Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan DHF

Dengue Haemoragic Fever

A. Definisi
Dengue haemoragic fever adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropodborn virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan
Aedes aegypti).(ngastiyah,2005 : 368 )
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.(Suriadi,Rita
Yuliani,2006 : 57 )
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 tipe
serotipe virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya
renjatan ( sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan kematian.(Abdul Rohim,dkk,2002 : 45)
Dengue haemoragic fever ( DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti ( betina).DHF terutama menyerang anak remaja dan dewasa dan sering
kali menyebabkan kematian bagi penderita.(Christantie,Effendy,1995)
Demam dengue / DHF dan demam berdarah dengue / DBD ( Dengue haemoragic fever /
DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam,nyeri otot dan / atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis haemoragic.(Suhendro,dkk,2007 : 1709)
Demam berdarah dengue ( dengue haemoragic fever, selanjutnya disingkat DHF ),ialah
penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
sendi, yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama.(Hendarwanto :417)
B. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di
indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encehphalitis dan west
nille virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes ( stegomyia ) dan
toxorhynchites. ( Suhendro,2007 : 1709 )
Pathway
C. Epidemiologi

Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama di negara asean dan pasific barat.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk aedes, di indonesia
dikenal dua jenis nyamuk aedes yaitu :
Aedes aegypti
Aedes albopictus
Aedes aegypti
Paling sering ditemukan.
Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di
dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air di
sekitar rumah.
Nyamuk ini sepintas lalu nampak berlurik, berbintik bintik putih.
Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
Jarak terbang 100 meter
Aedes albopictus
Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya disekitar rumah atau pohon pohon,
dimana tertampung air hujan yang bersih yaitu pohon pisang, pandan, kaleng bekas,
dll.
Menggigit pada waktu siang hari.
Jarak terbang 50 meter.
Pola Epidemiologis
Interaksi Virus
Untuk memahami berbagai situasi epidemiologis yang muncul, penting untuk mengenali
beberapa aspek dasar interaksi virus. Aspek aspek tersebut meliputi :
Infeksi dengue tidak jarang menimbulkan kasus ringan pada anak
Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, yang infeksi tersebut :
pada beberapa epidemi rasio kesakitan yang tampak hamir mencapai 1. Akan tetapi,
beberapa strain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada anak mauun
orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus dengue dan menyebar tanpa
terlihat di dalam masyarakat.
Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin menimbukan
perdarahan gastrointestinal yang parahbegitu juga kasus peningkatan permeabilitas
pembuluh darah. Contoh, tahun 1988 di Taiwan, banyak orang dewasa yang mengalai
pedarahan yang berat yang di hubungkan dengan DEN -1 juga mengalami penyakit
ulkus peptikum.
Siklus Penularan
Vektor : Aedes aegypti, spesies Aedes (Stegomyia) lain
Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8 10 hari
Infeksi virus dengue pada manusia disebabkan oleh gigitan nyamuk
Masa inkubasi instrinsik sekitar 4 13 hari (rata rata 4 7 hari )
Viraemia tampak sebelum awitan gejala dan berlangsung selama rata rata lima hari
setelah awitan
Penularan vertikan dapat terjadi, yang mungkin penting bagi kelangsungan hidup
virus, tetapi tidak dalam siklus epidemi.

D. Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam berdarah dengue.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat
yang menyebar dengan luas atau tiba tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis,
karena 30 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir
dengan demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
E. Manifestasi Klinis
Demam
Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 7 hari
Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis,epistaksis, gusi
berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.
Uji torniquet positif
Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu titik
tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di nyatakan
positif jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus DHF, uji tersebut
biasanya memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20 petekia atau lebih. Hasil
uji mungkin negatif atau agak positif selama fase syok yang dalam. Hasil tersebut
kemudian akan menjadi positif, bahkan terkadang sangat positif, jika dilakukan
setelah pulih dari syok.
Pembesaran hati (hepatomegali)
Tampak pada beberapa tahap penyakit yaitu sekitar 90 98 % pada anak anak di
thailand, tetapi di negara lain frekuensinya mungkin bervariasi.
Syok
Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut yang menurun
( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang lembab, dingin, dan
gelisah.
Temuan laboratorium
- Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
- Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih.

Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi
pleura ( tampak melalui rontgen dada ) dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang
adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan /
atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan
trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS. ( WHO, 2005 : 19 )
F. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala
karena viremia,seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia
di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran pembesaran kelenjar kelenjar getah bening, hati dan
limfa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF
dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena penglepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat
ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma,terjadinya
hipotensi, hemokonsentrasi,hipoproteinemia,efusi dan renjatan. Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat
renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari
30%.
Adanya kebocoren plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan ditemukannya
cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopsi
ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat
berakibat anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma /
ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding
pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan
fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakologis yang
bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah pedarahan hebat, yang biasanya
timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem
koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya
destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti
dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi
disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh
aktivitas sistem koagulasi. Masakah tidaknya DIC pada DHF / DSS, terutama pada pasien
dengan perdarahan hebat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan.
Telah terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF tanpa
renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan
perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan,
maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.( Hendarwanto :
420 )

G. Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan
X. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin meningkat, sedangkan
reserve alkali merendah.
Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke 5
dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke 10 biasanya sudah kembali
normal untuk semua sistem.
Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar,
yaitu :
1. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut
dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi
antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan
komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau
titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji
dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas
antibodinya ; uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari
kelas IgM.
I. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk ( berkelambu ). Penatalaksanaan
pada DHF ialah :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 2 liter dalam 24 jam (
susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es
di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asiminofen, eukinin
atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu :
1. Keadaan umum memburuk
2. Hati semakin membesar
3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
4. Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala
Dalam hal ini ditemukan tanda tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan terpasang
pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan
darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap 4 6 jam pada hari hari pertama
pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskuler
dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl faali, laktat Ringer
atau bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah
cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.
Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah diatasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak
perbaikan, di usahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat
hemasel dengan jumlah 15 29 ml / kg BB. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan
asidosis yang harus dikoreksi dengan Na bikarbonas. Pada umumnya untuk menjaga
keseimbangan volume intravaskuler, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit
maupun plasma dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi.
1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan melena )
2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb dan
Ht.
Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan renjatan
yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan penyebab utama
perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya DIC, heparin
perlu diberikan.
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
Panas
Lemah
Nyeri ulu hati
Mual dan tidak nafsu makan
Sakit menelan
Pegal seluruh tubuh
Nyeri otot, persendian, punggung dan kepala
Haus
b. Data Obyektif
Suhu tinggi selama 2 - 7 hari
Kulit terasa panas
Wajah tampak merah , dapat disertai tanda kesakitan
Nadi cepat
Selaput mukosa mulut kering
Ruam dikulit lengan dan kaki
Epistaksis
Nyeri tekan pada epigastrik
Hematomesis
Melena
Gusi berdarah
Hipotensi
c. Data Penunjang
* Hematokrit
* Trombositopenia
* Masa perdarahan memanjang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peninhkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah, dan demam.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
tidak ada nafsu makan.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
6. Gangguan aktivitas sehari hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peninhkatan permeabilitas kapiler,


perdarahan, muntah, dan demam.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam volume cairan
tubuh terpenuhi
Kriteria Hasil : kebutuhan cairan pasien terpenuhi
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
b. Observasi tanda tanda vital setiap 2 3 jam
c. Perhatikan tanda tanda syok
d. Berikan cairan intravena dan pertahankan tetesan sesuai dengan ketentuan
e. Anjurkan anak untuk banyak minum
f. Kaji perubahan produksi urine ( produksi urine < 25 ml / jam atau 600 ml / hari )

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
tidak ada nafsu makan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi pasien
terpenuhi
Kriteria hasil : tidak adanya tanda tanda kekurangan nutrisi, nafsu makan membaik
Intervensi :
1. Monitor adanya perubahan berat badan, muntah, mual
2. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan hidangkan dalam
keadaan hangat
3. Berikan porsi makanan sedikit tapi sering hingga terpenuhi jumlah asupannya
4. Berikan obat anti emesis sesuai dengan program / ketentuan bila perlu
5. Berikan alternatif nutrisi yang dapat meningkatkan kadar trombosit

3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu tubuh
kembali normal
Kriteria hasil : suhu tubuh normal, pasien tidak demam
Intervensi :
1. Monitor tanda tanda vital pasien
2. Berikan kompres dingin
3. Gunakan pakaian yang tipis untuk membantu penguapan
4. Berikan antipiretik dan antibiotik sesuai dengan ketentuan
5. Libatkan keluarga dan ajarilah cara melakukan kompres yang benar serta evaluasi
perubahan suhu

4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keluarga mengerti
tentang kondisi anak
Kriteria hasil : keadaan keluarga baik, tidak ada cemas dalam keluarga
Intervensi :
1. Mengkaji persepsi dan perasaan orang tua atau anggota keluarga terhadap kondisi
yang penih stres
2. Ijinkan orang tua dan keluarga memberikan respon secara panjang lebar, dan
identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga
3. Identifikasi koping yang biasa digunakan keluarga dan seberapa besar
keberhasilannya dalam mengatasi keadaan
4. Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilalakukan untuk membuat anak /
keluarga menjadi lebih baik
5. Memenuhi kebutuhan dasar anak : jika anak sangat bergantung dalam melakukan
aktivitas sehari hari

5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam rasa nyeri
berkurang
Kriteria hasil : rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1. Kajilah tingkat nyeri yang dialami pasien ( PQRST )
2. Berikan posisi yang nyaman dan usahakan situasi yang tenang
3. Berikan suasana yang gembira pada pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa
nyeri ( libatkan keluarga )
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan teman temannya
5. Berikan obat obatan analgetik ( kolaborasi dengan dokter )

6. Gangguan aktivitas sehari hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam aktivitas pasien tidak
terganggu
Kriteria hasil : aktivitas pasien membaik, pasien dapat beraktivitas kembali dengan
baik
Intervensi :
1. Bantulah pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari hari, libatkan
juga keluarga
2. Berikan penjelasan mengenai hal hal yang dapat membantu dan meningkatkan
kekuatan fisik pasien
3. Siapkan bet didekat pasien
DAFTAR PUSTAKA

i. Hudak & Gallo. 1995. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. EGC : Jakarta
ii. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
iii. Joanne C. McCloskey. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby-Year
Book
iv. Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervention and NOC Outcomes. Upper Saddle River: New Jersey
v. . Acute Miocard Infark. down load from http://www.healthatoz.com/ 12
September 2007
vi. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach.Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
vii. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
viii. Long, B.C. Essential of medical surgical nursing : A nursing process approach. Volume
2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan
tahun 1989)
ix. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of medical
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku
asli diterbitkan tahun 1996)
x. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.Jakarta: EGC;
2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Anda mungkin juga menyukai