PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas,
termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat
fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat.
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita
asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun.
Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh
dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan
ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih
tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan
kualitas hidup pasien.
Prevalensi asma di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian
pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (Internationla
Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%,
sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survei asma pada anak sekolah di
beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun)
berkisar antara 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun
1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran tersebut di atas,
terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat
perhatian secara serius.
Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang dilaksanakan oleh Subdit Penyakit Kronik dan
Degeneratif Lain pada bulan April tahun 2007, menunjukkan bahwa pada umumnya upaya
pengendalian asma belum terlaksana dengan baik dan masih sangat minimnya ketersediaan
peralatan yang diperlukan untuk diagnosis dan tatalaksana pasien asma difasilitas kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 Definisi Asma
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama
pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan. (Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor 1023/menkes/sk/xi/2008).
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan operasional asma yaitu
mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara
episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus
diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya.
2
j. Perubahan cuaca
2.3 Patogenesis
Gejala asma, yaitu batuk, sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi
bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus. Hiperaktivitas
bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini dapat diukur secara
tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk menentukan beratnya
hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk
mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi
udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.
Pencetus (trigger) serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas
reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma
reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus
berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di
bronkus dan sekitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit
dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang
kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di
permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai
faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat
melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil,
platelet, limfosit dan monosit.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan
asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel
inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotriens, tromboksan, PAF
dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi
3
yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus. Ada beberapa proses yang terjadi
sebelum pasien menjadi asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan
dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka
terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung
lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas
bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)
maka akan terjadi serangan asma (mengi).
Faktor-faktor pemicu (inducer/sensitisizer) antara lain: Alergen dalam ruangan:
tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang,
ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan
pencetus (enhancer): Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik,
udara dingin, histamin dan metakolin.
2.4 Klasifikasi
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
a) Asma saat tanpa serangan
Pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)
mengklasifikasikan derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2) Asma episodik sering;
dan 3) Asma persisten (Tabel 1).
4
4 Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
5 Tidur dan aktifitas Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu
Mungkin
Normal (tidak
Pemeriksaan fisik tergganggu
6 ditemukan Tidak pernah normal
diluar serangan (ditemukan
kelainan)
kelainan)
Obat pengendali(anti
7 Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)
Uji faal paru(diluar PEFatauFEV1>80 PEFatauFEV1<60-
8 PEVatauFEV<60%
serangan) % 80%
Variabilitas faal
Variabilitas 20-30%.
9 paru(bila ada Variabilitas>15% Variabilitas>30%
Variabilitas >50%
serangan)
5
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia Frekuensi napas normal/menit
< 2 bulan < 60
2-12 bulan < 50
1-5 tahun < 40
6-8 tahun < 30
Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia Frekuensi nadi normal per menit
Frekuensi nadi
2-12 bulan < 160
1-2 tahun < 120
6-8 tahun < 110
Tidak ada, tanda
Tidak ada Ada Ada
Pulsus paradoksus kelelahan otot
(< 10 mmHg) (10-20 mmHg) (>20mmHg)
respiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/%nilai
terbaik)
>60% 40-60%
Pra bonkodilator <40%
>80% 60-80%
Pasca bronkodilator <60%, respon<2 jam
SaO2 % >95% 91-95% 90%
Normal
PaO2 (biasanya tidak >60 mmHg <60 mmHg
perlu diperiksa)
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
2.5 Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani
dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal
untuk menegakkan diagnosis. Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
1. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
2. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
3. Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan sesak
di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
4. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas
atau olah raga?
6
5. Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat
pelega (bronkodilator)?
6. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca atau
suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
7. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjungtivitis
alergi)?
8. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung, saudara
sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?
b) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya
kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma
yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak
didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat mengi dapat
tidak terdengar (silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran
menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-
hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan:
1. Inspeksi: pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi
sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal), sianosis
2. Palpasi: biasanya tidak ditemukan kelainan, pada serangan berat dapat terjadi
pulsus paradoksus
3. Perkusi: biasanya tidak ditemukan kelainan
4. Auskultasi: ekspirasi memanjang, mengi, suara lendir
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
1. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
2. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
3. Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
4. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
5. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
6. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.
7
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma akut/saat
serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.
8
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi
beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma
(pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran.
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat
serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan
diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti
inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum
diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah
terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain: Inhalasi kortikosteroid,
2 agonis kerja panjang, antileukotrien, teofilin lepas lambat.
9
Kortikosteroid Metilprednisolon Oral, inhaler
sistemik Prednison Oral
Bagan 1.
Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak
Klinik / IGD
(sesuai tabel 3)
Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
nebulisasi ketiga + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)
BAB III
STATUS PASIEN
Identitas
Nama Ibu : Adwina
Usia : 39 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Villa Diamond B3/10 Batam
3.2 Anamnesis
Dilakukan Alloanamnesis terhadap orang tua pasien pukul 05.00 wib tanggal 06/04/2015
di Ruang Perawatan Bougenvile RS Otorita Batam
12
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 2,5 jam sebelum masuk rumah sakit
Keluhan Tambahan
13
Riwayat Pemberian Makanan
Sejak lahir os diberikan ASI eksklusif selama 3 bulan. Setelah itu ditambahkan susu
formula karena ASI sudah tidak banyak lagi. Nasi tim mulai diberikan pada usia 8 bulan.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 80/50 mmHg Frekuensi nafas : 48x/menit
Frekuensi nadi : 88x/menit Suhu : 36,7oC
Status Gizi
Berat Badan : 14 kg TB/U : Z-skor > -2
Tinggi Badan : 98 cm BB/TB : Z-skor > -1 (rata-rata)
BB/U : Z-skor > -2
14
x
15
x
Status generalisata
Kepala
Bentuk : Normochepali
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (+/+)
Mulut : mukosa basah, tidak pucat, faring tidak hiperemis
Leher
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
16
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler dengan ekspirasi memanjang,
wheezing (+/+), Ronchi (+/+), bunyi jantung I & II
normal, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk normal, simetris, datar, scar (-)
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas
Superior & Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema
3.6 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Oksigen 4 liter/menit
IVFD D 5% drip Aminophilline 1 cc 18 tetes/menit makro
Nebulizer tiap 4 jam: combiven ampul + bisolvon 12 tetes + NaCl
2 ml
Injeksi Ceftriaxone 2 x 400 mg
17
P/O: - lasal exp 3 x cth 1/2
- cetirizin 1 x cth
- puyer asma 3 x P 1: alegi tab, his tab
b. Edukasi
Hindari faktor pencetus
3.7 Follow Up
22 Subyek: sesak nafas (+), Planning:
April batuk berdahak (+), pilek - O2 2 liter/menit
2014 (+), demam (-), mual - IVFD D 5% + Aminophilline 1 cc
muntah (-) 18 tts/menit
- Nebulizer tiap 4 jam (Combiven 1
Objek: N= 98x/menit amp + Bisolvon 12 tetes + NaCl 2
R= 34x/menit T= 36oC cc)
- Inj. Ceftriaxone 2 x 400 mg
Assesment: Asma P/O:
Bronkial - lasal exp 3 x cth
- cetirizin 1 x cth
- puyer asma 3 x P 1
- atarox syr 2 x 3cc
23 Subyek: sesak nafas (-), Planning:
April batuk berdahak (+), pilek - IVFD D 5% + Aminophilline 1 cc
2014 (-), demam (-), mual 18 tts/menit
muntah (-), perut - Nebulizer tiap 4 jam (Combiven 1
kembung (+) amp + Bisolvon 12 tetes + NaCl 2
cc)
Objek: N= 82x/menit - Inj. Ceftriaxone 2 x 400 mg
R= 28x/menit T= 36,4oC P/O:
- lasal exp 3 x cth
Assesment: Asma - cetirizin 1 x cth
Bronkial - puyer asma 3 x P 1
- atarox syr 2 x 3cc
24 Subyek: sesak nafas (-), Planning:
April batuk berdahak (+), pilek - IVFD D 5% + Aminophilline 1 cc
2014 (-), demam (-), mual 18 tts/menit
muntah (-), perut - Inj. Ceftriaxone 2 x 400 mg/iv
kembung (-) P/O:
- lasal exp 3 x cth
Objek: N= 86x/menit - cetirizin 1 x cth
R= 26x/menit T= 36,5oC - puyer asma 4 x P 1
- atarox syr 3 x 3cc
Assesment: Asma
Bronkial
18
25 Subyek: sesak nafas (-), Planning:
April batuk berdahak (+), pilek Pasien boleh pulang
2014 (-), demam (-), mual Terapi peroral:
muntah (-), perut - puyer asma 4 x P 1
kembung (-) - atarox syr 3 x 3cc
- Azitromicin 1 x 250 mg
Objek: N= 86x/menit
R= 26x/menit T= 36,5oC
Assesment: Asma
Bronkial
19