PENDAHULUAN
1
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun
Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Universitas
Hasannudin. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan
program peningkatan mutu pelayanan RS Universitas Hasannudin,
yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RS Universitas
Hasannudin dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang
prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya
dan dilengkapi dengan indikator mutu.
2
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
3
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American
College of Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization
Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang
terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan.
Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan
sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu
kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu
program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin
lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American
College of Physicians, American Hospital Association bekerjasama
membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of Hospital
(JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi
Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan
syarat minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah
Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya
sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan
4
yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi
enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu
pelayanan, Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam
mengundangkan Medicare Act. Undang-undang ini
mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak
diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat
menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah
Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu
agar dapat lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga
mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan
baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS)
didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai
tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara
bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan
diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara
5
bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya
hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu
pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal
baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan
tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika
sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-
masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk
Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk
membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan
peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan
kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan
buku tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan
simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi
peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona,
Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu
khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai
upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei
6
1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan
mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan
awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program
peningkatan mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional
adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari
Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu
pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan
terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka
upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit
pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa
kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian
berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke
tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,
ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas
Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan
penampilan pelayanan Rumah Sakit.
7
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah
mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan
mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah
kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali
dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit
dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta
Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun
1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini
merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality
Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional
dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada
penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik
dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu
keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah
mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah
Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan
8
kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan
pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan
kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat
penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja
perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui
penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu
pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan
upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta
pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus
Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit
lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu,
walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan
telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah
Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat
disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah
cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada
perbedaan.
9
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RS UNIVERSITAS HASANNUDIN
10
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RS Universitas
Hasannudin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di RS
Universitas Hasannudin secara wajar, efisien dan efektif
serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan
norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan RS
Universitas Hasannudin dan masyarakat konsumen.
11
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut
pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu
mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
12
2). Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah
merupakan interaksi profesional antara pemberi
pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat).
Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang
penting.
3). Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahan yang terjadi pada konsumen
(pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen
tersebut.
RS Universitas Hasannudin adalah suatu institusi
pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat
modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RS
Universitas Hasannudin menyangkut berbagai fungsi pelayanan,
serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar
RS Universitas Hasannudin mampu melaksanakan fungsi yang
demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang
profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RS
Universitas Hasannudin harus mempunyai suatu ukuran yang
menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
13
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS Universitas
Hasannudin diawali dengan penilaian akreditasi RS Universitas
Hasannudin yang mengukur dan memecahkan masalah pada
tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RS Universitas
Hasannudin harus menetapkan standar input, proses, output,
dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur
yang telah ditetapkan. RS Universitas Hasannudin dipacu untuk
dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai
kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur
yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil
(output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RS
Universitas Hasannudin tidak dapat diketahui apakah input dan
proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.
Indikator RS Universitas Hasannudin disusun dengan tujuan
untuk dapat mengukur kinerja mutu RS Universitas Hasannudin
secara nyata.
14
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat
diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif
dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan RS
Universitas Hasannudin, memecahkan masalah-masalah yang
ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan RS
Universitas Hasannudin akan menjadi lebih baik.
Di RS Universitas Hasannudin upaya peningkatan mutu
pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan
atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya
peningkatan mutu pelayanan RS Universitas Hasannudin akan
sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu
menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di RS Universitas
Hasannudin termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung
dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang
melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan
sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang
lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu
rendah biayanya lebih sedikit.
15
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan
tujuan dari upaya peningkatan mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Universitas
Hasannudin
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan
integratif yang menyangkut input, proses dan output secara
objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu
dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan
masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan di RS Universitas Hasannudin berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Universitas
Hasannudin
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya
peningkatan mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin secara efektif dan efisien agar tercapai
derajat kesehatan yang optimal.
Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS
Universitas Hasannudin melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
16
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar
profesi dan standar pelayanan yang dilaksanakan
secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan
kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil
penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu RS Universitas Hasannudin meliputi indikator
klinik, indikator yang berorientasi pada waktu dan indikator
ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi
(efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS Universitas
Hasannudin maka disusunlah strategi sebagai berikut :
1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep
dasar dan prinsip mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin sehingga dapat menerapkan langkah-
langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit
kerjanya.
17
2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi
sumber daya manusia di RS Universitas Hasannudin,
serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
3) Menciptakan budaya mutu di RS Universitas Hasannudin,
termasuk di dalamnya menyusun program mutu RS
Universitas Hasannudin dengan pendekatan PDCA cycle.
18
masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu
dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan
dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga
proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
19
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN
Indikator :
Kriteria :
Standar :
20
mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau
prestasi yang sangat baik.
Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas,
berat, nilai atau mutu.
21
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah
Sakit lain, baik di dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek
yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk
dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang
memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
22
BAB V
23
Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:
1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan
(kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada
sirip ikan (manusia, mesin/peralatan, metode, material,
lingkungan
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab
masalah pada setiap komponen struktur dan proses
tersebut.
24
laksanakan periksa aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai siklus
Shewart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart
beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,
metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit siklus Deming.
Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama
apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous
improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap
manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement)
secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan
yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti
tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang
akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan
tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan
pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang
bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
25
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Peningkatan
Pemecahan masalah
dan peningkatan
A P
C D
Standar
A P
Pemecahan masalah
C D
dan peningkatan
Standar
26
Pla D Chec
Acti
n o k
on
Follow-
Correctiv up
e
Action
Improveme
(1) Plan
Action Menentukan
(6) Tujuan dan
n Mengambil sasaran (2)
tindakan Menetapkan
yang tepat Metode untuk
Mencapai tujuan
Menyelenggarakan
(5)
Pendidikan dan
Memeriksa akibat latihan
Check (4)
pelaksanaan (3)
Melaksanakan
pekerjaan Do
27
28
standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua
karyawan.
29
standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal
yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa
pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah
penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka
kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan
harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh
manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari
akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu
dapat dilihat dari penyebabnya.
30
partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan
diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak
adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri
atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat
pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan
bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara
bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
31
BAB VI
32
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
33