Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya


kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai
salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk
itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik
dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin
meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat,
maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai
berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum
yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan
kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat
akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RS
Universitas Hasannudin secara bertahap perlu terus ditingkatkan
agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan
kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.

1
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun
Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Universitas
Hasannudin. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan
program peningkatan mutu pelayanan RS Universitas Hasannudin,
yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RS Universitas
Hasannudin dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang
prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya
dan dilengkapi dengan indikator mutu.

2
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya


bukanlah hal yang baru. Pada tahun (18201910) Florence
Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada aspek-
aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu
ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah hospital should
do the patient no harm, Rumah Sakit jangan sampai merugikan
atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan
medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam
tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa
dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi
penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena
kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu
ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang
terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang
berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian
mencari jalan keluarnya.

3
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American
College of Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization
Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang
terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan.
Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan
sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu
kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu
program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin
lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American
College of Physicians, American Hospital Association bekerjasama
membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of Hospital
(JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi
Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan
syarat minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah
Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya
sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan

4
yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi
enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu
pelayanan, Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam
mengundangkan Medicare Act. Undang-undang ini
mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak
diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan
pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat
menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah
Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu
agar dapat lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga
mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan
baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS)
didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai
tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara
bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan
diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara

5
bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya
hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu
pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal
baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan
tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika
sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-
masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk
Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk
membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan
peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan
kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan
buku tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan
simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi
peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona,
Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu
khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai
upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei

6
1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan
mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan
awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program
peningkatan mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional
adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari
Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu
pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan
terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka
upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit
pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa
kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian
berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke
tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,
ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas
Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan
penampilan pelayanan Rumah Sakit.

7
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah
mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan
mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah
kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali
dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah
dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit
dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta
Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun
1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini
merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality
Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional
dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada
penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik
dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu
keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah
mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah
Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan

8
kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan
pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan
kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat
penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja
perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui
penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu
pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan
upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta
pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus
Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit
lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu,
walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan
telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah
Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat
disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah
cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada
perbedaan.

9
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RS UNIVERSITAS HASANNUDIN

Agar upaya peningkatan mutu di RS Universitas Hasannudin


dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan
adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan
mutu pelayanan.

A. MUTU PELAYANAN RS UNIVERSITAS HASANNUDIN


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada
beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan apa
hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau
jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan
(commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan
pekerjaan.

2. Definisi Mutu Pelayanan RS Universitas Hasannudin

10
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RS Universitas
Hasannudin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di RS
Universitas Hasannudin secara wajar, efisien dan efektif
serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan
norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan RS
Universitas Hasannudin dan masyarakat konsumen.

3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu


Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen RS Universitas Hasannudin
d. Karyawan RS Universitas Hasannudin
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi

11
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut
pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu
mutu adalah multi dimensional.

4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya

5. Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome


Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunakan variabel, yaitu :
1). Struktur, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana,
obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi,
informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang
bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu
pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan
kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan
pelaksanaan pelayanan kesehatan.

12
2). Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah
merupakan interaksi profesional antara pemberi
pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat).
Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang
penting.
3). Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahan yang terjadi pada konsumen
(pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen
tersebut.
RS Universitas Hasannudin adalah suatu institusi
pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat
modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RS
Universitas Hasannudin menyangkut berbagai fungsi pelayanan,
serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar
RS Universitas Hasannudin mampu melaksanakan fungsi yang
demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang
profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RS
Universitas Hasannudin harus mempunyai suatu ukuran yang
menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.

13
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS Universitas
Hasannudin diawali dengan penilaian akreditasi RS Universitas
Hasannudin yang mengukur dan memecahkan masalah pada
tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RS Universitas
Hasannudin harus menetapkan standar input, proses, output,
dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur
yang telah ditetapkan. RS Universitas Hasannudin dipacu untuk
dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai
kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur
yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil
(output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RS
Universitas Hasannudin tidak dapat diketahui apakah input dan
proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.
Indikator RS Universitas Hasannudin disusun dengan tujuan
untuk dapat mengukur kinerja mutu RS Universitas Hasannudin
secara nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS UNIVERSITAS


HASANNUDIN

14
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat
diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif
dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan RS
Universitas Hasannudin, memecahkan masalah-masalah yang
ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan RS
Universitas Hasannudin akan menjadi lebih baik.
Di RS Universitas Hasannudin upaya peningkatan mutu
pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan
atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya
peningkatan mutu pelayanan RS Universitas Hasannudin akan
sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu
menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di RS Universitas
Hasannudin termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung
dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang
melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan
sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari
bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang
lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu
rendah biayanya lebih sedikit.

15
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan
tujuan dari upaya peningkatan mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Universitas
Hasannudin
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan
integratif yang menyangkut input, proses dan output secara
objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu
dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan
masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan di RS Universitas Hasannudin berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Universitas
Hasannudin
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya
peningkatan mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin secara efektif dan efisien agar tercapai
derajat kesehatan yang optimal.
Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS
Universitas Hasannudin melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.

16
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar
profesi dan standar pelayanan yang dilaksanakan
secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan
kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil
penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu RS Universitas Hasannudin meliputi indikator
klinik, indikator yang berorientasi pada waktu dan indikator
ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi
(efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS Universitas
Hasannudin maka disusunlah strategi sebagai berikut :
1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep
dasar dan prinsip mutu pelayanan RS Universitas
Hasannudin sehingga dapat menerapkan langkah-
langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit
kerjanya.

17
2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi
sumber daya manusia di RS Universitas Hasannudin,
serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
3) Menciptakan budaya mutu di RS Universitas Hasannudin,
termasuk di dalamnya menyusun program mutu RS
Universitas Hasannudin dengan pendekatan PDCA cycle.

5. Pendekatan Pemecahan Masalah


Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus
(daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses
siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah
merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus
(daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya
dari pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul
apabila :
Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada
terdapat penyimpangan
Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka
bisa dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan

18
masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu
dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan
dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga
proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.

19
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah


pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan
indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur
mutu pelayanan RS Universitas Hasannudin

Indikator :

Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu


indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk
bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif
tapi juga spesifik.

Kriteria :

Adalah spesifikasi dari indikator.

Standar :

Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh


seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh

20
mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau
prestasi yang sangat baik.
Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas,
berat, nilai atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka


harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
Keprofesian
Efisiensi
Keamanan pasien
Kepuasan pasien
Sarana dan lingkungan fisik

2. Indikator yang dipilih


a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai outcome daripada
input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan
kelompok daripada untuk perorangan.

21
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah
Sakit lain, baik di dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek
yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk
dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang
memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

22
BAB V

PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan


menggambarkan diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan
(fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk menggambarkan
penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut
memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal
untuk menentukan fokus perbaikan, mengembangkan ide
pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya masalah dan
menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram tulang
ikan diperlihatkan pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram Tulang Ikan

23
Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:
1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan
(kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada
sirip ikan (manusia, mesin/peralatan, metode, material,
lingkungan
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab
masalah pada setiap komponen struktur dan proses
tersebut.

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang


harus dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan
dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi.
Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah
pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan
kepuasan pelanggan (quality of customers satisfaction) yang
dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RS Universitas
Hasannudin.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu
pada siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus
Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan

24
laksanakan periksa aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai siklus
Shewart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart
beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,
metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit siklus Deming.
Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama
apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous
improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap
manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement)
secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan
yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti
tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang
akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan
tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan
pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang
bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi

25
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Peningkatan

Pemecahan masalah
dan peningkatan
A P
C D

Standar
A P
Pemecahan masalah
C D
dan peningkatan

Standar

Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan


peningkatan perbaikan berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship
between Control and Improvement under P-D-C-A Cycle)
diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan
siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan
dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam
langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.

26
Pla D Chec
Acti
n o k
on

Follow-
Correctiv up
e
Action

Improveme

Gambar 3. Relationship Between Control and Improvement Under P-


D-C-A Cycle

(1) Plan
Action Menentukan
(6) Tujuan dan
n Mengambil sasaran (2)
tindakan Menetapkan
yang tepat Metode untuk
Mencapai tujuan

Menyelenggarakan
(5)
Pendidikan dan
Memeriksa akibat latihan
Check (4)
pelaksanaan (3)
Melaksanakan
pekerjaan Do
27

Gambar 4. Siklus PDCA


Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran Plan

Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada


kebijakan yang ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut
ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan
sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus
pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan
kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan
yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,
semakin rinci informasi.

b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan Plan

Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan


berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk
mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku
untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode
yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan

28
standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua
karyawan.

c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan Do

Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk


standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait,
dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami
standar kerja dan program yang ditetapkan.

d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan Do

Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi


yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti
kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan
dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar
untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan
pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah
ditetapkan.

e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan Check

Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan


dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti

29
standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal
yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa
pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah
penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka
kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan
harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh
manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari
akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu
dapat dilihat dari penyebabnya.

f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat Action

Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk


menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah
ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus
ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor
penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan
konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.

Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan


sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk
mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan

30
partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan
diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak
adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri
atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat
pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan
bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara
bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.

Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas


pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara
bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan
dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian
kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya
terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses
pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,
hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas
dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan
proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik
antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung
jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari
kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

31
BAB VI

PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan


indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah
ditetapkan sesuai dengan kebijakan/pedoman/acuan yang
digunakan di rumah sakit.
2. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan
indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah
ditetapkan.
3. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan
tersebut kepada Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien
setiap bulan
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Prima Husada Malang
melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan
membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit
secara berkala.

32
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen Prima Husada Malang secara


berkala melakukan monitoring dan evaluasi program
keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien Prima Husada Malang.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Prima Husada Malang
secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi
pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang
dipergunakan di Prima Husada Malang.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Prima Husada Malang
melakukan evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak
lanjutnya

33

Anda mungkin juga menyukai