Anda di halaman 1dari 15

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa September 2016

FKIK Universitas Tadulako


Rumah Sakit Daerah Madani

LAPORAN KASUS

AGORAFOBIA TANPA GANGGUAN PANIK (PPDGJ III F40.0)/


AGORAFOBIA TANPA GANGGUAN PANIK (DSM-IV-TR)

Nama : Andi Ichsan Makkawaru


Stambuk : N 111 16 032
Pembimbing Klinik : dr. Dewi Suryani, Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016
Laporan Kasus
Identitas Pasien
Nama : Tn. SK
Jeniskelamin : Pria
Usia : 46 tahun
Alamat :Jln. Uwelambori Tondo
Status pernikahan : Belum Nikah
Pendidikanterakhir : SMA
Pekerjaan : Satpam
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 19 September 2016

I. Riwayat Penyakit
Anamnesis:
a. Keluhan Utama : Takut keramaian dan sulit tidur
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan dan gejala:
- Pasien datang sendiri ke rumah sakit poli jiwa RSUD Undata pada
tanggal 19 september 2016 dengan keluhan takut akan keramaian.
Pasien mengaku, ketakutannya agak mengganggu pekerjaan nya
sebagai satuan keamanan, terlebih ketika pasien berada di keramaian,
seperti ketika ikut dalam upacara dan beribadah. Ketika pasien
merasakan takut, pasien lebih memilih berada di baris paling
belakang, agar pasien merasa lebih tenang. Ketika pasien mengalami
ketakutan, pasien merasakan jantungnya berdebar kencang,
berkeringat bahkan dapat sampai gemetar tetapi tidak secara tiba tiba
dan tak bertahan selama 5 menit.
- Alasan pasien mengalami hal demikian, pada beberapa tahun yang
lalu, pasien pernah hampir jatuh ketika beribadah, pasien merasakan
pusing berputar tetapi pada saat itu pasien tidak jatuh. Setelah
kejadian itulah pasien telah merasa tidak percaya diri berada di

1
keramaian disebabkan karena dia merasa takut bahwa dia akan
berperilaku memalukan di depan umum. Selain itu pasien merasa
malu jikalau penyakit terdahulunya berupa melakukan gerakan
berulang kambuh kembali di tempat keramaian.
- Pada tahun 2013, pasien pernah berobat ke poli jiwa, dengan
diagnosis gangguan obsesi kompulsif, pasien mengakui bahwa pada
saat itu pasien sering memikirkan sesuatu sehingga cemas lalu
mengerjakannya berulang ulang. Pasien melakukan kegiatan tersebut
untuk meredakan rasa cemas tersebut. Adapun kegiatan yang pasien
sering lakukan berupa mengunci pintu berkali kali, mematikan rokok.
Tetapi gejalanya telah tidak ada pada situasi sekarang.
- Selain merasakan takut, pasien juga mengeluhkan sulit tidur sejak 2
minggu yang lalu.

Hendaya/disfungsi :
Hendaya Sosial (+)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (-)

Faktor stresor psikososial :


Pasien merasa penyakit terduhulunya berupa melakukan gerakan berulang
dapat kambuh kapan saja, terutama pada tempat keramaian.

Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan


psikis sebelumnya.
Pasien pernah dirawat pada tahun 2013 dengan diagnosis obsesif
kompulsif

c. Riwayat Kehidupan Sebelumnya


Riwayat Penyakit Dahulu :

2
Riwayat gangguan psikiatri
Pasien pernah dirawat pada tahun 2013 dengan diagnosis obsesif
kompulsif
Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Pasien mengkomsumsi rokok.

d. Riwayat Kehidupan pribadi


Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien dilahirkan dalam kondisi normal.

Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur. Riwayat imunisasi tidak
diketahui.

Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)


Pasien tumbuh normal dan bergaul seperti anak-anak biasa. Setelah
menamatkan pendidikan TK, pasien melanjutkan pendidikan ke jenjang
berikutnya.

Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)


Pasien menjalani kehidupan yang sesuai.

Masa Dewasa
Pasien belum pernah menikah.

e. Riwayat kehidupan keluarga


Pasien merupakan anak ke-2 dari 3. Keluarga pasien tidak ada yang
mengalami gejala yang sama.

f. Situasi Sekarang

3
Pasien tinggal di kos kosan seorang diri.

g. Persepsi Pasien Tentang Diri Dan Kehidupannya


Pasien merasa dirinya sakit dan memerlukan pengobatan.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


a. Deskripsi Umum
- Penampilan: seorang pasien denga penampilan sesuai umur.
- Kesadaran: composmentis
- Perilaku dan aktivitas psikomotor : tenang.
- Pembicaraan: bicara spontan, intonasi sedang, artikulasi jelas.
- Sikap terhadap pemeriksa: terbuka dan bersahabat

b. Keadaan Afektif
- Mood : Takut
- Afek : Appropriate
- Empati : Dapat diraba/rasakan

c. Fungsi Intelektual (kognitif)


- Taraf Pendidikan, Pengetahuan umum dan kecerdasan : baik
- Daya konsentrasi : baik dan tidak mudah teralihkan
- Orientasi waktu, tempat, dan orang : baik
- Daya ingat jangka panjang baik, menengah dan pendek : baik
- Pikiran abstrak : baik
- Bakat kreatif : -
- Kemampuan menolong diri sendiri : baik

d. Gangguan Persepsi
- Halusinasi : (-)
- Ilusi : (-)
- Depersonalisasi : (-)

4
- Derealisasi : (-)

e. Proses Berpikir
- Bentuk Pikiran : realistik
- Arus Pikiran
a. Produktivitas : baik
b. Kontinuitas : Relevan
c. Hendaya berbahasa : tidak ada
- Isi Pikiran
a. Preokupasi : takut jikalau tindakannya akan memalukan
b. Gangguan isi pikir : waham (-), fobia (+) agorafobia.

f. Pengendalian Impuls
Selama wawancara, impuls pasien dapat di dikendalikan dengan baik.

g. Daya Nilai
- Norma Sosial : baik
- Uji Daya Nilai : baik
- Penilaian Realitas : baik

h. Tilikan
Menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan (derajat tilikan 6).

i. Taraf Dapat Dipercaya: Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik :
Status Internus
Tekanan Darah : 160/110 mmHg
Denyut Nadi : 100 kali/menit

5
Suhu : 36,8C
Pernapasan : 18 kali/menit
Anemis : (-)/(-)
Ikterus : (-)/(-)
Sianosis : (-)/(-)
Thorax
o Inspeksi : Respirasi dada simetris/bilateral
o Palpasi : Massa (-), Pergerakan dada bilateral
o Perkusi : Paru (Sonor)
o Auskultasi : Paru (vesikuler)
Neurologis
o Kesadaran :Composmentis dengan GCS 15 (E4V5M6)

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien keluhan takut akan keramaian. seperti ketika ikut dalam upacara
dan beribadah. Ketika pasien merasakan takut, jantung pasien berdebar
kencang, berkeringat bahkan mengalami gemetar tetapi tidak secara
tiba tiba dan tak bertahan selama 5 menit dan ketika itu pasien lebih
memilih berada di baris paling belakang, agar pasien merasa lebih
tenang.
Alasan pasien mengalami hal demikian, karena pada beberapa tahun
yang lalu, pasien pernah hampir jatuh ketika beribadah, pasien
merasakan pusing berputar. Setelah kejadian itulah pasien telah merasa
tidak percaya diri berada di keramaian disebabkan karena dia merasa
takut bahwa dia akan berperilaku memalukan di depan umum. Selain
itu pasien takut jikalau penyakitnya yang terdahulu akan kambuh
kembali.
Pada tahun 2013, pasien pernah berobat ke poli jiwa, dengan diagnosis
gangguan obsesi kompulsif, tetapi gejalanya telah tidak ada pada
situasi sekarang.

6
Selain merasakan takut keramaian, pasien juga mengeluhkan sulit tidur
sejak 2 minggu yang lalu.

V. DIAGNOSIS MULTIAXIAL
a. Aksis I
Berdasarkan autoanamnesadan didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa rasa takut pada keramaian. Keadaan ini menimbulkan
disstress bagi pasien dan lingkungannya, serta menimbulkan disabilitas dalam
social dan pekerjaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Gangguan Jiwa.
Pada pasien tidak ditemukan halusinasi,sehingga pasien didiagnosa
sebagai Gangguan Jiwa non-Psikotik.
Pasien mengalami rasa takut akan suatu hal sehingga pasien termasuk
Gangguan Anxietas fobik (F 40).
Dari anamnesis didapatkan 1) gejala psikologis pasien merupakan
manifestasi primer. 2) pasien merasakan takut pada kondisi tertentu 3)
pasien menghindari ketukan tersebut, sehingga berdasarkan kriteria
diagnostik PPDGJ III, pasien termasuk kedalam gangguan Agorafobia
(F40.0).
Ketika pasien mengalami ketakutan, pasien mengalami jantung berdebar,
berkeringat dan tremor tetapi tidak secara tiba tiba dan tak bertahan
selama 5 menit, oleh karena itu pasien tergolongkan Agoraphobia tanpa
gangguan panik (F40.00).
b. Aksis II
Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
c. Axis III
Penyakit sistem sirkulasi (hypertensi)
d. Aksis IV
Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial

7
e. Aksis V
GAF Scale 70-61 Beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik.

VI. DAFTAR PROBLEM


1. Organobiologik
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien
memerlukan psikofarmaka.
2. Psikososial
Merasa takut akan keramaian.

VII. PROGNOSIS
Dubia at Bonam
- Faktor Pendukung : Kepatuhan pasien dalam menjalani terapi dan
gejala pasien tidak terlalu mengganggu pekerjaan.

VIII. RENCANA TERAPI


1. Terapi psikososial
Terapi kognitif dan perilaku adalah terapi yang efektif untuk
gangguan panic. Dari berbagai respons disimpulkan bahwa terapi
kognitif dan perilaku mengungguli terapi farmakologi saja;
laporan lain menyimpulkan sebaliknya. Sejumlah studi dan
laporan menemukan bahwa kombinasi terapi kognitif dan
perilaku dengan farmakoterapi lebih efektif daripada terapi itu
secara tersendiri. Sejumlah studi yang mencakup pemantauan
lanjutan jangka panjang pada pasien yang memperoleh terapi
kognitif atau perilaku menunjukkan bahwa terapi tersebut efektif
menimbulkan remisi gejala yang bertahan lama.
o Aplikasi relaksasi

8
Relaksasi Herbert benson menyugesti pasien untuk
membayangkan situasi yang dapat membuat dirinya santai
dan relaks.
o Pelatihan pernafasan
Hiperventilasi berhubungan dengan gangguan panic,
makanya pasien diajarkan untuk mengatur ritme nafas
ketika panik.
o Pajanan in vivo
Pemajanan pasien terhadap stimulus yang ditakutinya
(Sadock, 2010).
2. Farmakoterapi
Aksis I
Antidepresan golongan SSRI : Kalxetin 10 mg,
Golongan benzodiazepim : Alprazolam 0,25 mg,
Mfla pulv dtd da in caps no.
S 2 dd 1
Aksis III
Calcium channel bloker : amlodipine 5 mg
S 1 dd 1

IX. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA


a. Definisi
Pasien dengan agoraphobia secara kaku menghindari situasi yang
dalam situasi tersebut akan sulit untuk didapatkan bantuan. Mereka lebih
memilih ditemani anngota keluarga atau teman di jalan yang ramai, took
yang ramai, ruang tertutup (seperti terowonganm jembatan dan lift), serta
kendaraan terututup (seperti kereta api bawah tanah, bus, dan pesawat).
Pasien dapat berkeras untuk ditemani setiap waktu saat mereka
meninggalkan rumah. Perilaku ini dapat mengakibatkan masalah
perkawinan, yang dapat disalahdiagnosiskan sebagai maslah utama.
Pasien yang mengalami gangguan parah dapat menolak meninggalkan

9
rumah. Khususnya sebelum diagnosis yang benar ditegakkan, pasien
dapat menjadi ketakutan bahwa mereka akan menjadi gila (Sadock,
2010).

b. Etiologi
Faktor biologis, riset mengenai dasar biologis gangguan panic
menghasilkan suatu kisaran temuan; satu interpretasi adalah bahwa gejala
gangguan anik terkait dengan suatu kisaran abnormalitas biologis dalam
struktur dan fungsi otak. Sebagaian besar penelitian dilakukan di area
dengan pengguanaan stimulan biologis untuk mencetuskan serangan
panik pada pasien dengan gangguan panic. Studi ini dan studi lainnya
menghasilkan hipotesis yang melibatkan disregulasi system saraf perifer
dan pusat dalam patofisiologi gangguan panic. System saraf otonom pada
sejumlah pasien dengan gangguan panikdilaporkan menunjukkan
peningkatan tonus simpatik, beradaptasi lambat terhadap stimulus
berulang, dan berespons berlebihan terhadap stimulus sedang. Studi
status neuroendokrin pada pasien ini menunjukkan beberapa
abnormalitas, walaupun studi-studi ini menghasilkan temuan yang tidak
konsisten. System neurotransmitter utama yang terlibat adalah
noreepinefrin, serotonin, dan asam y-aminobutirat (GABA) (Sadock,
2010).

c. Kriteria diagnostik
Menurut PPDGJ III yang merupakan pedoman diagnostik untuk
Agorafobia F40.0:
a) Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus
merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan
sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau
pikiran obsesif;

10
b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam
hubungan dengan ) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak
orang/keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah, dan
bepergian sendiri; dan
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang
menonjol (penderita menjadi house-bound) (Maslim, 2001).
Tanpa disertai dengan gangguan panik (F 40.00).

Menurut DSM-IV-TR
Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik
A. Adanya agorafobia terkait rasa takut mengalami gejala lir panic (ex.
Pusing atau diare).
B. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan panic.
C. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsugn suatu zat
D. Jika terdapat keadaan medis umum yang terkait, rasa takut yang
dijelaskan kriteria A dengan jelas melebihi rasa takut yang biasanya
berkaitan dengan keadaan medis tersebut.

d. Differential Diagnosis
Fobia social
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:
a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus
merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder
dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
b. Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi social tertentu
(outside the family circle); dan
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang
menonjol. (Maslim, 2001).

11
Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
Gangguan panic baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila
tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40,-)
Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali
serangan anxietas berat dalam masa kira kira satu bulan
a) Pada keadaan keadaan dimana sebenarnya secara objektif
tidak ada bahaya;
b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang
dapat diduga sebelumnya
c) Dengan keadaan yang relative bebas dari gejala gejala
anxietas pada periode di antara serangn serangan panic
(meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga
anxietas antisipatorik, yaitu anxietas yang terjadi
setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatiran
akan terjadi).

Menurut DSM-IV-TR
Gangguan panik dengan agorafobia
A. Mengalami 1 dan 2
1. Serangan panic berulang yang tidak diduga.
2. Sedikitnya satu serangan telah diikuti selama 1 bulan (atau lebih) oleh
salah satu (atau lebih) hal berikut :
a) Kekhawatiran menetap akan mengalami serangan tambahan.
b) Khawatir akan akibat atau konsekuensi serangan ( cth,. Hilang
kendali, serangan jantung, menjadi gila)
c) Perubahan perilaku yang bermakna terkait serangan.
B. Adanya agorafobia
C. Serangan akut tidak disebabkan efek fisiologis langsung zat.
D. Serangan panic tidak disebabkan gangguan jiwa lain.
(sadock, 2010)

12
e. Penatalaksanaan
1. Terapi psikososial
terapi kognitif dan perilaku adalah terapi yang efektif untuk
gangguan panic. Dari berbagai respons disimpulkan bahwa terapi
kognitif dan perilaku mengungguli terapi farmakologi saja;
laporan lain menyimpulkan sebaliknya. Sejumlah studi dan
laporan menemukan bahwa kombinasi terapi kognitif dan
perilaku dengan farmakoterapi lebih efektif daripada terapi itu
secara tersendiri. Sejumlah studi yang mencakup pemantauan
lanjutan jangka panjang pada pasien yang memperoleh terapi
kognitif atau perilaku menunjukkan bahwa terapi tersebut efektif
menimbulkan remisi gejala yang bertahan lama.
o Aplikasi relaksasi
Relaksasi Herbert benson menyugesti pasien untuk
membayangkan situasi yang dapat membuat dirinya santai
dan relaks.
o Pelatihan pernafasan
Hiperventilasi berhubungan dengan gangguan panic,
makanya pasien diajarkan untuk mengatur ritme nafas
ketika panik.
o Pajanan in vivo
Pemajanan pasien terhadap stimulus yang ditakutinya
(Sadock, 2010).

2. Farmakoterapi
Terapi agoraphobia adalah sama seperti pada gangguan panik,
terdiri dari obat obat anti ansietasm antidepresan dan psikoterapi
khususnya terapi kognitif perilaku (Kusumadewi, 2013).

13
DAFTAR PUSTAKA

Kusumadewi (ed). 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Maslim R (ed). 2001.Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-
III. Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, PT Nuh Jaya
Maslim, R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
Edisi Ketiga. Jakarta :Bagian Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, PT
Nuh Jaya
Sadock B J, Sadock V A. Kaplan & Sadock. 2010.Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Setiati, 2014, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed. VI. Jakarta : EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai