Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KROMATOGRAFI GAS

Disusun Oleh

Mala Amalia

Tiara L Suryani

E Muhammad Firdaus

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya yang telah melipahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Kimia Analitik II tentang Kromatografi gas.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi teratasi.
Terlepas dari semua itu Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh
dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan untuk dijadikan pedoman pada penulisan berikutnya. Harapan kami
semoga penulisan karya tulis ilmiah ini bisa bermanfaat bagi pembaca umumnya
dan khususnya bagi penulis. Aamin..

Sukabumi, 01 Juni 2017

Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ilmu kimia khususnya kimia analaitik pada dasarnya menyangkut
penentuan komposisi kimiawi suatu materi yang dahulu merupakan tujuan utama
seorang ahli kimia analitik. Namun di era modern ini telah mencakup aspek-
aspek yang meliputi identifikasi suatu zat, penentuan struktur dan analisis
kuantitatif komposisinya. Dalam analisis kimia terdapat beberapa metode yaitu
metode klasik dan metode modern.
Penemuan metode analisis modern meliputi penemuan alat-alat instrumen,
sangat membantu analis dalam melakukan pekerjaannya. Berbagai macam alat
instrumen terus diciptakan dan dikembangkan. Kemajuan ini harus sejalan
dengan kemampuan analis dalam memahami cara penggunaannya. Karena alat-
alat instrumen ini memiliki tingkat analisis dan kesensitifan yang tinggi.
Banyaknya macam-macam kromatografi yang salah satunya adalah
kromatografi gas, yang merupaka metode kromatografi pertama yang
dikembangkan pada zaman instrumen dan elektronika. Kromatografi gas dapat
dipakai untuk setiap campuran dimana semua komponennya mempunyai
tekanan uap yang berarti, suhu tekanan uap yang dipakai untuk proses
pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap
dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas.
Kromatografi gas metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan
campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari
beberapa detik untuk campuran yang sederhana sampai berjam-jam untuk
campuran yang mengandung 500-1000 komponen.
Metode ini sangat baik untuk analisis senyawa organik yang mudah
menguap seperti hidrokarbon dan eter. Analisis minyak mentah dan atsiri dalam
buah telah dengan sukses dilakukan dengan tehnik ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Kromatografi Gas
Kromatografi gas dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik analisis yang
mencakup metoda pemisahan dan metoda penentuan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Bentuk analisis lengkap ini merupakan keunggulan utama
dari kromatografi. Di dalam kromatografi di perlukan adanya dua fase yang tidak
saling bercampur, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa diamnya (stationary)
merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas
murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut
kolom. Fasa diam dapat berupa suatu zat padat yang ditempatkan di dalam suatu
kolom atau dapat juga berupa cairan terserap (teradsorpsi) berupa lapisan yang
tipis pada butir-butir halus suatu zat padat pendukung (solid support material)
yang di tempatkan di dalam kolom. Fase geraknya (mobile phase) dapat berupa
gas (gas pembawa) yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak
reaktife seperti gas nitrogen atau cairan. Ada 2 jenis kromatografi gas, yaitu:
1. Kromatografi gas–cair (KGC) yang fase diamnya berupa cairan yang
diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase
diam.
2. Kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya berupa padatan dan
kadang-kadang berupa polimerik.
Awalnya kromatografi gas hanya digunakan dalam analisis gas, tetapi
dengan kemajuan teknologi, kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis
bahan cair dan padat dengan syarat bahwa bahan yang akan dianalisis mudah
menguap atau bisa diderivatisasi terlebih dahulu menjadi bahan yang mudah
menguap.
Perkembangan awal kromatografi gas (GC) difokuskan pada kolomnya,
yaitu isi kolom (fasa diam) dan ukuran kolom, sehingga lahirlah kolom kapiler
GC. Perkembangan selanjutnya yaitu penggabungan dari GC kolom kapiler
dengan berbagai jenis detektor yang spesifik, salah satunya adalah
penggabungan dengan spektrometri massa, yang dikenal sebagai GC-MS. GC-
MS singkatan dari “Gas Chromatography-Mass Spectrometry”.
2. Prinsip Kerja
Kromatografi gas atau yang biasa disebut carrier gas digunakan untuk
membawa sample melewati lapisan (bed) material. Karena gas yang bergerak,
maka disebut mobile phase (fasa bergerak), sebaliknya lapisan material yang
diam disebut stationary phase (fasa diam).
Cara kerja dari kromatografi gas adalah gas pembawa lewat melalui satu sisi
detektor kemudian memasuki kolom. Di dekat kolom ada suatu alat di mana
sampel–sampel bisa dimasukkan ke dalam gas pembawa (tempat injeksi).
Sampel–sampel tersebut dapat berupa gas atau cairan yang volatil (mudah
menguap). Lubang injeksi dipanaskan agar sampel teruapkan dengan cepat.
Aliran gas selanjutnya menemui kolom, kolom berisi suatu padatan halus
dengan luas permukaan yang besar dan relatif inert. Sebelum diisi ke dalam
kolom, padatan tersebut diimpregnasi dengan cairan yang diinginkan yang
berperan sebagai fasa diam atau stasioner sesungguhnya, cairan ini harus stabil
dan nonvolatil pada temperatur kolom dan harus sesuai dengan pemisahan
tertentu. Setelah muncul dari kolom itu, aliran gas lewat melalui sisi lain
detektor. Maka elusi zat terlarut dari kolom mengatur ketidakseimbangan antara
dua sisi detektor yang direkam secara elektrik.
Waktu Retensi adalah waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk
bergerak melalui kolom menuju ke detektor disebut sebagi waktu retensi
(RT). Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel diinjeksikan pada
titik dimana tampilan menunjukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu.
Molekul-molekul memerlukan jumlah waktu yang berbeda (disebut waktu
retensi) untuk keluar dari kromatografi gas, dan ini memungkinkan spektrometer
massa untuk menangkap, ionisasi, mempercepat, membelokkan, dan mendeteksi
molekul terionisasi secara terpisah. Spektrometer massa melakukan hal ini
dengan memecah masing-masing molekul menjadi terionisasi mendeteksi
fragmen menggunakan massa untuk mengisi rasio.
3. Fase pada Kromatografi Gas
1. Fasa Gerak Kromatografi Gas
a. Fasa gerak dalam kromatografi gas biasanya disebut juga gas pembawa
karena tujuan utamanya adalah membawa solute ke dalam kolom,
karenanya gas pembawa tidak mempengaruhi selektifitas. Syarat-syarat
gas pembawa adalah :
1. Tidak reaktif
2. Murni atau kering
3. Dapat disimpan dalam tangki bertekanan tinggi (merah
untuk hydrogen, abu-abu untuk nitrogen)
b. Gas pembawa biasanya mengandung gas helium, nitrogen, hydrogen,
atau campuran argon dan metana. Pemilihan gas pembawa tergantung
pada penggunaan spesifik dan jenis detector yang digunakan, tipe
kolom (packing atau kapiler) serta biaya.Helium merupakan contoh gas
pembawa yang sering digunakan, karena memberikan efisiensi
kromatografi yang lebih baik (mengurangi pelebaran pita).

Table 1. Gas pembawa dan jenis detector


Gas pembawa Detector
Hydrogen Hantar panas
Helium Hantar panas
Ionisasi nyala
Fotometri nyala
Nitrogen Ionisasi nyala
Tangkap electron
Fotometri nyala
Argon Ionisasi nyala
Argon + Metana 5% Tangkap electron
Karbon dioksida Hantar panas

c. Untuk setiap pemisahan dengan KG terdapat kecepatan optimum gas


pembawa yang terutama bergantung pada diameter kolom. Kecepatan
alir gas kira-kira 50-70 ml/menit untuk kolom dengan diameter dalam
6 mm, 25-30ml/menit untuk kolom dengan diameter dalam 3 mm dan
0,2-2 ml/menit untuk kolom kapiler.
d. Fasa mobil atau gas pembawa dipasok dari tangki melalui pengatur
pengurangan tekanan. Pada tekanan gas pembawa 10-40 psi akan
memberikan laju alir 2-50 cm3/menit.
2. Fasa Diam Kromatografi Gas
a. Padatan (kromatografi gas-padat) sejumlah kecil padatan inert
misalnya karbon teraktivasi, alumina teraktivasi, silika gel atau
saringan molekular diisikan ke dalam tabung logam gulung yang
panjang (2-10 m) dan tipis.
b. cairan (kromatografi gas-cair)Kromatografi gas-cair, biasanya
digunakan cairan bertitik didih tinggi dan proses serapannya lebih
banyak berupa partisi. Misalnya ester seperti ftalil dodesilsulfat yang
diadsorbsi di permukaan alumina teraktivasi, silika gel atau penyaring
molecular.

4. Mekanisme kerja GC dan Komponen dalam Kromatografi Gas

4.1 Fase Mobil (Gas Pembawa).


Fasa mobil (gas pembawa) dipasok dari tanki melalui pengaturan
pengurangan tekanan. Kemudian membawa cuplikan langsung ke dalam
kolom. Jika hal ini terjadi, cuplikan tidak menyebar sebelum proses
pemisahan. Cara ini cocok untuk cuplikan yang mudah menyerap.
Gas pembawa ini harus bersifat inert dan harus sangat murni.
Seringkali gas pembawa ini harus disaring untuk menahan debu uap air dan
oksigen. Gas sering digunakan adalah N2, H2 He dan Ar.
4.2 Injeksi sampel
Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin
menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet
tebal (Lempengan karet ini disebut septum) yang mana akan mengubah
bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar dari
lempengan karet tersebut.
Injektor berada dalam oven yang mana temperaturnya dapat
dikontrol. Oven tersebut cukup panas sehingga sampel dapat mendidih dan
diangkut ke kolom oleh gas pembawa misalnya helium atau gas lainnya.
Fase bergerak dalam kromatografi ini adalah gas, yang paling lazim
adalah helium, hidrogen, atau nitrogen. Kompenen pilihan gas spembawa
terutama tergantung pada karakteristik detektor. Kromatografi gas
komersial biasanya menyediakan katup pengatur tambahan untuk
pengendalian tekanan yang baik pada inlet kolom. Dekat inlet kolom ada
suatu alat dimana sampel-sampel dapat dimasuukan kedalam aliran gas
pembawa. Sampel-sampel tersebut bisa berupa gas atau cairan yang mudah
menguap. Lubang injeksi dipanaskan agar sampel cair teruapkan dengan
cepat.
4.3 Kolom
Aliran gas selanjutnya menemui kolom yang diletakkan dalam oven
bertemperatur konstan. Ini adalah “ Jantung “ instrumen tesebut, tempat
dimana proses kromartgrafi dasar berlangsung. Kolom merupakan
merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya
terdapat fase diam. Kolom dapat berbentuk lurus, bengkok(misal berbentuk
V atau W), dan kumparan/spiral. Ada 2 jenis kolom dalam GC, yaitu:
1. Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan
penyangga yang lembam (inert). Ukuran partikael fase diam berkisar
60-80 mesh (250-170 µm).
2. Kolom kapiler, jenis kolom ini berbeda dengan kolom kemas. Rongga
pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube). Oleh karena itu
kolom kapiler disebut juga “Open Tubular Columns”. Fasa diam
melekat mengelilingi dinding dalam kolom.

Gambar 1. kolom kemas dan kolom kapiler

Kolom biasanya dibuat dari baja tak berkarat dengan panjang antara
1 sampai 4 meter, dengan diameter internal sampai 4 mm. Kolom digulung
sehingga dapat disesuakan dengan oven yang terkontrol secara
termostatis.Kolom dipadatkan dengan tanah diatomae, yang merupakan
batu yang sangat berpori. Tanah ini dilapisis dengan cairan bertitik didih
tinggi, biasanya polimer lilin.
Temperatur kolom dapat bervariasi antara 50 oC sampai 250 oC.
Temperatur kolom lebih rendah daripada gerbang injeksi pada oven,
sehingga beberapa komponen campuran dapat berkondensasi pada awal
kolom. Kolom memulai pada temperatur rendah dan kemudian terus
menerus menjadi lebih panas dibawah pengawasan komputer saat analisis
berlangsung.
Proses pemisahan pada kolom ada tiga hal yang dapat berlangsung
pada molekul tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom:
 Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.
 Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam
. Molekul dapat tetap pada fase gas
Dari ketiga kemungkinan itu, tak satupun yang bersifat
permanen.Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari
temperatur kolom secara jelas cenderung akan berkondensasi pada bagian
awal kolom. Namun, beberapa bagian dari senyawa tersebut akan
menguap kembali dengan dengan jalan yang sama seperti air yang
menguap saat udara panas, meskipun temperatur dibawah 1000C.
Peluangnya akan berkondensasi lebih sedikit selama berada didalam
kolom.
Sama halnya untuk beberapa molekul dapat larut dalam fase diam
cair. Beberapa senyawa akan lebih mudah larut dalam cairan dibanding
yang lainnya. Senyawa yang lebih mudah larut akan menghabiskan
waktunya untuk diserap pada fase diam: sedangkan senyawa yang suka
larut akan menghabiskan waktunya lebih banyak dalam fase gas.
Proses dimana zat membagi dirinya menjadi dua pelarut yang tidak
bercampurkan karena perbedaan kelarutan, dimana kelarutan dalam satu
pelarut satu lebih mudah dibanding dengan pelarut lainnya disebut sebagai
partisi. Sekarang, anda bisa beralasan untuk memperdebatkan bahwa gas
seperti helium tidak dapat dijelaskan sebagai pelarut. Tetapi, istilah partisi
masih dapat digunakan dalam kromatografi gas-cair.
Substansi antara fase diam cair dan gas. Beberapa molekul dalam
substansi menghabiskan waktu untuk larut dalam cairan dan beberapa
lainnya menghabiskan waktu untuk bergerak bersama-sama dengan gas.
4.4 Detektor
Berbeda dengan alat analisis lainnya, detektor pada kromatografi gas
pada umumnya lebih beraneka ragam. Hal ini disebabkan detektor pada GC
mendeteksi aliran bahan kimia dan bukan berkas sinar seperti pada
spektrofotometer. Beberapa pertimbangan dalam merancang suatu detektor
dapat dikemukan sebagai berikut :
1. Detektor GC harus dapat mendeteksi dalam waktu beberapa detik.
2. Cuplikan yang masuk ke dalam detektor harus volatil dan bebas dari
pengaruh matrik. Hal semacam juga terjadi pada spektrometri serapan
atom atau emisi.
3. Detektor GC mempunyai kepekaan yang kebih dibandingkan dengan alat
analisis pada umumnya.
4. Detektor GC mempunyai kisaran dinamik yang sangat besar, umunya
lebih besar daripada 107.
5. Detektor GC dapat pula digunakan sebagai alat identifikasi walaupun
kegunaan secara umum adalah untuk keperluan kuantitatif
Beberapa parameter yang sering dijumpai pada detektor adalah ratio
signal terhadap noise (S/N), batas deteksi minimum (BDM), faktor respon
atau ratio signal terhadap jumlah cuplikan, kisran dinamik linear, dan
kespesifikan. Beberapa parameter yang sering dijumpai pada detektor,
yaitu:
a. Ratio signal
Ratio signal terhadap detector (S/N) menyatakan hubungan antara
respon detektor dengan getaran rekorder setelah pembesaran
maksimum. Besaran S/N digunakan untuk menentukan Batas Deteksi
Minimum.
b. Batas Deteksi Minimum (BDM)
Harga BDM telah tercapai kesepakatan adalah sebesar 2 S/N. factor
respon dinyatakan dengan rumus A/M, dimana A adalah area puncak
dan M adalah cuplikan untuk detector yang peka terhadap massa. Untuk
detector yang peka terhadap konsentraasi digunakan rumus AF/M,
dimana F adalah laju alir pembawa gas.
c. Kisaran Dinamik Linear (KD)
Kisaran Dinamik (KD) menyatakan rasio besarnya solut terhadap
besaran solut minimum yang dapat terdeteksi secara linier. Makin
besar harga KD makin besar jangkauan konsentrasi yang dapat
dianalisis. Pengertian yang lebih operasional untuk KD adalah besaran
konsentrasi cuplikan dimana respon berdasarkan pengukuran area
kurang lebih 20%.
d. Kespesifikan/ keuniversalan detektor
Rasio S/N dalam banyak hal dikaitkan dengan BDM. Batas deteksi
minimum suatu detektor tehadap suatu cuplikan ditentukan oleh rasio
S/N. Salah satu kesepakatan yang dicapai adalah BDM = 2 S/N. Yang
dimaksud signal adalah respon detektor terhadap senyawa kimia yang
masuk ke dalamnya sedangakan noise berasal dari alat ( getaran rekorder
setelah diperbesar maksimum). Harga BDM untuk beberapa detektor
dapat dilihat pada tabel 1. berikut:

Tabel 1. Harga BDM untuk beberapa detektor


Detektor BDM Senyawa yang
dianalisis
Hantaran panas 5 x 10-10 Propana

Ionisasi nyala 5 x 10-12 Propana

Tangkapan elektron 5 x 10-16 Lindan

Fotometri nyala 5 x 10-10 Tiofen


2 x 10-12 Tributilfosfat

Ionisasi nyala 5 x 10-14 Azobenzena

Alkali (DINA) 5 x 10-15 Tributilfosfat


4.4.1 Jenis – jenis dari Detektor :
a. THERMAL CONDUCTIVITY DETECTOR (TCD)
Detektor paling general karena semua komponen memiliki daya
hantar panas. TCD bekerja dengan prinsip mengukur daya hantar panas
dari masing masing komponen. Mekanismenya berdasarkan teori
“Jembatan Wheatstone”, dimana ada 2 sel yaitu sel referensi dan sel
sampel. Sel referensi hanya dilalui oleh gas pembawa, sementara sel
sampel dilalu oleh gas pembawa dan komponen sampel. Perbedaan suhu
kedua sel akan mengakibatkan perbedaan respon listrik antara keduanya
dan ini akan dihitung sebagai respon kelompokan sampel. Detector TCD
banyak digunakan untuk analisis gas. Detector ini didasarkan bahwa
panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda lain yang
suhunya lebih rendah. Pada detector ini filament harus dilindungu dari
udara ketika filament itu panas dan tidak boleh dipanaskan tanpa dialiri
gas pembawa. Secara teoritis keuntungannya tidak merusak komponen
yang di deteksi. Detector hantar panas termasuk detector konsentrasi
yakni semua molekul yang melewati diukur jumlah nhya dan tidak
tergantung pada laju alir fase gerak.

b. FLAME IONIZATION DETECTOR (FID)


Detector general untuk mengukur komponen-komponen sample
yang memiliki gugus alkil (C-H). komponen sample masuk ke FID,
kemudian akan dibakar dalam nyala (campuran gas hydrogen dan
udara), komponen akan terionisasi, ion – ion yang dihasilkan akan
dikumpulkan oleh ion kolektor, arus yang dihasilkan akan diperkuat,
kemudian akan dikonversi menjadi satuan tegangan. Semakin tinggi
konsentrasi komponen, makin banyak pula ion yang dihasilkan sehingga
responnya juga semakin besar. Detector ini mengukur jumlah atom
karbon dan besifat umum untuk semua senyawa organik (senyawa flor
tinggi dan karbondisulfida tidak terdeteksi). Respon sangat peka, linier
ditinjau dari segi ukuran cuplikan serta teliti.
Hal yang perlu diperhatikan dalam detector ini adalah kecepatan
aliran oksigen dan hydrogen, serta suhu (harus diatas 100 C untuk
mencegah kondensasi uap air yang mengakibatkan FID berkarat atau
kehilangan sensitivitasnya)

c. ELECTRON CAPTURE DETECTOR (ECD)


Detektor khusus untuk mendeteksi senyawaan halogen organic.
Banyak diaplikasikan untuk analisa senyawaan pestisida. Secara prinsip,
komponen sample akan ditembak dengan sumber radioaktif Nikel dan
jumlah electron yang hilang dari prose situ dianggap linear dengan
konsenstrasi senyawaan tersebut. Detector ini dilengkapi dengan
radioaktif yaitu 3H atau 63Ni.
Dasar kerja detector ini adalah penangkapan electron oleh senyawa
yang memiliki afinitas terhadap el, sementara yang mengandung fosfor
diukur pada ectron bebas, yaitu senyawa yang mempunyai unsure –
unsur negatif.
d. FLAME THERMIONIC DETECTOR (FTD /NPD)
Detector khusus untuk mendeteksi senyawaan nitrogen dan atau
fosfor organic. Prinsipnya adalah pembakaran senyawaan komponen
kemudian direaksikan dengan garam Rubidium dan respon listrik yang
dihasilkan akan diperkuat dan dikonversi menjadi satuan tegangan.
Banyak digunakan untuk analisa senyawaan pestisida. Detektor ini
sangat selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif
diatas aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600 C). Elemen dapat
berupa logam kalium, rubidium, atau sesium yang dilapiskan pada
silinder kecil alumunium dan berfungsi sebagai sumber ion di dalam
plasma yang menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma, tetapi
menaikkan ionisasi sampel yang mengandung N atau P.

e. FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)


Detector khusus untuk mendeteksi senyawaan sulfur, fosfor dan atau
timah organic. Prinsip detector ini yaitu senyawa yang mengandung
sulfur atau fosfor dibakar dalam nyala hydrogen/oksigen maka akan
terbentuk spesies yang tereksitasi dan menghasilkan suatu emisi yang
spesifik yang dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Untuk
yang mengandung S diukur pada λ 393 nm, sementara yang
mengandung fosfor diukur pada λ 526 nm. banyak digunakan untuk
analisa senyawaan pestisida.

4.5 Pencatat (Recorder)


Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang
diperkuat melalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari
kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara membandingkan waktu retensi
sampel dengan standar. Analisis kuantitatif dengan menghitung luas area
maupun tinggi dari kromatogram (Hendayana, 2001). Sinyal analitik yang
dihasilkan detektor dikuatkan oleh rangkaian elektronik agar bisa
diolah oleh rekorder atau sistem data. Sebuah rekorder bekerja dengan
menggerakkan kertas dengan kecepatan tertentu. di atas kertas tersebut
dipasangkan pena yang digerakkan oleh sinyal keluaran detektor sehingga
posisinya akan berubah-ubah sesuai dengan dinamika keluaran penguat
sinyal detektor. Hasil rekorder adalah sebuah kromatogram berbentuk
pik-pik dengan pola yang sesuai dengan kondisi sampel dan jenis
detektor yang digunakan.
Rekorder biasanya dihubungkan dengan sebuah elektrometer yang
dihubungkan dengan sirkuit pengintregrasi yang bekerja dengan
menghitung jumlah muatan atau jumlah energi listrik yang dihasilkan
oleh detektor. Elektrometer akan melengkapi pik-pik kromatogram
dengan data luas pik atau tinggi pik lengkap dengan biasnya.
Sistem data merupakan pengembangan lebih lanjut dari rekorder
dan elektrometer dengan melanjutkan sinyal dari rekorder dan
elektrometer ke sebuah unit pengolah pusat (CPU, Central Procesing
Unit).
Hasil pembacaan dalam detector akan direkam dalam rekorder dan
ditampilkan pada layar komputer berupa diagram/grafik dengan puncak /
pick yang berbeda-beda sesuai dengan senyawa atau gugus senyawanya,
seperti gambar di bawah ini:

Gambar 2. diagram/grafik dengan puncak / pick


5. Penerapan kromatografi gas
5.1. Untuk Identifikasi Senyawa
Dengan suatu kolom tertentu dan dengan semua fariabelnya seperti
temperatur dan laju alir, dikendalikan secara cermat, waktu retensi atau
volume retensi suatu zat terlarut merupakan suatu besaran dari zat
terlarut tersebut, seperti halnya titk didih atau halnya indek bias adalah
besaran. Ini menunjukkan bahwa sifat retensi dapat digunakan untuk
mengetahui suatu senyawa.
5.2 Analisis kuantitatif
Dengan GC tergantung pada hubungan antara jumlah suatu zat
terlarut dan ukuran dari pita elusi yang dihasilkan. Secara umum dengan
detektor diferensial, ukuran jumlah zat terlarut yang paling baik adalah
luas dibawah pita elusi. Jumlah zat terlarut = faktor kalibrasi x luas
dibawah pita elusi.
Keterbasan GC adalah volatilitas sampel itu harus mempunyai
tekanan uap yang cukup pada temperatur kolom tersebut, dan ini segera
menghilangkan banyak jenis sampel. Suatu perhitungan yang aktual tidak
mungkin dilakukan tetapi harus diperkirakan bahwa sekitar 20% senyawa
kimia yang diketahui kurang cukup volatil.kebanyakan sampel organik
tidak cukup volatil untuk memungkinkan penerapan langsung dari GC.
6. Sample yang dapat Dianalisis dengan Gas Chromatografi
Sampel yang dapat dianalisis dengan GC diantaranya adalah :
1. Produk Gas Alam
2. Kemurnian Pelarut
3. Asam Lemak
4. Residu Pestisida
5. Polusi Udara
6. Alkohol
7. Steroid
8. Minyak Atsiri
9. Flavor
10. Ganja (mariyuana)
7. Aplikasi Gas Chromatografi
Kromatografi gas telah digunakan pada sejumlah besar senyawa-
senyawa dalam berbagai bidang. Dalam senyawa organic dan anorganik,
senyawa logam, karena persyaratan yang digunakan adalah tekanan uap yang
cocok pada suhu saat analisa dilakukan. Berikut beberapa kegunaan
kromatografi gas pada bidang-bidangmya adalah :
1. Polusi udara
Kromatografi gas merupakan alat yang penting karena daya pemisahan yang
digabungkan dengan daya sensitivitas dan pemilihan detector GLC menjadi
alat yang ideal untuk menentukan banyak senyawa yang terdapat dalam
udara yang kotor, KGCdipakai untuk menetukan Alkil-Alkil Timbal,
Hidrokarbon, aldehid, keton SO , H S, dan beberapa oksida dari nitrogen
dll.
2. Klinik
Diklinik kromatografi gas menjadi alat untuk menangani senyawa-senyawa
dalam klinik seperti : asam-asam amino, karbohidrat, CO , dan O dalam
darah, asam-asam lemak dan turunannya, trigliserida-trigliserida, plasma
steroid, barbiturate, dan vitamin
3. Bahan-bahan pelapis
Digunakan untuk menganalisa polimer-polimer setelah dipirolisa, karet dan
resin-resin sintesis.
4. Minyak atsiri
Digunakan untuk pengujian kulaitas terhadap minyak permen, jeruk sitrat,
dll.
5. Bahan makanan
Digunakan dengan TLC dan kolom-kolom, untuk mempelajari
pemalsuanatau pencampuran, kontaminasi dan pembungkusan dengan
plastic pada bahan makanan, juga dapat dipakai unutk menguji jus, aspirin,
kopi dll.
6. Sisa-sisa peptisida
KGC dengan detector yang sensitive dapat menentukan atau pengontrolan
sisa-sisa peptisida yang diantaranya senyawa yang mengandung halogen,
belerang, nitrogen, dan fosfor.
7. Perminyakan
Kromatografi gas dapat digunakan unutk memisahkan dan mengidentifikasi
hasil-hasildari gas-gas hidrokarbon yang ringan.
8. Bidang farmasi dan obat-obatan
Kromatografi gas digunakan dalam pengontrolan kualitas, analisa hasil-
hasilbaru dalam pengamatan metabolisme dalam zat-zatalir biologi
9. Bidang kimia/ penelitian
Digunakan untuk menentukan lama reaksi pada pengujian kemurnian hasil.
8. Kelebihan Dan Kekurangan Gas Chromatografi
8.1 Kelebihan
1. Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggal.
2. Dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi
pemisahan yang tinggi.
3. Gas mempunyai vikositas yang rendah.
4. Kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat sehingga
analisis relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi.
5. Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase
diam yang sangat beragam yang akan memisahkan hampir segala macam
campuran.
8.2 Kekurangan
1. Teknik Kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap
2. Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran
dalam jumlah besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan,
pemisahan pada tingkat gram mungkin dilakukan, tetapi pemisahan
dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan kecuali jika ada metode lain.
3. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif
terhadap fase diam dan zat terlarut.
9. Derivatisasi
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa
menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan
analisis menggunakan kromatografi gas (menjadi lebih mudah menguap).
Alasan dilakukannya derivatisasi:
1. Senyawa-senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis
dengan GC terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya.
2. Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram. Beberapa
senyawa tidak menghasilkan bentuk kromatogram yang bagus (misal
puncak kromatogram saling tumpang tindih) atau sampel yang dituju tidak
terdeteksi, karenanya diperlukan derivatisasi sebelum dilakukan analisis
dengan GC.
3. Meningkatkan volatilitas, misal senyawa gula. Tujuan utama derivatisasi
adalah untuk meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah
menguap (non-volatil). Senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah
biasanya tidak mudah menguap karena adanya gaya tarik-menarik inter
molekuler antara gugus-gusug polar karenanya jika gugus-gugus polar ini
ditutup dengan cara derivatisasi akan mampu meningkatkan volatilitas
senyawa tersebut secara dramatis.
4. Meningkatkan deteksi, misal untuk kolesterol dan senyawa-senyawa
steroid.
5. Meningkatkan stabilitas. Beberapa senyawa volatil mengalami dekomposisi
parsial karena panas sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan
stabilitasnya.
6. Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor tangkap elektron
(ECD).
9.1 Cara Derivatisasi
1. Esterifikasi
Digunakan untuk membuat derivat gugus karboksil. Pengubahan gugus
karboksil menjadi esternya akan meningkatkan volatilitas karena akan
menurunkan ikatan hidrogen. Derivatisasi dengan esterifikasi dapat
dilakukan dengan cara esterifikasi Fisher biasa dalam asam kuat, menurut
reaksi:

H atau BF3
R-OH + R’-COOH → R’-COOR

Ester metil paling banyak digunakan, meskipun demikian ester etil,


propil, dan butil juga sering dimanfaatkan untuk derivatisasi ini. Ester
alifatik yang lbih panjang dibuat dengan tujuan untuk menurunkan
volatilitas, meningkatkan respon detektor, meningkatkan resolusi atau daya
pisah dari bahan pengganggu, dan meningkatkan resolusi dari senyawa-
senyawa yang mempunyai rumus molekul yang hampir sama.
2. Asilasi
Jika sampel yang diuji mengandung fenol, alkohol, atau amin primer
atau sekunder maka sering digunakan derivatisasi dengan asilasi yang
merupakan reaksi yang paling umum. Derivatisasi dengan cara ini
dilakukan dengan menggunakan asam asetat. Asilasi pada umumnya
memberikan bentuk kromatogram yang baik.Asilasi dilakukan dengan
menggunakan perfluoroanhidrida yang murni atau dalam pelarut, misalnya
asetonitril dan etil asetat
3. Alkilasi
Digunakan untuk menderivitasi alkohol, fenol, amina primer dan
sekunder, imida, dan sulfhidril.Derivat dapat dibuat dengan sintesis
Wiliamson, yakni alkohol atau fenol ditambah alkil atau benzil halida
dengan adanya basa
4. Sililasi
Derivat silil saat ini digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk
analisis sampel yang bersifat polar yang tidak mudah menguap.Derivat yang
paling sering dibuat adalah trimetilsilil. Derivatisasi dengan cara sililasi
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu dapat dilakukan dalam vial kaca
dengan tutup bersekrup yang dilapisi dengan teflon, eter silil mudah dibuat
untuk banyak gugus fungsi., dll
5. Kondensasi
Reaksi kondensasi dapat digunakan untuk derivatisasi amina yang
mana pereaksinya mengandung gugus karbonil.Amina primer bereaksi
dengan keton membentuk enamin atau bereaksi dengan karbon disulida
membentuk isotiosianat.Aseton dan siklobutanon bereaksi dengan amin
primer membentuk enamin yang menghasilkan puncak tunggal dalam KG
6. Siklisasi
Penutupan gugus polar melalui siklisasi dilakukan pada senyawa yang
mengandung 2 gugus fungsi yang kira-kira sangat mudah dibuat heterosiklis
beratom 5 atau 6.Beberapa heterosiklis yang terbentuk adalah ketal,
boronat, triazin, dan fosfit.Asam amino juga bereaksi dengan anhidrida
asam atau klorida membentuk azlakton yang bersifat lebih volatil.
10. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Pemisahan Komponen
Faktor - faktor yang mempengaruhi pemisahan komponen dari kromatografi
gas ini adalah :
1. Daya pisah
Menentukan kesempurnaan pemisahan campuran komponen. Jika R = 1,5
kedua zat terlarut dapat dikatakan terpisah dengan sempurna hanya terjadi
0,3 % tumpang tindih dari kedua pita elusi. Jika R = 1,0 pemisahan
memadai untuk pemisahan analisis, tumpang tindih pita elusi kira-kira 2
%. Jika R kecil dari 1 maka tumpang tindih yang terjadi akan semakin
parah.
2. Panjang kolom
Untuk memperbaiki pemisahan dapat dengan memperpanjang kolom,
kedua pita elusi akan cepat memisah dari pada melebar dan pemisahan
akan lebih baik. Akan tetapi kolom yang terlalu panjang akan dapat
memperlama waktu yang diperlukan untuk elusi.
3. Faktor pemisahan
Perbandingan antara waktu retensi dari dua zat terlarut.
4. Faktor-faktor retensi
Yaitu meliputi volume retensi suatu zat terlarut, waktu retensi dan laju
pengaliran zat terlarut.
5. Temperatur
Kenaikan temperatur dapat menyebabkan menurunnya nilai koefisien
ditribusi K, pada temperatur tinggi suatu zat terlarut dapat diusir keluar
dari dalam fase cair. Akan tetapi menurunkan K berarti menurunkan
waktu retensi dan volume retensi. Faktor pemisahan untuk sepasang zat
terlarut akan makin besar dengan menurunnya temperatur. Jadi
komponen-komponen suatu campuran zat terlarut akan muncul dari dalam
kolom menurut kenaikan titik didihnya.
11. Uji Kesesuaian Sistem
1. Resolusi (daya pisah)
Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi 2
puncak yang saling berdekatan (ΔtR = tR2-tR1) dibagi dengan rata-rata lebar
puncak (W1 + W2)/2 seperti gambar berikut :

Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan
pemisahan puncak yang baik (base line resolution).
2. Penentuan Sistem Presisi
Setelah larutan baku diinjeksikan beberapa kali, simpangan baku
relatif (relative Standard deviation, RSD) respon puncak dapat diukur, baik
sebagai tinggi puncak atau luas puncak. Menurut monograp Farmakope
Amerika, selain dinyatakan lain, sebanyak 5 kali injeksi harus dilakukan
jika dinyatakan nilai RSD yang disyaratkan adalah ≤ 2,0 %; sementara itu
jika dinyatakan nilai RSD boleh lebih besar dari 2,0 %, maka dilakukan 6
kali replikasi injeksi.
3. Faktor asimetri (Faktor pengekoran)

Jika puncak yang akan dikuantifikasi adalah asimetri (tidak


setangkup), maka suatu perhitungan asimetrisitas merupakan cara yang
berguna untuk mengontrol atau mengkarakterisasi sistem kromatografi.
Puncak asimetri muncul karena berbagai factor.
Peningkatan puncak yang asimetri akan menyebabkan penurunan
resolusi, batas deteksi, dan presisi. Kromatogram yang memberikan harga
TF (tailing factor) = 1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat
setangkup atau simetris. Harga TF > 1 menunjukkan bahwa kromatogram
mengalami pengekoran (tailing).
Semakin besar harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang
efisien. Dengan demikian harga TF dapat digunakan untuk melihat efisiensi
kolom kromatografi.
4. Efisiensi Kolom
Teori pelat (plate theory) oleh Martin dan Synge, (1941)
membayangkan bahwa di dalam kolom kromatografi terdapat bagian-
bagian tipis yang disebut pelat teori (Theoretical plate). Konsep teori ini
sebenarnya berasal dari teori destilasi. Di dalam tiap pelat ini terjadi
kesetimbangan distribusi komponen di dalam fase gerak dan fase diam.
Maka semakin banyak jumlah pelat teori (N) suatu kolom kromatografi,
semakin baik kemampuan memisahkan atau kolom itu makin efisien
Ukuran efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang
didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi. Jumlah lempeng
(N) dihitung dengan:

Keterangan :
tR : waktu retensi solut
σt : simpangan baku lebar puncak
Wh/2 : lebar setengah tinggi puncak
Wb : lebar dasar puncak
Selain N, ukuran efisiensi kolom yang lain adalah HETP (Height
Equivalent of a Theoretical Plate] adalah tinggi dari pelat bayangan yang ada
dalam kolom. Makin efisien kolom makin kecil harga HETP. Maka : kolom yang
efisien mempunyai N besar dan HETP kecil.

𝐿
𝐻𝐸𝑇𝑃 =
𝑁
Keterangan : L= Panjang kolom

N = Jumlah pelat teori

4.1 Selektivitas kolom


Selektivitas kolom adalah kemampuan kolom kromatografi untuk
membedakan antara dua atau lebih komponen sample, sehingga
komponen- komponen tersebut dapat terpisah satu sama lain. Selektifitas
berkaitan dengan a (faktor pemisahan). Maka :

K2 tR’2 k’2
α= = =
K1 tR’2 k’2

tR2 - to
α = ----------------
tR1 - to

Gambar dibawah menjelaskan bagaimana cara menghitung tR;


Wh/2; Wb; dan σ suatu puncak kromatogram.

5. Kapasitas kolom
Faktor kapasitas kolom dirumuskan dengan:

Keterangan : k’ = faktor kapasitas


tR = merupakan waktu retensi solut
tM = waktu retensi fase gerak (waktu retensi solut yang tidak
tertahan sama sekali).
Volume retensi yang bersesuaian juga dapat digunakan karena
volume retensi berbanding lurus dengan waktu retensi. Volume retensi
kadang-kadang terpilih dibanding waktu retensi karena tR bervariasi dengan
kecepatan alir. Volume retensi selanjutnya dihitung dengan rumus:
V = (Vr-Vm)/Vm
Keterangan : Vr= volume retensi solut
Vm = volume retensi fase gerak (waktu retensi solut yang
tidak tertahan sama sekali).
BAB III
PENUTUP
3.Kesimpulan
1. Pengertian kromatografi menyangkut metode pemisahan yang
didasarkan atas distribusi diferensial komponen sampel diantara dua
fasa. Menurut pengertian ini kromatografi selalu melibatkan dua
fasa, yaitu fasa diam (Stationary Phase) dan fasa gerak (Gerak
Phase). Fase diam dapat berupa padatan atau cairan yang terikat
pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben), sedangkan
fasa gerak dapat berupa cairan disebut eluen atau pelarut, atau gas
pembawa inert.
2. Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan senyawa kimia
dalm campuran kimia.
3. Komponen penting pada yang harus ada pada setiap alat
kromatografi gas adalah :
a. tangki pembawa gas
b. Pengatur aliran dan pengatur tekanan
c. tempat injeksi
d. kolom
e. detektor
f. rekorder
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrohamodjojo Harddjono Dr. Kromatografi. IPB Press. Bogor 1985


2. Underwood, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga Jakarta. 2004
3. Soebagio, Drs Dkk, Kimia Analitik II, Jica Common Textbook, Malang
2002
4. http://evanggy.blogspot.co.id/2015/01/kromatografi-gas.html
5. http://lansida.blogspot.co.id/2010/11/uji-kesesuaian-sistem-analisis.html
6. https://makalah-belajar.blogspot.co.id/2016/12/kromatografi-gas.html
7. http://asisulkimia.blogspot.co.id/p/kromatografi-gasasisul.html
Lampiran 1. Cara Perhitungan
1. Senyavva X mempunyai waktu retensi 21,5 cm dengan lebar alas puncak
4,1 cm. Bila panjang kolom 250 mm. Berdasarkan puncak X, berapa
jumlah pelat teori dan berapa tinggi pelat teori ?
Jawab:

2. Suatu sample terdiri dari dua komponen, komponen A dan komponen B.


Kromatogram yang diperoleh memberikan data sebagai berikut: tR(A) =
13 menit, tR(B) = 21,5 menit to = 2,0 menit. Wb(A) = 2,1 menit dan
Wb(B) = 4,1 menit. Ditanyakan : Berapa resolusi antara kedua puncak ?
dan berapa faktor pemisah ?
Jawab:

Anda mungkin juga menyukai