Anda di halaman 1dari 13

Jurnal

Tatalaksana Patah Tulang Hidung

idem Firat Koca1* and Ahmet Kizilay2

Rumah Sakit Umum Dokter Malatya, Malatya, Turki


Departemen Otolaryo
Jurnal Otorinolaringologi Brazil (2015) 190;6

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik


KSM Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
RSD dr. Soebandi Jember

Disadur Oleh:
Muhtar Ady Kusuma
122011101091

Pembimbing:
dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT

KSM ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK

RSD DR.SOEBANDI-FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

2017
Abstrak
Pendahuluan: Tatalaksana yang menjanjikan untuk penutupan perforasi membran timpani telah
dipelajari. Terapi yang dikembangkan dari tehnik jaringan memungkinkan mengeliminasi
kebutuhan akan tindakan operasi secara konvensional. Selulosa bakteri diperkenalkan sebagai
salah satu alernatif yang aman, biokompatibel dan memiliki toksisitas yang rendah.
Tujuan: Untuk mengetahui efek penyembuhan dari aplikasi transplantasi selulosa bakteri secara
langsung pada membran timpani dibandingkan dengan pendekatan konvensional dengan fasia
autolog.
Metode: Randomized controlled trial. Empat puluh pasien dengan perforasi membran timpani
sekunder karena otitis media kronis diinklusi dan secara acak dimasukkan ke dalam sebuah grup
eksperimental (20) yang diobati dengan transplantasi selulosa bakteri (SB) dan grup kontrol (20)
yang diobati dengan fasia temporal yang autolog (fasia). Kami mengevaluasi waktu
pembedahan, lamanya rawat inap, waktu terjadinya epitelisasi dan kecepatan penutupan perforasi
membran timpani. Biaya rumah sakit juga dibandingkan. Nilai signifikansi yang diterima p
<0,05.
Hasil: Penutupan perforasi sama pada kedua grup. Rata-rata waktu operasi pada grup fascia
adalah 76,50 menit dibandingkan dengan 14,06 menit pada grup selulosa bakteri (p=0,0001).
Biaya rumah sakit yang dikeluarkan oleh sistem kesehatan masyarakat Brazil adalah R$ 600.00
untuk grup selulosa bakteri dan R$ 7778.00 untuk grup fasia (p=0,0001).
Kesimpulan: Transplantasi selulosa bakteri mendorong penutupan perforasi membran timpani
dan sebagai inovasi yang efektif, aman, minimal invasif, manjur dan memiliki biaya yang
rendah.

Kata kunci: Perforasi membran timpani, Biopolimer, Selulosa bakteri

Pendahuluan

Tatalaksana yang menjanjikan untuk penutupan perforasi membran timpani telah


dipelajari, pada penelitian pasien rawat jalan, prosedur dengan minimal invasif yang efektif,
aman, menghasilkan dan secara teknik memungkinkan.1-5 Diantara beberapa inovasi alternaif,
penggunaan gelfoam dan telocollagen paling menonjol, karena berhubungan dengan faktor
pertumbuhan fibroblast (-FGF),1-4 serum autolog dan membran kitin.
Sejak dikembangkannya terapi dengan tehnik jaringan untuk tatalaksana dari perforasi
membran timpani akan berpeluang untuk mengeliminasi kebutuhan akan pembedahan secara
konvensional. Namun, sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi pada
kesuksesan maupun kegagalan tatalaksana perforasi membran timpani.4
Salah satu material alternatif adalah polisakarida selulosa yang diperoleh dari bakteri.
Pada penelitian sebelumnya, polisakarida selulosa telah dibuktikan aman, memiliki toksisitas
yang rendah,6 produk yang biokompatibel7 dengan kemampuan untuk meningkatkan
pertumbuhan dan diferensiasi sel sebuah kelebihan yang menjanjikan untuk tehnik jaringan.8
Pembelajaran preklinik dan klinik telah mendemonstrasikan bahwa biomaterial ini efektif
sebagai barier mekanik dan sebagai tambahan pada tatalaksana lesi ulseratif9 dan luka
pembedahan.10
Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk menginvestigasi efek dari aplikasi
transplantasi selulosa bakteri secara langsung pada penyembuhan perforasi membran timpani
dibandingkan dengan prosedur konvensional menggunakan fasia autolog.

Metode

Empat puluh pasien dengan perforasi membran timpani akibat otitis media didaftarkan
pada sebuah studi klinik randomized controlled atas permintaan dari layanan Otolaryngology di
rumah sakit pendidikan Pernambuco, Brazil dari 2013 hingga 2014. Pasien dengan perforasi
marginal, perforasi yang masih basah atau kolesteatoma dieksklusi. Pasien dibagi secara acak ke
dalam dua grup: 20 orang masuk pada grup eksperimental, yang di obati dengan transplantasi
selulosa bakteri dan 20 orang kontrol yang diobati secara konvensional menggunakan
transplantasi fasia yang autolog. Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian, Pusat
Sains Kesehatan, Universitas Federal de Pernambuco, dibawah CAAE 21109913.7.0000.5208,
Opinion CEP/CONEP No. 527.461 pada 18 Desember 2013.

Transplantasi selulosa bakteri


Transplantasi selulosa bakteri dikembangkan dan disediakan oleh PolisaTM, sebuah
Sebuah Pusat Uji Coba Tebu, Carpina City,Universitas Federal Rural de Pernambuco, Brazil.11
Prosedur teknis
Pasien yang masuk dalam grup kontrol melakukan miringoplasti dengan transplantasi
fasia temporal yang dilakukan dibawah anestesi umum, sesuai dengan standar prosedur operasi
dari operasi ini. Transplantasi fasia dilakukan di medial dari sisa-sisa membran timpani dibawah
pegangan malleus dan telinga tengah dan ditahan pada posisinya dengan fragmen GelfoamTM. Di
akhir prosedur, insisi di jahit pada bidang anatomis, dan dilakukan penutupan dengan tekanan.
Pasien masih harus tinggal di rumah sakit hingga satu hari setelahnya. Saat keluar dari rumah
sakit, diberikan resep Cephalexin 500 mg secara oral 4 kali sehari dan pasien diinstruksikan
untuk kembali pada aktivitasnya setelah 8 hingga 15 hari.
Untuk pasien pada grup eksperimental, prosedur dilakukan dibawah anestesi lokal
dengan infiltrasi xylocaine (larutan 2%) 5.0 ml dengan vasokonstriktor dibagi menjadi 2 bagian:
2,5 ml untuk penggunaan eksternal dan 2,5 ml untuk saluran auditorius eksternal. Tepi dari
perforasi dilakukan skarifikasi dan kemudian sebuah membran selulosa bakteri ditempatkan
diatas perforasi, di lateral sisa-sisa timpani. Membran ditahan pada posisinya dengan daya
rekatnya sendiri. Pasien bisa pulang segera setelah prosedur dan diinstruksikan untuk kembali
pada aktivitasnya tanpa larangan. Antibiotik tidak diresepkan.

Evaluasi hasil

Hasil klinis
Pada kedua kelompok, variabel-variabel berikut dievaluasi : waktu operasi, waktu rawat
inap, waktu epitelisasi, penutupan perforasi membran timpani pada t0 = 15 hari, t1 = 30 hari and t2
= 60 hari; impedansi kurva audiometri 60 hari setelah pengobatan dan efek samping.
Biaya Rumah Sakit dianalisa secara berbeda untuk penggunaan BC (grup eksperimental)
dibandingkan fascia temporal (grup kontrol). Biaya ini diestimasikan berdasarkan tabel dari
Brazilian Unified Health System (SUS) dari Kementerian Kesehatan, 2007, mempertimbangkan:
untuk fasia autolog, timpanoplasti (uni/bilateral) (kode: 04.04.01.035-0), operasi spesialistik
dengan tingkat kompleksitas medium; termasuk 1 hari rawat inap (R$ 388.94 per pasien), untuk
pasien dengan transplantasi selulosa bakteri, dressing grade II (kode:04.01.01.001-5), operasi
spesialistik dengan tingkat kompleksitas medium tanpa rawat inap (R$ 30.00 per pasien).
Tympanometri: evaluasi mobilitas membran timpani diperoleh berdasarkan diagram
impedansi, mempertimbangkan tekanan udara (ditandai pada sumbu X di deca Pascal da PaX)
dan admitansi (pada sumbu Y, daPaY pada ml).12
Efektivitas: Efektivitas merepresentasikan pengurangan relatif dari risiko atau hasil
negatif (penutupan perforasi membran timpani) yang didapatkan dengan adanya intervensi (pada
kasus ini penggunaan SB). Risiko relatif [RR = R(SB)/R (fasia)] dikalkulasi, diikuti dengan
penurunan absolut pada risiko (ARR = [R(fasia) R(SB)] 100) dan kalkulasi efektivitas [EF =
(1 RR) 100]. Ketika risiko sama pada kedua grup, RR=1. Jika risiko dari grup dengan
intervensi lebih rendah daripada grup kontrol RR<1; maupun sebaliknya, RR>1.
Variabel parametrik berkelanjutan dibandingkan menggunakan Students t test, sementara
nilainya dibandingkan dengan uji Chi Square. Uji Mann-Whitney digunakan untuk
mengevaluasi jumlah dari biaya rumah sakit. Confident Interval digunakan 95%, dan nilai
signifikansi statistik diatur pada p 0,05. Analisis statistika dilakukan menggunakan software
GraphPad Prism 5.0 (GraphPad Software Inc., USA).

Hasil

Total dari 40 pasien yang melakukan pengobatan perforasi membran timpani, 20 orang
mendapakan transplantasi selulosa bakteri (30% laki-laki dan 70% perempuan); dan 20 orang
pada grup kontrol mendapatkan transplantasi fasia autolog ( 40% laki-laki dan 60% perempuan).
Rata-rata usia dari masing-masing grup adalah 38.15 12.63 dan 34.5 10.16 tahun (Tabel 1).
Pada grup pasien yang mendapatkan transplantasi selulosa bakteri, 65% dari perforasi
membran timpani berada pada telinga kiri, sementara dari grup yang mendapatkan transplantasi
fasia autolog terbanyak (55%) perforasi membran timpani berada pada telinga kanan. Perforasi
biasanya lebih sering dengan ukuran yang kecil terhitung sekitar 70% kasus pada tiap grup.
Penutupan terjadi di semua perforasi kecil yang diobati dengan transplantasi selulosa bakteri,
ketika dibandingkan dengan transplantasi fasia (92,9%). Lebih dari setengah (66,6%) dari
perforasi dengan ukuran medium menutup dengan transplantasi selulosa bakteri (Tabel 1).
Waktu pembedahan secara statistik signifikan (p<0,001), ketika dibandingkan grup yang
menerima transplantasi selulosa bakteri (14.06 5.23 min) dengan transplantasi fasia autolog
(76.50 17.92 min); dan waktu epitelisasi pada kedua grup mirip, yakni 30 hari (Tabel
1)(gambar 1-3).
Untuk mengevaluasi komplians membran timpani, 14 pasien yang diobati dengan
transplantasi selulosa bakteri melakukan timpanometri dan dari sini, 13 (92,9%) memiliki Gt
dalam rentang normal (rerata Gt = 0.86 0.28) dan diharapkan pada (0.58 0.28) (gambar 4).
Risiko relatif (RR) dari membran timpani yang tidak tertutup pada grup yang diobati
dengan transplantasi selulosa bakteri lebih rendah (50%) daripada grup yang diobati dengan
transplantasi fasia autolog. Efekivitasnya 50%, sebuah hasil yang hampir sama untuk kedua
material (SB atau fasia), meskipun pengurangan risiko absolut 10% untuk penutupan perforasi
membran timpani pada grup SB (Tabel 1).

Gambar 1. Perforasi membran timpani pada otomikroskopi


Tabel 1. Evaluasi hasil antara grup yang ditatalaksana dengan transplantasi selulosa bakteri dan
transplantasi fasia autolog pada pengobatan perforasi membran timpani

Hasil Jenis Transplantasi Nilai - P

SB Fasia

N 20 20 -

Jenis Kelamin Laki-laki 6 (30%) 8 (40%) 0,5073a

Perempuan 14 (70%) 12 (60%)

Usia 38,1512,63 34,510,16 0,3204b

Lokasi PMT Telinga kanan 7 (35%) 11 (55%) 0,2036a

Telinga kiri 13 (65%) 9 (45%)

Ukuran PMT Kecil 14 (70%) 14 (70%) 1,000a

Medium 6 (30%) 6 (30%)

Waktu pembedahan (mnt) 14,065,23 76,5017,92 <0,0001b*

Penutupan PMT Umum 18 (90%) 16 (80%) 0,3758a

Kecil 14 (100%) 13 (92,9%) 0,6264a

Medium 4 (66,7%) 3 (50%) 0,5582a

Estimasi biaya Tiap pasien 30,00 388,94


rumah sakit
Total 600,00 7778,80 <0,0001c

Analisis risiko RR (%) 0,5 0,3758a


dan efektivitas
ARR 10% -

Efektivitas 50%
SB, Selulosa bakteri; PMT, Perforasi membran timpani; RR, Risiko relatif; ARR, Pengurangan risiko
absolut.
Nilai dalam rata-rata SD dan n (%).
a
Qui-squared test.
b
Students t test, signifikan bila (*) p<0,05.
c
Estimasi biaya rumah sakit, berdasarkan pada tabel biaya untuk prosedur operasi dari Brazilian Unified
Health System (SUS); nilai dalam Reais (R$). Mann-Whitney test.
.
Gambar 2. Otoendoskopi dari transplantasi selulosa bakteri diatas perforasi membran timpani

Diskusi

Secara konvensional, tatalaksana dari perforasi membran timpani meliputi 3 tahap;


kontrol klinis pre-operasi, pembedahan dan follow up post-operasi. Tujuan utama dari
miringoplasti secara umum adalah untuk meregenerasi membran timpani, merekonstruksi
mekanisme transmisi suara, mengontrol infeksi dan memperbaiki pendengaran. Berdasar
literatur, tingkat keberhasilan bervariasi dari 65% hingga 98%.13,14 Pada studi ini, tingkat
keberhasilan dengan menggunakan selulosa bakteri adalah 90% dibandingkan dengan 80%
dengan fasia autolog.4 Kita juga harus menekankan penggunaan selulosa bakteri menunjukkan
efisiensi 50%, yaitu peluang untuk tidak terjadi penutupan perforasi membran timpani dikurangi
separuh (RR=0,5) dibanding fasia temporal. Ada persamaan dengan studi sebelumnya, yang
diikuti dengan metodologi dan dilakukan pada Chinchilla laniger, dimana penulis mendapatkan
tingkat keberhasilan sebesar 90%.11
Gambar 3. Membran timpani setelah transplantasi selulosa bakteri dalam pemeriksaan mikroskopi

Risiko Kegagalan (%)


Keberhasilan (%)

polisakarida fasia
Grup

Keberhasilan (%) Risiko Kegagalan (%) Rerata waktu pembedahan (mnt)

Gambar 4. Hubungan antara tingkat keberhasilan dan kegagalan terhadap waktu pembedahan
Beberapa faktor dapat mempengaruhi kesuksesan operasi maupun transplantasi, seperti :
usia, lokasi perforasi, ukuran perforasi, fungsi tuba auditori, keadaan mukosa telinga tengah, tipe
transplantasi yang digunakan, dan pengalaman dokter bedah.15 Untuk studi populasi, ini dapat
ditambahkan bahwa penggunaan membran selulosa bakteri efektif, terlepas dari usia pasien, dan
lokasi serta ukuran perforasi timpani. Tidak ada efek samping yang terjadi terkait dengan
membran ini. Penting untuk dicatat bahwa pengurangan waktu lebih sedikit dari satu jam (62,44
min) pada waktu yang diperlukan untuk melakukan prosedur, ketika membandingkan grup
selulosa bakteri dibanding grup fasia temporal (kontrol), mengindikasikan selulosa bakteri
sebagai tambahan untuk menjadi lebih efektif, menunjukkan level efektivitasyang cukup tinggi
dan praktis.
Pengurang waktu operasi dengan selulosa bakteri dapat dijelaskan, karena tidak
membutuhkan insisi, pemindahan fasia atau pengangkatan flap. Dari estimasi biaya dari masing-
masing prosedur (fasia atau transplantasi membran selulosa bakteri), kami menemukan
pengurangan 13 kali biaya rumah sakit dengan penggunaan membran selulosa bakteri; hal ini
merupakan penghematan R$ 7.178,8. Berdasarkan hal tersebut, dengan memilihan selulosa
bakteri, tidak ada tambahan tes (hematologi dan kardiologi), rawat inap atau anaestesi umum.
Penggunaan selulosa bakteri juga meniadakan penggunaan material spesial seperti GelfoamTM,
material jahitan dan antibiotik; di sisi lain, penggunaan selulosa bakteri juga menghindari
komplikasi seperti nyeri telinga, perdarahan, dan hematom. Pasien juga dapat segera melanjutkan
aktivitas harian mereka.
Berdasarkan aspek-aspek ini, kami mendapat tambahan efisiensi, efektifitas dan
kepraktisan, dan tambahan keamanan karena merupakan material yang memiliki sitotoksisitas
yang rendah dan biokompatibilitas yang tinggi.6,7
Seperti yang dideskripsikan pada literatur, membran timpani seharusnya di bangun ulang
dengan jaringan konektif yang memungkinkan untuk menggantikan gendang telinga,
memastikan sifat-sifatnya: elastisitas, kekuatan dan kemampuan untuk bergetar. Banyak material
yang telah digunakan pada riwayat timpanoplasti termasuk transplantasi kulit bebas, sklera,
perikondrium, fasia temporal, kartilago dan lemak , dan lain-lain.16,17
Hal ini telah diamati bahwa sifat sifat ini telah pulih dengan data yang telah dibuktikan
dan dibenarkan dengan penemuan timpanometri, tehnik ini menilai komplians membran timpani
dan menunjukkan bahwa hampir semua pasien (92,9%) memiliki Gt dalam rentang normal dan
seperti yang diharapkan. Timpanometri digunakan dalam studi ini untuk mengevaluasi fungsi
membran timpani, adalah sebuah metode klasik yang diterapkan dalam praktek secara klinis
secara cepat dan atraumatik.18
Kelebihan penting lainnya, didemonstrasikan pada studi-studi sebelumnya, mengacu pada
kemampuan selulosa bakteri untuk berfungsi sebagai sebuah induser untuk remodelling jaringan
dan juga sebagai sebuah pemicu dari proses penyembuhan8-10 dengan menyebabkan sebuah
proses yang intensif revaskularisasi19 dan epitelisasi,11 yang menjelaskan regenerasi dari sisa
gendang telinga dan juga penutupan perforasi membran timpani.

Kesimpulan

Penggunaan transplantasi selulosa bakteri memicu regenerasi pada perforasi membran


timpani, yang menunjukkan suatu inovasi yang aman, efisien, efektif, minimal invasif, dan biaya
yang rendah.

Konflik Kepentingan

Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.

Referensi

1. Kanemaru S, Umeda H, Kitani Y, Nakamura T, Hirano S, Ito J.Regenerative treatment for


tympanic membrane perforation.Otol Neurotol. 2011;32:1218---23.
2. Zhang Q, Lou Z. Impact of basic fibroblast growth factor onhealing of tympanic membrane
perforations due to direct pen-etrating trauma: a prospective non-blinded/controlled study.Clin
Otolaryngol. 2012;37:446---51.
3. Lou Z, Xu L, Yang J, Wu X. Outcome of children with edge-everted traumatic tympanic
membrane perforations followingspontaneous healing versus fibroblast growth factor-
containinggelfoam patching with or without edge repair. Int J PediatrOtorhinolaryngol.
2011;75:1285---8.
4. Hakuba N, Hato N, Okada M, Mise K, Gyo K. Tympanic mem-brane regeneration therapy.
JAMA Otolaryngol Head Neck Surg.2014;23:E1---7.
5. Kakehata S, Hirose Y, Kitani R, Futai K, Maruya S, Ishii K, et al.Autologous serum eardrops
therapy with a chitin membranefor closing tympanic membrane perforations. Otol
Neurotol.2008;29:791---5.
6. Castro CMMB, Aguiar JLA, Melo FAD, Silva WTF, Marques E, SilvaDB. Sugar cane
biopolymer cytotoxicity. An Fac Med Univ FedPernamb. 2004;49:119---23
http://www.anaisdemedicina.revistaonline.org/Secao/3289/Pagina/Revista/ArtigoVisualizar.aspx
?artigoId=172&ass=67765258
7. Lucena MT, Melo Jnior MR, Lira MMM, Castro CM, CavalcantiLA, Menezes MA, et al.
Biocompatibility and cutaneous reac-tivity of cellulosic polysaccharide film in induced skin
woundsin rats. J Mater Sci Mater Med. 2015;26, http://dx.doi.org/10.1007/s10856-015-5410-x.
8. Fragoso AS, Silva MB, de Melo CP, Aguiar JLA, RodriguesCG, de Medeiros PL, et al.
Dielectric study of the adhe-sion of mesenchymal stem cells from human umbilical cordon a
sugarcane biopolymer. J Mater Sci Mater Med. 2014;25:229---37.
9. Teixeira FMF, Pereira MF, Ferreira NLG, Miranda GM, AguiarJLA. Spongy film of cellulosic
polysaccharide as a dressingfor aphthous stomatitis treatment in rabbits. Acta Cir
Bras.2014;29:231---6.
10. Martins AGS, Lima SVC, Araujo LAP, Vilar FO, CavalcanteNTPA. Wet dressing for
hypospadias surgery. Int Braz J Urol.2013;39:408---13.
11. Silva DB, Aguiar JLA, Marques A, Coelho ARB, Rolim Filho EL.Miringoplastia com
enxerto livre de membrana de polmeroda cana-de-accar e fscia autloga em
Chinchillalaniger.An Fac Med Univ Fed Pernamb. 2006;51:45---55. Available
at:http://www.anaisdemedicina.revistaonline.org/ Arquivo.aspx/artigo/186/ Caminho/186.pdf
[accessed on 14.08.2014].
12. ASHA, American Speech-Language-Hearing Association. Guide-lines for screening for
hearing impairment and middle-eardisorders. Working Group on Acoustic Immittance Measure-
ments and the Committee on Audiologic Evaluation. ASHA.1990;Suppl.:17---24.
13. Bhat NA, Ranit De. Retrospective analysis of surgical outcome,symptom changes, and
hearing improvement following myringo-plasty. J Otol. 2000;29:229---32.
14. Fukuchi I, Cerchiari DP, Garcia E, Rezende CEB, Rapoport PB.Timpanoplastias: resultados
cirrgicos e anlise dos fatoresque podem interferir no seu sucesso. Braz J
Otorhinolaryngol.2006;72:267---71.
15. Spiegel JH, Kessler JL. Tympanic membrana perforationrepair with acellular porcine
submucosa. Otol Neurotol.2005;26:563---6.
16. Glasscock ME, Kanock MM. Tympanoplasty --- a chronological his-tory. Otolaryngol Clin
North Am. 1977;10:469---77.
17. Shanks J, Shelton C, Basic Principles. Clinical applica-tion of tympanometry. Otolaryngol
Clin North Am. 1991;24:299---328.
18. Oliveira JAA, Hyppolito MA, Netto JC, Mru F. Miringoplastia coma utilizaco de um
novo material biossinttico. Braz J Otorhi-nolaryngol. 2003;69:138---55.
19. Cordeiro-Barbosa FA, Aguiar JLA, Lira MMM, Pontes FilhoNT, Bernardino-Arajo S. Use
of a gel biopolymer forthe treatment of eviscerated eyes: experimental model inrabbits. Arq Bras
Oftalmol. 2012;75:267---72, http://dx.doi.org/10.1590/S0004-27492012000400010. Available at:
http://www.scielo.br/pdf/abo/v75n4/10.pdf [accessed on 14.08.14].

Anda mungkin juga menyukai