puluh tiga (39,8%) berada di
posterior. Lima puluh tujuh pasien dilakukan urethroplasty dengan kekambuhan
14% dan 8 pasien mengalami dilatasi uretra dengan kekambuhan 50% pada 1
tahun.
Dari data-data tersebut diketahui striktur uretra masih merupakan masalah
yang sering ditemukan pada bagian dunia tertentu, sehingga diperlukan
penatalaksanaan yang tepat untuk pencegahan maupun pengobatannya. Di dalam
makalah ini akan dibahas terkait asuhan keperawatan pada striktur uretra, yang
diharapkan dapat membantu pembaca mengetahui lebih lanjut terkait striktur
uretra.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari striktur uretra ?
2. Apa etiologi dari striktur uretra ?
3. Apa patofisiologi dari striktur uretra ?
4. Apa derajat penyempitan uretra dari striktur uretra ?
5. Apa pemeriksaan penunjang dari striktur uretra ?
6. Apa penatalaksanaan dari striktur uretra ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakkukan pada pasien
dengan striktur uretra ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep
penyakit dan asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan
striktur uretra.

3
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari striktur uretra.
2. Mengetahui etiologi dari striktur uretra.
3. Mengetahui patofisiologi dari striktur uretra.
4. Mengetahui derajat penyempitan uretra dari striktur uretra.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari striktur uretra.
6. Mengetahui penatalaksanaan dari striktur uretra.
7. Mengetahui asuhan keperawatan yang dapat dilakkukan pada pasien
dengan striktur uretra.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Uretra

Gambar 2.1 Struktur uretra


Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung
kemih melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian
yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam
menyalurkan air mani.
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra ekterna yang terletak
pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas
otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatik sehingga pada saat kandung
kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris

5
dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan
seseorang. Pada saat BAK, sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat
menahan urine.
Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa
kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan
hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada
pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh
kelenjar prostat dan tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal
dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens
yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan
verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus
prostatikus yang tersebar di uretra prostatika. (Muttaqin, 2011)
2.2 Pengertian
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis ada
dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya mengalami
fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum.
(Purnomo, 2011)
Striktur uretra adalah penyempitan atau pengerutan (konstriksi) lumen
uretra. Striktur uretra kemungkinan kongenital dan didapat. Striktur uretra yang
didapat dapat disebabkan trauma (kecelakaan, instrumentasi), infeksi (terutama
gonore), dan tekanan tumor. Striktur uretra lebih banyak terjadi pada pria daripada
wanita. Hal ini disebabkan perbedaan anatomis, uretra pria lebih panjang
dibandingkan dengan uretra wanita.
Penyempitan uretra dapat disebabkan oleh infeksi kronik. Inflamasi
menyebabkan hiperplasia lapisan uretra dan menyebabkan lumen menjadi sempit.
Tumor juga dapat menekan ureter. Gejala utama striktur uretra adalah
berkurangnya deras urine yang keluar dan kesulitan memulai berkemih. Gejala
dan tanda yang lain berkaitan dengan ISK dan retensi urine. (Shenoy, 2014)
Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang dan gejala infeksi dan
retensi urinarus terjadi. Striktur menyebabkan urin mengalir balik dan
mencetuskan sistitis, prostatitis, dan pielonefritis. (Smeltzer, 2002)

6
2.2 Etiologi
Striktur uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra,
dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan striktura uretra
adalah infeksi oleh kuman gonokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa
tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang jarang dijumpai karena banyak
pemakaian antibiotika untuk memberantas uretritis.

Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada


selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelvis, dan instrumantasi atau
tindakan transuretra uretra yang kurang hati-hati. Tindakan yang kurang hati-hati
pada pemasangan kateter dapat menimbulkan salah jalan (false route) yang
menimbulkan kerusakan uretra dan menyisakan striktura di kemudian hari;
demikian pula fiksasi kateter yang tidak benar pada pemakaian kateter menetap
menyebabkan penekanan kateter pada perbatasan uretra bulbo-pendulare yang
mengakibatkan penekanan uretra terus-menerus, menimbulkan hipoksia uretra
daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula atau striktura uretra.
(Purnomo,2011)
2.3 Manifestasi Klinis
Riwayat paparan terhadap gonore sebelumnya, riwayat instrumentasi atau
riwayat trauma pada uretra biasanya ditemukan:
Sering terjadi pada usia muda (20-40 tahun)
Riwayat mengejan selama kencing
Nyeri dan pembengkakan suprapubik sebaga akibat distensi buli
Striktura uretra dapat teraba di perineum sebagai lubang kancing
(Shenoy, 2014)
2.4 Patofisiologi
Proses peradangan akibat trauma atau infeksi pada uretra akan
menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada
lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran
urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal
striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi
menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula

7
uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga
disebut sebagai fistula seruling. (Purnomo, 2011)
2.5 Derajat Penyempitan Uretra
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktura uretra dibagi
menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
2. Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra.
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di
korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis. (Purnomo, 2011)
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui pola pancaran urine secara objektif, dapat diukur
dengan cara sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya pancaran
dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan pada saat miksi
dibagi dengan lama proses miksi. Kecepatan pancaran pria normal adalah 20
ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan ada
obstruksi.
Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra
menggunakan foto uretrografi. Lebih lengkap lagi mengenai panjang striktura
adalah dengan membuat foto bipolar sisto-uretrografi dengan cara memasukkan
bahan kontrak secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra.

Melihat penyumbatan uretra secara langsung dilakukan melalui


uretroskopi, yaitu melihat striktura transuretra. Jika ditemukan striktura langsung
diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik
dnegan memakai pisau sachse. (Purnomo, 2011)
2.6 Penatalaksanaan
Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan sistotomi
suprapubik untuk mengeluarkan urine. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan
insisi dan pemberian antibiotika.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah :
a. Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
Tindakan yang kasar akan semakin merusak uretra sehingga menimbulkan

8
luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat.
Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false route).
b. Uretrotomi interna : yaitu memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau
Otis atau dengan pisau Sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura
total, sedangkan pada striktura yang lebih berat,pemotongan striktura
dikerjakan secara visual dengan memakai pisau sachse.
c. Uretrotomi eksterna adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan
jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan
uretra yang masih sehat.
Pada striktura yang panjang dan buntu total, seringkali diperlukan beberapa
tahapan operasi, yakni tahap pertama,dengan membelah uretra dan
membiarkan untuk epitelisasi dan dilanjutkan pada tahap dengan membuat
neouretra (Purnomo, 2011)
2.8 Komplikasi
1. Retensi urine akut baik setelah peggunaan alkoohol atau sebagai akibat
menunda kencing
2. Batu sekunder sebagai akibat stasis urine di sebelah proksimal
3. Abses periuretra yang berulang (multipel) yang pecah dan bermuara ke
luar di kulit perianal. Bilamana pasien seperti ini disuruh kencing, urine
dapat terlihat mengalir keluar dari lubang multipel pada perineum
(perineum botol air/watercan)
4. Epididimo-orkitis rekuren
(Shenoy, 2014)

2.9 Pencegahan
Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani infeksi uretral
dengan tepat. Pemakaian kateter uretral untuk drainase dalam waktu lama harus
dihindari dan perawatan menyeluruh harus dilakukan pada setiap jenis alat uretral,
termasuk kateterisasi. (Smeltzer, 2002)

9
2.10 Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Keluhan utama pada striktur uretra bervariasi sesuai dengan derajat
penyempitan lumen pada uretra. Keluhan utama yang lazim adalah
pancaran urine kecil dan bercabang. Kelainan lain biasanya adalah
berhubungan dengan gejala iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi,
disuria, inkontinensia, urine yang menetes, kadang-kadang dengan penis
yang membengkak, infiltrat, abses, dan fistel. Keluhan yang lebih berat
adalah tidak bisa mengeluarkan urine/tidak bisa miksi (retensi urine)
Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi pada penis didapatkan
adanya suatu kelainan akibat fibrosis di uretra, infiltrat, abses, atau
terbentuknya suatu fistula.
Pengkajian Diagnostik
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pelaksanaan
pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui adanya
tanda-tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.
Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran
urine. Volume urine yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan
lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah
10 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang
dari harga normal menandakan adanya obstruksi.
Radiologi
Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih
lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan sistouretrografi yaitu
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara
retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat
diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi.

10
b. Diagnosa Keperawatan
Pre Op
1. Retensi Urin berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder dari
penyempitan lumen uretra.
2. Resiko Infeksi berhubugan dengan akumulasi urin di saluran kemih
3. Nyeri berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, disuria,
resistensi otot prostat, efek mengejan saat miksi sekunder dari
obstruksi uretra.
4. Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan
diagnostik invasif.
Post Op
1. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan port the entree luka pasca bedah

c. Intervensi keperawatan
Pre OP
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Retensi urin Hasil NOC : Manajemen Retensi Urin
berhubungan Menunjukkan (NIC):
dengan kontinensia urine, Pantau eliminasi urine
obstruksi uretra yang dibuktikan meliputi frekuensi,
sekunder dari oleh indikator: konsistensi, bau, volume,
penyempitan - Dapat dan warna jika perlu
lumen uretra melakukuan Kumpulkan spesimen urine
eliminasi secara porsi tengah untuk
mandiri urinalisis, jika perlu
- Mempertahankan Penyuluhan untuk
pola berkemih pasien/keluarga:
yang dapat Ajarkan pasien tentang
diduga tanda dan gejala infeksi
saluran kemih

11
Instruksikan pasien dan
keluarga untuk mencatat
haluaran urine, bila
diperlukan
Instruksikan pasien untuk
berespons segera terhadap
kebutuhan eliminasi jika
perlu
Rujuk ke dokter jika
terdapat tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
2 Risiko infeksi Klien dan keluarga Pantau tanda dan gejala
berhubungan akan menunjukkan infeksi (misal: suhu tubuh,
dengan tanda pengendalian denyut jantung, drainase,
akumulasi urin risiko infeksi : penampilan luka, sekresi,
di saluran kemih Terbebas dari penampilan urine, suhu,
tanda dan gejala kulit, lesi kulit, keletihan,
infeksi dan malaise)
Memperlihatkan Kaji faktor yang dapat
higiene personal meningkatkan kerentanan
yang adekuat terhadap infeksi
Mengindikasikan Pantau hasil laboratorium
status (hitung darah lengkap,
gastrointestinal, hitung granulosit, albumin)
pernafasan, Amati penampilan praktik
genitourinaria, higiene personal untuk
dan imun dalam perlindungan terhadap
batas normal infeksi
Penyuluhan untuk
pasien/keluarga:
Jelaskan kepada pasien dan
keluarga mengenai sakit

12
atau terapi menurunkan
risiko terhadap infeksi
Intruksikan untuk menjaga
higiene personal untuk
melindungi tubuh terhadap
infeksi
3 Nyeri Hasil NOC : Manajemen Nyeri (NIC):
berhubungan Memperlihatkan Lakukan pengkajian nyeri
dengan tingkat nyeri yang yang komprehensif
peregangan dari dibuktikan oleh meliputi lokasi,
terminal saraf, indikator tidak ada: karakteristik, awitan dan
disuria, Ekspresi nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
resistensi otot pada wajah intensitas, atau keparahan
prostat, efek Gelisah atau nyeri dan faktor
mengejan saat ketegangan otot presipitasinya.
miksi sekunder Durasi episode Observasi isyarat
dari obstruksi nyeri nonverbal
uretra Merintih dan ketidaknyamanan,
menangis khususnya pada mereka
Gelisah yang tidak mampu
berkomunikasi efektif
Penyuluhan untuk
pasien/keluarga:
Sertakan dalam instrusi
pemulangan pasien obat
khusus yang harus
diminum, frekuensi
pemberian, kemungkinan
efek samping,
kemungkinan interaksi
obat, kewaspadaan khusus
saat mengonsumsi obat

13
tersebut.
Informasikan kepada
pasien tentang prosedur
yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan
strategi koping yang
disarankan
Manajemen Nyeri (NIC):
Berikan informasi tentang
nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan
bergabung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat
prosedur
Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis
(terapi musik, distraksi,
kompres hangat/dingin,
dan masase)
Kolaboratif
Gunakan tindakan
pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi
lebih berat
Laporkan pada dokter bila
tindakan tidak berhasil
4 Kecemasan Kecemasan Kaji dan dokumentasikan
berhubungan berkurang, tingkat kecemasan pasien
dengan menunjukkan termasuk reaksi fisik setiap
prognosis pengendalian diri hendak berkemih
pembedahan, terhadap kecemasan Reduksi ansietas (NIC):
tindakan dibuktikan oleh Menentukan kemampuan

14
diagnostik indikator: pengambilan keputusan
invasif Merencanakan pasien
strategi koping Pada saat ansietas berat
untuk situasi dampingi pasien, bicara
penuh tekanan dengan tenang dan berikan
Mempertahankan rasa nyaman
performa peran Bantu pesien untuk

Memantau memfokuskan pada situasi


distorsi persepsi saat ini, sebagai cara untuk
sensori mengidentifikasikan
mekanisme koping yang
dibutuhkan untuk
mengurangi ansietas
Penyuluhan untuk
pasien/keluarga :
Penurunan ansietas (NIC):
Sediakan informasi faktual
menyangkut diagnosis,
terapi, dan prognosis
Instruksikan pasien tentang
penggunaan teknik relaksasi

Post Op
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Nyeri Hasil NOC : Manajemen Nyeri (NIC):
berhubungan Memperlihatkan Lakukan pengkajian nyeri
dengan tindakan tingkat nyeri yang yang komprehensif meliputi
pembedahan dibuktikan oleh lokasi, karakteristik, awitan
indikator tidak ada: dan durasi, frekuensi,
Ekspresi nyeri kualitas, intensitas, atau
pada wajah keparahan nyeri dan faktor

15
Gelisah atau presipitasinya.
ketegangan otot Observasi isyarat nonverbal
Durasi episode ketidaknyamanan,
nyeri khususnya pada mereka
Merintih dan yang tidak mampu
menangis berkomunikasi efektif
Gelisah Penyuluhan untuk
pasien/keluarga:
Sertakan dalam instrusi
pemulangan pasien obat
khusus yang harus diminum,
frekuensi pemberian,
kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat,
kewaspadaan khusus saat
mengonsumsi obat tersebut.
Informasikan kepada pasien
tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping
yang disarankan
Manajemen Nyeri (NIC):
Berikan informasi tentang
nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan
bergabung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat
prosedur
Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis (terapi
musik, distraksi, kompres
hangat/dingin, dan masase)

16
Kolaboratif
Gunakan tindakan
pengendalian nyeri sebelum
nyeri menjadi lebih berat
Laporkan pada dokter bila
tindakan tidak berhasil
2 Risiko tinggi Klien dan keluarga Pantau tanda dan gejala
infeksi akan menunjukkan infeksi (misal: suhu tubuh,
berhubungan tanda pengendalian denyut jantung, drainase,
port the entree risiko infeksi : penampilan luka, sekresi,
luka pasca Terbebas dari penampilan urine, suhu, kulit,
bedah tanda dan gejala lesi kulit, keletihan, dan
infeksi malaise)
Memperlihatkan Kaji faktor yang dapat
higiene personal meningkatkan kerentanan
yang adekuat terhadap infeksi
Mengindikasikan Pantau hasil laboratorium
status (hitung darah lengkap, hitung
gastrointestinal, granulosit, albumin)
pernafasan, Amati penampilan praktik
genitourinaria, higiene personal untuk
dan imun dalam perlindungan terhadap infeksi
batas normal Penyuluhan untuk
pasien/keluarga:
Jelaskan kepada pasien dan
keluarga mengenai sakit atau
terapi menurunkan risiko
terhadap infeksi
Intruksikan untuk menjaga
higiene personal untuk
melindungi tubuh terhadap
infeksi

17
WOC
Proses peradangan, iskemik atau traumatik
pada uretra

Terbentuk jaringan parut pada uretra

Penyempitan lumen uretra

Striktur uretra

Respon obstruksi Peningkatan Respons iritasi


tekanan intravesika

Gangguan pemenuhan Nyeri Miksi


eiminasi urine

Respons perubahan Respons perubahan pada


pada kandung ginjal dan ureter:
kemih:
-Refluks vesiko-ureter
-Hipertrofi
-Hidroureter
-Trabekulasi
-Hidronefrosis
-Selula
- Pielonefritis
-Divertikel kandung
-Gagal ginjal
kemih

Tindakan pembedahan

Preop Pascaoperasi

Retensi Urin Nyeri Resiko tinggi Kecemasan Nyeri Resiko tinggi


infeksi infeksi

erasi

18
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus Semu:
Seorang laki-laki berinisial Tn. S berusia 56 tahun datang ke RSUD Dr. Soetomo
tanggal 28 april 2015. Tn. S mengatakan susah untuk BAK sejak 10 hari yang
lalu. Klien mengatakan kalau BAK hanya menetes, nyeri saat kencing dan
kandung kemih terasa penuh. Keadaan umum baik, kesadaran composmentis.
Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/90 mmHg nadi 80 x/menit
pernafasan 20 x/menit suhu 37,5 C. Diagnose medis: striktur uretra

I. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 56 Tahun
Alamat : Jl. Arjuna no 60
Pekerjaan : Supir Taksi
Tanggal MRS : 28 April 2015
II. Pengkajian
Keluhan Utama : Klien mengatakan tidak dapat BAK sejak 10 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengatakan sudah 10 hari BAK hanya
menetes, terasa nyeri dan kandung kemih terasa penuh
Riwayat Penyakit Dahulu : Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah
mengalami penyakit seperti ini
Riwayat kesehatan keluarga : Klien mengatakan bahwa tidak ada keluarga
yang menderita DM, namun ayah menderita hipertensi
Pemeriksaan Fisik
ROS (Review of System)
B1 (Breathing)
Klien bernafas spontan, RR: 20 x/m, tidak ditemukan adanya penggunaan otot
bantu pernafasan, tidak ditemukan adanya suara nafas tambahan, pergerakan
dada simetris
B2 (Blood)

19
TD : 120/88 mmHg, Nadi : 88 x/m, Suhu: 37oC, CRT< 2 detik, akral hangat,
membran mukosa lembab, tidak ditemukan edema, sianosis (-)
B3 (Brain)
Kesadaran: compos mentis, GCS: 4,5,6
B4 (Bladder)
Intake cairan : 700 cc / hari, output : 300 cc/hari
Klien tampak mengalami gangguan saat BAK, fistula (-), nyeri saat berkemih.
Hasil uroflowmetri 5 ml/detik
B5 (Bowel)
Klien dapat BAB secara teratur, bising usus normal
B6 (Bone)
Tidak ada penurunan refleks otot

Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Klien mengatakan Proses peradangan Retensi urine
uretra
tidak dapat BAK sejak
10 hari yang lalu Penyempitan lumen
uretra
DO :
Klien tampak Striktur uretra
kesulitan berkemih Respons obstruksi
Tampak distensi
kandung kemih
Urine hanya menetes
Haluaran urin sedikit
< 300 cc

20
2 DS: Klien mengatakan Proses peradangan Nyeri
uretra
nyeri saat berkemih
DO: Klien tampak Penyempitan lumen
uretra
menahan nyeri,
pancaran urin sedikit Striktur uretra

Respons iritasi

III. Diagnosa Keperawatan


1. Retensi Urin berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder dari
penyempitan lumen uretra.
2. Nyeri berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, disuria,
resistensi otot prostat, efek mengejan saat miksi sekunder dari obstruksi
uretra , nyeri pascabedah.
IV. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Retensi Urin Hasil NOC : Manajemen Retensi Urin
berhubungan Menunjukkan (NIC):
dengan obstruksi kontinensia urine, Pantau eliminasi urine
uretra sekunder yang dibuktikan meliputi frekuensi,
dari oleh indikator: konsistensi, bau, volume,
penyempitan - Dapat dan warna jika perlu
lumen uretra. melakukuan Kumpulkan spesimen urine
eliminasi secara porsi tengah untuk
mandiri urinalisis, jika perlu
- Mempertahankan Penyuluhan untuk
pola berkemih pasien/keluarga:
yang dapat Ajarkan pasien tentang
diduga tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
Instruksikan pasien dan

21
keluarga untuk mencatat
haluaran urine, bila
diperlukan
Instruksikan pasien untuk
berespons segera terhadap
kebutuhan eliminasi jika
perlu
Rujuk ke dokter jika
terdapat tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
2 Nyeri Hasil NOC : Manajemen Nyeri (NIC):
berhubungan Memperlihatkan Lakukan pengkajian nyeri
dengan tingkat nyeri yang yang komprehensif
peregangan dari dibuktikan oleh meliputi lokasi,
terminal saraf, indikator tidak ada: karakteristik, awitan dan
disuria, Ekspresi nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
resistensi otot pada wajah intensitas, atau keparahan
prostat, efek Gelisah atau nyeri dan faktor
mengejan saat ketegangan otot presipitasinya.
miksi sekunder Durasi episode Observasi isyarat nonverbal
dari obstruksi nyeri ketidaknyamanan,
uretra, nyeri Merintih dan khususnya pada mereka
pascabedah. menangis yang tidak mampu
Gelisah berkomunikasi efektif
Penyuluhan untuk
pasien/keluarga:
Sertakan dalam instrusi
pemulangan pasien obat
khusus yang harus
diminum, frekuensi
pemberian, kemungkinan
efek samping,

22
kemungkinan interaksi
obat, kewaspadaan khusus
saat mengonsumsi obat
tersebut.
Informasikan kepada
pasien tentang prosedur
yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi
koping yang disarankan
Manajemen Nyeri (NIC):
Berikan informasi tentang
nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan
bergabung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat
prosedur
Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis
(terapi musik, distraksi,
kompres hangat/dingin,
dan masase)
Kolaboratif
Gunakan tindakan
pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi
lebih berat
Laporkan pada dokter bila
tindakan tidak berhasil

23

Anda mungkin juga menyukai