TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Hipertensi resisten didefinisikan sebagai tekanan darah yang tetap diatas tujuan dengan
penggunaan 3 agen antihipertensi dari kelas yang berbeda. Secara ideal, satu dari 3 agent
harus diuretic; dan semua agen harus diresepkan pada jumlah dosis yang optimal. Meskipun
penggunaan terhadap sejumlah medikasi diperlukan, maka hipertensi resisten didefinisikan
untuk mengidentifikasi pasien yang berada pada resiko tinggi untuk mempunyai penyebab
hipertensi yang reversible dan atau pasien yang, karena tekanan darah yang persisten, dapat
menguntungkan dari diagnosis khusus dan pertimbangan terapetik. Sebagaimana
didefinisikan, hipertensi resisten termasuk pasien yang tekanan darahnya terkontrol dengan
penggunaan lebih dari 3 obat. Yaitu, pasien yang tekanan darahnya terkontrol tetapi
membutuhkan 4 atau lebih medikasi dipertimbangkan digolongkan kedalam resisten terhadap
pengobatan.
II. PREVALENSI
Prevalensi dari hipertensi resisten tidak diketahui. Studi cross sectional dan studi hasil
hipertensi mendukung, bagaimanapun, bahwa hal ini tidaklah tidak biasa. Dalam analisis saat
ini, peserta National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) ditangani untuk
hipertensi, hanya 53% yang terkontrol hingga <140/90 mmHg. Pada analisis cross sectional
dari peserta Framingham Heart Study , hanya 48% dari pasien yang ditangani terkonrol
hingga <14090 mmHg dan kurang dari 40% dari peserta yang lebih tua (>75 tahun usia)
berada pada tekanan darah yang tercapai. Diantara populasi yang berada pada resiko tinggi,
dan pada sebagian, dengan aplikasi tekanan darah lebih rendah dari tujuan pada Seventh
Report of the National Joint Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure (JNC 7) untuk pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal
kronik (CKD), proporsi dari pasien yang tidak terkontrol adalah lebih tinggi. Dari peserta
NHANES dengan penyakit ginjal kronik, hanya 37% yang terkontrol hingga <130/80 mmHg
dan hanya 25% dari peserta dengan diabetes terkontrol hingga <130/85 mmHg.
Hipertensi yang tidak terkontrol tidaklah sama dengan hipertensi resisten. Sebelumnya
hal ini termasuk pasien yang kurang control tekanan darah sekunder akibat kepatuhan yang
kurang dan atau regimen terapi yang inadekuat sebagaimana pada mereka dengan resisten
terapi yang sesungguhnya. Untuk secara akurat membedakan prevalensi hipertensi resisten,
studi pemaksaan titrasi yang besar, hipertensi diverse kohort akan dibutuhkan. Studi seperti
ini belum selesai dilakukan tetapi studi hasil hipertensi saat ini menawarkan alternative
sebagai medikasi pada studi ini yang biasanya disediakan dengan tidak ada biaya, kepatuhan
diawasi dengan ketat, dan titrasi medikasi pada studi ini didiktekan per protokolnya. Dalam
hal ini Antihypertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial
(ALLHAT) dapat menjadi yang paling relevant sebagaimana hal ini memasukkan sejumlah
besar peserta yang berbeda sevara ethnic (>>33000) : 47% wanita, 35% African American,
19% Hispanic, dan 36% dengan diabetes.
Pada ALLHAT, setelah sekitar 5 tahun follow-up, terdapat 34% peserta yang tetap tidak
terkontrol pada rata-rata 2 medikasi. Pada penyelesaian studi, 27% peserta mendapatkan 3
atau lebih medikasi. Keseluruhannya, 49% dari peserta ALLHAT terkontrol dengan 1 atau 2
medikasi, dengan demikian sekitar 50% peserta akan membutuhkan 3 atau lebih medikasi
tekanan darah. Persentase ini, bagaimanapun, dapat dibawah derajat perhitungan yang
diharapkan dari terapi resisten yang relative terhadap populasi hipertensi umum,
sebagaimana dengan riwayat kesulitan untuk menangani hipertensi (membutuhkan lebih dari
2 medikasi untuk mencapai tekanan darah hingga <160/100 mmHg) dikeluarkan pada
ALLHAT. Dikonversikan, persentase ini dapat melebihi prevalensi hipertensi resisten
sebagai konsekuensi dari regimen terapi terbatas yang digunakan dalam ALLHAT.
Kombinasi penggunaan 2 dari kelas medikasi berikut tidak didukung: diuretic tipe thiazid,
angiotensine converting enzyme inhibitor (ACEI), calcium channel bloker dan adrenergic
antagonis reseptor. Kombinasi seperti ini dibutuhkan untuk proporsi penting dalam praktik
klinis saat ini.
III. Prognosis
Prognosis pasien dengan hipertensi persisten dibandingkan dengan pasien yang dengan
mudah terkontrol hipertensinya tidak secara spesifik dievaluasi. Diasumsikan, prognosis
terganggu pada pasien yang secara tipikal menampakkan riwayat lama hipertensi tidak
terkontrol yang berat dan seringkali dikaitkan dengan factor resiko kardiovaskular seperti
diabetes, obstruktif sleep apnea, hipertrofi ventrikel kiri (LVH) dan atau CKD. Derajat
dimana resiko kardiovaskular diturunkan dengan terapi dari hipertensi resisten tidak
diketahui. Keuntungan dari terapi yang berhasil, bagaimanapun, adalah penting sebagaimana
didukung oleh studi outcome hipertensi pada umumnya dan oleh awal studi koperatif
Veterans Administrations, dimana menunjukkan 96% penurunan pada kejadian
kardiovaskular melebihi 18 bulan dengan pengunaan 3 regimen antihipertensi dibandingkan
dengan placebo pada pasien dengan hipertensi yang berat (tekanan darah diastolic 115 hingga
129 mmHg). Banyaknya keuntungan timbul dengan terapi yang berhasil untuk hipertensi
resisten tidak diketahui.
VI. Pseudoresisten
1. Teknik Pengukuran Tekanan Darah yang Buruk
Pengukuran yang tidak akurat dari tekanan darah dapat menghasilkan
padapenampakkan resisten terapi. Dua dari kesalahan yang paling sering-mengukur
tekanand darah sebelum membiarkan pasien duduk dengan tenang dan penggunaan cuff
yang kecil- akan menghasilkan pembacaan tekanan darah yang salah. Meskipun derajat
dimana pengukuran yang tidak akurat tekanan darah akan menghasilkan dalam
melabelisasikan pasien yang salah sebagaimana hipertensi yang tidak terkontrol tidak
diketahui, penilaian dari teknik pengukuran tekanan darah di kantor mendukung bahwa
hal ini merupakan masalah klinis yang sering.
VII. Kepatuhan yang Buruk
Kepatuhan yang buruk pada terapi anti hipertensi merupakan penyebab utama dari
kurangnya control tekanan darah. Analisis retrospektif mengindikasikan sekitar 40% pasien
dengan diagnose hipertensi baru akan tidak melanjutkan medikasi antihipertensinya selama
tahun pertama pengobatan. Selama 5-10 tahun tindak lanjut, kurang dari 40% pasien dapat
timbul dengan terapi antihipertensi yang diresepkan. Sementara kepatuhan yang buruk
merupakan hal yang paling sering di pelayanan kesehatan, hal ini dapat menjadi sedikit biasa
pada pasien yang dilihat oleh spesialis. Pada analisis retrospektif pada klinik spesialisasi
hipertensi, diperkirakan bahwa kepatuhan yang buruk merupakan factor kontribusi yang
signifikan terhadap kurangnya control tekanan darah pada hanya 16% pasien yang dievaluasi.
Kurangnya control tekanan darah berbeda dari resisten terapi. Untuk regimen anti
hipertensi yang gagal, hal ini harus diambil dengan benar. Perbedaan ini secara klinis penting
pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol berat sekunder terhadap kepatuhan tidak
ditujukan kedalam evaluasi ini dan manipulasi berlanjut pada regimen terapi yang tidak
diambil untuk pasien dengan esistensi terapi sebenarnya.
2. Garam Diet
Intake sodium diet berlebihan berkontribusi terhadap perkembangan hipertensi
resisten melalui peningkatan tekanan darah langsung dan dengan menumpulkan efek
lebih rendah tekanan darah pada kebanyakan kasus dari agen antihipertensi. Efek ini
menjadilebih sering terlihat pada pasien sensitive garam yang tipikal, termasuk orang tua.
Afro amerika dan terutama pasien dengan CKD. Meskipun sodium diet berlebihan secara
jelas meluas, hal ini telah secara spesifik didokumentasikan sebagai hal yang sering pada
apsien dnegan hipertensi resisten. Pada sebuah analisis untuk hipertensi resisten,
pemasukan garam diet rata-rata didasari pada 24 jam ekskresi sodium urine yang
dikeluarkan melebuhi 10gram perhari.
3. Alkohol
Intake alcohol yang berat dikaitkan dengan peningkatan resiko hipertensi, sebagai
mana terapi hipertensi resisten. Pada analisis cross sectiona dari orang dewasa china yang
meminum >30 minuman setiap minggu, resiko untuk mengalam berbagai bentik
hipertensi meningkat dari 12% ke 14%, Pada klinik hipertensi Finnish, peminum berat,
sebagaimana didukung dengan peningkatan kadar transaminase hati, lebih jarang untuk
mempunyai tekanan darah yang terkontrol selama 2 tahun follow up dibandingkan pasien
dengan kadartransaminase normal. Secara prospektif, penilaian dari meminum alcohol
yang berat oleh sekelompok kecil pasien berkurang 24jam dalam tekanan darah sistolik
terambulasi hingga 7,2 mmHg dan tekanan darah diastolic hingga 6,6 mmHg sementara
jatuh prevalensi dari 42% ke 12%
XIV. Feokromositoma
Pheochromocytoma merupakan pecahan kecil tapi penting dari kedua penyebab
hipertensi resisten. Prevalensi pheochromocytoma adalah 0,1% menjadi 0,6% dari
hypertensives pada populasi ambulasi umum. Prevalensi pasti pheochromocytoma sebagai
penyebab hipertensi resisten tidak diketahui, tetapi literature sedikit dengan laporan kasus
dari hipertensi maligna dan sulit terkontrol yang sifatnya sekunder terhadap feokromositoma.
Walaupun presentasi klinis dari pheochromocytoma sangat bervariasi, sekitar 95% dari
pasien menunjukkan hipertensi dan 50% hipertensi berkelanjutan. Selain itu, ciri
pheochromocytoma adalah meningkatnya variabilitas tekanan darah, yang merupakan
tambahan meningkatnya faktor resiko independen melebihi tekanan darah itu sendiri untuk
morbiditas dan mortalitas cardiovascular. Kejadian yang berkelanjutan dapat meningkatkan
variabilitas tekanan darah yang baik terkait dengan tingkat sekresi norepinephrine oleh tumor
Meskipun meningkatkan teknik diagnostik yang dapat mengurangi waktu untuk
identifikasi spesifik pada seorang pasien hipertensif dengan pheochromocytoma, masih ada
rata-rata 3 tahun antara gejala awal dan akhir diagnosis. Banyak kasus-kasus
pheochromocytoma yang tidak terjawab sekaligus berbasis studi autopsi dimana tumors
berkontribusi 55% dari kematian dan tidak diduga dalam 75% kasus
Diagnosis dari pheochromocytoma harus dilakukan pada pasien hypertensive dengan
kombinasi
sakit kepala, palpitations, dan berkeringat, biasanya terjadi tdk sengaja, dengan ketegasan
diagnostik sebesar 90%. Tes skrining pheochromocytoma yang terbaik adalah plasma bebas
metanephrines (normetanephrine dan metanephrine), yang sebuah sensitivitas 99% dan
spesivitas 89%
XVIII. Diabetes
Hipertensi dan diabetes umumnya terkait, khususnya pada pasien yang sulit untuk
mengendalikan hipertensi. Pada ALLHAT, prediksi diabetes adalah kurangnya kontrol
tekanan darah selama waktu yang berbeda dalam study. Uji coba klinis telah menunjukkan
bahwa untuk mencapai tujuan penurunan tekanan darah yang direkomendasikan pada apsien
dengan diabetes adalah berkisar antara 2,8-4,2 obat antihypertensive yang akan diperlukan.
Resisten insulin langsung memberikan kontribusi kepada pengembangan hipertensi
dibandingkan dikaitkan dengan hipertensi karena secara umum belum ditentukan.
Pathophysiologic dikaitkan dengan efek insulin resisten yang dapat berkontribusi untuk
hipertensi termasuk peningkatan aktivitas saraf simpatik, vascular proliferasi sel otot halus,
dan intake sodium
XIX. Evaluasi
Hasil evaluasi pasien dengan hipertensi resisten akan diarahkan ke arah yang benar
resistennya; identifikasi penyebab yang berkontribusi untuk resisten, termasuk penyebab
hipertensi sekunder, dan dokumentasi sasaran-organ kerusakan (Gambar). penilaian ketaatan
pengobatan yang baik Akurat dan menggunakan tekanan darah pengukuran teknik yang
diperlukan untuk mengecualikan pseudoresistance. Pada kebanyakan kasus, pengobatan
resisten adalah multifactorial dalam etiologi dengan obesitas, diet lebih intake sodium,
obstruksi sleep apnea, dan CKD menjadi faktor umum. Target-organ kerusakan seperti
retinopathy, CKD, dan LVH mendukung diagnosa dari hipertensi tidak terkontrol serta kasus
CKD akan mempengaruhi dalam kelas agen terpilih serta mencapai tekanan darah tujuan
130/80 mm Hg