Anda di halaman 1dari 30

SEMESTER V

MODUL II

GERIATRI & PEDIATRI

Kelompok 4

Tutor : dr. Bambang Widjarnako, SpOG

dr. Rina

Ketua : Dikara Novirman Prayuliana (2013730136)

Sekretaris : Badai Ardyana Arimbi Putri (2013730129)

Anggota : Bayu Setyo Nugroho (2013730130)

Carissa Gayatri Putri (2013730131)

Fina Hidayat (2013730144)

Nabilla Rahmawati (2013730159)

Nadira Juanti Pratiwi (2013730160)

Putri Dina Indrisia (2013730165)

Putri Noviarin Irhamna (2013730166)

Topan Muhamad Nur (2013730184)

Vanessa Ully Rakhma (2013730185)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


2014/2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan inayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan diskusi PBL Sistem Geriatri dan Tumbuh Kembang modul 2 tepat
pada waktunya sesuai jadwal yang ditentukan.

Adapun tujuan pembuatan laporan ini sebagai hasil diskusi kelompok 1 mengenai berbagai masalah
kesehatan pada anak terutama kurang gizi

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada tutor
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan
laporan diskusi ini. Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah banyak
membantu baik secara moril maupun materil hingga laporan ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh

Jakarta, 9 Desember 2015

Penulis

Kelompok 2 Cempaka Putih


PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Seorang laki-laki 84 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pangkal paha kanan akibat jatuh
sehingga menggangu dan nyeri sekali bila berjalan. Keadaan ini dialami sejak 1 bulan yang lalu. Penderita
sebelum jatuh kalau berjalan agak pincang karena mengeluh lutut sering sakit dan bengkak serta sering
tersandung saat berjalan. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkonsumsi obat-obat kencing manis,
tekanan darah tinggi, jantung dan rematik. Juga pernah serangan stroke 3 tahun lalu. Riwayat merokok (+)

1.2 Kata/ Kalimat Sulit


-

1.3 Kata/ Kalimat Kunci


Laki-laki 84 tahun
KU : Nyeri pada paha kanan 1 bulan yang lalu
KT : Nyeri hebat saat berjalan
1.4 Mind Map

ANAMNESIS:

KU: Nyeri pangkal paha karena DEFINISI FAKTOR


jatuh, 1 bulan yll EKSTRINSIK&INTRINSIK
KT: Nyeri hebat saat berjalan
MEKANISME
RPD: Lutut sering sakit dan
bengkak, DM, Hipertensi, ALUR JATUH
Jantung dan Rematik DIAGNOSIS ETIOLOGI
RPO: obat obat DM,
Hipertensi, Jantung dan
Rematik
KOMPLIKASI PENATALAKSANAAN PENCEGAHAN
RK: Merokok

PEMERIKSAAN
FISIK

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.5 Pertanyaan
1. Jelaskan definisi, proses dan etiologi jatuh pada orang dengan usia lanjut!
2. Jelaskan faktor resiko instrinsik dan ekstrinsik dati jatuh!
3. Jelaskan teori proses penuaan!
4. Jelaskan efek penuaan dari segi anatomi dan fisiologi!
5. Jelaskan hubungan riwayat penyakit dengan jatuh!
6. Jelaskan mekanisme terjadinya bengkak dan nyeri!
7. Jelaskan pencegahan terjadinya jatuh pada lansia!
8. Jelaskan penatalaksanaan jatuh pada lansia!
9. Jelaskan komplikasi yang dapat dialami pasien karena jatuh!
10. Jelaskan penyakit-penyakit (yang dapat membuat jatuh) pada lansia!
11. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dengan jatuh!
12. Jelaskan tindakan promotif , preventif dan komplikasi pada scenario !
PEMBAHASAN

Nama : Putri Noviarin Irhamna

NIM : 2013730166

1. Jelaskan definisi dan etiologi dari jatuh pada orang lanjut usia !

Definisi

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat
kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).

Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada di
permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan
kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis dan
konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley, 2006).

Etiologi

A. Kecelakaan merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia)
Murni kecelakaan misalnya terpeleset,tersandung.
Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses menua
misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada dirumah tertabrak, lalu jatuh.
B. Nyeri kepala dan atau vertigo.
C. Hipotensi orthostatic:
Hypovolemia/ curah jantung
Disfungsi otonom
Penurunan kembalinya darah vena ke jantung
Terlalu lama berbaring
Pengaruh obt-obat hipotensi
Hipotensi sesudah makan
D. Obat-obatan
Diuretik/antihipertensi
Antidepresan trisiklik
Sedativa
Antipsikotik
Obat-obat hypoglikemik
alkohol
E. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit-penyakit akut seperti :

Kardiovaskuler :
aritmia
-Stenosis aorta
-Sinkope sinus carotis
Neurologi :
TIA
-Stroke
-Serangan kejang
-Parkinson
-Kompresi saraf spinal karena spondilosis
-Penyakit cerebelum
F. Idiopatik (tak jelas sebabnya)
G. Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
-Drop attack (serangan roboh)
-Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
-Terbakar matahari
Nama : Topan Muhamad Nur
NIM : 2013730184
2. Jelaskan faktor risik dari jatuh?

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko jatuh dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori:


1. Intrinsik: berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi psikologis
2. Ekstrinsik: berhubungan dengan lingkungan

Selain itu, faktor risiko juga dapat dikelompokkan menjadi kategori dapat diperkirakan
(anticipated) dan tidak dapat diperkirakan (unanticipated). Faktor risiko yang dapat diperkirakan
merupakan hal-hal yang diperkirakan dapat terjadi sebelum pasien jatuh.

Intrinsik (berhubungan dengan Ekstrinsik (berhubungan dengan


kondisi pasien) lingkungan)
Dapat diperkirakan Riwayat jatuh sebelumnya Lantai basah/silau, ruang
Inkontinensia berantakan, pencahayaan kurang,
Gangguan kognitif/psikologis kabel longgar/lepas
Gangguan keseimbangan/mobilitas Alas kaki tidak pas
Usia > 65 tahun Dudukan toilet yang rendah
Osteoporosis Kursi atau tempat tidur beroda
Status kesehatan yang buruk Rawat inap berkepanjangan
Peralatan yang tidak aman
Peralatan rusak
Tempat tidur ditinggalkan dalam
posisi tinggi

Tidak dapat Kejang Reaksi individu terhadap obat-


diperkirakan Aritmia jantung obatan
Stroke atau Serangan Iskemik
Sementara (Transient Ischaemic
Attack-TIA)
Pingsan
Serangan jatuh (Drop Attack)
Nama : Nabilla Rahmawati

NIM : 2013730159

3. Sebutkan dan jelaskan teori proses penuaan!

Menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diterima. (Constansinides, 1994).

Dengan begitu manusia segara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolic dan structural yang disebut sebagai penyakit
degeneratif yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang
dramatic seperti stroke, infark miokard, koma asidotik, metastasis kanker dsb.

Teori teori proses menua

1. Teori Genetik clock

Menurut teori ini menua terlah terprogram secara genetic untuk spesies-spesies tertentu. Setiap
spesies mempunyai di dalam inti selnya suatu jam genetic yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak
diputar , jadi menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa
disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Secara teoritis dapat
dimungkinkan memutar jam ini lagi walau hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-
pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencehagan penyakit dengan obat-obatan atau
tindakan-tindakan tertentu.

Salah satu pengembangan teori ini adalah Teori Telomere, yang menunjukan pada setiap mitosis
sel, bagian telomere DNA akan memendek. Dengan makin pendeknya telomere ini maka
kemampuan sel untuk membelah menjadi terbatas dan pada akhirnya berhenti.

Teori ini diajukan oleh Hayflick dan Moorhead (1961) pengontrolan untuk genetic, rupanya
dikontrol dalam tingakt seluler. Mengenai hal ini Hayflick (1980) melakukan penelitian melalui
kultur sel in vitro yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam
kultur dengan umur spesies.

Untuk membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut nucleus atau sitoplasma, maka
dilakukanlah transplantasi silang dari nucleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa
nukleuslah yang menentukan jumlah replikasi, kemudian menua dan mati, bukan sitoplasmanya
(Suhana, 1994).
Mirip dengan teori di atas adalah teori Aging clock, yang diajukan oleh Miller. Dalam teori ini
disebutkan bahwa terdapat jam penuaan tanggal yang menghubungkan berbagai jam biologis yang
terdapat dalam tubuh manusia dan hewan.

Salah satu jam biologis adalah yang berupa rite biologic yang terlihat pada tingkat hormonal.
Berbagai ritme biologik yang ada di sinkronisasikan oleh kendali dalam batang otak. Kendali
dalam hipotalamus ini sangat berperan pada berbagai keadaan hilangnya mekanisme homeostasis
dalam tubuh. Nuclei didalam hipotalamus ini bukan saja menurun jumlahnya akan tetapi juga
efektivitasnya. Dia mendukung bahwa peran pengendalian genetik terhadap usia hidup hanya
memberi kontribusi sedikit, sekitar 15-35% dari keseluruhan lama hidup manusia atau hewan.
Pengaruh terbesar pada daya hidup berasal dari lingkungan yang nyaman dan kebiasaan hidup
yang menyenangkan.

2. Mutasi somatik (teori Error Catastrophe)

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya
proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang
sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kima dapat memperpendek umur. Menurut teori ini
terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut.

Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatic adalah teori Error Catastrophe).

Menurut hipotesis tersebut menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun sepanjang
kehidupan setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi, maupun dalam proses translasi. Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya
enzim yang salah, sebagai reaksi dan kesalahan-kealahan lain yang berkembang secara
eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan
mengurangi fungsional sel, walaupun dalam batas-batas tertentu kesalahan-kesalahan dalam
pembentukan RNA apat diperbaiki, namun kemampuan dalam memperbaiki diri sendiri itu
sifatnya terbats pada kesalahan dalam proses transkripsi (pembentukan RNA) yang tertentu akan
menyebabkan kesalahan sintesis protein atau enzim, yang dapat menimbulkan metabolit
berbahaya. Apalagi jika terjadi pula kesalahan dalam proses translasi (pembuatan protein), maka
akan terjadilah kesalahan yang makin banyak, sehingga terjadilah katastrop.

3. Rusaknya sistem imun tubuh

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan
sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun
(Goldstein, 1989). Teori auto-imun ini awalnya diajukan oleh Burnet, Walfort dan Comfort
(Busse, 2002)

Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen/antibody yang luas mengenai jaringan-jaringan
beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkompabilitas pada banyak
jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan adalah bertambahnya prevalensi auto antibodi
bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987).

Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses
menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa
membelah-belah. Inilah yang menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai dengan
meningkatnya umur (Suhana, 1994).

Modulasi imunologik untuk mengantisipasi hal ini dapat dikerjakan, yaitu dengan antara lain:

- Restorasi imunologik dengan imun-globulin-serum (IGS), serum hiperimun, pemberian


globulin dsb.
- Pemberian Il-2 yang jumlahnya menurun pada penuaan dapat menghambat terjadinya
penuaan (Busse, 2002)
- Stimulasi/potensiasi imunologik dengan menggunakan:
o Bahan biologic :
Hormon thymus
Limfokin
Interferon dsb
o Bahan sintetik misalnya : levamisole, isoprinosin dsb.

Semua sel somatik akan mengalami proses menua, kecuali sel seks dan sel yang mengalami mutasi
menjadi sel kanker.

4. Teori menua akibat metabolisme

Pada tahun 1935, McKay et al. (terdapat dalam Goldstein, et al 1989), memperlihatkan bahwa
pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur. Hewan yang paling terhambat pertumbuhannya dapat mencapai umur 2x
lebih panjang umur kontrolnya. Lebih jauh ternyata bahwa perpanjangan umur tersebut berasosiasi
dengan tertundanya proses degenerasi. Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori
tersebut, antara lain disebabkan karena menurunnya pengeluaran hormon yang merangsang
proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormone pertumbuhan.

Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang dikemukaan pula oleh Balin
dan Allen (1989). Menurut mereka ada hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang
umur. Beberapa hasil penelitian dibawah ini menunjukkan adanya keterkaitan tersebut.
Perkembangan lalat lebih cepat dan umurnya lebih pendek pada temperature 30C, jika
dibandingkan lalat yang dipelihara pada temperature 10C. Mamalia yang dirangsang untuk
hibernasi, selama musim dingin umurnya akan lebih panjang daripada kontrolnya. Sebaliknya jika
mamalia ditempatkan pada temperature yang rendah tanpa dirangsang berhibernasi,
metabolismenya meningkat dan umurnya lebih pendek. Walaupun umurnya berbeda, namun
jumlah kalori yang dikeluarkan untuk metabolisme selama hidup adalah sama.

Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin juga dapat
meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan yang hidup di alam bebas yang banyak
bergerak dibanding dengan hewan laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan
di alam bebas lebih panjang umunya daripada hewan di laboratorium (Suhana, 1994).

5. Kerusakan akibat radikal bebas

Radikal bebas (RB) yang sering dianggap sebagai fragmen molekuler yang mempunyai
elektron tidak berpasangan, dapat terbentuk didalam tubuh akibat proses metabolik normal
didalam mitokondria juga sebagai produk sampingan didalam rantai penapasan (Oen, 1993,Busse,
2002). Untuk organisme aerobik, RB terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) didalam
mitokondria. karena 90% oksigen yang diambil tubuh, masuk kedalam mitokondria. Waktu terjadi
proses respirasi tersebut oksisen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui
enzim-enzim respirasi didalam mitokondria, maka radikal bebas (RB) akan dihasilkan sebagai zat
antara. RB yang terbentuk tereebut adalah: superoksida (O2), radikal hidroksil (OH), dan juga
peroksida hidrogen (H2O2). RB bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan gugus SH.

Tubuh sendiri sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menangkal RB, dalam bentuk
enzim seperti :

l. Superoxide dismutase (SOD), yang berunsur Zn, Cu dan juga Mn. Enzim ini dapat
merubah superoxida menjadi 2O2.

2. Enzim katalase yang berunsur Fe dalam bentuk haem, dapat menguraikan hidrogen
peroksida menjadi air dan oksigen.

3. Enzim glutation peroksidase, berunsur selenium (Se), juga menguraikan hidrogen


peroksida.
Disamping itu RB dapat juga dinetralkan menggunakan senyawa non enzimatik. seperti:
vitamin C (asam askorbat), provitamin A (Beta Karoten), dan Vitamin E (Tocopherol).

Radikal bebas ini dihubungkan dengan terjadinya kerusakan DNA. hubungan silang
kolagen dan akumulasi pigmen penuaan.Yang mutakhir terkenal adalah akibat oksidasi radikal
bebas terhadap molekul LDL sehingga membentuk LDL-teroksidasi yang mudah menempel
menjadi plak aterosklerosis. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian RB tetap lolos,
bahkan makin lanjut usia makin banyak RB terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi,
kerusakan organel sel makin lama makin banyak dan akhirnya sel mati (Oen, 1993).

Dari penyebab-penyebab terjadinya proses menua tersebut ada beberapa peluang yang
memungkinkan kita dapat mengintervenai, supaya proses menua dapat diperlambat. Yang paling
banyak kemungkinannya ialah mencegah meningkatnya RB, kedua dengan memanipulasi sistem
imun tubuh, ketiga melalui metabolisme/makanan.

6. Teori penuaan psikologik

Psikolog Juga telah membuat berbagai macam teori tentang kestabilan mental dan
perubahan dalam akhir kehidupan, yang seperti juga teori biologik, belum dapat di-integrasikan
menjadi suatu teori psikologik penuaan yang komprehensif. tiga golongan besar dalam teori ini
adalah teori kognitif, teori kepribadian dan kemampuan mengatasi masalah. dalam teori psikologik
kognitif beberapa ahli memaparkan tentang perkembangan kognitif dari muda hingga usia
tua.Secara umum dikatakan bahwa manusia dewasa dengan pendidikan dan intelegensia tinggi
akan menunjukkan penurunan yang lebih sedikit dibanding mereka yang pendidikan dan
intelegensia nya rendah. perlmutter menyatakan bahwa kognisi akan meningkat atau membaik
dengan bertambahnya usia, sampai mencapai suatu tahap "terminal drop" kemudian fungsi
intelektualnya akan menurun. sedangkan schaie memberikan teori 30 tahap perkembangan
kognitif, yang membagi perkembangan kognitif berturut-turut dalam 4 tahap. Ribot menyatakan
dalam hipotesis regresi kognitif bahwa struktur yang pertama-tama dibentuk akan berdegenerasi
paling akhir. Tidak terdapat perbedaan dalam usia dewasa tentang konservasi egosentrisme dan
pencapaian konsep. Dalam hal membuat klasifikasi anak kecil dan usia lanjut cenderung memakai
persepsi holistic, sedangkan anak muda dan dewasa muda sering bersifat analitik. Tentang
pengingatan kembali secara bebas, orang tua dan anak anak yang lebih kecil menggunakan
pembukaan kode. motorik dan objek nyata kurang baik dibanding orang dewasa muda dalam
tugas-tugas mengingat yang standar (Busse, 2002). Dalam teori kepribadian (personalitas),
Thomae dan Lehr mengajukan suatu teori penuaan anti-pentahapan (antistage), dimana
kepribadian perkembangan dan penyesuaian dipengaruhi oleh kejadian kejadian historis semasa
hidup. Teori ini berlawanan dengan teori delapan tahap dari Erikson yang merupakan teori tahapan
dari perkembangan ego sepanjang hidup, yang berkulminasi pada tahap kematangan (stage of
maturity), pada saat mana seorang usia lanjut dapat mengalami integritas ego dengan rasa puas
dengan masa lalunya atau kekecewaan dan benci akibat kegagalan dimasa lampau. beberapa ahli
lain juga mengajukan teori tentang kepribadian diantaranya Neugarten dan Gutman,yang
menyatakan bahwa kepribadian seseorang menetap saat mereka mencapai usia lanjut, dan
perubahan hanya terjadi bila berhubungan dengan berbagai kehilangan yang menyangkut sistem
kesehatan dan tunjangan sosial mereka. Costa dan Mc Rae menyebutkan 5 faktor besar dalam trait
kepribadian,yaitu: neurotisisme, ekstroversi, keterbukaan pada pengalaman, kebersetujuan
(agreeableness) dan conscientiousness (berdasarkan pada hati nurani). Pada berbagai kepribadian
tersebut terjadi perbedaan umum antar generasi yang bersifat sekunder terhadap kohortnya.
Kepandaian dan kemampuan untuk mengatasi masalah secara erat terjalin dengan terjadinya
perubahan kepribadian.

7. Teori penuaan Sosial

Secara umum teori sosiologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi teori yang
mempelajari tentang hubungan antara para lanjut usia dengan masyarakat dan teori yang
mempelajari status dan peran para lanjut usia. Dalam teori pemisahan (disengagement theory)
Cumming dan Henry menyatakan bahwa penarikan diri para usia lanjut dari peran mereka
sebelumnya dalam masyarakat disertai penurunan dari semua tipe interaksi,terutama pergeseran
dari perhatian kedunia luar kedalam dirinya sendiri, sangat diperlukan dan akan membantu para
lanjut usia untuk mempertahankan kepuasan hidup. Hal ini didukung oleh Homans dan Blau dalam
teorinya teori pertukaran (exchange theory of aging). Berlawanan dengan teori pemisahan tersebut,
teori aktivitas (Cavan, Burgess dan Havighurst) justru menyatakan bahwa aktivitas justru berperan
besar dalam kesehatan dan kepuasan hidup. Memang tidak daily disangkal bahwa aktivitas yang
dapat dijalankan oleh para lanjut usia ini terbatasi oleh berbagai penurunan sebagai akibat
lanjutnya usia. Neugarten dan Gutman menengahi pertentangan tersebut dengan teori kontinuitas,
dengan menyatakan bahwa para lanjut usia cenderung untuk tetap bertindak sesuai dengan pola
yang telah mereka jalani dikehidupan ini, terutama dalam hal memecahkan masalah dan
menyesuaikan diri. Pada saat tertentu mereka mungkin memisahkan diri dari masyarakat, tapi
dilain waktu mungkin tetap aktif. Teori ini ditentang oleh Atchley yang menyatakan bahwa pada
proses penuaan tidak mungkin seseorang kembali kekeadaan sebelumnya.

Tentang status usia lanjut dalam masyarakat, Riley menjelaskan bahwa satus mereka tinggi
didalam masyarakat statis, akan tetapi cenderung turun pada perubahan sosial yang cepat, Riley
juga menjelaskan adanya suatu aliran kohort atau efek kohort, dimana suatu grup masyarakat yang
lahir dalam suatu waktu dalam sejarah bersama dan mengalami pengalaman dan karakteristik
tertentu yang sama. Sedangkan Cowgill dan Holmes tentang status usia lanjut dimasyarakat
menyatakan bahwa status mereka di masyarakat berbanding terbalik dengan tahap industrialisasi
masyarakat tersebut. Dengan adanya industrialisasi daya dan prestis usia lanjut ter-reduksi. Dalam
masyarakat primitif, usia lanjut merupakan suatu kehormatan, akan tetapi bila mereka tetap
menunjukkan bahwa peran mereka tetap berguna dan berharga, mereka masih tetap dihargai dan
diperlakukan dengan baik.
Nama : Carissa Gayatri Putri

NIM : 2013730131

4. Jelaskan efek penuaan dari segi anatomi dan fisiologi!

Perubahan-Perubahan Anatomik Organ Tubuh pada Penuaan:


1. Kulit
2. Rambut
a. Pertumbuhan menjadi lambat, lebih halus dan jumlahnya sedikit.
b. Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah sering tumbuh lebih panjang.
c. Rambut memutih.
d. Rambut banyak yang rontok.
3. Kuku
a. Pertumbuham kuku lebih lambat, kecepatan pertumbuhan menurun 30-50% dari orang
dewasa.
b. Kuku menjadi pudar.
c. Warna kuku agak kekuningan.
d. Kuku menjadi tebal, keras tapi rapuh.
e. Garis-garis kuku longitudinal tampak lebih jelas. Kelainan ini dilaporkan terdapat pada
67% lansia berusia 70 tahun.

Sistema Muskuloskeletal

Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah itu akan
menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas tetap
normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu;
modeling dan remodeling, pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling
sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively coupled jadi masa tulang yang hilang
nol. Bila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini disebut
negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut.
Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara linier yang disebabkan
kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang lebih pourus. Pengurangan ini lebih nyata pada
wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita
pasca menopouse dan pada pria diatas 80 tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian
trabekula dibanding dengan kortek. Pada pemeriksaan histologi wanita pasca menopouse dengan
osteoporosis spinal hanya mempunyai trabekula kurang dari 14%. Selama kehidupan laki-laki
kehilangan 20-30% dan wanita 30-40% dari puncak massa tulang.

Pada sinofial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan sendi terjadi celah
dan lekukan dipermukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan pembentukan
kista di rongga sub kondral. Ligamen dan jaringan peri artikuler mengalami degenerasi
Semuanya ini menyebabkan penurunan fungsi sendi, elastisitas dan mobilitas hilang sehingga
sendi kaku, kesulitan dalam gerak yang rumit.

Perubahan yang jelas pada sistem otot adalah berkurangnya masa otot terutama mengenai
serabut otot tipe II. Penurunan ini disebabkan karena otropi dan kehilangan serabut otot. Perubahan
ini menyebabkan laju metabolik basal dan laju komsumsi oksigen maksimal berkurang. Otot
menjadi mudah lelah dan kecepatan laju kontraksi melambat. Selain penurunan masa otot juga
dijumpai berkurangnya rasio otot dan jaringan lemak.
Nama : Vanessa Ully Rakhma

NIM : 2013730185

6. Jelaskan mekanisme bengkak dan nyeri!

Bengkak (edemaa)
Masuknya bakteri atau benda asing kedalam tubuh yang diikuti dengan aksi makrofag
memfagositosis bakteri tersebut. Hampir setelah invasi mikroba, terjadi peningkatan aliran
darah ditempat cidera yang menyebabkan vasodilatasi lokal. Vasodilatasi pembuluh darah
dipicu oleh histamin yang dikeluarkan oleh sel Mast. Pelebaran pembuluh darah
mengakibatkan penyaluran darah lokal membawa lebih banyak leukosit fagositik dan
protein plasma yang penting untuk pertahanan. Kemudian, pelepasan histamin juga
meningkatkan permeabilitas kapiler akibatnya pori-pori kapiler juga membesar sehingga
protein plasma bisa keluar dari darah dan masuk kedalam jaringan yang meradang.
Akumulasi protein yang bocor pada saluran cairan interstisium akan meningkatkan tekanan
osmotik koloid cairan interstisium dan tekanan darah kapiler cenderung akan
memindahkan cairan keluar kapiler, mendorong ultrafiltrasi, dan mengurangi reabsorbsi
cairan di kapiler. Dan, akhirnya terjadi penumpukan cairan di interstisium yang
mengakibatkan edema lokal atau pembengkakan.

Nyeri
Rangsangan (mekanik, termal, kimia) diterima oleh reseptor nyeri yang ada dihampir setiap
jaringan tubuh, rangsangan ini diubah kedalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat
nyeri di korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri, impuls dikembalikan ke perifer dalam
bentuk persepsi nyeri (rasa nyeri yang kita alami).
Nama : Badai Ardyana Arimbi Putri

NIM : 2013720129

7. Jelaskan pencegahan jatuh pada lansia!

Pencegahan Jatuh pada Lansia


Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat menyebabkan jatuh seperti faktor
neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang sedang diderita, pengobatan yang sedang dijalani,
gangguan keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan visual, ataupun faktor lingkungan.dibawah
ini akan di uraikan beberapa metode pencegahan jatuh pada orang tua :

1. Latihan fisik
Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan kekuatan tungkai dan
tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya
lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang
dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya, salah satunya
adalah berjalan kaki.

2. Managemen obat-obatan
Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik di antara:
a. Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat
b. Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama pengobatan
c. Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan
tranquilisers
d. Hindari pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi klinis kuat
e. Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan

3. Modifikasi lingkungan
Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk menghindari pusing akibat suhu
di antara:
a. Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam jangkauan tanpa
harus berjalan dulu
b. Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
c. Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
d. Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
e. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk daerah tangga.
f. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa untuk melintas.
g. Gunakan lantai yang tidak licin.
h. Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.
i. Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar mandi.
4. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia, misalnya :
a. Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.
b. Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
c. Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.
d. Hindari olahraga berlebihan.

5. Alas Kaki
Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:
a. Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar
b. Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan
c. Pakai sepatu yang antislip

6. Alat Bantu Jalan


Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan difokuskan untuk mengatasi
atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang mendasarinya.
a. Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meingkatkan keseimbangan, namun di sisi
lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih
jika alat bantu tidak menggunakan roda., karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah
direkomendasikan secara individual.
b. Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan obat-obatan
maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya adalah dengan alat bantu jalan seperti cane
(tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan,
pasien dianjurkan pakai cane. Pemilihan cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh kebutuhan
dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstremitas atas diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling cocok
adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan dan menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang
diperlukan dalam menunjang berat badan.

7. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.


8. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.
9. Memelihara Kekuatan Tulang
a. Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan densitas tulang dan
mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua
b. Berhenti merokok
c. Hindari konsumsi alkohol
d. Latihan fisik
e. Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen
f. Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.
Nama : Fina Hidayat

NIM : 2013730144

8. Jelaskan Penatalaksanaan Jatuh Pada Lansia

Penatalaksanaan Jatuh

Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang, dan menerapi komplikasi
yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, dan mengembalikan kepercayaan diri penderita.

Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeleminasi factor risiko, penyebab
jatuh dan menangani komplikasinya. Pentalaksanaan bersifat individualis, artinya berbeda untuk
setiap kasus karena perbedaan factor-faktor yang bersama-sama mengakibatkan jatuh. Bila
penyebab merupakan penyakit akut penanganan nya menjadi lebih muda, sederhana, dan langsung
bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi
kronik, multifactor sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitas, perbaikan
lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk
mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan berpergian / aktivitas fisik, penggunaan
alat bantu gerak.

A. Pengelolaan gangguan penglihatan.


Peresepan lensa kacamata harus dapat mengoreksi dengan tepatgangguan ketajaman
penglihatan. Kacamata dengan lensa tunggal lebih dipilih dibandingkan dengan lensa
multifocal karena menimbulkan gangguan persepsi kedalaman dan kontras bagian tepi
yang meningkatkan risiko jatuh.
Katarak yang dilakukan ekstrasi akan menurunkan risiko jatuh meskipun katarak tunggal.
Untuk gangguan adaptasi gelap terapi dengan mengganti terapi glaucoma yang tidak
menyebabkan miosis, intervensi gangguan penglihatan ini umumnya tidak efektif sebagai
intervensi tunggal. Penglihatan dapat berperan menurunkan risiko jatuh sebagai bagian
program penurunan risiko secara multifactorial.
B. Pengelolaan gangguan keseimbangan.
Latihan merupakan komponen yang paling berhasil dari program penurunan risiko jatuh
dan intervensi tunggal yang efektif berdasarkan meta analisis. Pada lansia yang memiliki
risiko tinggi untuk jatuh, kebutuhan dan lama latihan keseimbangan sangat individual.
Penelitian terkini menyarankan latihan kelompok juga efektif. Latihan keseimbangan pada
pasien lansia dapat dilihat pada appendik F.
C. Pengelolaan obat-obatan
Obat-oabtan yang diberikan harus sesuai serta memang diperlukan, terlalu banyak obat-
obatan akan meningkatkan risiko jatuh. Apabila memungkinkan terapi nonfarmakologi
harus dilakukan pertama kali. Benzodiazepine baik yang kerja panjang maupun yang kerja
singkat meningkatkan risiko jatuh demikian juga trisiklik antidepresan dan golongan
selektif serotonin reuptake inhibitor khususnya pada dosis tinggi. Obat-obat psikotropika
harus dimulai dengan dosis rendah dan kemudian dinaikkan perlahan (Nnodim JO,
Alexander NB, 2005).
Pemberian obat-obat penghilang rasa sakit kronik secara terjadwal lebih efektif
dibandingkan pemberian bila diperlukan. Terapi ekstrapiramidal dengan levodopa dan obat
yang lain dapat memperbaiki mobilitas tetapi sering tidak dapat memperbaiki instabilitas
postural (Hile ES, Studenski SA, 2007).
Postural hipertensi dapat dikontrol dengan penyesuaian dosis obat, kaus kaki kompresi,
perubahan perilaku misalnya menghindari perubahan posisi mendadak, latihan ROM
(Range Of Motion) aktif pada ekstremitas bawah untuk meningkatkan venous return
sebelum posisi berdiri.
D. Intervensi lingkungan.
Intervensi tunggal pada penelitian terkontrol mengatakan bahwa modifikasi lingkungan
akan meningkatkan keamanan, namun tidak menurunkan risiko jatuh. Bagaimanapun
intervensi lingkungan merupakan bagian dari program multifaktoral, keamanan
lingkungan difikirkan berpengaruh menurunkan risiko yang paling mudah dilakukan.
E. Pemakaian alas kaki.
Berjalan dengan menggunakan kaus kaki sebaiknya dicegah. Sepatu harus sesuai dengan
ukuran kaki, kuat dan mempunyai bentuk yang baik dengan sol yang tidak licin, dan hak
yang rendah. Alas kaki dengan tali sepatu sering menyebabkan slip. Sepatu olahraga
kurang menyebabkan jatuh pada orang tua.
F. Intervensi pendidikan/ pengetahuan yang berhubungan jatuh
Dari berdasarkan penelitian yang terkontrol intervensi tidak berperan sendirian, namun di
perankan dengan gabungan penatalaksanaan lainnya.

Tatalaksana Medis Fraktur


Tujuan tatalaksana ini adalah mengembalikkan pasien pada keadaan dan fungsi sebelum
terjadinya fraktur. hal ini dicapai dengan operasi diikuti mobilisasi dini. adakalanya operasi dapat
meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas bila ada penyakit penyerta seperti riwayat infak
miokard. maka sebaiknya operasi ditunda hingga risiko infark miokard berkurang. begitu pula
dengan pasien yang membutuhkan terapi antikoagulan segera.
Pada pasien usia lanjut yang mengalami fraktur diperlukan penilaian geriatri yang
komprehensif dikarenakan umumnya kondisi pasien ini lemah, memiliki beberapa permsalahan
medis, minum banyak obat, serta sering sekali sudah terdapat demensia atua penyakit terminal
lainnya. bila didapatkan penyakit penyerta pada pasien yang akan dioperasi maka dilakukan
manajemen peroperatif hingga penyakit penyerta tersebut dapat terkontrol atau terkendali.
Perlu pula dilakukan penapisan aktivitas hidup harian sebelum dan sesudah fraktur.
maupun adanya gangguan fungsi kognitif dan depresi. persiapan mental pasien pun harus di mulai
dengan penjelasan tentang penyakit dan tatalaksananya.
Obat-obat yang digunakan pasien sebelumnya dievaluasi. pasien harus dihindarkan dari
efek samping polifarmasi. obat yang tidak/sedikit efektif dihentikan. namun obat yang berefek
buruk bila dihentikan tetap diteruskan. obat parkinson tidak perlu dihentikan sebelum operasi.
Pada pemeriksaan fisik dievaluasi adanya komplikasi akibat fraktur, faktor penyebab, dan
penyakit penyerta. dilakukan pula penilaian status nutrisi, penilaian kulit (apakah terdapat
dekubitus?). perlu dilakukan penatalaksanaan terhadap nyeri yang sering sekali timbul akibat
fraktu. pada keadaan tersebut pasien dapat diberikan parasetamol 50 mg hingga dosis maksimal
3000 mg perhari. bila respon tidak adekuat dapat ditambahkan dengan kodein 10 mg. langkah
selanjutnya adalah dengan menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen 400 mg,
3 kali sehari. pada keadaan sangat nyeri (terutama bila terdapat osteoporosis), kalsitonin 50-100
IU dapat diberikan subkutan malam hari. golongan narkotik hendaknya dihindari karena dapat
menyebabkan delirium.
Selain itu perlu diingat akannya komplikasi setelah pasca operasi seperti infeksi,
tromboemboli, delirium, infeksi saluran kemih, dan retensio urin, ulkus dekubitus akibat tirah
baring lama, maupun malnutrisi.
Pasca penting pada pasca operasi adalah mobilisasi dini untuk mencegah komplikasi akibat
imobilisasi. pada usia lanjut dengan fraktur femur proksimal, hal ini sangat penting dalam
mengembalikan fungsi berjalan. rehabilitas harus dimulai satu hari setelah operasi dengan
mobilisasi bertahap dari tempat tidur ke kursi dan selanjutnya berdiri dan berjalan. pada hari
pertama dapat dimulai dengan latihan kekuatan isometrik dan latiham mobilisasi. pada hari ke
empat latihan berdiri dan latihan berjalan dengan pegangan.
Nama : Bayu Setyo Nugroho

NIM : 2013730130

9. Komplikasi yang dapat terjadi karena jatuh adalah (Kane, 1994; Van-der-Cammen, 1991)

a. Perlukaan (injury)
Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan
otot, robeknya arteri/vena.
Patah tulang (fraktur) :
- Pelvis
- Femur (collum femur)
- Humerus
- Lengan bawah
- Tungkai bawah
- Kista
Hematom subdural
b. Perawatan rumah sakit
Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi)
Resiko penyakit-penyakit iatrogenik
c. Disability
Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan pembatasan gerak
d. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan
e. Kematian
Nama : Putri Dina Indrisia

NIM : 2013730165

10. Jelaskan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya jatuh

pada lansia !

Orthostatic Hypotension
Hipotensi ortostatik adalah turunnya tekanan darah sistolik (TDS) 20 mmHg atau turunnya
tekanan darah diastolik (TDS) 10 mmHg pada saat perubahan posisi, dari posisi tidur ke
posisi tegak. Berbagai faktor yang berhubungan dengan hipotensi ortostatik, seperti usia,
obat anti hipertensi, hipertensi, strok dan diabetes melitus masih diperdebatkan.

Parkinsons Disease
Penyakit Parkinson adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum,
mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang lebih tua dari 60 tahun . Ada 2 temuan
neuropathologic utama : hilangnya neuron dopaminergik berpigmen di pars substantia
nigra compacta (SNPC) dan adanya badan Lewy. Sebagian besar kasus penyakit Parkinson
(Parkinson idiopatik [IPD]) yang diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan
lingkungan . Namun, tidak ada penyebab lingkungan penyakit Parkinson belum terbukti.
Penyebab genetik yang dikenal dapat diidentifikasi pada sekitar 10% kasus , dan ini lebih
umum pada pasien yang lebih muda.

Syncope
Sinkop didefinisikan sebagai transient, kehilangan esadaran dengan ketidakmampuan
untuk mempertahankan tonus postural yang diikuti oleh pemulihan spontan . Definisi ini
tidak termasuk kejang, koma, shock. Meskipun sebagian besar penyebab sinkop yang jinak,
gejala ini presages acara mengancam jiwa dalam sebagian kecil pasien.

BPPV
BPPV didefinisikan sebagai sensasi abnormal gerak yang ditimbulkan oleh posisi
provokatif kritis tertentu. Posisi provokatif biasanya memicu gerakan tertentu mata (yaitu,
nystagmus). Karakter dan arah nistagmus yang khusus untuk bagian dalam telinga yang
terkena dampak dan patofisiologi.
Timbulnya BPPV biasanya tiba-tiba. Banyak pasien bangun dengan kondisi,
memperhatikan vertigo sambil berusaha duduk tiba-tiba. Setelah itu, kecenderungan untuk
positional vertigo dapat memperpanjang selama hari minggu, kadang-kadang selama
beberapa bulan atau tahun. Dalam banyak, gejala berkala menyelesaikan dan kemudian
kambuh. sehingga pasien dapat kehilangan keseimbangn saat berdiri
Aortic stenosis adalah obstruksi aliran darah melalui katup aorta. Stenosis aorta memiliki
beberapa etiologi, Termasuk kongenital (katup unicuspid atau bikuspid), kalsifikasi
(karena perubahan degeneratif), dan rematik. Degeneratif stenosis aorta kalsifikasi
sekarang indikasi untuk penggantian katup aorta. Gejala stenosis aorta biasanya
berkembang bertahap setelah periode laten tanpa gejala dari 10-20 tahun. Dyspnea saat
aktivitas atau kelelahan adalah keluhan awal yang paling umum. Pada akhirnya, yang
pasien alami triad klasik: nyeri dada, gagal jantung, dan sinkop.
Nama : Nadira Juanti Pratiwi

NIM : 2013730160

11. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dengan jatuh pada pasien di scenario!

Jawab:

Pada skenario, pasien mengkonsumsi obat-obat kencing manis,tekanan darah tinggi,jantung,dan


rematik sejak 7 tahun terakhir.

a. Obat Hipertensi Diuretik : Hipokalemi & nyeri kepala. Obat-obatan jenis diuretik bekerja
dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obat-obatan
yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid. Efek samping yang sering dijumpai
adalah : hipokalemia dan hyponatremia (kekurangan natrium dalam darah) yang dapat
mengakibatkan gejala lemas, hiperurisemia (peningkatan asam urat dalam darah) dan gangguan
lainnya seperti kelemahan otot, muntah dan pusing. Pada penderita DM, Obat Golongan tiazid
juga dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin.

Alfa blocker : hipotensi ortostatik, pusing, lemah


Beta blocker : bradikardia

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis beta
bloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan
seperti asma bronkial. Contoh obat- obatan yang termasuk dalam golongan betabloker adalah
:Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena
dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi
sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat
gejala bronkospasme (penyempitan saluran pemapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati

Antagonis Ca : hipotensi , gangguan penglihatan


ACE inhibitor : hipotensi ortostatik, pusing, sesak

b. Obat DM

Insulin : hipoglikemi
Oral : Glibenclamid hipoglikemia

Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup
atau dengan gangguan fungsi hepar dan atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada orang
tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang
cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada oarang tua karena
timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan
disfungsi otak sampai koma. Gejala susunan saraf pusat yang lain berupa vertigo,
konfusio/bingung, ataksia dan sebagainya

c. Obat Rematik

Obat AINS

Obat AINS merupakan analgesic efektif dengan daya anti inflamasi, obat ini sering digunakan
pada arthritis dan nyeri musculoskeletal serta keluhan nyeri lain yang berdasarkan atas
peradangan. Berbagai OAINS mengadakan interaksi dengan obat-obat lain yang sering banyak
digunakan pada usia lanjut. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptic
(tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat
perdarahan saluran cerna dan retensi cairan (hati-hati pada penderita hipertensi, gagal jantung dan
penyakit jantung kongestif). Seperti juga pengobatan pada usia lanjut umumnya, harus
diperhatikan bahwa terapi AINS tidak harus diberikan selamanya, dan secara periodik
harus diadakan review. Apabila inflamasi sudah terkontrol, fisioterapi mungkin dapat
mempertahankan fungsi tubuh dan pemberian analgesic sederhana mungkin dapat
mempertahankan fungsi tubuh dan pemberian analgesic sederhana mungkin sudah cukup untuk
mengobati nyeri ringan yang timbul

d. Obat Jantung

Beta -Bloker : hipotensi, bradikardi, rasa lelah.

Penggunaan B -bloker banyak digunakan untuk terapi gagal jantung kronik. (3 -bloker bekerja
terutama dengan menghambat efek merugikan dari aktivitas simpatis pada pasien gagal jantung,
dan efek ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan efek inotropik negatifnya. Pada gagal
jantung yang mengalami pengaktivan adalah sistem RAA nya yang dapat menyebabkan hipertrofi
miokard melalui efek vasokontriksi perifer hingga terjadi iskemia miokard. Pemberian B -
bloker pada gagal jantung akan mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-
sel automatik jantung dan efek aritmia lainnya. B-bloker juga menghambat pelepasan sistem
RAA yang dapat menurunkan resiko hipertrofi miokard, namun pemberian B-bloker harus
diberikan dengan dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan-lahan agar dosis target dan
penyesuaian pada tubuh dapat berjalan. Pemakaian yang tidak sesuai dengan dosis target dapat
berhubungan dengan gejala awal dengan terapi B -bloker dimana terdapat gejala hipotensi, retensi
cairan, bradikardi dan rasa lelah.
Referensi:

Martono, Hadi dan Kris Pranarka. 2014. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Syarif, Amir, dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pranarka, Kris. H. Hadi Martono. 2014. Buku Ajar Boedhi- Darmojo- Geriatri Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V Jilid III. Interna Publishing.

Robert, L. Kane. 2009. Essential of Clinical Geriatrics Sixth Edition. McGrawHill: United States

Anda mungkin juga menyukai