A. Silika Gel
Silika merupakan senyawa yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut
pasir kuarsa, terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa
dibutuhkan seperti dalam industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil,
kertas, kosmetik, elektronik, cat, film, pasta gigi, dan lain-lain (Holmes, 1964).
Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui
penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol mirip agar agar ini dapat
didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang
bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat
diadsorpsi oleh gel ini. Silika gel mencegah terbentuknya kelembaban yang
berlebihan sebelum terjadi (Punkels, 2008). Dalam proses adsorpsi silika gel
merupakan salah satu yang paling sering digunakan sebagai adsorben. Hal ini
geometri pori dan sifat kimia pada permukaan) dan dapat dengan mudah
Silika amorf adalah material yang dihasilkan dari reaksi alkali-silika. Reaksi
fasa amorf dan nanokristal (Boinski, 2010). Silika amorf terbentuk ketika silikon
teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat dalam beberapa bentuk yang
adsorpsi silika gel walaupun gugus silanol dan siloksan terdapat pada permukaan
silika gel. Kemampuan adsorpsi silika gel ternyata tidak sebanding dengan
jumlah gugus silanol dan siloksan yang ada pada permukaan silika gel, namun
bergantung pada distribusi gugus OH per satuan luas adsorben (Oscik, 1982).
B. Proses Sol-Gel
Proses sol-gel merupakan suatu suspensi koloid dari partikel silika yang digelkan
ke bentuk padatan. Menurut Rahaman (1995) suspensi dari partikel koloid pada
suatu cairan atau molekul polimer disebut sol. Proses sol-gel dapat digambarkan
7
progresif dari molekul prekursor dalam medium cair atau merupakan proses untuk
membentuk material melalui suatu sol, gelation dari sol dan akhirnya membentuk
4. Drying (pengeringan)
Sampai pada ukuran tertentu (diameter sekitar 1,5 nm) dan disebut sebagai
partikel silika primer. Proses kondensasi terjadi pada gugus silanol permukaan
partikel bola polimer yang berdekatan disertai pelepasan air sampai terbentuk
partikel sekunder dengan diameter sekitar 4,5 nm. Pada tahap ini larutan sudah
mulai menjadi gel ditandai dengan bertambahnya viskositas. Gel yang dihasillkan
masih sangat lunak dan tidak kaku yang disebut alkogel. Tahap selanjutnya
adalah proses pembentukan gel. Pada tahap ini, kondensasi antara bola-bola
jari-jari partikel sekunder dari 4,5 nm menjadi 4 nm dan akan teramati penyusun
alkogel yang diikuti dengan berlangsungnya eliminasi larutan garam. Tahap akhir
pembentukan silika gel adalah xerogel yang merupakan fasa silika yang telah
struktur SiO2.xH2O (Enymia dkk., 1998). Produk akhir yang dihasilkan berupa
bahan amorf dan keras yang disebut silika gel kering. Bahan dasar yang
digunakan untuk membuat sol dapat berupa logam alkoksida pada proses sol-gel
adalah TEOS. Keunggulan dari TEOS diantaranya: mudah terhidrolisis oleh air
dan mudah digantikan oleh gugus OH. Selanjutnya silanol (SI-OH) direaksikan
Reaksi Hidrolisis
Reaksi Polikondensasi
C. Biomassa Alga
Banyak mikroorganisme yang hidup di daerah perairan salah satu adalah alga.
Mikroorganisme ini memiliki bentuk dan ukuran yang beranekaragam, ada yang
mikroskopis, bersel satu, berbentuk benang/ pita atau berbentuk lembaran. Alga
biru). Menurut Pratiwi (2000), alga Chetocheros sp merupakan salah satu jenis
alga yang termasuk spesies alga coklat (phaeophyceae). Warna alga coklat
Adapun biomassa alga yang digunakan pada penelitian ini adalah biomassa Alga
Chaetoceros sp. Chaetocheros sp merupakan salah satu jenis alga yang termasuk
spesies alga coklat (phaeophyceae). Warna alga coklat disebabkan adanya pigmen
coklat (fukosantin), yang secara dominan menyelubungi warna hijau dari klorofil
pada jaringan. Selain fukosantin, alga coklat juga mengandung pigmen lain
adsorpsi logam. Gugus fungsi yang terdapat dalam alga mampu melakukan
pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama adalah gugus
Alga memiliki kelemahan seperti ukurannya yang sangat kecil, berat jenisnya
yang rendah dan mudah rusak karena terdegradasi oleh mikroorganisme lain
sehingga kemampuan alga dalam menyerap ion-ion logam sangat di batasi oleh
D. Magnetit (Fe3O4)
dan hematite. Magnetite dikenal sebagai oksida besi hitam (black iron oxide) atau
ferrous ferrite merupakan oksida logam yang paling kuat sifat magnetisnya (Teja
dan Koh, 2008). Menurut Cabrera dkk (2007), di antara oksida besi lainnya,
presipitation processes untuk penghilangan ion logam dan filtrasi magnetis), dan
juga aplikasi dalam bidang medis (biomolecule separation dan contrast agent
untuk NMR Imaging). Beberapa di antaranya sangat menarik dan dalam tahap
Magnetit mempunyai rumus kimia Fe3O4 dan mempunyai struktur spinel dengan
sel unit kubik yang terdiri dari 32 ion oksigen, celah-celahnya ditempati oleh ion
Fe2+ dan Fe3+. Magnetit ini akan bersifat super paramagnetit ketika ukuran suatu
ukurannya menjadi salah satu kunci masalah dalam ruang lingkup sintesis ini
medan magnet.
3. Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet.
= [n(n+2)] BM
E. Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5
g/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4
sampai 7 (Miettinen, 1977). Di perairan, logam berat berada dalam bentuk ion-
ion, baik sebagai pasangan ion ataupun bentuk ion-ion tunggal. Kadar logam
Timbal (Pb) merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu
kebiruan dengan titik leleh 327 C dan titik didih 1,620 C. Pada suhu 550600
C timbal menguap dan bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal
oksida. Walaupun bersifat lentur, timbal sangat rapuh dan mengkerut pada
pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam. Timbal dapat
larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk oksidasi yang
paling umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting
adalah timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML : tetra
methyl lead) dan timbal stearat merupakan logam yang tahan terhadap korosi
atau karat, sehingga sering digunakan sebagai bahan coating (Saryan, 1994 ;
Sumber utama polusi timbal pada lingkungan berasal dari proses pertambangan,
peleburan dan pemurnian logam tersebut, hasil limbah industri, dan asap
udara akan terbawa oleh hujan. Tembaga juga berasal dari buangan bahan yang
kayu, dan limbah domestik. Pada konsentrasi 2,3 2,5 mg/l dapat mematikan
ikan dan akan menimbulkan efek keracunan , yaitu kerusakan pada selaput lendir.
Tembaga dalam tubuh berfungsi sebagai sintesa haemoglobin dan tidak mudah
diekskresikan melalui empedu ke dalam usus dan dibuang ke feses, sebagian lagi
menumpuk dalam hati dan ginjal, sehingga menyebabkan penyakit anemia dan
F. Adsorpsi
suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben).
Biasanya partikel-partikel kecil zat penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia yang
14
merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap sehingga tidak
1. Adsorpsi fisika
Terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara
larutan dan permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut
dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media.
Adsorpsi fisika ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya relatif
kecil. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi
fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol. Semakin besar luas permukaan, maka
semakin banyak substansi terlarut yang melekat pada permukaan media adsorpsi.
2 . Adsorpsi kimia
Terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi terlarut dalam larutan
dengan molekul dalam media. Adsorpsi kimia terjadi diawali dengan adsorpsi
gaya van der Waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi
kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat
pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan
1. Kinetika adsorpsi
Kinetika kimia adalah tentang kecepatan (laju) reaksi dan bagaimana proses
temperatur dan pengaruh katalis (Oxtoby, 1990). Kinetika reaksi adsorpsi juga
gugus fungsional pada polimer inert dapat meningkatkan laju reaksi keseluruhan
(Allen et al., 2004). Kinetika reaksi didasarkan pada analisis kinetika terutama
reaksi sorpsi kimia untuk ion-ion logam, digunakan persamaan sistem pseudo
Menurut Soeprijanto dkk., (2006), untuk konstanta laju kinetika pseudo orde satu:
dqt
k1 (qe qt ) (1)
dt
Dengan qe adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi (mg/g) pada waktu
keseimbangan, qt adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi pada waktu t
diperoleh konstanta k1. Untuk konstanta kecepatan reaksi orde kedua proses
kemisorpsi:
dqt
k 2 (q e qt ) 2 (3)
dt
Setelah integrasi dan penggunaan kondisi-kondisi batas qt=0 pada t =0 dan qt=qt
t 1 t
2
(4)
qt k 2 q e qe
t 1 t
2
(5)
qt k 2 q e qe
2. Kapasitas Adsorpsi
Teori Langmuir menjelaskan bahwa terdapat sejumlah tertentu situs aktif yang
sebanding dengan luas permukaan pada permukaan adsorben. Setiap situs aktif
hanya satu molekul yang dapat diadsorpsi (Oscik, 1982). Menurut Husin and
Rosnelly (2005), bagian yang terpenting dalam proses adsorpsi yaitu situs yang
17
dimiliki oleh adsorben yang terletak pada permukaan, akan tetapi jumlah situs-
situs ini akan berkurang jika permukaan yang tertutup semakin bertambah.
(6)
yang teradsorpsi per gram adsorben pada konsentrasi C (mmol g-1), b adalah
jumlah ion logam yang teradsorpsi saat keadaan jenuh (kapasitas adsorpsi) (mg g-
1
) dan K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi (L mol-1).
Dengan kurva linier hubungan antara C/m versus C, maka dapat ditentukan nilai b
dari kemiringan (slop) dan K dari intersep kurva. Energi adsorpsi (Eads) yang
didefinisikan sebagai energi yang dihasilkan apabila satu mol ion logam
teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya ekuivalen dengan nilai negatif dari
persamaan:
(7)
Dimana R adalah tetapan gas umum (8,314 J/mol K), T temperatur (K) dan K
dan energi total adsorpsi adalah sama dengan energi bebas Gibbs. G sistem
tersebut berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi
dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (Husin dan Rosnelly, 2005).
(8)
Dimana:
Qe = Banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben
Kf = Konstanta freundlich
Persamaan di atas dapat diubah kedalam bentuk linier dengan mengambil bentuk
logaritmanya:
(9)
diperoleh dari kemiringan garis lurusnya dan 1/n merupakan harga slop. Bila n
diketahui Kf dapat dicari, semakin besar harga Kf maka daya adsorpsi akan
semakin baik dan dari harga Kf yang diperoleh, maka energi adsorpsi akan dapat
E ads = RT ln K (10)
Dengan R adalah tetapan gas ideal (8,314 J/Kmol), T adalah temperatur (dalam
Selain itu, untuk menentukan jumlah logam teradsorpsi, rasio distribusi dan
koefisien selektivitas pada proses adsorpsi ion logam terhadap adsorben alga
Q = (Co-Ca)V/W (11)
20
konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam (mmol/L), W adalah massa
adsorben (g), V adalah volume larutan ion logam (L) (Buhani dkk., 2009).
F. Karakterisasi
tingkat energi getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul menyerap
getaran atom-atom yang terikat itu. Panjang gelombang eksak dari adsorpsi oleh
suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh
karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang
merupakan suatu perubahan simultan dari energi vibrasi dan energi rotasi dari
dengan menggunakan molekul sederhana yang terdiri dari dua atom dengan ikatan
kovalen.
Pada proses adsorpsi, keberhasilan pembuatan adsorben tercetak ion dapat dilihat
konsentrasi ion logam yang kecil. SSA juga dapat digunakan untuk mengetahui
21
kadar ion logam yang teradsorpsi maupun yang terdapat dalam adsorben. Ion
Metode analisis dengan SSA didasarkan pada penyerapan energi cahaya oleh
atom-atom netral suatu unsur yang berada dalam keadaan gas. Penyerapan cahaya
oleh atom bersifat karakteristik karena tiap atom hanya menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu yang energinya sesuai dengan energi yang diperlukan
untuk transisi elektron-elektron dari atom yang bersangkutan di tingkat yang lebih
tinggi sedangkan energi transisi untuk masing-masing unsur adalah sangat khas.
Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini
bila eksitasi dilakukan secara termal maka akan tergantung pada temperatur
sebagai alat pendeteksi objek pada skala yang amat kecil. Scanning Electron
Prinsip kerja SEM adalah deteksi elektron yang dihamburkan oleh suatu sampel
padatan ketika ditembak oleh berkas elektron berenergi tinggi secara kontinu yang
lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut akan
memberi informasi profil permukaan benda. Bila elektron dengan energi cukup