KROMATOGRAFI GAS
Disusun Oleh
Mala Amalia
Tiara L Suryani
E Muhammad Firdaus
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya yang telah melipahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Kimia Analitik II tentang Kromatografi gas.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi teratasi.
Terlepas dari semua itu Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh
dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan untuk dijadikan pedoman pada penulisan berikutnya. Harapan kami
semoga penulisan karya tulis ilmiah ini bisa bermanfaat bagi pembaca umumnya
dan khususnya bagi penulis. Aamin..
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ilmu kimia khususnya kimia analaitik pada dasarnya menyangkut
penentuan komposisi kimiawi suatu materi yang dahulu merupakan tujuan utama
seorang ahli kimia analitik. Namun di era modern ini telah mencakup aspek-
aspek yang meliputi identifikasi suatu zat, penentuan struktur dan analisis
kuantitatif komposisinya. Dalam analisis kimia terdapat beberapa metode yaitu
metode klasik dan metode modern.
Penemuan metode analisis modern meliputi penemuan alat-alat instrumen,
sangat membantu analis dalam melakukan pekerjaannya. Berbagai macam alat
instrumen terus diciptakan dan dikembangkan. Kemajuan ini harus sejalan
dengan kemampuan analis dalam memahami cara penggunaannya. Karena alat-
alat instrumen ini memiliki tingkat analisis dan kesensitifan yang tinggi.
Banyaknya macam-macam kromatografi yang salah satunya adalah
kromatografi gas, yang merupaka metode kromatografi pertama yang
dikembangkan pada zaman instrumen dan elektronika. Kromatografi gas dapat
dipakai untuk setiap campuran dimana semua komponennya mempunyai
tekanan uap yang berarti, suhu tekanan uap yang dipakai untuk proses
pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap
dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas.
Kromatografi gas metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan
campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari
beberapa detik untuk campuran yang sederhana sampai berjam-jam untuk
campuran yang mengandung 500-1000 komponen.
Metode ini sangat baik untuk analisis senyawa organik yang mudah
menguap seperti hidrokarbon dan eter. Analisis minyak mentah dan atsiri dalam
buah telah dengan sukses dilakukan dengan tehnik ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Kromatografi Gas
Kromatografi gas dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik analisis yang
mencakup metoda pemisahan dan metoda penentuan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Bentuk analisis lengkap ini merupakan keunggulan utama
dari kromatografi. Di dalam kromatografi di perlukan adanya dua fase yang tidak
saling bercampur, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa diamnya (stationary)
merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas
murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut
kolom. Fasa diam dapat berupa suatu zat padat yang ditempatkan di dalam suatu
kolom atau dapat juga berupa cairan terserap (teradsorpsi) berupa lapisan yang
tipis pada butir-butir halus suatu zat padat pendukung (solid support material)
yang di tempatkan di dalam kolom. Fase geraknya (mobile phase) dapat berupa
gas (gas pembawa) yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak
reaktife seperti gas nitrogen atau cairan. Ada 2 jenis kromatografi gas, yaitu:
1. Kromatografi gas–cair (KGC) yang fase diamnya berupa cairan yang
diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase
diam.
2. Kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya berupa padatan dan
kadang-kadang berupa polimerik.
Awalnya kromatografi gas hanya digunakan dalam analisis gas, tetapi
dengan kemajuan teknologi, kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis
bahan cair dan padat dengan syarat bahwa bahan yang akan dianalisis mudah
menguap atau bisa diderivatisasi terlebih dahulu menjadi bahan yang mudah
menguap.
Perkembangan awal kromatografi gas (GC) difokuskan pada kolomnya,
yaitu isi kolom (fasa diam) dan ukuran kolom, sehingga lahirlah kolom kapiler
GC. Perkembangan selanjutnya yaitu penggabungan dari GC kolom kapiler
dengan berbagai jenis detektor yang spesifik, salah satunya adalah
penggabungan dengan spektrometri massa, yang dikenal sebagai GC-MS. GC-
MS singkatan dari “Gas Chromatography-Mass Spectrometry”.
2. Prinsip Kerja
Kromatografi gas atau yang biasa disebut carrier gas digunakan untuk
membawa sample melewati lapisan (bed) material. Karena gas yang bergerak,
maka disebut mobile phase (fasa bergerak), sebaliknya lapisan material yang
diam disebut stationary phase (fasa diam).
Cara kerja dari kromatografi gas adalah gas pembawa lewat melalui satu sisi
detektor kemudian memasuki kolom. Di dekat kolom ada suatu alat di mana
sampel–sampel bisa dimasukkan ke dalam gas pembawa (tempat injeksi).
Sampel–sampel tersebut dapat berupa gas atau cairan yang volatil (mudah
menguap). Lubang injeksi dipanaskan agar sampel teruapkan dengan cepat.
Aliran gas selanjutnya menemui kolom, kolom berisi suatu padatan halus
dengan luas permukaan yang besar dan relatif inert. Sebelum diisi ke dalam
kolom, padatan tersebut diimpregnasi dengan cairan yang diinginkan yang
berperan sebagai fasa diam atau stasioner sesungguhnya, cairan ini harus stabil
dan nonvolatil pada temperatur kolom dan harus sesuai dengan pemisahan
tertentu. Setelah muncul dari kolom itu, aliran gas lewat melalui sisi lain
detektor. Maka elusi zat terlarut dari kolom mengatur ketidakseimbangan antara
dua sisi detektor yang direkam secara elektrik.
Waktu Retensi adalah waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk
bergerak melalui kolom menuju ke detektor disebut sebagi waktu retensi
(RT). Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel diinjeksikan pada
titik dimana tampilan menunjukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu.
Molekul-molekul memerlukan jumlah waktu yang berbeda (disebut waktu
retensi) untuk keluar dari kromatografi gas, dan ini memungkinkan spektrometer
massa untuk menangkap, ionisasi, mempercepat, membelokkan, dan mendeteksi
molekul terionisasi secara terpisah. Spektrometer massa melakukan hal ini
dengan memecah masing-masing molekul menjadi terionisasi mendeteksi
fragmen menggunakan massa untuk mengisi rasio.
3. Fase pada Kromatografi Gas
1. Fasa Gerak Kromatografi Gas
a. Fasa gerak dalam kromatografi gas biasanya disebut juga gas pembawa
karena tujuan utamanya adalah membawa solute ke dalam kolom,
karenanya gas pembawa tidak mempengaruhi selektifitas. Syarat-syarat
gas pembawa adalah :
1. Tidak reaktif
2. Murni atau kering
3. Dapat disimpan dalam tangki bertekanan tinggi (merah
untuk hydrogen, abu-abu untuk nitrogen)
b. Gas pembawa biasanya mengandung gas helium, nitrogen, hydrogen,
atau campuran argon dan metana. Pemilihan gas pembawa tergantung
pada penggunaan spesifik dan jenis detector yang digunakan, tipe
kolom (packing atau kapiler) serta biaya.Helium merupakan contoh gas
pembawa yang sering digunakan, karena memberikan efisiensi
kromatografi yang lebih baik (mengurangi pelebaran pita).
Kolom biasanya dibuat dari baja tak berkarat dengan panjang antara
1 sampai 4 meter, dengan diameter internal sampai 4 mm. Kolom digulung
sehingga dapat disesuakan dengan oven yang terkontrol secara
termostatis.Kolom dipadatkan dengan tanah diatomae, yang merupakan
batu yang sangat berpori. Tanah ini dilapisis dengan cairan bertitik didih
tinggi, biasanya polimer lilin.
Temperatur kolom dapat bervariasi antara 50 oC sampai 250 oC.
Temperatur kolom lebih rendah daripada gerbang injeksi pada oven,
sehingga beberapa komponen campuran dapat berkondensasi pada awal
kolom. Kolom memulai pada temperatur rendah dan kemudian terus
menerus menjadi lebih panas dibawah pengawasan komputer saat analisis
berlangsung.
Proses pemisahan pada kolom ada tiga hal yang dapat berlangsung
pada molekul tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom:
Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.
Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam
. Molekul dapat tetap pada fase gas
Dari ketiga kemungkinan itu, tak satupun yang bersifat
permanen.Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari
temperatur kolom secara jelas cenderung akan berkondensasi pada bagian
awal kolom. Namun, beberapa bagian dari senyawa tersebut akan
menguap kembali dengan dengan jalan yang sama seperti air yang
menguap saat udara panas, meskipun temperatur dibawah 1000C.
Peluangnya akan berkondensasi lebih sedikit selama berada didalam
kolom.
Sama halnya untuk beberapa molekul dapat larut dalam fase diam
cair. Beberapa senyawa akan lebih mudah larut dalam cairan dibanding
yang lainnya. Senyawa yang lebih mudah larut akan menghabiskan
waktunya untuk diserap pada fase diam: sedangkan senyawa yang suka
larut akan menghabiskan waktunya lebih banyak dalam fase gas.
Proses dimana zat membagi dirinya menjadi dua pelarut yang tidak
bercampurkan karena perbedaan kelarutan, dimana kelarutan dalam satu
pelarut satu lebih mudah dibanding dengan pelarut lainnya disebut sebagai
partisi. Sekarang, anda bisa beralasan untuk memperdebatkan bahwa gas
seperti helium tidak dapat dijelaskan sebagai pelarut. Tetapi, istilah partisi
masih dapat digunakan dalam kromatografi gas-cair.
Substansi antara fase diam cair dan gas. Beberapa molekul dalam
substansi menghabiskan waktu untuk larut dalam cairan dan beberapa
lainnya menghabiskan waktu untuk bergerak bersama-sama dengan gas.
4.4 Detektor
Berbeda dengan alat analisis lainnya, detektor pada kromatografi gas
pada umumnya lebih beraneka ragam. Hal ini disebabkan detektor pada GC
mendeteksi aliran bahan kimia dan bukan berkas sinar seperti pada
spektrofotometer. Beberapa pertimbangan dalam merancang suatu detektor
dapat dikemukan sebagai berikut :
1. Detektor GC harus dapat mendeteksi dalam waktu beberapa detik.
2. Cuplikan yang masuk ke dalam detektor harus volatil dan bebas dari
pengaruh matrik. Hal semacam juga terjadi pada spektrometri serapan
atom atau emisi.
3. Detektor GC mempunyai kepekaan yang kebih dibandingkan dengan alat
analisis pada umumnya.
4. Detektor GC mempunyai kisaran dinamik yang sangat besar, umunya
lebih besar daripada 107.
5. Detektor GC dapat pula digunakan sebagai alat identifikasi walaupun
kegunaan secara umum adalah untuk keperluan kuantitatif
Beberapa parameter yang sering dijumpai pada detektor adalah ratio
signal terhadap noise (S/N), batas deteksi minimum (BDM), faktor respon
atau ratio signal terhadap jumlah cuplikan, kisran dinamik linear, dan
kespesifikan. Beberapa parameter yang sering dijumpai pada detektor,
yaitu:
a. Ratio signal
Ratio signal terhadap detector (S/N) menyatakan hubungan antara
respon detektor dengan getaran rekorder setelah pembesaran
maksimum. Besaran S/N digunakan untuk menentukan Batas Deteksi
Minimum.
b. Batas Deteksi Minimum (BDM)
Harga BDM telah tercapai kesepakatan adalah sebesar 2 S/N. factor
respon dinyatakan dengan rumus A/M, dimana A adalah area puncak
dan M adalah cuplikan untuk detector yang peka terhadap massa. Untuk
detector yang peka terhadap konsentraasi digunakan rumus AF/M,
dimana F adalah laju alir pembawa gas.
c. Kisaran Dinamik Linear (KD)
Kisaran Dinamik (KD) menyatakan rasio besarnya solut terhadap
besaran solut minimum yang dapat terdeteksi secara linier. Makin
besar harga KD makin besar jangkauan konsentrasi yang dapat
dianalisis. Pengertian yang lebih operasional untuk KD adalah besaran
konsentrasi cuplikan dimana respon berdasarkan pengukuran area
kurang lebih 20%.
d. Kespesifikan/ keuniversalan detektor
Rasio S/N dalam banyak hal dikaitkan dengan BDM. Batas deteksi
minimum suatu detektor tehadap suatu cuplikan ditentukan oleh rasio
S/N. Salah satu kesepakatan yang dicapai adalah BDM = 2 S/N. Yang
dimaksud signal adalah respon detektor terhadap senyawa kimia yang
masuk ke dalamnya sedangakan noise berasal dari alat ( getaran rekorder
setelah diperbesar maksimum). Harga BDM untuk beberapa detektor
dapat dilihat pada tabel 1. berikut:
H atau BF3
R-OH + R’-COOH → R’-COOR
Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan
pemisahan puncak yang baik (base line resolution).
2. Penentuan Sistem Presisi
Setelah larutan baku diinjeksikan beberapa kali, simpangan baku
relatif (relative Standard deviation, RSD) respon puncak dapat diukur, baik
sebagai tinggi puncak atau luas puncak. Menurut monograp Farmakope
Amerika, selain dinyatakan lain, sebanyak 5 kali injeksi harus dilakukan
jika dinyatakan nilai RSD yang disyaratkan adalah ≤ 2,0 %; sementara itu
jika dinyatakan nilai RSD boleh lebih besar dari 2,0 %, maka dilakukan 6
kali replikasi injeksi.
3. Faktor asimetri (Faktor pengekoran)
Keterangan :
tR : waktu retensi solut
σt : simpangan baku lebar puncak
Wh/2 : lebar setengah tinggi puncak
Wb : lebar dasar puncak
Selain N, ukuran efisiensi kolom yang lain adalah HETP (Height
Equivalent of a Theoretical Plate] adalah tinggi dari pelat bayangan yang ada
dalam kolom. Makin efisien kolom makin kecil harga HETP. Maka : kolom yang
efisien mempunyai N besar dan HETP kecil.
𝐿
𝐻𝐸𝑇𝑃 =
𝑁
Keterangan : L= Panjang kolom
K2 tR’2 k’2
α= = =
K1 tR’2 k’2
tR2 - to
α = ----------------
tR1 - to
5. Kapasitas kolom
Faktor kapasitas kolom dirumuskan dengan: