Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia sehat 2010 adalah visi pembangunan kesehatan nasional

yang menggambarkan masyarakat Indonesia di masa depan yang

penduduknya hidup dalam lingkungan sehat. Dengan mengemban visi ini,

maka masyarakat diharapkan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang

bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya. Perilaku sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi

diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan

masyarakat. Salah satu perilaku sehat yang harus diciptakan untuk menuju

Indonesia sehat 2010 adalah perilaku pencegahan dan penanggulangan

penyakit dengan kegiatan imunisasi (Depkes, 2000).

Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian,

kecacatan dari penyakit menular dan penyakit tidak menular termasuk

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah dengan meningkatkan

kesadaran bahwa betapa pentingnya kesehatan. Pemerintah telah

mencanangkan kegiatan imunisasi dari tahun 1956, yang dimulai di Pulau

Jawa dengan vaksin cacar dimulai pada tahun 1956. Pada tahun 1972

Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Selanjutnya mulai

dikembangkan vaksinasi antara cacar dan BCG. Pelaksanaan vaksin ini


ditetapkan secara nasional pada tahun 1973. Bulan April 1974 Indonesia

resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Tahun 1977 ditentukan sebagai fase

persiapan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) (Dep. Kes. 2005).

Imunisasi adalah proses pembentukan sistem kekebalan tubuh.

Material imunisasi disebut immunogen. Imunnogen adalah molekul antigen

yang dapat merangsang kekebalan tubuh. Imunisasi diberikan pada bayi

sampai menjelang usia dewasa, atau sekitar usia 15 tahun. Beberapa penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah tuberculosis, difteri, pertusis,

tetanus, poliomyelitis, campak, dan hepatitis B. Untuk itu, imunisasi dasar

yang harus diberikan pada anak adalah BCG, DPT, polio, campak, dan

hepatitis B. Imunisasi dasar diberikan 0-1 tahun, dengan pemberian BCG 1

kali pada kurun usia 0-1 bulan, DPT 3 kali, yaitu pada usia 2-11 bulan, polio

4 kali pada usia 0-11 bulan, campak 1 kali pada usia 9-11 bulan, dan hepatitis

B 3 kali pada usia 0-11 bulan. Sedangkan imunisasi ulangan (lanjutan) adalah

pemberian kekebalan setelah imunisasi dasar atau pada anak usia sekolah

dasar (SD) kelas I dan IV (Supartini, 2004).

Dampak positif imunisasi bagi kesehatan bayi adalah untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah disentri,

tetanus, pertusis (batuk rejan), polio dan tuberkulosis. Adapun dampak

negatif untuk bayi yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap adalah bayi

tersebut dapat berisiko terjangkit atau terserang penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi seperti yang telah disebutkan tadi dan bayi juga berisiko
cacat setelah sakit serta angka kematianpun dapat melonjak tinggi

(Notoatmodjo, 2003).

Target yang ditetapkan pemerintah dalam dua tahun ke depan adalah

bisa mengimunisasi 4.725.470 anak. Jumlah ini diambil dari 7 provinsi, yaitu

DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara,

dan Sulawesi Selatan. Imunisasi ini juga meliputi 63 kabupaten dan kota dari

provinsi tersebut (Apriatni, 2008).

Walaupun pemerintah telah menargetkan imunisasi seperti yang telah

disebutkan diatas, namun pada kenyataannya kegiatan imunisasi sendiri

masih kurang mendapat perhatian dari para ibu yang memiliki bayi. Tidak

sedikit ibu-ibu yang tidak bersedia untuk mengimunisasikan anaknya dengan

alasan yang sangat sederhana yaitu ibu-ibu sibuk dengan urusan rumah

tangga dan ketakutan ibu akan efek samping dari pemberian imunisasi yang

disertai pengetahuan ibu yang rendah tentang imunisasi (Muhamad, 2005).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharsono. Ia

melakukan studi deskripsi tentang pengetahuan, sikap dan prilaku ibu-ibu

etnis Tionghoa tentang imunisasi di kecamatan Kalapa Sampit, kabupaten

Belitung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan baik tentang

imunisasi pada etnis ini hanya 40,20 % sisanya dengan kategori kurang 50, 80

% (M. Ali, 2003).

Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam

masyarakat. Banyak pula orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir

terhadap resiko dari beberapa vaksin. Adapula media yang masih


mempertanyakan manfaat imunisasi serta membesar-besarkan resiko

beberapa vaksin (Muhammad Ali, 2003).

Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam

sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan

dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada

imunisasi, jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak adekuat, melalaikan

peluang untuk pemberian vaksin dan sumber-sumber yang adekuat untuk

kesehatan masyarakat dan program pencegahannya (Nelson, 2000).

Pengetahuan ibu tentang imunisasi akan membentuk sikap positif

terhadap kegiatan imunisasi. Hal ini juga merupakan faktor dominan dalam

keberhasilan imunisasi, dengan pengetahuan yang baik yang ibu miliki maka

kesadaran untuk mengimunisasikan bayi akan meningkat. Pengetahuan yang

dimiliki ibu tersebut akan menimbulkan kepercayaan ibu tentang kesehatan

dan mempengaruhi status imunisasi (M. Ali, 2003).

Berikut adalah data cakupan pencapaian imunisasi dasar pada bayi di

desa Tugumulya wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Darma Kabupaten

Kuningan.

Gambar Tabel 1.1


Laporan PWS Imunisasi di Desa Tugumulya
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma
Tahun 2007

No Imunisasi Target (%) Pencapaian (%) Kesenjangan (%)


1 BCG 98 91 7
2 Polio I 98 88, 8 9, 2
3 Polio II 95 91 4
4 Polio III 93 86, 6 6, 4
5 Polio IV 90 86, 6 3, 4
6 Campak 90 86, 6 3, 4
7 HB Injek 90 57, 7 42, 3
8 DPT HB I 98 88, 8 9, 2
9 DPT HB II 95 84, 4 10, 6
10 DPT HB III 93 88, 8 4, 2
(Sumber : PWS Imunisasi UPTD Puskesmas Darma Tahun 2007)

Dari studi pendahuluan pada tanggal 08 Mei 2008 yang dilakukan di

UPTD Puskesmas DTP Darma. Berdasarkan data di atas ditemukan sebagian

besar cakupan imunisasi dasar belum memenuhi target dan dari 12 orang ibu,

7 orang ibu tidak begitu mengetahui tentang arti dan pentingnya imunisasi

dasar, 5 orang ibu hanya mengetahui arti imunisasi dasar tetapi tidak

mengetahui jenis imuinisasi dasar.

Berdasarkan fenomena dan latar belakang di atas maka peneliti

tertarik untuk mengidentifikasi Hubungan pengetahuan ibu tentang

imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi

di Desa Tugumulya Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Darma

Kabupaten Kuningan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas apakah ada hubungan antara

pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian


imunisasi dasar pada bayi di Desa Tugumulya Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi

dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi di Desa

Darma Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Tugumulya Kabupaten

Kuningan Tahun 2008.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar pada

bayi di Desa Tugumulya Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP

Darma Kabupaten Kuningan Tahun 2008.

b. Untuk mengidentifikasi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada

bayi di Desa Tugumulya Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP

Darma Kabupaten Kuningan Tahun 2008.

c. Untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan ibu tentang

imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada

bayi di Desa Tugumulya Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP

Darma Kabupaten Kuningan Tahun 2008.


E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini bisa dijadikan data dasar dalam memberikan

Asuhan Keperawatan pada Bayi yang berisiko mengalami Penyakit yang

Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

2. Manfaat bagi Puskesmas

Sebagi bahan masukan bagi program KIA (Kesehatan Ibu dan

Anak) untuk lebih meningkatkan kegiatan imunisasi di UPTD Puskesmas

DTP Darma Kabupaten Kuningan dan data dapat digunakan sebagai dasar

antisipasi terjadinya PD3I.

3. Manfaat bagi Institusi STIKes Cirebon

Dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan ibu tentang

imunisasi dasar dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi di

UPTD Puskesmas DTP Darma Kabupaten Kuningan dan dapat dijadikan

data dasar bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian tentang hubungan

pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian imunisasi dasar.


F. Definisi Konseptual dan Operasional

1. Definisi Konseptual

1.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang

lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa

yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003).

1.2 Kepatuhan

Patuh adalah suka menurut (perintah, dan sebagainya) taat (pada perintah, aturan

dan sebagainya) berdisplin. Kepatuhan adalah sifat patuh, ketaatan (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 2001).

2. Definisi Operasional

2.1 Pengetahuan

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu yang berada di Desa

Tugumulya mengenai imunisasi yang mencakup : pengertian imunisasi, manfaat

imunisasi, jenis-jenis vaksin, jarak pemberian, jumlah kali pemberian, tempat

imunisasi, penyakit yang ingin dicegah, efek samping imunisasi.

1.2 Kepatuhan

Kepatuhan dalam penelitian ini adalah kepatuhan ibu yang berada di Desa

Tugumulya terhadap pemberian imunisasi dasar pada bayi (usia 0-1 tahun) yaitu

imunisasi BCG 1x, DPT 3x, Polio 4x , Campak 1x dan Hep. B 3x.

G. Kerangka Pemikiran
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan

(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Dep.Kes, 2000).

Imunisasi telah terbukti sebagai salah satu upaya kesehatan masyarakat yang

sangat penting. Program imunisasi telah menunjukkan keberhasilan yang luar

biasa dan merupakan usaha yang sangat hemat biaya dalam mencegah penyakit

menular. Imunisasi juga telah berhasil menyelamatkan begitu banyak kehidupan

dibandingkan dengan upaya kesehatan masyarakat lainnya. Program ini

merupakan intervensi kesehatan yang paling efektif, yang berhasil meningkatkan

angka harapan hidup. Sejak penetapan the Expanded Program on Immunisation

(EPI) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga

mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian

campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio

yang dapat dicegah setiap tahunnya. Vaksin terhadap 7 penyakit telah

direkomendasikan EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang : BCG,

DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B.

Imunisasi menjadi satu-satunya cara memutus rantai penyebaran penyakit lebih

luas lagi. Pemerintah harus berpacu dengan waktu dalam menggalakan program

imunisasi dan juga menjaga kebersihan lingkungan karena virus dapat masuk

kedalam tubuh manusia melalui sanitasi yang kurang terjaga. Oleh karena itu,

imunisasi tanpa didukung dengan kesadaran masyarakat tidaklah akan berarti,

tentunya akan banyak kendala untuk mencapai target yang diharapkan. Kurangnya

pengetahuan mengenai pentingnya imunisasi justru dari masyarakat yang panik

didalam mengambil keputusan.


Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada prilaku sebagai hasil jangka

menengah dari pendidikan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu prilaku dan faktor diluar prilaku. Selanjutnya

prilaku itu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor (Lawrence Green, 1980) :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, dan sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi imunisasi dasar yaitu : pengetahuan

ibu, soasial ekonomi dan pengaruh keluarga. Pengetahuan ibu adalah sejauh mana

ibu mengetahui arti, manfaat, jenis, jarak pemberian, kali pemberian imunisasi,

efek samping, jenis penyakit yang dapat dicegah dan tempat pemberian imunisasi.

Berdasarkan penelitian Isro (2006) didapatkan data semakin tinggi pengetahuan

ibu tentang imunisasi maka akan mempengaruhi kemauan dan perilaku ibu untuk

mengimunisasi bayi atau anaknya.

Disimpulkan bahwa prilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari

orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas,

sikap, dan prilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan

mendukung dan memperkuat terbentuknya prilaku.


Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat

disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi

bagi anaknya (predisposing factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh

dari posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (enabling

factors). Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh

masyarakat lain di sekitarnya tidak pernah mengimunisasikan anaknya

(reinforcing factors) (Notoatmodjo, 2007).

Adapun untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat pada

gambar bagan 1.2 mengenai hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar

dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi di desa Tugumulya

wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Darrma sebagi berikut :

Gambar 1.2 : Bagan Kerangka Pemikiran

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR

DENGAN KEPATUHAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR

PADA BAYI DI DESA TUGUMULYA WILAYAH KERJA

UPTD PUSKESMAS DTP DARMA

(Lawrence Green, 1980)

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Imunisasi

1. Pengertian

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten, jadi imunisasi adalah suatu

tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukan vaksin kedalam

tubuh manusia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai

daya kemampuan untuk mencegah penyakit disebabkan kuman penyakit tertentu.

Kebal ada 2 macam, kebal alami dan kebal buatan (Imunisasi). Kebal atau resisten

terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lainnya. (Pedoman

Pelaksanaan UKS : 2004).

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan

(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Dep. Kes, 2000).

Istilah kekebalan biasanya dihubungkan dengan perlindungan terhadap suatu

penyakit tertentu. Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif, yaitu tubuh

tidak membentuk imunitas, tetapi menerima imunitas, sedangkan pada imunitas

aktif tubuh membentuk kekebalan sendiri (Supartini, 2004).

2. Tujuan Imunisasi

a. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (PD3I).

b. Tujuan Khusus

1) Tercapainya target Universal Child Imunization (UCI) yaitu cakupan imuniasi

lengkap minimal 80 % secara merata pada bayi di 100% kelurahan pada tahun

2010.

2) Tercapainya eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) yaitu insiden

dibawah 1 per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun 2008

3) Eradikasi polio (ERAPO) pada tahun 2008

4) Tercapinya Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2006.

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Apapun imunisasi yang akan diberikan, ada beberapa hal penting yang harus

diperhatikan perawat, yaitu sebagai berikut :

1. Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut :

a) Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau sakit.

b) Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat sebelumnya.

c) Penyakit yang dialami dimasa lalu dan sekarang.

2. Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), terlebih dahulu sebelum menerima

imunisasi (informed concern). Pengertian mencakup jenis imunisasi, alasan

diimunisasi, manfaat imunisasi dan efek sampingnya.


3. Catatan imunisasi yang lalu (apabila sudah pernah mendapat imunisasi

sebelumnya), pentingnya menjaga kesehatan melalui tindakan imunisasi.

4. Pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pemberian imunisai pada anak harus

didasari pada adanya pemahaman yang baik dari orang tua tentang imunisasi

sebagai upaya pencegahan penyakit. Perawat harus memberikan pendidikan

kesehatan ini sebelum imunisasi diberikan pada anak. Gali pemahaman orang tua

tentang imunisasi anak. Gunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatakn

informasi seluas-luasnyatentang pemahaman orang tua berkaitan dengan

pemeliharaan kesehatan anak melaului pencegahan penyakit dengan imunisasi

supaya dapat memberikan pemahaman yang tepat. Pada akhirnya diharapkan

adanya kesadaran orang tua untuk mmelihara kesehatan anak sebagai upaya

meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

5. Kontra indikasi pemberian imunisasi. Ada beberapa kondisi yang menjadi

pertimbangan untuk tidak memeberikan imunisasi pada anak, yaitu :

a. Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab serius

b. Perubahan pada sistem imun yang tidak dapat menerima vaksin virus hidup.

c. Sedang dalam pemberian obat-oabt yang menekan sistem imun, seperti

sitostatika, transfusi darah, dan imunoglobulin.

d. Riwayat alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya seperti pertusis.

4. Jenis Imunisasi

Jenis imunisasi ini mencakup vaksinasi terhadap 7 penyakit utama, yaitu vaksin

BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis B. harus menjadi perhatian dan
kewajiban orang tua untuk memberi kesempatan kepada anaknya mendapat

imunisasi lengkap, sehingga sasaran pemerintah agar setiap anak mendapat

imunisai dasar terhadap 7 penyakit utama yang dapat dicegah dengan imunisasi

dapat dicapai.

a. BCG

1) Vaksinasi dan jenis vaksin

Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadp

penyakit tuberculosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus

Calmette-Guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah dilemahkan.

2) Cara Imunisasi

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai

berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0-2 bulan. Hasil yang memuaskan

trlihat apabila diberikan menjelang umur 2 bulan. Imunisasi BCG cukup diberikan

satu kali saja. Pada ank yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk

melakukan uji mantoux sebelum imunisasi BCG. Gunanya untuk mengetahui

apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya hasil uji mantoux positif,

anak tersebut selayaknya tidak mendapat imunisasi BCG.

Tetapi bila imunisasi BCG dilakukan secara masal (sekolah dan tempat umum

lainnya), maka pemberian suntikan BCG dilaksanakan secara langsung tanpa uji

mantoux terlebih dahulu. Hal ini dilakukan mengingat pengaruh beberapa faktor,

seperti segi teknis penyuntikan BCG, keberhasilan program imunisasi, segi

epidemologis, dan lain-lain. Penyuntikan BCG tanpa uji Mantoux pada dasarnya

tidak membahayakan. Bila pemberian imunisasi BCG itu berhasil, setelah


beberapa minggu ditempat suntuikan akan terdapat suatu benjolan kecil. Tempat

suntikan itu kemudian berbekas. Kadang-kadang benjolan tersebut bernanah,

tetapi akan sembuh sendiri. BCG dilakukan dilengan kanan atas atau paha kanan

atas.

3) Kekebalan

Jaminan imunisasi tidaklah mutlak 100% bahwa anaka anda akan terhindar sama

sekali dari penyakit TBC. Seandainya bayi yang telah mendapt imunisasi

terjangkit pula penyakit TBC, maka ia akan menderita TBC dalam bentuk yang

ringan. Iapun akan terhindar dari kemungkinan mendapat TBC yang berat seperti

TBC paru berat, TBC tulang, yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup dan

membahayakan jiwa.

4) Reaksi Imunisasi

Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan menderita demam. Bila ia demam

setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh keadaan lain. Untuk hal ini

klien dianjurkan berkonsultasi dengan dokter.

5) Efek Samping

Umumnya pada imunisasi BCG jarang dijumpai akibat efek samping. Mungkin

terjadi akibat pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan

biasanya sembuh dengan sendirinya walaupun kadang sangat lambat.

Pembengkakan kelenjar terdapat diketiak atau leher bagian bawah, suntikan di

paha dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar ini biasanya disebabkan karena

penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan terlalu dalam.

6) Kontra indikasi
Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG kecuali pada anak yang

berpenyakit TBC atau menunjukan uji Mantouxs positif.

b. DPT ( Difteri, Pertusis dan Tetanus)

1) Vaksin dan jenis vaksin

Vaksin ini mengandung kuman difteri dan tetanus yang dilemahkan serta kuman

Bordetella Pertusi yang dimatikan. Vaksin ini dapat mencegah penyakit difteri,

pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT dilakukan pada usia 3 bulan dan diulang pada

usia 1,5 tahun dan 5 tahun. Setelah disuntik bayi kan demam, nyeri dan bekas

suntikan akan bengkak selama 1-2 hari.

2) Cara Imunisasi

Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 2 tahun atau kurang lebih satu

tahun setelah suntikan imunisasi dasar ketiga. Imunisasi ulang berikutnya

dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD vaksin pertusis

tidak dianjurkan untuk anak yang berusia lebih dari 7 tahun karena reaksi yang

timbul dapt lebih hebat, selain itu juga karena perjalanan penyakit pertusis pada

anak berumur lebih dari 5 tahun tidak parah. Difteria atau batuk rejan diduga bila

luka pada anak akan terinfeksi tetanus.

3) Kekebalan

Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteria cukup baik, yaitu sebesar 80-90%

dan daya proteksi vaksin tetanus sangat baik, yaitu sebesar 90-95%. Oleh karena

itu tidak jarang anak yang telah mendapatkan imunisasi pertusis masih terjangkit

batuk rejan dalam bentuk yang lebih ringan.


4) Reaksi imunisasi

Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa

nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari.

5) Efek samping

Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih berat, seperti demam tinggi,

atau kejang yang biasanya disebabkan oleh unsure pertusisnya. Bila hanya

diberikan DT (Difteria, Tetanus) tidak kanmenimbulkan akibat efek samping

demikian.

6) Kontra indikasi

Imunisasi ini tidak boleh diberikan pada anak yang sakit parah dan menderita

penyakit kejang demam kompleks. Juga tidak boleh diberikan pada anak dengan

batuk yang diduga mungkin sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal pada

penyakit gangguan kekebalan. Bila suntikan DPT pertama terjadi reaksi yang

berta maka sebaiknya suntukan berikut jangan diberikan DPT lagi melainkan DT

saja. Sakit batuk, filek dan demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan

merupakan kontra indikasi yang mutlak.

c. Vaksin Poliomielitis

1) Vaksin dan jenis Vaksin

Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus

polio tipe I, II, dan III; yaitu (1) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II,

dan III yang sudah dimatikan (vaksin salk), cara pemberiannya denagn

penyuntikan; dan (2) vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang
masih hidup telah dilemahkan (Vaksin Sabin), cara pemberiannya melalui mulut

dalam bentuk pil atau cairan.

2) Cara Imunisasi

Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut. Imunisasi dasar

diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya setiap

4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapt bersamaan dengan pemberian vaksin

BCG, vaksin Hepatitis B, dan DPT. Bagi bayi yang sedang sedang menetek maka

ASI dapat diberikan seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin

polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.

3) Kekebalan

Daya proteksi vaksin polio sangat baik, yaitu sebesar 95-100%.

4) Reaksi imunisasi

Biasanya tidak ada, mungkin pada bayi akan terdapat berak-berak ringan.

5) Efek samping

Pada imunisasi polio hampir tidak ada efek samping. Bila ada, mungkin berupa

kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya.

6) Kontra Indikasi

Pada anak-anak dengan diare berat (kemungkinan terjadi diare lebih parah) atau

yang sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan. Demikian pula

pada anak yang mengalami gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio.

d. Vaksin Campak ( Morbilli )

1) Vaksin dan jenis vaksin


Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin

campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering

dikombinasikan dengan vaksin gondong/bengok (mumps) dan rubella (campak

Jerman ). Di Amerika Serikat kemasan terakhir terkenal dengan nama vaksin

MMR (Measles Mumps Rubella vaccine).

2) Cara Imunisasi

Menurut WHO (1979) imunisasi campak cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan

setelah bayi berumur 9 bulan. Lebih baik lagi setelah ia berumur 1 tahun. Karena

kekebalan yang diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan

imunisasi ulang lagi. Sebenarnya imunisasi campak dapat diberikan sebelum bayi

berumur 9 bulan, misalnya antara umur 6-7 bulan.

3) Kekebalan

Daya proteksi imunisasi campak sangat tinggi, yaitu 96-99%. Menurut penelitian

kekebalan ini berlangsung seumur hidup sama langgengnya denagn kekebalan

yang diperoleh bila anak terjangkit campak secara alamiah.

4) Reaksi imunisasi

Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisai. Mungkin terjadi demam ringan

dan tampak sedikit bercak merah pada pipi bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah

penyuntikan. Mungkin pula terdapat pembengkakan pada tempat suntikan.

5) Efek samping

Sangat jarang, mungkin dapat berupa kejang yang ringan dan tidak berbahaya

pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Selain itu dapt terjadi radang otak
(ensefalitis/ensefalopati) dalam waktu 30 hari setelah imunisasi (sangat jarang

yaitu 1 diantara 1 juta suntikan).

6) Kontra Indikasi

Menurut WHO (1963), indikasi kontra hanya berlaku terhadap anak yang sakit

parah, yang menderita TBC tanpa pengobatan, atau yang menderita kurang gizi

dalam derajat berat. Vaksinasi campak juga sebaiknya tidak diberikan pada anak

dengan penyakit gangguan kekebalan. Juga tidak diberikan pada anak yang

menderita penyakit keganasan atau sedang dalam pengobatan penyakit keganasan.

e. Vaksin Hepatitis B

1) Vaksin dan jenis vaksin

Jenis vaksin ini baru dikembangkan setelah diteliti bahwa virus hepatitis B

mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit lever. Vaksin terbuat dari

bagian virus hepatitis B yang dinamakan HBsAg, yang dapat menimbulkan

kekebalan tetapi tidak menimbulkan penyakit.

2) Cara Imunisasi

Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak 3 kali

dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, dan lima bulan antara

suntikan 2 dan 3. Imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah imunisasi dasar. Cara

pemberian imunisasi dasar disesuaikan dengan rekomendasi pabrik pembuatnya.

Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus hepatitis B, harus

dilakukan imunisasi pasif memakai imunoglobulin khusus anti hepatitis B dalam

waktu 24 jam setelah kelahiran.

3) Kekebalan
Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi, yaitu berkisar antara 94-96%.

4) Reaksi imunisasi

Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan, yang

mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini kan

menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi lian yang mungkin terjadi ialah demam

ringan.

5) Efek samping

Selama pemakaian 10 tahun ini tidak adanya efek samping yang berarti. Dan

melalui penelitian yang lebih luas WHO tetap menganjurkan pelaksanaan

hepatitis B.

6) Kontra Indikasi

Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit berat. Dapat

diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin.

Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan

ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.

5. Cara dan Waktu Pemberian Imunisasi

Tabel 2.1

Cara pemberian imunisasi (Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia,

Depkes 2000, hlm. 40)

Vaksin Dosis Cara Pemberian

BCG
DPT

Polio

Campak

Hepatitis B 0,05 cc

0,5 cc

2 tetes

0,5 cc

0,5 cc Intrakutan tepat di insersio muskulus deltoides kanan

Intramuskular

Diteteskan ke mulut

Subkutan, biasanya di lengan kiri atas

Intramuskular pada bagian luar

Tabel 2.2

Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi (Petunjuk Pelaksanaan Program

Imunisasi di Indonesia, Depkes 2000, hlm. 40)

Vaksin Pemberian Selang Waktu Pemberian Umur Keterangan

BCG

DPT

Polio

Campak
Hepatitis B 1 kali

3 kali

4 kali

1 kali

3 kali -

4 minggu

4 minggu

4 minggu 0-11 bln

2-11 bln

0-11 bln

9-11 bln

0-11 bln

Untuk bayi yang lahir di RS/Puskesmas, hep. B, BCG, dan polio dapat segera

diberikan

6. Kegiatan Program Imunisasi

a. Imunisasi rutin

Adalah kegitan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus dilaksanakan

pada periode waktu yang telah ditetapkan. Tujuan nya dalah untuk melengkapi

imunisasi rutin pada bayi dan wanita usia subur (WUS) seperti kegiatan Sweeping
pada bayi dan kegiatan akselarasi Maternal Tetanus Elimination (MNTE) pada

WUS.

b. Imunisasi tambahan

Adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari

hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini bersifat tidak rutin, membutuhkan

biaya khusus dan dilaksanakan dalam satu periode tertentu.

c. Imunisasi dalam penanganan KLB (Kejadian Luar Biasa)

Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan

situasi epidemologi penyakit masing-masing.

d. Kegiatan-kegiatan imunisasi tambahan untuk penyakit tertentu dalam wilayah,

luas dan waktu tertentu.

a) PIN (Pekan Imunisasi Nasional)

Dilaksanakan secara serentak nasional. Mempercepat pemutusasn siklus

kehidupan virus polio importasi. Memberikan vaksin polio kepada setiap balita

termasuk bayi baru lahir tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.

Pemberian imunisasi dilakukan 2 kali masing-masing 2 tetes dengan interval 1

bulan. Berguna sebagai booster/imunisasi ulangan.

b) Sub PIN

Memutuskan rantai penularan polio bila ditemukan satu kasus polio. Wilayah

terbatas, pemberian 2 kali dengan interval 1 bulan secara serentak pada seluruh

sasran berumur kurang dari satu tahun.

c) Catch Up Campaign Campak


Memutuskan transmisi penularan virus campak pada anak sekolah dan balita.

Pemberian imunisasi secara serentak pada anak sekolah dasar dan balita tanpa

mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Bergeuna sebagai imunisasi

ulangan.

7. Tempat mendapatkan pelayanan imunisasi :

1. Puskesmas

- KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)

- UKS (Usaha Kesehatan Masyarakat)

- Posyandu

- Balai Pengobatan

2. Non Puskesmas, meliputi :

- Rumah Sakit

- Rumah Sakit Bersalin

- Rumah Bersalin

- Dokter Praktek Anak

- Dokter Umum Praktek

- Dokter Spesialis Kebidanan

- Bidan Praktek

- Klinik-klinik Kesehatan

- Balai Kesehatan Masyarakat

B. Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui penglihatan, penciuman, rasa, raba, dan sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga ( Soekidjo Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh

seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskriptif, hipotesis,

konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah

benar atau berguna (Wikipedia Indonesia).

Pengetahuan menurut HR Bloom adalah hasil tahu yang dimiliki individu atau

dengan memperjelas fenomena sekitar. Sedangkan menurut Indra Jaya

pengetahuan didefinisikan sebagai berikut :

a. Sesuatu yang ada atau dianggap ada

b. Sesuatu hasil persesuaian subjek dan objek

c. Hasil kodrat manusia

d. Hasil persesuian antara induksi dengan deduksi

Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan (reality). Salah satu cara

untuk mendapatkan dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisiatau dari yang

berwenang di masa lalu yang umumnya dikenal, seperti aristoteles.

Pengetahuan juga mungkin diperoleh berdasarkan pengumuman sekuler atau

kekuasaan agama, negara, atau gereja. Cara lain untuk mendapat pengetahuan

dengan pengamatan dan eksperimen : metode ilmiah. Pengetahuan juga

diturunkan dengan cara logika secara tradisional, otoratif atau ilmiah atau
kombinasi dari mereka, dan dapat atau tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan

dan pengetesan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengetahuan dan penelitian

ternyata prilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran yang tertentu mempunyai metode

atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang

dapat disusun secara sistematis dan diakui secara universal, maka terbentuknya

disiplin ilmu dengan perkataan lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjadi

ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Mempunyai objek kajian

b. Mempunyai metode pendekatan

c. Bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum)

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan yang

dicakup didalam domain kognitif.

Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :

a. Know / Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari merupakan

tingkatan pengetahuan yang paling rendah.

b. Comprehension / Memahami
Memahami merupakan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang akan diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Application / Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mneggunakan materi yang tealh

dipelajari pada situasi atau kondisi riil.

d. Analisys / Analisa

Analisa suatu kemampuan dalam menjabarkan materi atau objek kedalam

komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut.

e. Sintesa

Sintesa menunjukan kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-

bagian dalam suatu bentuk keseluruh yang baru. Dengan kata lain suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi yang sudah ada.

f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek atau materi.

Pengukuaran penegtahuan dapat dilakukan dengan wawancara tau angket yang

menanyakan tentang isi mmateri yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas

Sementara Roger (1974), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

prilaku baru (berprilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan yakni :
a. Awareness (kesadran) terhadap orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui lebih dahulu terhadap stimulus.

b. Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu disini sikap subjek mulai

timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial (mencoba) dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaption (adopsi) dimana subjek telah berprilaku baru sessuia denagn

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogert menyimpulkan kedua

perubahan prilaku tidak melewati tahap-tahap tersebut diatas. (Notoatmodjo,

2007).

3. Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Pengetahuan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah

sebagi berikut :

a. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah meneriam informasi

sehingga banyak pula pengetahuan yang dimilik.

b. Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat

berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.

c. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan, pengalaman pribadi ataupun dapat digunakan sebagi

upaya memperoleh pengetahuan.

d. Sumber Informasi

Merupakan informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan

kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya. Dengan pengethauan itu

akan menyebabkan seseorang berprilaku sesuai dengan yang dimilikinya.

e. Penghasilan

Penghasilan yang rendah akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk

memenuhi kebutuhan gizi, pendidikan dan kebtuhan lainnya. (Notoatmodjo,

2003).

4. Indikator Pengetahuan

Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan

atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokan menjadi :

1) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi :

- penyebab penyakit

- gejala/tanda-tanda penyakit

- bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan


- bagaiamana cara penularannya

- bagaiamana cara pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya.

1) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat,

meliputi :

- jenis-jenis makanan yang bergizi

- manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan

- pentingnya olah raga bagi kesehatan

- penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minum keras, narkoba, dan

sebagainya.

- pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebagainya bagi kesehatan.

1) Pengetahuan tentang ksehatan lingkungan

- manfaat air bersih

- cara-cara pembuangan air limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran

yang sehat dan sampah

- manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat

- akibat polusi bagi kesehatan. (Soekidjo Notoatmojdo, 2007).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Berdasarkan dengan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan

adalah deskriptif korelasional (correlation study) merupakan

penelitian/penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau

sekelompok subjek (Notoatmodjo, 2005). Peneliti ingin mengetahui apakah ada

hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kepatuhan

pemberian imunisasi dasar pada bayi.

2. Variabel dan Hipotesa Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain. Definisi

lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat,

atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesutau

konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status

perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel

kuantitatif dimana dalam penelitian ini terdiri dari skala nominal dan ordinal.

a. Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas (independen) adalah variabel yang dapat mempengaruhi atau

merubah variabel lain (Praktiknya, 2007). Dalam penelitian ini yang dimaksud

dengan variabel bebas adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar,

merupakan skala ordinal.

b. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat adalah variabel yang berubah karena pengaruh variabel

independen. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan variabel terikat adalah
kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi di desa Tugumulya wilayah kerja

Puskesmas DTP Kec. Darma Kab. Kuningan, merupakan skala nominal.

Adapun untuk lebih jelasnya mengenai variabel dalam penelitian ini dapat

dijabarkan dalam tabel sebagai berikut :

No Variabel Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Pengetahuan Pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu yang

berada di Desa Tugumulya mengenai imunisasi yang mencakup : pengertian

imunisasi, manfaat imunisasi, jenis-jenis vaksin, jarak pemberian, jumlah kali

pemberian, tempat imunisasi, penyakit yang ingin dicegah, efek samping

imunisasi.

Kuisioner 1. Baik 75%-100%.

2. Sedang 50-75%.

3. Kurang 7 jenis imunisasi)

2. Frekuensi pemberian imunisasi pada bayi tidak lengkap dan tidak sesuai jadwal

(Tidak Patuh : 0,3 maka item dinyatakan valid, sedangkan jika (r) < 0,3 item tidak

valid (Notoatmodjo, 2005).

Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan SPSS, korelasi skor item

pertanyaan dengan skor total pertanyaan, hasilnya berada pada interval 0,108

sampai dengan 0,767. Jika dibandingkan dengan nilai skor rtabel untuk responden

(N) = 10 adalah (0,30), item pertanyaan nomor 13 (0,285) dan nomor 15 (0,108)

tidak valid karena 0,7) > r table, maka pertanyaan tersebut realibel (Hastono,

2004).
Berdasarkan hasil uji realibilitas dengan menggunakan SPSS, kuisioner

dinyatakan reliabel karena nilai alfa = 0,790 > 0,7.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang diperoleh penulis dengan menggunakan kuesioner yaitu daftar

pertanyaan yang dibuat dalam bentuk sederhana dengan metode pertanyaan

tertutup yang diberikan kepada pihak responden yang telah terpilih, sehingga

memperoleh data yang berhubungan dengan judul skripsi. Data tersebut terbagi

dalam :

a. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan melalui penyebaran

kuisioner kepada responden untuk memperoleh tanggapan, penjelasan dari

responden yang dianggap mewakili populasi.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data sekunder

diperoleh dari catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan dengan

topik penelitian yang dilakukan.

5. Analisa dan Pengolahan Data

a. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan dua cara yaitu :

1) Analisa Univariat
Setelah data diolah, masing-masing variable dimasukan kedalam data tabel

distribusi frekuensi, kemudian dapat juga dicari prosentase dan mean dari data

tersebut. Rumus yang digunakan :

P = F x 100%

Keterangan :

P = Persentase

F = Frekuensi menjawab benar

= Jumlah pertanyaan

Pengetahuan dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal dengan kriteria :

baik, sedang, dan kurang dengan kriteria sebagi berikut :

Baik jika nilai quartile (> 75% 100%)

Sedang jika nilai quartile (50-75%)

Kurang jika nilai quartile (< 50%)

2) Analisa Bivariat

Mempunyai tujuan untuk melihat hubungan antara pengetahuan Ibu, dengan

kepatuhan pemberian imunisasi serta dilanjutkan kedalam tabel silang untuk

menganalisa hubungan diantara variabel bebas dengan variabel tergantung,

kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square dengan

derajat kemaknaan 95 %. Kemudian untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan

statistik dengan cara membandingkan nilai 2 dengan = 0,05 bila t tabel maka

terdapat hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel

tergantung, rumus Chi Square tersebut adalah sebagai berikut :


2 = fo fh

fh

Keterangan :

2 : Chi kuadrat

fo : Frekuensi yang diobservasi

fh : Frekuensi yang diharapkan

Pengujian syarat hipotesis

2 : Hitung 2 tabel kesimpulan Ho ditolak

2 : Hitung 2 tabel kesimpulan Ho diterima

dk = (b-1) (k-1)

Keterangan :

dk : Derajat Kemaknaan

k : Jumlah kolom

d : Jumlah baris

b. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh

karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses

pengolahan data adalah :

1) Memeriksa Data (Editing)

Proses editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar

pertanyaan, kartu atau buku register. Kegiatan memeriksa data yaitu

menjumlahkan dan melakukan koreksi.

2) Memberikan Kode (Coding)


Pemberian kode dilakukan untuk mempermudah pengolahan, sebaiknya semua

variabel diberi kode terutama data klasifikasi.

3) Menyusun Data (Tabulating)

Tabulasi data yang telah lengkap disusun sesuai dengan variabel yang dibutuhkan

lalu dimasukan kedalam tabel distribusi frekuensi. Setelah diperoleh hasil dengan

cara perhitungan, kemudian nilai tersebut dimasukan ke dalam kategori nilai yang

telah dibuat.

6. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian atau langkah-langkah penelitian bergeuna untuk

mempermudah peneliti menyelesaikan penelitian. Adapun prosedur atau langkah-

langkah penelitian ini sebagai berikut :

a. Tahap Persiapan

1. Menentukan masalah

2. Memilih lahan penelitian

3. Melakukan studi pendahuluan

4. Menyusun proposal

5. Seminar proposal penelitian

b. Tahap Pelaksanaan

1. Izin Penelitian

2. Mendapatkan informed consent dari responden

3. Melakukan pengumpulan data

4. Melakukan pengolahan dan analisa data


c. Tahap Akhir

1. Menyusun laporan hasil penelitian

2. Sidang atau presentasi hasil penelitian

7. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di desa Tugumulya wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP

Kec. Darma Kab. Kuningan dan dilakukan pada minggu ke 3 bulan Mei sampai

dengan Juni 2008 atau mulai tanggal 12 Mei 14 Juni 2008

Anda mungkin juga menyukai