Anda di halaman 1dari 12

Hukum Dasar Termodinamika

May 5

Posted by Heri Rustamaji

1. Temperatur

Seperti diketahui bahwa temperatur merupakan salah satu


properti sistem yang telah dikenal luas penggunaannya, akan tetapi agak sukar untuk
mendefinisikannya, oleh karenanya definisi tentang temperatur akan lebih baik diberikan
dalam suatu fenomena saja. pertama kita menyadari adanya temperatur (suhu) sebagai
perasaan panas atau dingin bila kita menyentuh suatu benda. Demikian juga apabila dua buah
benda, yang satu panas dan yang satu dingin, disentuhkan satu sama lain, maka benda yang
panas akan mendingin, dan yang dingin akan menjadi panas, sehingga pada suatu waktu,
keduanya akan memiliki rasa panas atau dingin yang sama. Sebenarnya yang terjadi adalah
kedua benda tersebut mengalami perubahan sifat, dan pada waktu proses perubahan ini
berhenti, kedua benda berada dalam keadaan kesetimbangan thermal. Jadi dua sistem yang
berada dalam kesetimbangan thermal mempunyai sifat yang sama, sifat ini disebut temperatur
(suhu). Dengan kata lain, temperatur dari suatu benda adalah suatu indikator dari keadaan
panas yang dimiliki-nya didasari kepada kemampuan benda tersebut untuk mentransfer panas
ke benda lain. Hukum dasar yang mendasari pengukuran suhu dikenal dengan hukum
thermodinamika ke-nol. Hukum thermodinamika ke-nol menyatakan bahwa apabila dua
buah benda masing-masing berada dalam keadaan kesetimbangan thermal dengan benda yang
ketiga, maka kedua benda ini berada dalam kesetimbangan termal satu sama lain, artinya,
suhu kedua benda tersebut adalah sama. Skala untuk menentukan besar kecilnya temperatur
yang sudah dikenal adalah Fahrenheit, Celcius, Kelvin dan Rankine. Untuk melihat
perbedaan skala dari ke empat skala tersebut, bisa dilihat pada gambar berikut
ini .
Gambar 1. Skema Perbandingan Temperatur

Jelas terlihat bahwa satu satuan derajat (satuan perbedaan temperatur) adalah tidak sama
untuk Kelvin-Celcius dengan Rankine-Fahrenheit, atau dengan kata lain bisa di buat :

(1)

(2)

dan dari nilai skala seperti pada Gambar 1, diperoleh perbandingan :

dan (3)

dari penjelasan tersebut, maka dapat diperoleh relasi antara Rankine dengan Fahrenheit dan
relasi antara Celcius dengan Kelvin seperti berikut ini.

(4)

(5)

2. Tekanan

Tekanan secara matematis dapat diefinisikan seperti berikut ini :

P=Fn/A (6)

Fn = Komponen Gaya Normal tegak lurus A

A = Luas penampang Lintang


Agar lebih mudah dipahami, perhatikan Gambar 2 berikut ini.

Untuk gas dan cairan, istilah tekanan sering digunakan, tetapi untuk
zat padat, lebih sering digunakan istilah tegangan. Tekanan pada tiap titik dalam fluida yang
diam besarnya sama ke segala arah dan tekanan didefinisikan sebagai komponen gaya yang
tegak lurus pada suatu bidang per satuan luas. Tekanan P pada suatu titik di dalam fluida
yang berada dalam kesetimbangan besarnya sama ke segala arah, akan tetapi untuk zat cair
yang pekat dan dalam keadaan bergerak, variasi tekanan terhadap kedudukan bidang
datumnya merupakan suatu hal yang penting dan perlu pembahasan khusus di luar
thermodinamika. Dalam thermodinamika klasik, umumnya diperhatikan tekanan fluida dalam
keadaan setimbang.

Dalam berbagai penggunaan, umumnya digunakan istilah tekanan absolut, yaitu tekanan yang
dimiliki oleh sistem pada batas sistem. Istilah absolut digunakan untuk membedakannya dari
tekanan relatif (pressure gauge), karena dalam praktek, pengukur tekanan dan pegukur
kevakuman menyatakan perbedaan antara tekanan absolut dan tekanan atmosfer. Untuk
memperoleh tekanan absolut, maka tekanan atmosfer harus ditambahkan pada pembacaan
tekanan relatif, jadi :

Pabsolut = Prelatif + Patmosfer (7)

Persamaan (7) ini digunakan untuk tekanan di atas tekanan atmosfer. Untuk tekanan di
bawah tekanan atmosfer, maka tekanan relatif menjadi negatif, dan umumnya disebut tekanan
vakum sebesar harga tekanan relatif tersebut. Jadi tekanan relatif sebesar 10 atm disebut
vakum sebesar 10 atm. Hubungan antara tekanan absolut, tekanan relatif, tekanan atmosfer,
dan vakum dinyatakan secara grafis dalam Gambar 3 berikut ini
Gambar 3. Skema Perbandingan Tekanan

3. Hukum-Hukum Dasar Thermodinamika

Di dalam mempelajari thermodinamika akan selalu megacu kepada hukum-hukum dasar


thermodinamika yang ada. Ada tiga hukum yang sangat penting, yaitu hukum
thermodinamika pertama, kedua dan ketiga. Ketiga hukum ini bersama-sama dengan hukum
thermodinamika ke nol membentuk suatu dasar yang membangun pengetahuan
thermodinamika. Hukum-hukum ini bukanlah dalil (teorema) dalam pengertian dapat
dibuktikan, tetapi sebenarnya adalah postulat yang berdasarkan kenyataan eksperimental.
Seperti halnya hukum thermodinamika pertama, suatu eksperimental telah dilakukan Joule
(1840-1878) sebagai suatu perwujudan dan pembuktian dari hukum pertama tersebut. Dalam
buku thermodinamika bagian pertama ini hanya dibahas hukum pertama dan kedua saja.

3.1 Hukum Thermodinamika I dan Formulasinya

Hukum I Thermodinamika menerangkan tentang prinsip konservasi energi yang menyatakan


bahwa, energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, namun demikian energi tersebut
dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain menjadi kerja misalnya. Dari konsep ini,
dapat dikatakan bahwa energi dapat diubah menjadi kerja dan juga kerja dapat diubah
menjadi energi. Dalam kaitan dengan Thermodinamika salah satu bentuk dari energi yang
dimaksud adalah Panas (Heat), dan kerja (Work).

Ditinjau suatu sistem tertutup, persamaan energi di peroleh dari penyusunan Neraca Energi
untuk sistem tertutup tersebut, yaitu seperti berikut :

(8)
(9)

Keterangan : Q = Panas yang berpindah dari atau ke sistem ( Qin Qout )

W = Kerja dalam berbagai bentuk ( Wout Win )

= Perubahan Energi total dari sistem, ( E2 E1 )

Perubahan Energi total dinyatakan sebagai jumlah dari perubahan energi dalam ,
energi potensial , dan energi kinetik pada suatu sistem, maka persamaan (9) dapat
ditulis dalam bentuk :

(10)

Keterangan :

kebanyakan sistem tertutup adalah stasioner sehingga perubahan energi kinetik dan potensial
dapat diabaikan, persamaan (10) menjadi :

(11)

Telah menjadi suatu kesepakatan umum, bahwa tanda + dan dari nilai Q dan W
adalah seperti berikut ini.

Gambar 4. Sistem tertutup dan notasi kerja dan panas

Untuk menghitung nilai Kerja (W) dari suatu proses pada sistem tertutup ini, akan
diilustrasikan dari pergerakan piston di dalam sebuah silinder, seperti gambar berikut ini.
Gambar 5. Silinder Piston

Menurut Hukum thermodinamika pertama, energi dalam dari sistem akan berubah bila
sistem akan berubah bila sistem tersebut menerima kerja atau melepaskan panas. Dari gambar
diatas dapat dikatakan bahwa bila piston ditekan dengan tekanan tertentu secara konstan,
maka volume cairan akan berubah sampai suatu saat sistem tersebut diberikan sejumlah kalor
(panas) sehingga cairan tersebut kembali mengekspansi sampai ke keadaan semula. Akhirnya
satu siklus proses tadi dapat dikatakan reversibel pada tekanan tetap dan volume tetap. Dalam
bentuk formulasi matematisnya dapat dinyatakan sebagai berikut.

Kerja (W) = Gaya (F) x Jarak perpindahan (L) (12)

Untuk Gambar 5 tersebut, Gaya (F) = P x A, dimana A adalah luas penampang lintang piston
yang bekerja pada cairan, dengan demikian kerja (W) dapat ditulis sebagai :

(13)

Atau (14)

Untuk perubahan volume yang sangat kecil (dV), maka persamaan (14) dapat ditulis sebagai :

dW = P dV (15)

integrasi persamaan (15) akan menghasilkan :

(16)

Contoh (1):

Sebuah tangki berisi air panas yang akan didinginkan dengan cara mengaduk-aduk air panas
tersebut dengan pengaduk. Mula-mula energi dalam dari fluida adalah 800 kJ. Selama proses
pendinginan, fluida kehilangan panas sebesar 500 kJ, dan pengaduk melakukan kerja
terhadap fluida sebesar 100 kJ.Tentukan nilai energi dalam akhir.

Penyelesaian :

Persoalan tersebut digambarkan seperti berikut ini :


Gambar 6. Ilustrasi sistem

Analisis :

Terlihat bahwa tidak ada massa yang berpindah, sehingga sistem yang dimaksud adalah
sistem tertutup atau non flow system. Tidak ada pergerakan sistem dan sistem dianggap
stasioner, sehingga DEp dan DEk sama dengan nol, maka digunakan persamaan (2-11) :

= U2 U1

dengan mengacu pada tanda + dan terhadap sistem, maka diperoleh :

-500 kJ (-100 kJ) = U2 800 kJ

U2 = 400 kJ

2.3.2 Enthalpi

Secara eksplisit, enthalpi didefinisikan dalam bentuk persamaan matematis seperti berikut ;

H = U + PV (17)

keterangan : H = enthalpi

P = tekanan absolut

V = volume

semua variabel yang ada dipersamaan (17) harus mempunyai satuan yang sama. Hasil kali P
dengan V mempunyai satuan energi, demikian juga dengan U. Oleh karena U, P dan V adalah
fungsi keadaan (state functions), bentuk differensial dari persamaan (17) dapat ditulis sebagai
:

dH = dU + d(PV) (18)
persamaan (18) ini digunakan apabila adanya suatu perubahan differensial pada suatu sistem.
Integrasi persamaan (18) akan menghasilkan :

(19)

enthalpi sebagai salah satu properti thermodinamika, sangat berguna dalam banyak
pemakaian, terutama pada persoalan-persoalan yang melibatkan proses alir yang seringkali
memunculkan suku-suku U dan PV.

Contoh (2) :

Hitunglah dan untuk 1 kg air, apabila aitr tersebut diuapkan pada temperatur
o
konstan 100 C dan tekanan konstan 101.325 kPa. Volume spesifik air dalam fasa cair dan
volume spesifik air dalam fasa uapnya masing-masing adalah 0.00104 dan 1.673 m3/kg. Pada
proses ini, panas sebesar 2256 kJ diberikan kepada air sehingga penguapan dapat
berlangsung.

Penyelesaian :

Analisis : air sebanyak satu kilogram ditetapkan sebagai sistem. Dimisalkan air tersebut
ditempatkan di dalam sebuah silinder tabung yang bertekanan 101.325 kPa. Begitu panas
diberikan, air akan mengekspansi dari volume mula-mula ke volume akhir, kerja yang
diberikan oleh air kepada piston, dihitung menurut persamaan (2-16), yang hasil integrasinya
adalah :

W = P (V2 V1) (A)

V2 adalah volume uap air di dalam silinder, besarnya :

= Massa air didalam tangki (volume spesifik cairan air)

= 1 kg (1.673 m3/kg)

= 1.673 m3.

V1 adalah volume air di dalam silinder, besarnya :

= Massa air didalam tangki (volume spesifik uap air)

= 1 kg (0.00104 m3/kg)

= 0.00104 m3.

Substitusikan harga-harga tersebut ke dalam persamaan (A), sehingga diperoleh :

W = (101.325 kPa) (1.673 0.00104) m3

W = 169.4 kPa = 169.4 kJ.


Selanjutnya nilai dapat dihitung dari persamaan (11).

= 2256.9 169.4 = 2087.5 kJ

sedangkan , dihitung dari persamaan (19), dengan catatan bahwa tekanan selama proses
berlangsung adalah tetap, hasilnya adalah :

= +W

= 2087.5 kJ + 169.4 kJ = 2256.9 kJ

3.3 Proses Alir ( Flow-System) Steady-state

Untuk kebanyakan proses dalam industri, analisis terhadap proses alir steady-state sering
dijumpai, terutama pada peristiwa mengalirnya fluida di dalam suatu peralatan. Analisis dan
perhitungan yang dilakukan terhadap peristiwa demikian tetap akan didasari pada hukum
thermodinamika pertama dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Istilah
steady-state dalam hal ini berkaitan dengan berlangsungnya suatu proses tidak tergantung
kepada waktu atau dengan kata lain, tidak terjadi akumulasi massa dan energi dari suatu
sistem yang ditinjau. Sebagai dasar dari perhitungan proses alir ini, disusunlah suatu
persamaan kontinuitas.

Persamaan kontinuitas menggambarkan suatu hubungan tekanan, kecepatan aliran, dan luas
penampang aliran dari titik inlet ke titik outlet tanpa melalui suatu sistem peralatan proses.
Berikut ini akan diturunkan persamaan kontinuitas untuk suatu aliran satu dimensi. Sebagai
Illustrasi perhatikan Gambar 7.

Gambar 7. Aliran melalui Potongan Tabung

Apabila proses mengalirnya fluida di dalam tabung tersebut berlangsung secara steady-state,
maka massa fluida yang mengalir melalui tiap penampang harus sama, dengan kata lain :

(20)

atau (21)
Persamaan (21) dikenal sebagai Persamaan Kontinuitas untuk aliran satu dimensi. Dengan
menggunakan differensial Logaritmik, diperoleh bentuk :

(22)

Persamaan kontinuitas adalah pernyataan matematik dari prinsip kekekalan massa, dan
bersama-sama dengan persamaan energi sebelumnya, sangat membantu penyelesaian soal-
soal keteknikan.

Untuk memudahkan dalam mendapatkan bentuk umum dari persamaan energi proses
alir, Pertimbangkan suatu proses alir seperti pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8. Proses Alir Steady-state

Suatu fluida mengalir melalui peralatan-peralatan seperti tersebut pada gambar, dari titik
inlet (1) ke titik outlet (2). Pada titik inlet (1) kondisi fluida ditandai dengan subskrip
1. Pada titik ini pula fluida berada pada ketinggian z1 dari bidang datumnya, dengan
kecepatan v1, memiliki volume spesifik v1, tekanan P1 dan energi dalam (U1). Dengan cara
yang sama, untuk titik outlet ditandai dengan subskrip 2. Sistem dianalisis dalam besaran per
satuan massa fluida. Perubahan energi per satuan massa untuk sistem tersebut melibatkan
perubahan energi kinetik, potensial dan energi dalamnya seperti pada persamaan (10).

Keterangan :
sehingga secara umum, persamaan energi untuk proses alir steady-state dapat ditulis sebagai :

m(u2 u1) + 1/2 m(u22 u12)+ mg(z2 z1) = Q W (23)

W pada persamaan (23) menyatakan semua kerja yang dilakukan oleh fluida, dan nila kerja
(W) tesebut merupakan jumlah dari Kerja Poros (Shaft Work, Ws) dan Kerja hasil kali PV
dari fluida yang mengalir. Yang dimaksud dengan kerja poros (Ws) adalah kerja yang yang
dilakukan atau diterima oleh fluida yang mengalir melalui suatu peralatan sehingga
dihasilkan suatu kerja mekanik (misalnya dapat memutar suatu poros atau menggerakan
baling-baling pada turbin dan banyak lagi lainnya). Secara matematis dapat dituliskan :

W = Ws + P2V2 P1V1 (24)

selanjutnya substitusikan persamaan (24) ke dalam persamaan (23), sehingga diperoleh :

m(u2 u1) + 1/2 m(u22 u12)+ mg(z2 z1) = Q [Ws + P2V2 P1V1] (25)

diketahui bahwa, V2 = mv2 dan V1 = mv1, dengan menyusun kembali persamaan (2-23) akan
diperoleh :

m[(u2 + P2V2) (U1 + P1V1)] + mg(z2 z1) = Q Ws (26)

oleh karena h = u + P V, maka persamaan (24) menjadi :

m(h2 h1) + 1/2 m(u22 u12)+ mg(z2 z1) = Q Ws (27)

atau (28)

Persamaan (28) merupakan persamaan umum proses alir steady-state.

Untuk kebanyakan pemakaian di dalam thermodinamika, perubahan energi kinetik


dan energi potensial aliran relatif lebih kecil (sering diabaikan) jika dibandingkan dengan
energi bentuk lainnya, sehingga persamaan (28) menjadi :

atau

(29)

dalam hal ini, diketahui bahwa enthapi (h) adalah fungsi keadaan, sehingga ia punyai nilai
tertentu pada kondisi P dan T tertentu pula, untuk itu sering juga nilai enthalpi ini dapat
dilihat pada Tabel-tabel data thermodinamika untuk zat-zat murni tertentu.
Contoh 3 :

Udara pada tekanan 1 bar dan 25 oC memasuki sebuah kompressor dengan kecepatan rendah,
tekanan keluar kompressor adalah 3 bar, untuk selanjutnya melewati sebuah nozel, dimana
udara tersebut akan terekspansi sehingga kecepatannya menjadi 600 m/det dimana udara
kembali pada tekanan 1 bar dan 25 oC seperti semula. Jika pada saat kompressi terjadi adalah
240 kJ per kilogram udara, berapa banyak panas yang dipindahkankan selama proses
kompressi tersebut berlangsung ?

Penyelesaian :

Analisis : oleh karena kondisi udara keluar sama dengan kondisi udara masuk,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan enthalpi dari udara. Selanjut perubahan
energi kinetik mula-mula (pada titik inlet) dapat dianggap kecil sekali. Abaikan juga
perubahan energi potensial baik pada titik inlet maupun titik outletnya, sehingga persamaan
(28) menjadi :

Q = 1/2 m(u22 )+ Ws (A)

Karena m tidak diketahui, maka persamaan (A) dinyatakan dalam bentuk per
satuan massa.

Q = 180 kJ/kg 240 kJ/kg = -60 kJ/kg.

Anda mungkin juga menyukai