Eter/Alkoksi Alkana
1.Rumus Umum
c) Gugus alkoksi merupakan salah satu substituen , sehingga penulisan namanya harus
berdasarkan urutan abjad huruf pertama nomor substituen.
d) Awalan di-, tri-, sek-, ters-, tidak perlu diperhatikan dalam penentuan urutan abjad
sedangkan awalan yang tidak dipisahkan dengan tanda hubung (antara lain : iso-, dan
neo-) diperhatikan dalam penentuan urutan abjad.
Contoh :
b. Trivial
Contoh :
Contoh :
3) Penulisan substituen alkil tidak harus menurut urutan abjad.
Sifat Kimia
a. Oksidasi
Oksidasi suatu eter dengan campuran kalium bikromat dan asam sulfat akan
menghasilkan aldehida.
Contoh :
Contoh :
d. Hidrolisis
Contoh :
e. Halogenasi
Eter dapat mengalami reaksi substitusi oleh halogen. Substitusi terjadi pada atom H.
Contoh :
Pembuatan Eter
Eter dapat dibuat dengan mereaksikan antara alkil halida dengan natrium alkoksida. Hasil
samping diperoleh garam natrium halida.
Contoh :
Alkil halida bereaksi dengan perak(I) oksida menghasilkan eter. Hasil samping diperoleh
garam perak halida.
Contoh :
Eter dapat dibuat dengan dehidrasi alkohol primer dengan asam sulfat dan katalis alumina.
Contoh :
Kegunaan Eter
Senyawa-senyawa eter yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara
lain
1) Dietil eter (etoksi etana) biasanya digunakan sebagai pelarut senyawa-senyawa organik.
Selain itu dietil eter banyak digunakan sebagai zat arestesi (obat bius) di rumah sakit.
2) MTBE (Metil Tertier Butil Eter),Senyawa eter ini digunakan untuk menaikan angka oktan
besin menggantikan kedudukan TEL / TML, sehingga diperoleh bensin yang ramah
lingkungan. Sebab tidak menghasilkan debu timbal (Pb2+) seperti bila digunakan TEL / TML
3) Bi bidang otomotif, eter digunakan untuk menghidupkan mesin yang tak mau menyala.
Bahkan eter juga digunakan sebagai tambahan bahan bakar sehingga laju mesin lebih kencang.
b. Dampak
Pada konsentrasi rendah, eter dapat menyebabkan pusing kepala, sedangkan pada konsentrasi
tinggi menyebabkan tidak sadarkan diri.
Pembelahan eter
Walaupun eter tahan terhadap hidrolisis, ia dapat dibelah oleh asam-asam mineral seperi
asam bromat dan asam iodat. Asam klorida hanya membelah eter dengan sangat lambat.
Metil eter umumnya akan menghasilkan metil halida:
ROCH3 + HBr CH 3Br + ROH
Reaksi ini berjalan via zat antara onium, yaitu [RO(H)CH3] + Br -.
Beberapa jenis eter dapat terbelah dengan cepat menggunakan boron tribomida (dalam
beberapa kasus aluminium klorida juga dapat digunakan) dan menghasilkan alkil bromida.
Berganting pada substituennya, beberapa eter dapat dibelah menggunakan berbagai jenis
reagen seperti basa kuat
Pembentukan peroksida
Eter primer dan sekunder dengan gugus CH di sebelah oksigen eter, dapat membentuk
peroksida, misalnya dietil eter peroksida. Reaksi ini memerlukan oksigen (ataupun udaara),
dan dipercepat oleh cahaya, katalis logam, dan aldehida. Peroksida yang dihasilkan dapat
meledak. Oleh karena ini, diisopropil eter dan tetrahidrofuran jarang digunakan sebagai pelarut.
Sebagai basa Lewis
Eter dapat berperan sebagai basa Lewis maupun basa Bronsted. Asam kuat dapat memprotonasi
oksigen, menghasilkan "ion onium". Contohnya, dietil eter dapat membentuk kompleks dengan
boron trifluorida, yaitu dietil eterat (BF3-OEt2). Eter juga berkooridasi dengan Mg(II) dalam
reagen Grignard. Polieter (misalnya eter mahkoya) dapat mengikat logam dengan sangat kuat.
Sintesis
Eter dapat disintesis melalui beberapa cara:
Dehidrasi alkohol
Dehidrasi senyawa alkohol dapat menghasilkan eter:
2 R-OH R-O-R + H2O
Reaksi ini memerlukan temperatur yang tinggi (sekitar 125 C). Reaksi ini dikatalisis oleh
asam, biasanya asam sulfat. Metode ini efektif untukn menghasilkan eter simetris, namun tidak
dapat digunakan untuk menghasilkan eter tak simetris. Dietil eter dihasilkan dari etanol
menggunakan metode ini. Eter siklik dapat pula dihasilkan menggunakan metode ini.
Sintesis eter Williamson
Eter dapat pula dibuat melalui substitusi nukleofilik alkil halida oleh alkoksida
R-ONa + R'-X R-O-R' + Na
Reaksi ini dinamakan sintesis eter Williamson. Reaksi ini melibatkan penggunaan alkohol
dengan basa kuat, menghasilkan alkoksida, yang diikuti oleh adisi pada senyawa alifatik terkait
yang memiliki gugus lepas (R-X). Gugus lepas tersebut dapat berupa iodida, bromida, maupun
sulfonat. Metode ini biasanya tidak bekerja dengan baik dengan aril halida (misalnya
bromobenzena). Reaksi ini menghasilkan rendemen reaksi yang tinggi untuk halida primer.
Halida sekunder dan tersier sangat rawan menjalani reaksi eliminasi E2 seketika berpaparan
dengan anion alkoksida yang sangat basa. Dalam reaksi lainnya yang terkait, alkil halida
menjalani substitusi nukleofilik oleh fenoksida. R-X tidak dapat digunakan untuk bereaksi
dengan alkohol. Namun, fenol dapat digunakan untuk menggantikan alkohol. Oleh karena
fenol bersifat asam, ia dapat bereaksi dengan basa kuat seperti natrium hidroksida, membentuk
ion fenoksida. Ion fenoksida ini kemudian mensubstitusi gugus -X pada alkil halida,
menghasilkan eter dengan gugus aril
yang melekat padanya melalui mekanisme reaksi SN2.
Pembuatan epoksida
Epoksida biasanya dibuat melalui oksidasi alkena. Eposida yang paling penting dalam industri
adalah etilena oksida, yang dihasilkan melalui oksidasi etilena dengan oksigen. Epoksida
lainnya dapat dihasilkan melalui dua cara:
a. Melalui oksidasi alkena dengan peroksiasam seperti Asam meta-
kloroperoksibenzoat (m-CPBA).
b. Melalui substitusi nukleofilik intramolekuler halohidrin.
Dietil eter Merupakan pelarut umum pada suhu rendah (b.p. 34.6 C), dan
dulunya merupakan zat anestetik. Digunakan sebagai cairan starter kontak pada mesin diesel.
Dioksana Merupakan eter siklik dan pelarut pada suhu tinggi (b.p. 101.1 C)
Tetrahidrofuran(THF) Eter siklik, salah satu eter yang bersifat paling polar yang
digunakan sebagai pelarut.
Anisol (metoksibenzena) Merupakan eter aril dan komponen utama minyak
esensial pada biji adas manis.
Eter mahkota Polieter siklik yang digunakan sebagai katalis transfer fase.
Polietilen glikol (PEG) Merupakan polieter linear, digunakan pada kosmetik dan
farmasi.
Epoksida
Epoksida adalah senyawa eter siklik dengan cincin yang memiliki tiga anggota. Struktur dasar
dari sebuah epoksida berisi sebuah atom oksigen yang diikat pada dua atom karbon berdekatan
yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan dari cincin dengan tiga anggota ini membuat senyawa
epoksida menjadi lebih reaktif daripada eter asiklik. Karakteristik dari senyawa epoksida
adalah gugus oksiran yang terbentuk oleh oksidasi dari senyawa olefinik atau senyawa
aromatik ikatan ganda.
Senyawa epoksida merupakan senyawa yang sangat penting sama seperti produk kimia
lainnya, misalnya resin. Epoksida minyak, yang produksinya mencapai sekitar level 50.000 ton
per tahun, memiliki fungsi utama sebagai plastisizer dan stabilisator pada PVC (Gunstone,
1996). Bentuk gugus epoksi, antara lain :
Terminal
Internal
Dan mungkin memiliki pengganti pada atom karbon selain hidrogen, misalnya:
Gugus epoksi dapat pula menjadi bagian dalam sebuah struktur cincin, seperti:
Senyawa epoksida dapat dibuka dengan mudah, di bawah kondisi asam atau basa.
Contohnya, hidrolisis propilen oksida yang dikatalis dengan senyawa asam atau basa untuk
menghasilkan propilen glikol.
Epoksida merupakan gugus yang sangat reaktif, terutama dalam larutan asam karena akan
menaikkan kecepatan pembukaan cincin oksida dengan cara protonasi kepada atom oksigen
dan berinteraksi dengan berbagai macam reagen nukleofilik (Gunstone, 1996).
Salah satu produk penting industri petrokimia yang dapat dihasilkan dari minyak nabati
adalah senyawa polihidroksi trigliserida. Senyawa ini banyak digunakan sebagai bahan
poliuretan, bahan aditif plastik, pelumas, surfaktan, dll sehingga kebutuhan akan senyawa ini
menjadi sangat tinggi. Senyawa polihidroksi trigliserida dihasilkan melalui reaksi hidroksilasi.
Reaksi hidroksilasi meliputi dua tahap reaksi, yaitu reaksi epoksidasi dan reaksi pembukaan
cincin oksiran. Pada penelitian ini akan dibahas lebih mendalam mengenai reaksi epoksidasi.
Karena kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiren, epoksida dapat berlaku sebagai bahan
baku untuk sintesis berbagai macam varietas kimia, seperti alkohol, glikol, alkanolamin,
komponen karbonil, komponen olefin, dan polimer, seperti poliester, poliuretan, dan resin
epoksi (Dinda et al, 2008).
Reagen (produk): HX = H2 (alkohol), H2O (diol), ROH (alkoksi alkohol), RCOOH
(asiloksi alkohol), RCONH2 (asilamino alkohol), H2S (merkapto alkohol), HCN (cyano
alkohol), HBr (bromo alkohol). Reaksi epoksidasi (terutama yang berasal dari triasilgliserol)
dengan alkohol polihidrik menghasilkan komponen polihidroksi yang mana dapat direaksikan
dengan diisosianat untuk menghasilkan poliuretan. Epoksida dapat dikonversi menjadi keton
melalui reaksi dengan natrium iodida dalam polietilen glikol (Gunstone, 1996).
Sebagai kesimpulan, epoksida diproduksi bukan hanya sebagai produk akhir, tetapi juga
sebagai intermediet karena epoksida merupakan komponen yang sangat bernilai dalam sintesis
kimia organik. Sekarang ini, beberapa usaha telah dilakukan agar reaksi dapat berlangsung
secara selektif dengan penggunaan katalis (Brown et al., 2009).