Anda di halaman 1dari 30

LEARNING ISSUE TUTORIAL SKENARIO B BLOK 14

Disusun Oleh: Galih Nugraha

Nim : 04121401078

Kelompok Tutorial : 7

PDU NON REGULER 2012

Tutor : dr. Safyudin M, Biomed.

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2013

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
Laporan Learning Issue Tutorial Skenario B blok 14 ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian
dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Dalam penyelesaian laporan ini, kami banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur,
hormat, dan terimakasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi
tutorial,
2. Dr. Safyudin M, Biomed selaku tutor kelompok 7.
3. Teman-teman sejawat FK Unsri,
4. Semua pihak yang telah membantu kami.
Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih
terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.

Palembang, 26 Desember 2013

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER..................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................3
LEARNING ISSUE SKENARIO B BLOK 14
- Skenario A Blok 12..................................................................................................................4
1. DM tipe
2.5
2. Syok hipoglikemik
..8
3. Hormon metabolisme
...16
4. Glibenklamid.22

Daftar Pustaka...........................................................................................................................30

3
Skenario B Blok 14 Tahun 2013

Tn. A, 67 tahun, dibawa ke ruang gawat darurat RSMH oleh keluarganya karena koma
sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu dan setiap hari
mengonsumsi obat glibenklamid 5 mg. Menurut keluarganya, sebelum koma, pasien merasa
dingin, berkeringat, palpitasi, badan lemas dan merasa cemas, setelah minum obat sebelum
makan pagi.

Pemeriksaan fisik

Kesadaran: koma, TD 90/40 mmHg, nadi 120 x/menit, suhu 36OC.

Tidak ditemukan kelainan lain pada pemeriksaan fisik.

Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dengan alat glukometer: 40 mg/dl.

Learning Issue yang akan dibahas :

1. DM tipe 2
2. Syok hipoglikemik
3. Hormon metabolisme
4. Glibenklamid

4
a. Diabetes Melitus Tipe 2

Epidemiologi

DM tipe 2 yang meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes, faktor lingkungan diabetes,
faktor lingkungan sangat berperan. Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar
antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk membandingkan
prevalensi diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia. Dengan demikian kita
dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau suatu kelompok etnis tertentu dengan
kelompok etnis kulit putih pada umumnya. Misalnya di negara-negara berkembang yang laju
pertumbuhan ekonominya sangat menonjol, misalnya di Singapura, prevalensi diabetes sangat
meningkat dibanding dengan 10 tahun yang lalu. Demikian pula pada beberapa kelompok
etnis di beberapa negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan
cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur, prevalensi diabetes bisa
mencapai 35% seperti misalnya di beberapa bangsa mikronesia dan polinesia di pasifik,
Indian pima di Amerika Serikat, orang Meksiko yang ada di Amerika serikat, bangsa Creole di
Amerika Selatan. Prevalensi tinggi juga ditemukan di Malta, Arab Saudi, Indian Canada, dan
Cina di Mauritius, Singapura dan Taiwan.

Indonesia termasuk dalam kelompok dengan prevalensi yang paling rendah saat itu. Ini
mungkin karena Indonesia belum punya angka nasional resmi. Yang lebih memprihatinkan
adalah komposisi umur pasien diabetes di negara maju kebanyakan sudah berumur 65 tahun
jadi pada umur yang sudah tidak produktif lagi, sedangkan di negara berkembang kebanyakan
pasien diabetes berumur antara 45 sampai 64 tahun, golongan umur yang masih sangat
produktif.

Patofisiologi

Diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu resisten pada
insulin dikarenakan reseptor insulin yang tidak bisa mengikat insulin yang kedua dikarenakan
oleh rusaknya sel pada pancreas yang mensekresi insulin tetapi dalam bentuk immature
proinsulin. Mekanismenya adalah dikarenakan hiperglikemia yang terjadi diplasma

5
biasanya terjadi pada orang yang mengalami obesitas. Pada kaadaan tersebut insulin
desekresikan untuk mengangkut glukosa yang berlebihan ke dalam sel untuk disimpan dan
dipakai sebagai energi. Akan tetapi pada orang yang obesitas terjad efeki toksik di jaringan
seperti otot rangka dan hati, yang menyebabkan rusaknya reseptor insulin yang berfungsi
untuk mengirimkan sinyal kepada GLUT 4 untuk membawa glukosa masuk ke dalam sel.
Akibatnya glukosa menumpuk dan tidak diangkut ke dalam sel. Banyaknya glukosa di plasma
menyebabkan pancreas mensekresikan insulin lebih banyak akan tetapi tidak memberikan
efek. Dan terjadilah kerusakan atau kelelahan sel karena bekerja terlalu keras untuk
menghasilkan insulin. Sel yang sudah risak masih mensekresi insulin tetapi dalam bentuk
imatur yang disebut proinsulin. Insulin yang belum matur ini tidak memiliki efek sama
dengan insulin. Akibatnya glukosa tetap meningkat dan sel mengalami kerusakan. Biasanya
resistensi insulin terjadi karena faktor sindrom metabolic dan genetik. Gejala gejalanya berupa
:

Obesitas, yaitu bisa berupa akumulasi lemak di abdomen

Resisten insulin

Hiperglikemi

Abnormalitas lipid

Hipertensi

Gejala

Gejala penderita diabetes ialah

1. Kelelahan, kelelahan merupakan gejala yang bisa dilihat pada penderita DM, karena
tidak ada glukosa yang masuk di sel untuk demetabolisme menjadi energy

2. Acanthosis Nigricans, penebalan kulin dengan warna gelap biasanya terjadi di daerah
lipatan seperti ketiak, dan pubis. Biasanya terjadi karena orang yang obesitas
6
3. Luka yang lambat sembuh , merupakn gejala yang sering menyerang kaki penderita
DM, dimana kelebihan glukosa dalam plasma akan menurunkan jumlah makrofag dan
neuropathy yang menyebabkan si penderita tidak merasakan sakit ketika mengalami
luka.

4. Penurunan berat badan, jika tidak adanya glukosa yang disimpan, di dalam sel
sehingga penurunan berat badan terjadi. Faktor ini juga didukung oleh keseringan
buang air kecil.

5. Polydipsi, polypaghia, polyuria , merupakan 3 gejala yang sangat umum. Mudah haus,
disebabkan karena seringnya buang air kecil dan resistensi leptin yang mengakibatkan
selalu merasa lapar.

6. Penglihatan kabur. Disebabkan karena mikroangiopathy di daerah retina.

Diagnosis

Untuk penderita diabetes bisas didiagnosis dengan memerikasa:

Glukosa puasa dan kadar insulin, normal kadar glukosa puasa waktu sehari ialah 80-
90mg/100ml, batas dikatakan normal ialah 110mg/11ml. jika lebih maka menunjukan
adanya gejala DM

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)

- 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa

- kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan

- puasa semalam, selama 10-12 jam

- kadar glukosa darah puasa diperiksa

- diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml
dan diminum selama/dalam waktu 5 menit

- diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama
pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

7
Pernafasan aseton, dikarenakan peningkatan aseton karena peningkatan sejumlah kecil
asam asetoasetat. Aseton yang mudah menguap ini dikeluarkan pada saat ekspirasi.
Pada DM tipe 2 asam asetoasetat tidak diproduksi lebih, tetapi bila sudah parah asam
keto akan dihasilkan pada DM 2

Tes toleransi glukosa

Komplikasi

Pada DM tipe dua ada macam macam komplikasi dari yang akut dan kronis. Pada tipe akut
biasanya pasien akan mengalami hipoglikemi koma atau hiperglikemi koma. Hipoglikemi
koma biasanya disebabkan karena kelebihan hormone insulin dan kurangnya glukosa .
biasanya disebabkan oleh memakan obat antidiabetic yang meningkatkan aktifitas kinerja
insulin. Sedangkan hiperglikemi disebabkan oleh defisiensi relative atau absolute insulin
infeksi atau miokard infark.

Pada komplikasi kronis dapat menyebabkan mikroangiopati, makroangiopati, neuropati.


Neuropati merupakan gejala yang bisa mengganggu kinerja dari otak, ginjal vasikular perifer,
otak dan jantung serta mata. Pada mikroangiopati bila mengenai mata atau ginjal maka akan
menyebabkan daiabethic retinopathy dan diabethic nephropathy. Artherosklerosis merupakan
komplikasi DM tipe 2 di daerah vaskuler yang bisa meningkatkan penyumbatan daerah
pembuluh darah dan berpengaruh pada faktor resiko gagal jantung.

Pencegahan dan Pengobatan

Pengobatan permanen untuk diabetes tipe 2 belum ada. Selama masih dalam status
prediabetik, dianjurkan untuk olahraga dan diet juga berhenti mengkonsumsi rokok dan
alkohol. Bila sudah terkena, memakan obat seperti golongan sulfoniluria juga bisa tetapi
penggunaan insulin dari luar merupakan preoritas utama.

b. Syok hipoglikemik

Pendahuluan

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar glukosa darah
dibawah rentang batas normal. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan berat

8
ringannya ditentukan pula oleh lamanya terjadi penurunan kadar glukosa darah serta berat ringan
gejala yang timbul. Pada pasien diabetes melitus, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian obat-
obat golongan sulfonylurea dan pemakaian insulin. Pengaruh buruk hipoglikemia terutama akan
menyebabkan gangguan fungsi syaraf otak yang bila berlangsung lama akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam penatalaksanaan diabetes melitus,
terutama pada pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah yang akan
meningkatkan risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat hiperglikemia.

Ancaman hipoglikemi akan meningkatkan risiko kerusakan otak yang permanen, karena
glukosa merupakan sumber energi utama bagi tubuh terutama otak. Otak tidak dapat mensintesis
glukosa dan menyimpannya dalam bentuk glikogen, sehingga memerlukan suplai glukosa dari
sirkulasi darah secara kontinyu. Untuk melindungi integritas otak, tubuh mengadakan respons
terhadap hipoglikemi dengan supresi sekresi insulin melalui pelepasan hormon-hormon kontra
regulasi terutama glukagon dan epinefrin (adrenalin). Penatalaksanaan hipoglikemi meliputi deteksi
dini terhadap adanya gejala dan tanda-tanda awal hipoglikemi, mengobatinya secara benar dan
mencegah terjadinya episode hipoglikemi berulang melalui edukasi kepada pasien dan keluarganya.

Regulasi kadar glukosa darah (Homeostasis Glukosa)

Sistem syaraf pusat sangat tergantung pada oksidasi glukosa sebagai sumber energi utamanya.
Gangguan suplai glukosa akan mengakibatkan gangguan fungsi otak (neuroglikopenia), dan bila
berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan syaraf otak yang irreversibel dan kematian. Pada
orang dewasa sehat dengan BB 70 kg, kebutuhan glukosa otak diperkirakan sebanyak 1 mg/kg/menit
atau sebanyak 100 g/hari. Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh 2 transporter glukosa yaitu GLUT 1
dan GLUT3 yang tidak tergantung dengan insulin. Dalam keadaan hipoglikemia, sistem transportasi
glukosa ini mengalami gangguan. Sedangkan pada hipoglikemia kronik akan terjadi up regulasi
transporter glukosa, suatu fenomena penting yang berperan dalam terjadinya hypoglycemia
unawareness.

Dalam keadaan puasa, otak dapat menggunakan benda2 keton ( -hydroksi-butirat dan aseto
asetat) sebagai sumber energi alternatif. Ambilan benda2 keton oleh otak proporsional dengan
kadarnya didalam darah. Oksidasi benda2 keton dapat menjadi sumber energi hanya bila kadarnya
didalam sirkulasi mengalami peningkatan, seperti terjadi dalam keadaan puasa yang lama. Jadi bila
kadar glukosa darah rendah, sedangkan kadar keton sangat tinggi, maka otak sebagian terlindung dari
efek buruk hipoglikemia. Namun bila kadar glukosa dan keton rendah, seperti terjadi pada hipoglikemi
akibat pemberian insulin dan gangguan oksidasi asam lemak, otak akan sangat rentan terhadap
gangguan metabolik. Kadar glukosa didalam sirkulasi ditentukan oleh keseimbangan antara asupan
glukosa (absorpsi + produksi) dan utilisasi/ penggunaannya oleh berbagai jaringan. Dalam keadaan
9
puasa, produksi glukosa tergantung pada ketersediaan substrat2 yang diperlukan bagi proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sementara utilisasi glukosa ditentukan oleh ambilan glukosa dan
ketersediaan sumber energi alternatif terutama bagi jaringan otot. Mekanisme utama yang berperan
dalam pencegahan hipoglikemia ditunjukkan dalam gambar dibawah ini :

Dalam keadaan puasa (post absorptive state), kadar insulin menurun, sehingga menurunkan
ambilan glukosa oleh hepar, otot dan lemak. Glikogenolisis didalam hati merupakan proses paling
penting untuk memenuhi kebutuhan glukosa dalam keadaan puasa selama 12 sampai 24 jam.

Gambar 1. Homeostasis glukosa

Bila puasa berlangsung lebih lama, setelah simpanan glikogen hati berkurang, akan terjadi
lipolisis dan pemecahan protein untuk mempertahankan kadar asam lemak, gliserol dan asam amino
didalam aliran darah. Asam lemak akan digunakan oleh otot sebagai sumber energi dan oleh hati
untuk memproduksi benda2 keton yang akan digunakan sebagai sumber energi alternatif bagi
jaringan2 tubuh lain. Gliserol dan asam amino akan diambil oleh hati dan ginjal yang akan digunakan
sebagai bahan utama bagi proses glukoneogenesis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa produksi
glukosa pada laki-laki sehat sekitar 1,8 mg/kg/menit selama dalam keadaan puasa sampai 40 jam.
Kontribusi proses glukoneogenesis terhadap produksi glukosa basal meningkat dari 41% setelah 12
jam sampai 92% setelah 40 jam puasa. Dalam keadaan puasa yang lama, ginjal memproduksi 25%
atau lebih dari total kebutuhan akan glukosa, terutama melalui proses glukoneogenesis dari glutamine,
laktat dan gliserol. Pada insufisiensi ginjal kronik yang berat akan terjadi gangguan produksi glukosa
renal sehingga akan menimbulkan hipoglikemi puasa. Bila kadar glukosa plasma berada dibawah nilai
ambang hipoglikemi, akan terjadi pelepasan hormon2 kontra regulasi, sebagai usaha untuk

10
meningkatkan produksi glukosa. Nilai ambang ini diperkirakan pada kadar 67 mg/dl. Bagian
ventromedial hypothalamus merupakan organ utama yang berperan dalam respons kontra regulasi.

Hormon2 kontra regulasi terbagi dalam 2 kelompok :

Hormon2 kerja cepat yaitu katekolamin dan glukagon.

Hormon2 kerja lambat yaitu growth hormone dan kortisol.

Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) bekerja menghambat sekresi insulin dan secara langsung
merangsang proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal, menghambat utilisasi glukosa di jaringan
perifer dan merangsang proses lipolisis. Selanjutnya proses lipolisis akan menghasilkan substrat2 yang
diperlukan untuk glukoneogenesis (yaitu gliserol) dan sumber energi alternatif bagi otot (yaitu asam
lemak dan benda2 keton). Glukagon terutama bekerja merangsang produksi glukosa hati, namun
sangat sedikit atau bahkan tidak mempunyai efek terhadap utilisasi glukosa perifer atau stimulasi
produksi glukosa ginjal. Walaupun glukagon merangsang lipolisis dan ketogenesis, namun hanya
mempunyai efek minimal terhadap mobilisasi prekursor glukoneogenesis dari lemak. Efek kontra
regulasi dari kortisol dan growth hormone terjadi beberapa jam setelah hipoglikemi. Jadi kedua
hormon ini hanya berperan minimal dalam pencegahan hipoglikemi akut, namun penting dalam
pencegahan hipoglikemi akibat puasa yang lama. Kortisol merangsang glukoneogenesis hati dan
lipolisis, sehingga meningkatkan kadar asam lemak bebas dan gliserol. Growth hormone juga
mempunyai efek yang sama terhadap lipolisis dan glukoneogenesis, serta secara bersamaan menekan
utilisasi glukosa di jaringan perifer. Kedua hormon diatas dapat meningkatkan lipolisis untuk
menghasilkan substrat penting bagi proses glukoneogenesis, serta asam lemak bebas dan benda2 keton
yang akan digunakan sebagai sumber energi cadangan/ alternatif.

Diagnosis hipoglikemi

Diagnosis hipoglikemi ditegakkan berdasarkan trias Whipple, yaitu :


Adanya gejala2 dan tanda-tanda hipoglikemi
Kadar glukosa plasma yang rendah
Terjadi pemulihan gejala setelah kadar glukosa plasma kembali normal melalui pemberian glukosa
eksogen.
Namun, nilai cutoff dari kadar glukosa plasma untuk menetapkan hipoglikemi masih simpang siur.
Berbagai kepustakaan menggunakan rentang nilai antara 45 sampai 75 mg/dl (2,5 4,2 mmol/l).
Dalam praktek sehari-hari, definisi hipoglikemi disesuaikan dengan keadaan klinis.
11
Walaupun tidak ada ketentuan pasti tentang seberapa rendah kadar glukosa darah sebagai patokan
mendefinisikan hipoglikemi, namun terdapat kesepakatan bahwa kadar glukosa plasma vena antara 45
sampai 60 mg/dl (2,5 3,3 mmol/l) jelas mendukung adanya hipoglikemi, dan bila dibawah 45 mg/dl
(2,5 mmol/l) biasanya sudah menimbulkan gejala klinis yang berat. Bila kadar glukosa darah yang
rendah disertai dengan gejala2 neurologik, kecurigaan terhadap hipoglikemi lebih tinggi dan perlu
segera dicari faktor penyebabnya. Pada pasien diabetes melitus yang diterapi dengan insulin, kadar
glukosa darah hendaklah dipertahankan diatas 75 mg/dl (4,2 mmol/l) untuk mencegah kemungkinan
terjadinya hipoglikemi simtomatis dan hypoglycemia unawareness.

Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi


Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi dibagi dalam 2 kategori, yaitu : otonomik dan
neuroglikopenik. Tanda-tanda dan gejala-gejala otonomik terjadi akibat aktivasi sistem syaraf otonom
melalui pelepasan epinefrin dari medulla adrenal kedalam sirkulasi dan norepinefrin dari ujung2 syaraf
simfatis postganglionic kedalam jaringan2 target. Dalam keadaan normal, ambang glikemik bagi
pelepasan katekolamin lebih tinggi daripada ambangnya bagi induksi gejala-gejala neuroglikopenik.
Sehingga gejala-gejala otonomik mengawali timbulnya gejala-gejala neuroglikopenik. Gejala-gejala
dan tanda-tanda yang berhubungan dengan pelepasan katekolamin dapat berupa tremor, muka pucat,
palpitasi, takhikardia, tekanan nadi yang melebar dan rasa cemas (ansietas). Berkeringat, rasa lapar
dan parestesia juga umum ditemukan, yang biasanya dimediasi oleh adanya pelepasan asetilkholin.
Pada orang dewasa, pengeluaran keringat lebih mencolok, hal ini diduga akibat stimulasi oleh syaraf2
simfatis kolinergik post ganglionik.

Tabel 1. G ejal a-gejala dan t and a-tand a hipoglik emi pad a oran g dewasa

Otonomi k Neu roglik openik

Gejala- Tanda-tanda G ejal a-gejala Tand a-tand a


gejal a

Rasa lapar Muka pucat B adan lemas, rasa Cort ical


capek blindness

12
Berkeri ngat Takhikardia Dizziness Hypot hermi a

Rasa cem as Tekanan nadi S akit kepal a S ei zures


melebar

Parestesi a Bi ngung Coma

Palpi tasi P erubahan tingkah


l aku

Trem or Gangguan fungsi


kognit if

P engli hatan kabur,


dipl opia.

Gejala2 neuroglikopenik terjadi akibat kekurangan glukosa didalam otak. Karena glukosa
merupakan sumber energi utama untuk metabolisme jaringan otak, maka penurunan kadar glukosa
darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi bagi otak.

Jadi, gejala2 neuroglikopenia tidak dapat dibedakan dengan gejala2 akibat terjadinya hipoksia
jaringan otak. Gejala2 tersebut antara lain berupa rasa lemas, kelelahan, pusing, sakit kepala,
perubahan perilaku dan bingung. Pasien dapat mengalami letargi, mudah tersinggung dan bahkan
dapat bersikap agresif. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kognitif, gangguan berfikir dan
berkonsentrasi, aphasia dan bicara kacau. Disamping itu, hipoglikemia dapat menyebabkan pandangan
kabur, kebutaan, paresthesia, hemiplegi, hipotermi, dan bahkan koma, kejang dan berakhir dengan
kematian.

Faktor risiko hipoglikemi

13
Beberapa faktor risiko untuk terjadinya hipoglikemi pada pasien diabetes melitus antara lain :

Faktor risiko umum : Faktor risiko yang jarang :

1. Kesalahan dosis dan jadwal injeksi insulin 1. Defisiensi endokrin cortisol, GH, atau
disertai asupan karbohidrat yang kurang keduanya
2. Obat hipoglikemik oral terutama 2. Non - cell tumor
golongan sekretagog tanpa diikuti asupan 3. Alkohol atau salisilat
karbohidrat yg cukup 4. Penghentian tiba2 kortikosteroid
3. Ada riwayat hipoglikemi berat 5. Emesis
4. Anestesi umum 6. Penghentian nutrisi parenteral /enteral tiba2
5. Pengurangan asupan oral
6. Sakit berat gangguan faal hati, payah
jantung, gagal ginjal, sepsis dan trauma
berat

Penatalaksanaan

Pendekatan kerjasama tim sangat diperlukan dalam mendeteksi dan mengatasi hipoglikemi dirumah
sakit, sementara peranan keluarga sangat penting dalam mengenal gejala-gejala dan tanda-tanda dini
hipoglikemi pada pasien DM dirumah, terutama kelompok pasien usia lanjut.

Bila pasien pernah mengalami episode hipoglikemi, perlu dilakukan penilaian keadaan umum pasien
meliputi kesadaran dan status kardiorespirasi, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah, waktu
penyuntikan dan dosis insulin, dan jumlah asupan kalori yang diberikan. Bila pasien masih sadar dan
masih bisa makan / minum, dapat diberikan karbohidrat oral atau air gula atau tablet glukosa. Bila
pasien tidak sadar atau tidak bisa makan/minum, berikan infus dextrose atau injeksi glukagon IM.
Setelah episode hipoglikemi teratasi, pemantauan kadar glukosa darah yang ketat terus dilakukan
sampai kadar glukosa darah benar-benar stabil. Selanjutnya dicari faktor2 penyebab terjadinya
hipoglikemi, dan bila memungkinkan ganti insulin dengan obat oral yang tidak memberikan efek
samping hipoglikemi.

Sebelum dipulangkan, pasien dan keluarganya diberikan edukasi yang jelas dan dalam bentuk tertulis
agar dapat dipelajari dengan seksama untuk mencegah terjadinya episode hipoglikemi berulang.

14
Ancaman hipoglikemi merupakan hambatan utama dalam mempertahankan kendali glukosa yang
optimal pada pasien DM. Pencegahan terhadap hipoglikemi merupakan kunci utama.

Gambar 2. Salah satu contoh algoritma tatalaksana hipoglikemi menurut Lovelace Medical Center
Diabetes Episodes of Care, (Diabetes Spectrum 2005;18:1:42.)

Simpulan

Ancaman hipoglikemi merupakan hambatan utama dalam mempertahankan kendali glukosa yang
optimal pada pasien DM. Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pengenalan dini gejala dan
tanda-tanda hipoglikemi serta upaya penanggulangannya dirumah merupakan hal yang paling penting
dalam mencegah manifestasi kerusakan otak yang irreversibel dan gejala sisanya.

15
c. Hormon Metabolisme Glukosa

Peredaran zat-zat gizi dari karbohidrat, lemak, dan protein dalam proses
metabolisme dipengaruhi oleh berbagai hormon, termasuk hormon insulin, glukagon,
ephineprin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Pada berbagai kondisi insulin dan glukagon
secara normal merupakan hormon pengatur yang paling dominan mengubah jalur metabolik
dari anabolisme netto menjadi katabolisme netto bolak-balik dan penghematan glukosa,
yang masing-masing bergantung pada apakah tubuh berada dalam keadaan kenyang atau
puasa (17).

Pankreas berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin. Fungsinya sebagai organ
endokrin didukung oleh pulau-pulau Langerhans (Islets of Langeerhans)yang terdiri tiga
jenis sel yaitu; sel alpha () menghasilkan glukagon, sel beta () menghasilkan
insulin dan
merupakan jenis sel pankreas paling banyak, sel deltha (D) menghasilkan
somatostatin namun fungsinya belum jelas diketahui, dan sel PP menghasilkan polipeptida
pancreas.

Kita akan lebih banyak membahas dan mengkaji hormon glukagon dan insulin,
karena kedua hormon ini memegang peranan penting dalam metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat dipengaruhi oleh kedua
hormon ini. Fungsi kedua hormon ini saling bertolak belakang. Kalau secara umum, sekresi
hormon insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sebaliknya untuk sekresin
hormon glukagon akan meningkatkan kadar gula dalam
darah.
Perangsangan glukagon bila kadar gula darah rendah, dan asam amino darah
meningkat. Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan epinefrin.Dalam
meningkatkan kadar gula darah, glukagon merangsang glikogenolisis (pemecahan glikogen
menjadi glukosa) dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta meningkatkan
glukoneogenesis (pemecahan glukosa dari yang bukan karbohidrat).

16
a. Insulin

Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah serta
mendorong penyimpanan zat-zat gizi tersebut (17). Hormon insulin digunakan secara nyata
untuk mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan protein pada otot rangka. Hormon
ini memudahkan penyerapan glukosa dan asam amino ke dalam otot rangka dan hati,
dengan demikian berperan dalam proses glycogenesis. Secara bersamaan, insulin
menghalangi pelepasan glukosa hati (glycogenolysis) dan produksi glukosa baru dari
nutrien nonkarbohidrat (gluconeogenesis)

Hormon insulin juga memainkan peran yang krusial dalam metabolisme lemak,
yakni dalam mengatur lipolysis dan lipogenesis. Lipolysis, hidrolisis dari triglycerida,
adalah salah satu langkah syarat dari oksidasi lemak, dimana dengan melepaskan ikatan
asam lemak untuk ditranspor ke mitokhondria untuk oksidasi. Banyak kajian yang
menunjukkan bahwa hormon insulin dengan jelas berperan dalam lipolysis pada posisi
istirahat. Demikian juga ketika memfasilitasi serapan glukosa di hati dan jaringan
adipose jaringan, hormon insulin merangsang lipogenesis juga. Konversi glikolitik dari
glukosa ke acetyl CoA merupakan pendahuluan ke sintese asam lemak.

Dalam kaitan dengan metabolisme protein, peran utama hormon insulin adalah
mengurangi dari menguraikan protein (katabolisme). Walau hormon ini juga berperan di
dalam meningkatkan sintese protein (anabolisme), akibatnya sebagian besar bergantung
pada kemampuan asam amino. Beberapa studi telah mencatat bahwa elevasi hormon
insulin tanpa diikuti dengan peningkatan pada kemampuan asam amino sebenarnya
menurunkan sintese protein sebagai hasil rendahnya konsentrasi asam amino plasma.

1) Peranan hormon insulin pada sel sebagai berikut :

(1) Mentranslokasi dari GLUT-4 transporter ke membran plasma dan mengalirkan


atau memasukkan glukosa, sintese glikogen, glikolisis dan sintesis asam lemak.
(2) Mengontrol substrat masukan selular , secara jelas mencolok adalah glukosa di
otot dan jaringan adipose.
(3) Meningkatkan replikasi DNA dan sintesa protein melalui kontrol dari serapan

17
asam amino.
(4) Memodifikasi aktivitas dari banyak enzim ( pengaruh allosterik ).
(5) Meningkatkan sintesis glikogen hormon insulin memfasilitasi masuknya glukosa
ke sel hati dan sel otot; kadar hormon insulin yang lebih rendah menyebabkan sel
hati mengkonversi glikogen menjadi glukosa dan mengeluarkannya ke dalam
darah.
(6) Meningkatkan sintesis asam lemak hormon insulin memfasilitasi masuknya
lemak dalam darah ke jaringan adipose yang kemudian dapat dikonversi
menjadi triglycerida; akan terjadi sebaliknya jika kekurangan dari hormon insulin
(7) Menurunkan proteinolisis mengurangi kekuatan dari pemecahan
protein; kekurangan dari hormon insulin menyebabkan pemecahan protein.
(8) Menurunkan lipolisis mengurangi kekuatan dari konversi dari simpanan sel lemak
lipid ke dalam asam lemak plasma; kekurangan dari hormon insulin
menyebabkan sebaliknya.
(9) Menurunkan gluconeogenesis menurunkan produksi glukosa dari berbagai
substrates di hati; kekurangan insulin menyebabkan produksi glukosa dari variasi
substrat pada hati dan di tempat lain.(10) Meningkatkan ambilan/serapan amino
asam memfasilitasi penyerapan dari sirkulasi asam amino; kekurangan
insulin akan menghambat penyerapan. Secara skematik peranan insulin seperti
terlihat pada gambar 1 di bawah ini:

Dari Gambar di atas Menunjukkan bahwa masuknya glukosa ke dalam sel otot rangka
dan ke jaringan adiposa hanya melalui pembawa di membran plasma yang dikenal sebagai
glucose transporter. Glukosa transporter ini adalah glucose transporter 4 atau yang lebih
dikenal dengan istilah GLUT 4. Glut 4 ini ditemukan pada jaringan adiposa dan otot
serang lintang (otot rangka dan jantung). Insulin meningkatkan mekanisme difusi
terfasilitasi (dengan perantara pembawa) glukosa ke dalam sel-sel tergantung insulin
tersebut melalui fenomena transporter recruitment . Pengangkut-pengangkut tersebut
diinsersikan ke dalam membran plasma sebagai respon terhadap peningkatan sekresi
insulin, sehingga terjadi peningkatan pengangkutan glukosa ke dalam sel. Apabila sekresi
insulin berkurang, GLUT4 tersebut sebagian ditarik dari membran sel dan dikembalikan
ke simpanan intrasel. Proses ini seperti ditunjukkan oleh gambar 2 di bawah ini:

18
Akan tetapi pada beberapa jaringan masuknya glukosa tidak tergantung pada insulin
yaitu otak, otot yang aktif, dan hati (17). Pada otot yang aktif seperti ketika digunakan
dalam latihan olahraga memang tidak tergantung pada insulin tetapi pada kondisi istirahat
sel-sel tersebut tetap bergantung pada insulin. Kontrol insulin ketika olahraga akan
dijelaskan berikutnya.

2) Faktor yang Mengontrol Sekresi Insulin

Kontrol utama atas sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung
antara sel pankreas yang menghasilkan insulin dengan konsentrasi glukosa dalam darah.
Peningkatan kadar glukosa darah, sepeti yang terjadi setelah proses pencernaan makanan
secara langsung akan merangsang sintesa dan sekresi insulin oleh sel pankreas . Dengan
adanya kadar insulin yang meningkat, maka akan menurunkan kadar glukosa darah ke
tingkat yang normal karena terjadi peningkatan pemakaian dan penyimpanan glukosa.

Sebaliknya penurunan kadar glukosa darah akan secara langsung menghambat


sekresi insulin. Penurunan kecepatan sekresi insulin ini menyebabkan perubahan
metabolisme dari keadaan absorptif ke keadaan pascaabsorptif. Dengan demikian sistem
umpan balik negatif sederhana ini mampu mempertahankan pasokan glukosa ke jaringan
secara konstan tanpa memerlukan fungsi hormon insulin.
Faktor lain yang mengontrol sekresi hormon insulin
adalah: (1) Peningkatan kadar asam amino plasma.
(2) Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai
respon adanya makanan.
(3) Sistem saraf otonom

b. Glukagon

Banyak ahli fisiologi memandang sel-sel pankreas penghasil insulin dan sel-sel
pankreas penghasil glukagon sebagai pasangan sistem endokrin yang sekresinya
kombinasinya merupakan faktor utama dalam mengatur metabolisme bahan bakar .
Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolisme yang juga dipengaruhi oleh insulin
19
dan berlawanan dengan efek insulin. Glukagon bekerja terutama di hati, tempat
hormon ini menimbulkan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
yaitu:

(1) Efek pada karbohidrat, mengakibatkan peningkatan pembentukan dan pengeluaran


glukosa oleh hati sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Glukagon
menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan sintesis glikogen, meningkatkan
glikogenolisis, dan merangsang glukoneogenesis.
(2) Efek pada lemak, mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesa
trigliserida.
Glukagon meningkatkan pembentukan keton (ketogenesis) di hati dengan
mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton (gambar 1).
(3) Efek pada protein, glukagon menghambat sintesa protein dan meningkatkan penguraian
protein di hati. Stimulasi glukoneogenesis juga memperkuat efek katabolik glukagon
pada metabolisme protein di hati. Walaupun meningkatkan katabolisme protein di hati,
glukagon tidak memiliki efek bermakna pada kadar asam amino darah karena hormon
ini tidak mempengaruhi protein otot, simpanan protein yang utama di tubuh.
Secara sekematik ditunjukkan oleh Gambar 4 :

20
Seperti sekresi insulin, faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek
langsung konsentrasi glukosa darah pada pankreas endokrin (17). Ketika glukosa darah
mengalami penurunan maka sel pankreas meningkatkan sekresi glukagon. Efek
hiperglikemik hormon ini cenderung memulihkan konsentrasi glukosa darah ke tingkat
normal. Sebaliknya peningkatan glukosa darah seperti yang terjadi setelah makan akan
menghambat sekresi glukagon yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa ke kadar
normal, seperti ditunjukkan gambar 5 berikut:
d. Glibenklamid

Nama dagang
Abenon
Diacella
Glimel
Glyamid
Latibet
Prodiamel
Semi Gliceta

Dosis
Terapi OHO selalu dimulai dari dosis rendah 1 kali pemberian per hari, setelah itu
dosis dapat dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat. Dosis awal 2,5 mg bersama
sarapan, maksimal 15 mg per hari.

Indikasi
Diabetes Melitus Tipe II ringan-sedang

Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap glibenklamid atau senyawa OHO golongan sulfonilurea
lainnya. Porfiria. Ketoasidosis diabetik dengan atau tanpa koma. Penggunaan OHO
golongan sulfonilurea pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal merupakan
kontraindikasi, namun glibenklamid dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan
pada beberapa pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal ringan. Diperkirakan
mempunyai efek terhadap agregasi trombosit.

Efek samping
Efek samping OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah,
antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran
cerna berupa mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung. Gangguan susunan
syaraf pusat berupa sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya. Gejala
hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulositosis dan anemia aplastik
dapat terjadi walau jarang sekali. Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau
diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia.
Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan masa kerja
panjang. Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.

Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik
Analgetika (azapropazon, fenilbutazon, dan lain-lain): meningkatkan efek sulfonilurea.
Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi glukosa.
Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO; oktreotid
dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO
Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik
Antibakteri (kloramfenikol, kotrimoksasol, 4-kuinolon, sulfonamida dan trimetoprim):
meningkatkan efek sulfonilurea
Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat metabolisme)
Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik
Antijamur: flukonazol dan mikonazol menaikkan kadar plasma sulfonilurea
Anti ulkus: simetidin meningkatkan efek hipoglikemik sulfonilurea
Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek
hipoglikemia
Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap
OHO
Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala
peringatan, misalnya tremor
Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik
Urikosurik: sulfinpirazona meningkatkan efek sulfonilurea

Interaksi dengan Makanan : -

Mekanisme kerja
Merangsang sekresi insulin dari sel-sel -Langerhans; menurunkan
keluaran glukosa dari hati; meningkatkan sensitivitas sel-sel sasaran perifer terhadap
insulin

Bentuk sediaan
Kaptab 5 mg, Tablet 2,5 dan 5 mg, Tablet Ss 5 mg

Parameter monitoring
Merangsang sekresi insulin dari sel-sel -Langerhans; menurunkan
keluaran glukosa dari hati; meningkatkan sensitivitas sel-sel sasaran perifer terhadap
insulin

Stabilitas penyimpanan
Stabil jika disimpan dalam keadaan kering, jauh dari sinar matahari langsung.

Informasi pasien
Selama mengkonsumsi glibenklamid, jangan konsumsi obat lain tanpa seizin dokter
atau apoteker. Obat ini hanya berperan sebagai pengendali diabetes, bukan penyembuh.
Obat ini hanya faktor pendukung dalam pengelolaan diabetes, faktor utamanya adalah
pengendalian diet (pola makan) dan olah raga. Konsumsi obat sesuai dosis dan aturan
pakai yang diberikan dokter. Monitor kadar glukosa darah sebagaimana yang dianjurkan
oleh dokter. Jika Anda merasakan gejala-gejala hipoglikemia (pusing, lemas, gemetar,
pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin,
detak jantung meningkat, segera hubungi dokter. Jika Anda sudah pernah mengalami
hipoglikemia, selalu bawa sekantung kecil gula jika Anda bepergian. Segera makan gula
begitu Anda mendapat serangan hipoglikemia. Laporkan pada dokter jika Anda
berencana untuk hamil. Obat ini tidak boleh dikonsumsi semasa hamil atau menyusui,
kecuali sudah diizinkan oleh dokter.

Terapi Obat untuk DMT2


Terapi obat pilihan dalam artikel ini adalah Glibenklamid yang merupakan antidiabetik golongan
kedua sulfonilurea. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Glibenklamid memiliki durasi aksi yang panjang dan cukup diberikan sekali
sehari.

Nama Dagang di Indonesia


1. Daonil dan Semi-Daonil dari Sanofi Aventis
2. Glidanil dari Mersifarma TM
3. Glimel dari Merck
4. Gluconic dari Nicholas
5. Glulo dari Eisai
6. Glyamid dari Alpharma
7. Latibet dari Ifars
8. Libronil dari Hexpharm
9. Prodiabet dari Bernofarm
10. Prodiamel dari Corsa
11. Renabetic dari Fahrenheit
12. Tiabet dari Tunggal Idaman Abdi
13. Troder dari Tropica Mas Pharma

Indikasi
DM tipe II (NIDDM), dimana kadar gula darah tidak dapat dikendalikan secara adekuat
dengan cara diet, latihan fisik, dan penurunan berat badan saja.
Kontraindikasi
DM tipe I, koma diabetikum, dekompensasi metabolik dibetik, kerusakan ginjal yang
parah dan disfungsi hati.

Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan Daonil dan Semi-Daonil adalah tablet. Semi-Daonil tablet 2,5 mg
dan Daonil tablet 5 mg.
Dosis awal 0,5-1 tablet Daonil atau 1-2 tablet Semi-Daonil , diberikan 1 kali sehari.
Bentuk sediaan Glidanil adalah tablet salut selaput 5 mg.
Dosis awal 0,5-1 tablet per hari. Dapat ditingkatkan tidak lebih dari 2,5 mg dengan
interval 1 minggu sampai dengan total 20 mg per hari.
Bentuk sediaan Glimel adalah tablet 5 mg.
Dosis awal 2,5 mg 1 kali per hari waktu makan pagi. Dilanjutkan 2,5 mg per hari jika
gula darah terkontrol dengan baik. Jika tidak, dosis dapat ditingkatkan dengan interval 7
hari sampai 5-10 mg per hari. Maksimal 15 mg per hari.
Bentuk sediaan Gluconic adalah tablet 5 mg.
Dosis awal 2,5-5 mg per hari sesudah makan pagi. Bila perlu tiap 7 hari dosis
ditingkatkan secara bertahap 2,5-5 mg per hari sampai kontrol metabolit optimal
tercapai. Maksimal 15 mg per hari dalam dosis terbagi. Usia lanjut, awal 2,5 mg per
hari.
Bentuk sediaan Glulo adalah tablet 2,5 mg dan 5 mg.
Dosis dimulai 2,5-5 mg per hari. Maksimal 15 mg per hari.
Bentuk sediaan Glyamid adalah tablet 5 mg.
Dosis awal 5 mg per hari. Dosis dapat ditambah 2,5-5 mg dengan interval 1 minggu.
Maksimal 15 mg per hari.
Bentuk sediaan Latibet adalah tablet 2,5 mg dan 5 mg.
Dosis awal 2,5-5 mg per hari. Lanjut usia, penderita gangguan hati atau ginjal,
penderita yang sensitif, dosis awal 1,25 mg per hari. Dosis dapat ditingkatkan 2,5-5 mg
per hari dengan interval 7 hari. Pemeliharaan 1,25-15 mg per hari. Maksimal 15 mg per
hari.
Bentuk sediaan Libronil adalah kapsul 5 mg.
Dosis awal 2,5 mg per hari sebelum makan pagi. Dapat ditingkatkan 2,5 mg dengan
interval tiap 3-5 hari sampai kadar glukosa darah terkontrol. Maksimal 20 mg per hari.
Dosis lebih dari 10 mg per hari dapat dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bentuk sediaan Prodiabet adalah tablet 5 mg.
Dosis awal 2,5 mg per hari pada interval 3-5 hari sampai kontrol metabolik dicapai.
Bentuk sediaan Prodiamel adalah tablet 5 mg.
Dosis awal 2,5-5 mg per hari sat sarapan, ditingkatkan 2,5 mg per minggu, maksimal 20
mg per hari. Pasien yang sensitif 1,25 mg per hari. Pemberian dosis lebih dari 10 mg per
hari dibagi menjadi 2.
Bentuk sediaan Renabetic adalah tablet 5 mg.
Dosis dewasa 0,5 tablet per hari. Dosis dapat ditingkatkan 0,5 tablet per hari setiap
kalinya dengan interval 3-5 hari sampai dengan kontrol metabolik tercapai. Dosis
maksimal 20 mg per hari. Usia lanjut, kerusakan fungsi ginjal dan hati, dosis awal 1,25
mg per hari. Dosis lebih dari 10 mg per hari, sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi.
Bentuk sediaan Tiabet adalah tablet 5 mg.
Dosis 2,5-5 mg per hari.
Bentuk sediaan Troder adalah tablet 5 mg.
Dosis awal 2,5-5 mg per hari, ditingkatkan menjadi 2,5 mg dengan interval 3-5 hari
sampai tercapai kontrol metabolik.

Efek Samping
Gangguan saluraan pencernaan, reaksi hipersensitif, diskrasia darah.

Resiko Khusus
Sensitivitas silang dengan sulfonamid dan derivatnya. Pada ibu hamil bisa menyebabkan
hipoglikemia bayi.

- Farmakokiketik dari obat Glibenklamid

Pemberian glibenklamid secara oral akan diabsorbsi melalui saluran cerna dengan
cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorbsi. Kadar
optimal dapat dicapai walau tidak harus diminum 30 menit sebelum makan. Hal ini
disebabkan masa paruh glibenklamid yang panjang, dengan alasan dalam plasma
sekitar 90%-99% terikat dengan protein plasma terutama albumin. Penggunaannya
dengan single dose pagi hari yang dapat menstimulir sekresi insulin pada semua
glukosa sewaktu makan. Dengan demikian tercapai regulasi gula darah optimal yang
mirip pola normal selama 24 jam. Dalam hepar zat ini dirombak menjadi metabolit
kurang aktif yang akan diekskresi lewat kemih 25% dan sisanya lewat empedu. Oleh
karena glibenklamid dimetabolisme dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak
boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal berat. Pada
penggunaannya dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan
kira-kira 21% selama 1,5 tahun
Waktu Paruh
Glibenklamid yang berpotensi 200x lebih kuat dari tolbutalid mempunyai waktu paruh
selama 4jam.
Ikatan Protein
Glibenklamid berikatan dengan albumin
Interaksi Obat
Obat yang dapat meningkatkan hipoglikemia sewaktu penggunaan glibenklamid adalah
insulin, alkohol, sulfonamid, salisilat dosis besar, anabolic steroid.
Propanolol dan penghambat adrenoseptor lainnya menghambat reaksi takikardia,
berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab termasuk ADO,
sehingga keadaan hipoglikemi menjadi lebih hebat tanpa diketahui.

- farmakodinamik obat glibenklamid

Glibenklamid merupakan obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi


kedua. Glibenklamid merangsang sekresi insulin dengan terikat pada reseptor K
channel yang peka terhadap ATP. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan permeabilitas K pada membran sel beta, sehingga terjadi deplarisasi
memban. Membran yang terdepolarisasi akan membuka Ca channel dan menyebabkan
influx Ca. Ca yang masuk ke dalam sel beta berikatan dengan calmodulin dan
menyebabkan eksositosis vesikel yang mengandung insulin. Insulin akan merangsang
pemasukan glukosa plasma ke dalam sel. Glibenklamid menurunkan glukosa darah
puasa lebih besar daripada glukosa darah sesudah makan, yaitu 36% glukosa darah
puasa dan 21% glukosa darah sesudah makan.

Daftar Pustaka :

1. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I.,
Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
2. Neal, M.J. 2006. At Glance Farmakologi Medis ed.5. Jakarta: Penerbit Erlangga
3. Robbins, Stanley L. 2012. Buku Ajar Patologi. Jakarta: Penerbit EGC
4. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2009.
5. Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah,
P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
6. Tomky D. Detection, Prevention and Treatment of Hypoglycemia in the Hospital. Diabetes
Spectrum 2005;18:39-44.
7. Cryer PE, Davis SN, Shamoon H. Hypoglycemia in Diabetes. Diabetes Care, 2003;26:1902-1912.

Anda mungkin juga menyukai