Anda di halaman 1dari 4

PEMBANGUNAN DESA SEBAGAI KUNCI PEMBANGUNAN NEGARA

Jika kita tanyakan pada diri kita, seperti apa konsep


pembangunan Negara yang di amanatkan undang-undang?, Lebih
jauh lagi, seperti apa konsep pembangunan yang paling mengena bagi
negeri ini?, Atau, apakah konsep pembangunan kerakyatan yang
digaungkan pada sepanjang kampanye capres kemarin memang benar
merupakan konsep pembangunan yang paling tepat?, dan apakah
benar konsepnya akan menyentuh dan berpihak pada rakyat?
Mari kita tela’ah, menciptakan lahan pertanian baru bagi sekian
juta hektar kebun enau, atau ladang, atau sawah, demikian salah satu
rencana strategis salah seorang kandidat. Secara teknis ini sangat
mungkin, tapi apakah inprastruktur yang ada, struktur organisasi
pemerintahan yang ada, dan lebih jauh lagi apakah budaya daerah
dimana lahan itu akan dibuat, siap? atau telah siap?, atau lebih tepat
dikatakan bersediakah? Masih merupakan pertanyaan, dan melihat
hasil pemilihan umum yang ada, tipis kemungkinan presiden terpilih
bersedia mengakomodir ide ini.
Saya tidak mau terjebak dalam polemik neoliberalisme atau
ekonomi kerakyatan sebagai pilihan atau bahasan, karena keduanya
absurd, terlalu banyak kepentingan yang harus dianalisis dan dibahas.
Mari kita lebih membumi dalam bahasan ini, amanat Undang-Undang
Dasar adalah, ”…segenap tanah, air dan segala yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara, dan dimanfaatkan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”, sudahkah ini terlaksana?
Jika dimengerti secara mendasar, mendayagunakan lahan dan
lautan dalam arti sebenarnya, adalah menjamin pangsa pasar atas
produk-produk lahan dan lautan. Memberdayakan masyarakat dan
sumber daya alam yang sesungguhnya bagi Negara Agraris dan
Maritim, adalah mengembangkan dan mengoptimalkan segenap
usaha, pemikiran dan mobilisasi sumberdaya modal/kapital dan
manusia, demi pemanfaatan sebesar-besarnya potensi sumberdaya
alam lahan dan lautan Karena jika dianalisis, dari sekian banyak
program pembangunan pertanian, perikanan, dan peternakan yang
pernah digulirkan pemerintah, ujung kegagalannya, berpangkal pada
kegagalan pemerintah dalam menjamin pangsa pasar.
Orientasi pendayagunaan lahan dan lautan pada millennium ini
harus sepenuhnya berorientasi pada penggunaannya sebagai bahan
baku industri, kalaupun untuk kepentingan konsumsi harus sudah
melalui proses atau sentuhan industri. Hanya dengan cara ini akan
diperoleh nilai tambah secara signifikan terhadap produk-produk
pertanian dan kelautan.
Dibutuhkan konsep indutrialisasi yang benar-benar menerapkan
konsep link and match dalam arti sebenarnya. Dibutuhkan
penyegaran pemahaman terhadap pengusaha, bahwa
mendayagunakan rakyat sebagai sumber raw materials adalah jalan
langgeng membangun usaha mereka.
Dalam tatanan pemerintahan, tidak ada tanah dan tidak ada
lautan yang tidak masuk menjadi wilayah sebuah desa atau kelurahan
(desa, red), lebih jauh bisa dikatakan, tidak ada wilayah dari negeri ini
yang tidak dijelajahi oleh penduduk desa.
Paradigma pembangunan yang selama ini berkembang dan di
anut sudah selayaknya di re-orientasi. Konsep strategis pembangunan
harus mengarah ke desa bukan pada wilayah kota atau perkotaan.
Dalam arti yang lebih menyeluruh, konsep pembangunan negara ini
kedepan, harus berorientasi pada perkuatan pemerintahan desa dan
kelurahan.
Mari kita analisis seberapa besar manfaat re-orientasi ini :
1. Secara ekonomi
Struktur administrasi desa terurai menjadi satuan Kampung, RW,
RT, dan kemudian berujung di satuan Keluarga, Dalam tatanan
pemerintahan, yang dimaksud grass root itu, tentu saja keluarga.
Mensejahterakan rakyat atau Negara dalam arti yang sebenarnya
adalah mensejahterakan setiap keluarga di Negara ini, dan lembaga
pemerintahan terendah yang langsung menyentuh setiap keluarga
adalah desa.
Sekali lagi, konsep seperti apa yang terbaik bagi pemberdayaan
rakyat dan sumber daya alam yang kita miliki?. Tentu menjadi sangat
kompleks, jika berbicara sebuah negara sebesar Negara Indonesia,
yang bukan hanya sebesar Jerman, terlebih jika harus bicara Belanda,
Fortugal atau Swiss.
Terhitung ada PNPM, UED, atau program KUR, pada saat ini, dan
banyak program sebelumnya, tetap saja semuanya tidak mampu
menyentuh tingkatan terendah bangsa ini. Ada banyak syarat ke
administrasian dan terlebih jaminan atau proposal yang harus dibuat,
dan semuanya tentu saja tidak dapat dipenuhi rakyat, karena jauh
mengawang dan tidak dimiliki.
Ibarat pisau dua sisi, institusi penanggung jawab keuangan
ketakutan investasi kapital tidak kembali, disisi lain rakyat terbiasa
ikut mencuri, jika kredit berbau sumber pemerintah. Dua penomena
klasik kalau tidak bisa dikatakan sebagai dua penyakit klasik yang
menjangkiti bangsa ini.
Mari kita bicarakan solusinya, memberdayakan desa dalam arti
yang sebenarnya adalah menggali sebesar-besarnya potensi rakyat
dan sumberdaya alam yang ada di desa-desa untuk kepentingan
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Kuncinya dimana?, jawabnya ada pada Buku Potensi Desa,
Pernahkah setiap Kabupaten di Negara ini melakukan survai detail apa
potensi yang dimiliki oleh setiap jengkal tanah, air dan lautan serta
setiap jiwa yang ada di desa-desanya?;
Industri apa saja yang ada disetiap desa-desanya?; dan apa
kiprah atau kemanfa’atan industri-industri tersebut bagi rakyat?
Sehingga potensi desa bukan hanya program atau proyek
formalitas, tapi jadikan identifikasi potensi tersebut sebagai
batu pijakan yang kokoh, sebagai dasar, sebagai awal
pembangunan negara.
Atau untuk semua yang dimilikinya, pernahkah pemda
kabupaten memiliki pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Apa saja yang kita miliki?
2. Siapa saja yang membutuhkan sumberdaya
tersebut?
3. Bagaimana cara mengeksplorasinya, dan siapa
saja yang memiliki teknologi eksplorasinya?
4. Seberapa besar nilai kelayakan yang harus
dimiliki, sehingga memiliki nilai ekonomis, dan bagaimana cara
“meng-akali” atau bagaimana mencari cara/teknik sehingga semua
sumberdaya alam ini tetap mampu memiliki nilai ekonomis?,
bagaimana menentukan skala prioritas eksplorasi?
5. Nilai tambah apa yang dimiliki sumberdaya yang
kita miliki?, pangsa pasar nonkonvensional apa yang ada atas
semua sumberdaya yang kita miliki?
6. Industri apa saja yang sudah ada kini?, apa bahan
baku mereka dan terbuat dari apa bahan baku itu? Dari mana
mereka memperolehnya, berapa banyak mereka mengambil dari
bahan baku lokal, dan berapa banyak yang mereka import? Apakah
kita memiliki padanan untuk bahan baku itu?
7. Kapan kita ingin memiliki industri-industri itu
sendiri, untuk kemakmuran rakyat?
Jika orientasi kita sudah seperti ini, dapat diharapkan tidak akan
ada lagi pengangguran, tidak akan ada lagi kemiskinan.
Biarkan industri menjadi lokomotif bagi setiap keluarga, yang
akan bekerja memenuhi setiap gerbong yang ditariknya. Akan tercipta
bukan hanya lapangan kerja, tetapi lapangan usaha.
Bank sebagai investor atau kreditor tidak perlu khawatir
investasi akan hangus, dan sebaliknya rakyat akan terbiasa untuk
menabung, karena setiap sen pembayaran atas keringatnya dilakukan
melalui bank. Bagi pemerintah, pajak tidak perlu dikutip demikian
ruwet dan terkemplang, audit cukup dilakukan disatu titik saja untuk
setiap jenis usaha.
2. Secara Militer dan Keamanan
Pernahkan terbayangkan untuk meningkatkan keamanan
wilayah negara ditangan seorang sipil?, padahal kenyataannya yang
hapal setiap kepala disatu wilayah adalah seseorang yang memiliki
jabatan terendah di struktur organisasi pemerintahan, seorang RT!.
Tidak perlu terjadi ada yang merakit bom kemudian baru
diketahui karena tidak sengaja bom-nya meledak. Pernahkan Kapolsek
atau Koramil tahu, satu persatu rakyat yang ada diwilayahnya?, tolong
tanyakan hal yang sama pada seorang RT yang nota bene hanya
mengawasi 30 – 40 kepala.
Atau pernahkan membayangkan lalulintas migrasi warga dapat
dikontrol dan dilihat dari meja sekretaris desa? Sehingga tidak perlu
ada Nurdin M Top CS, yang bisa seenaknya beralih nama dan alamat,
seenak dia belanja di pasar, atau tidak perlu ada kisruh DPT yang
demikian sengit diperdebatkan, kuncinya ada pada perkuatan lembaga
Pemerintahan Desa.
Sekali lagi maukah kita?. “JAYALAH NEGERIKU”

Bandung, 12 Juli 2009

Penulis
Edi S Saepudin., SP.

Anda mungkin juga menyukai