LEUKEMIA
Pembimbing:
dr. Susan, Sp.A., M.Kes
Penyusun:
I Komang Agus Subagiarta
1522316017
DEFINISI
Leukemia adalah keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang yang ditandai
dengan proliferasi maligna sel leukosit imatur atau transformasi sel-sel pembenruk
darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid menjadi sel-sel abnormal. Sel leukosit
dalam darah penderita leukemia berproliferasi secara tidak teratur dan menyebabkan
perubahan fungsi menjadi tidak normal sehingga mengganggu fungsi sel normal lain.
Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah
normal dan imunitas tubuh penderita.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, didapatkan insiden leukemia 2,5-4,0 per 100.000 anak dengan estimasi
2000-3000 kasus LLA baru setiap tahunnya. Leukemia menempati 40% dari semua
keganasan pada anak. Di departemen/ SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/ RSUD
Dr. Soetomo, leukemia menempati lebih dari 50% dari semua keganasan pada anak.
Di Amerika setiap tahunnya dijumpai 2.500-3.000 kasus baru. Penyakit ini
menyerang 40 dari 1 juta anak dibawah usia 15 tahun. Leukemia limfoblastik akut
(LLA) mencakup 75% kasus, leukemia mieloblastik akut (LMA) mencakup 15-20%
kasus dan leukemia meieloblastik kronik (LMK) mencakup 5% kasus. Puncak
insidens LLA adalah pada usia 2-5 tahun dan lebih tinggi pada anak laki-laki.
Etiologi dari leukemia masih belum diketahui dan diduga bersifat multifaktorial.
Faktor risiko yang berperan antara lain kelaian kromosom (misalnya pasien sindrom
Down, anemia Fanconi, ataksia-telangiektsia, sindrom Wiskott-Aldrich, dan
neuroblastomasis tipe 1 memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mendertia leukemia
akut), bahan kimia (misalnya benzena pada LMA), radiasi ionisasi, obat-obatan
(misalnya alkylating agent meningkatkan risiko LMA), dan infeksi virus (misalnya
virus EBV diduga kuat berhubungan dengan LLA L3). Saudara kandung dari
penderita leukemia memiliki risiko 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan populasi anak
dan risiko juga meningkat pada saudara kembar (hingga 25% pada kembar
monozigot).
KLASIFIKASI
Leukemia digolongkan berdasarkan maturitas sel menjadi leukemia akut dan kronis,
serta berdasarkan tipe sel menjadi limfoid dan mieloid.
Leukemia limfoblastik akut: sel induk berasal dari sel induk sistem limfoid
Leukemia mieloblastik akut: sel induk berasal dari sel induk sistem meiloid
LLA dan LMA diklasifikasikan berdasarkan sistem WHO maupun dengan kriteria
FAB (French-American-British).
L1: LLA dengan sel limfoblas kecil-kecil, merupakan 84% dari LLA
L2: Sel lebih besar tetapi ukuran bervariasi, inti ireguler, kromatin bergumpal,
nukleoli prominen dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari LLA
L3: LLA mirip dengan limfoma Burkitt yaitu sitoplasma basofil dengan
banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari LLA
PATOGENESIS
Sel limfoblas/ sel mieloblas gagal berdeferensiasi menjadi bentuk dewasa, sementara
proses pembelahan berlangsung terus. Sel-sel ini mendesak komponen hemopoitik
normal sehingga terjadi kegagalan sumsum tulang. Disamping itu, sel-sel abnormal
melalui peredaran darah melakukan infiltrasi ke organ-organ tubuh.
Gambar 1. Hematopoiesis
Pada gambar di atas secara singkat dijelaskan mengenai hematopoiesis. Pada LLA,
terjadi peningkatan limfoblas yang tidak bisa berdiferensiasi. Pembelahan dari sel
limfoblas malignan ini menyebabkan supresi dari sel-sel lainnya sehingga
menyebabkan penurunan yang terutama terlihat pada penurunan produksi eritrosi,
trombosit, dan neutrofil.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang
Gambar 2. Hapusan darah tepi menunjukkan adanya sel limfobsit imatur (limfoblas)
Protokol pengobatan
Protokol pengobatan menurut IDAI ada 2 macam yaitu protokol half dose
Metothrexate (Jakarta 1994) dan protokol Wijaya Kusuma (WK-ALL 2000).
Protokol Wijaya Kusuma terdiri dari 6 minggu terapi induksi, 4 minggu terapi
konsolidasi dan fase rumatan yang membuat total lama terapi sekitar 2 tahun.
Berdasarkan faktor risikonya terapi LLA dibagi menjadi dua, pada pasien risiko tinggi
terdapat 4 fase terapi yaitu fase induksi, konsolidasi, reinduksi, dan rumatan.
Sedangkan pada pasien risiko standar terdapat 3 fase terapi yaitu fase induksi,
konsolidasi, dan rumatan.
1. Fase Induksi
Tujuan dari terapi fase induksi adalah remisi. Remisi berarti tidak adanya sel
leukemia pada sumsum tulang dan pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan
hitung jenis yang kembali normal. Obat yang digunakan adalah regimen 3 obat pada
pasien dengan standard risk dan 4 obat pada pasien dengan high risk. Obat yang
dimaksud antara lain:
L asparginase intravena
Sel ganas leukemia tidak dapat memproduksi asam amino non-esensial
asparagine. Jadi, sel leukemia bergantung pada asparagine dalam darah. L-
asparaginase berfungsi untuk mengonversi asparagine menjadi asam aspartat
sehingga membuat sel leukemia kekurangan asparagine.
Vincristine
Vincristine merupakan obat yang bekerja dengan cara mencegah pembelahan
kromosom pada metafase terutama pada pembelahan dan maturasi dari leukosit
sehingga mempunyai efek myelosupresi dan agen kemoterapi pada leukemia.
Dexamethasone
Dexamethasone merupakan golongan kortikosteroid dan mempunyai efek
imunosupresan juga menekan faktor-faktor inflamasi. Dexamethason juga
mempunyai efek sitotoksik terhadap sel leukemia lebih baik dibandingkan dengan
kortikosteroid lainnya.
Anthraxycline - Daunorubycin
Digunakan sebagai tambahan pada terapi pasien dengan high risk LLA. Cara
kerjanya dengan menginhibisi pembelahan DNA pada fase transkripsi dan
replikasi
2. Fase Konsolidasi
Fase konsolidasi diberikan dengan tujuan untuk membunuh sisa sel-sel leukemia dan
mencegah resistensi dari sel leukemia yang masih hidup terhadap kemoterapi.
Umunya diberikan terapi methotrexate intrathecal, L asparginase intravena, dan
tambah 6-mercaptopurine per oral. Mercaptopurine memberikan efek myelosupresi
dengan cara menghambat sintesis DNA dan RNA.
3. Fase Rumatan
Terapi yang diberikan hampir sama dengan fase induksi, namun diberikan dengan
frekuensi lebih jarang. Terapi yang ditambahkan adalah methorexate diberikan per
oral. Frekuensi pemberian bisa dilihat pada lampiran Protokol Wijaya Kusuma.
Pengobatan suportif
Terapi suportif misalnya transfusi komponen darah, pemberian antibiotik, nutrisi dan
psikososial
Pemantauan terapi
Pasien secepatnya masuk sekolah, dalam jangka lama perlu diobservasi fungsi
hormonal dan tumbuh kembang anak.
Prognosis
Fakor prognostik umum pada LLA dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Favorable Unfavorable
Faktor
(Risiko lebih rendah) (Risiko lebih tinggi)
Angka kesembuhan LLA anak secara keseluruhan dengan terapi terkini berkisar 80%.
Angka kesembuhan LMA anak secara keseluruhan saat ini berkisar 50%.
Gambar 4. Protokol Wijaya Kusuma
Daftar Pustaka
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/Smf Ilmu Kesehatan Anak Edisi III, Buku
Satu. 2008. Surabaya : Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.
2. Arvin K, Behrman, 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15 Vol. 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta. Halaman 740-741.
3. http://emedicine.medscape.com/article/990113-overview
4. Prognostic Factor oin Childhood Lymphoblastic Leukemia (ALL and AML). 2017.
https://www.cancer.org/cancer/leukemia-in-children/detection-diagnosis-
staging/prognostic-factors.html