Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR KLAVIKULA

A. Definisi
Fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan
pada tulang yang berlebihan (Back dan Marassarin, 1993).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J,Roux G &
Lockhart, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Pengertian fraktur pada anggota tubuh,
disesuaikan menurut anatominya, misalnya Klavikula (tulang Kolar). Dari pengertian di
atas, fraktur Klavikula merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang
berlebihan yang tejadi pada tulang Klavikula.
Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan
dunia luar, meliputi:
a. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak
menonjol malalui kulit.
b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan
dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi.
Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL Allman tahun
1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang membagi patah tulang klavikula
menjadi 3 kelompok:
1. Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga tengah tulang klavikula (insidensi kejadian
75-80%).
a. Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.
b. Umumnya terjadi pada pasien yang muda.
2. Kelompok 2: patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-25%).
Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament coracoclavicular yakni (yakni,
conoid dan trapezoid).
a. Tipe 1. Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya perpindahan
tulang maupun ganguan ligament coracoclevicular.
b. Tipe 2 A. Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, dan ligament
coracoclavicular masih melekat pada fragmen.
c. Tipe 2 B. Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak ataupun kedua-
duanya.
d. Tipe 3. Patah tulang yang pada bagian distal clavikula yang melibatkan AC joint.
e. Tipe 4. Ligament tetap utuk melekat pata perioteum, sedangkan fragmen
proksimal berpindah keatas.
f. Tipe 5. Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa fragmen.
3. Kelompok 3: patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%)
Pada kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler.

B. Etiologi Faktur Klavikula


Fraktur terjadi ketika tekanan yang kuat kuat diberikan pada tulang normal atau
tekanan sedang pada tulang yang terkena penyakit (Borley, 2006).

C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada patah tulang klavikula biasanya penderita datang dengan
keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan
setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah
fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat
kulit yang menonjol akibat desakan dari fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan
terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan gangguan
sirkulasi yang mengikuti fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang (Mansjoer, Arif, et al, 2000).

D. Pathofisiologi
Klavikula adalah tulang pertama yang mengalami proses pengerasan selama
perkembangan embrio minggu ke-5 dan 6. Tulang klavikula, tulang humerus bagian
proksimal dan tulang skapula bersama-sama membentuk bahu. Tulang klavikula juga
membentuk hubungan antara anggota badan atas dan Thorax. Tulang ini membantu
mengangkat bahu ke atas, ke luar, dan ke belakang thorax. Pada bagian proksimal tulang
clavikula bergabung dengan sternum disebut sebagai sambungan sternoclavicular (SC).
Pada bagian distal klavikula bergabung dengan acromion dari skapula membentuk
sambungan acromioclavicular (AC). Patah tulang klavikula pada umumnya mudah untuk
dikenali dikarenakan tulang klavikula adalah tulang yang terletak dibawak kulit
(subcutaneus) dan tempatnya relatif di depan. Karena posisinya yang teletak dibawah
kulit maka tulang ini sangat rawan sekali untuk patah. Patah tulang klavikula terjadi
akibat dari tekanan yang kuat atau hantaman yang keras ke bahu. Energi tinggi yang
menekan bahu ataupun pukulan langsung pada tulang akan menyebabkan fraktur
(Appley, 1995).

E. Pathway

F. Pemeriksaan penunjang:
a. Radiografi pada dua bidang.
b. Tomografi, CT Scan, MRI (jarang)
c. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotope. (scan tulang berguna ketika
radiografi dan CT Scan memberikan hasil negative pada kecurigaan fraktur secara
klinis (Borley, 2006).
G. Komplikasi
Komplikasi fraktur klavikula meliputi trauma saraf pada pleksus brakhialis,
cedera vena atau arteria subklavia akibat frakmen tulang, dan malunion (penyimpangan
penyatuan). Malunion merupakan masalah kosmetik bila pasien memakai baju dengan
leher rendah.
Komplikasi akut:
a. Cedera pembuluh darah
b. Pneumouthorax
c. Haemothorax
Komplikasi lambat :
a. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan
(Mansjoer, Arif, et al, 2000).

H. Penatalakasanaan
Pada prinsipnya penangan patah tulang klavikula adalah untuk mencapai
penyembuhan tulang dengan minimum tingkat morbiditas, hilangnya fungsi, dan sisa
kelainan bentuk. Kebanyakan patah tulang klavikula telah berhasil ditangani dengan
metode tanpa operasi. Perawatan nonoperative dengan cara mengurangi gerakan di
daerah patah tulang. Tujuan penanganan adalah menjaga bahu tetap dalam posisi
normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi. Modifikasi spika bahu (gips
klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan
untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam
posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai
untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris.
Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa
pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat ditangani dengan sling dan pembatasan
gerakan lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan terputusnya ligamen
korakoklavikular, akan terjadi pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi terbuka
dan fiksasi interna. Selama imobilisasi pasien diperkenankan melakukan latihan gerakan
tapi harus menghindari aktivitas yang berat. Tindak lanjut perawatan dilakukan dengan
pemantauan yang dijadwalkan 1 hingga 2 minggu setelah cedera untuk menilai gejala
klinis dan kemudian setiap 2 hingga 3 minggu sampai pasien tanpa gejala klinis.
Pemeriksaan foto rontgen tidak perlu selama proses perawatan, tetapi akan lebih baik
dilakukan pada saat proses penyatuan tulang yang biasanya dapat dilihat pada minggu ke
4 sampai minggu ke 6 (pada saat fase remodeling pada proses penyembuhan tulang).
Tanda klinis penyatuan tulang adalah berkurangnya rasa sakit atau rasa sakit hilang,
dapat melakukan gerakan bahu secara penuh, dan kekuatan kembali normal. Tidakan
pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut :
a. Fraktur terbuka.
b. Terdapat cedera neurovaskuler.
c. Fraktur comminuted.
d. Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih.
e. Rasa sakit karena gagal penyambungan (nonunion).
f. Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya (malunion).
Pemberian obat pada kasus patah tulang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri.
Obat-obat yang dapat digunakan adalah obat kategori analgesik antiinflamasi seperti
acetaminophen dan codeine dapat juga obat golongan NSAIDs seperti ibuprofen
(Mansjoer, Arif, et al, 2000).

I. Pengkajian Asuhan Keperawatan


1) Aktivitas/istirahat:
Gejala:
a. Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat
langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
2) Sirkulasi:
Tanda:
a. Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri/ansietas,
sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila terjadi perdarahan.
b. Takikardia
c. Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler
lambat, pucat pada area fraktur.
d. Hematoma area fraktur.
3) Neurosensori:
Gejala:
a. Hilang gerakan/sensasi
b. Kesemutan (parestesia)
Tanda:
a. Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot,
kelemahan/kehilangan fungsi.
b. Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat
langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
c. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
4) Nyeri/Kenyamanan:
Gejala:
a. Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur,
berkurang pada imobilisasi.
b. Spasme/kram otot setelah imobilisasi.
5) Keamanan:
Tanda:
a. Laserasi kulit, perdarahan
b. Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)
6) Penyuluhan/Pembelajaran:
a. Imobilisasi
b. Bantuan aktivitas perawatan diri
c. Prosedur terapi medis dan keperawatan
I. Pengkajian Diagnostik:
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah:
1. X-ray
- menentukan lokasi/luasnya fraktur
1. Scan tulang:
- memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
2. Arteriogram
- dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
3. Hitung Darah Lengkap
- hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan
lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
4. Kretinintrauma otot
- meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi
- perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.
(Smeltzer, 2001).

J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur).
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler.
3. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan dan
disuse.
4. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan
menjalankan aktivitas.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur
invasive.
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap
informasi, terbatasnya kognitif.
(Smeltzer, 2001).

K. Implementasi Keperawatan
1. Mengkaji tingkat nyeri dengan analog visual scale.
2. Mengatur posisi sesuai dengan posisi kesegarisan.
3. Menghindari getaran pada tempat tidur.
4. Menggunakan terapi distraksi dan sentuhan terapeutik
5. Memonitor dan catat kemampuan aktivitas yang bias dilakukan klien.
6. Mengkaji kekuatan otot dan kemampuan sendi.
(Smeltzer, 2001).
DAFTAR PUSTAKA

A Graham Appley. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Applay Edisi 7. Jakarta:
Widya Medika.
Black, J.M, et al. 1993. Luckman and Sorensens Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition. W.B. Saunder Company.
Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta,
2000.
Reeves CJ, Roux G and Lockhart R, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Buku I,
(Penerjemah Joko Setyono), Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Auladi. 2010. Patofisiologi fraktur. http://www.docstoc.com/docs/48037764/patofisiologi
fraktur. diakses 03-10-2013.
Borley & Pierce. 2006. At a Glands Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai