Anda di halaman 1dari 49

RAHMAT IVANA & PARTNERS

Jalan Gerakan18 No. 18 Jakarta Pusat DKI Jakarta 23271


(021) 879976, Fax. 714388
Email: Rahmat_Ivana@Partners.com. Website: www.Rahmativanalaw.co.id.

NOTA KEBERATAN (EKSEPSI)


Atas Surat Dakwaan Penuntut Umum
Nomor Register Perkara :10/Pid.Sus/2011/PN.Jkt.Pst.
PERKARA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

A.n Terdakwa
Wanda Alfati Akbar, S.E., M.E. Bin Zakki

Jakarta, 14 Maret 2011

1
Perihal : Eksepsi

Kepada Yth.
Ketua Majelis Hakim
Yang Memeriksa dan Mengadili Perkara Pidana
Nomor Register Perkara : 10/Pid.Sus/2011/PN.Jkt.Pst.
Atas Nama Wanda Alfati Akbar, S.E., M.M.
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini :

1. Abdul Aziz Rahmat, S.H., M.H.


2. Verdinan Pradana, S.H., M.H.
3. Sofiatun Tasliyah, S.H., M.H.

Para Advokat dan Konsultan pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Rahmat
Ivana & Partners yang berkantor di Jalan Dwipa Bojonegoro Nomor 56 Jakarta Pusat.
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama terdakwa Wanda Alfati Akbar, S.E.,
M.M. berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 7 Januari 2011 yang telah
didaftarkan pada kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal
10 maret 2011 dengan Nomor Register Perkara :10/Pid.Sus/2011/PN.Jkt.Pst.
Pendaftaran Surat Kuasa : 18/SK/RIP/01/2011 bertindak sebagai Tim Penasehat
Hukum Tertadkwa. Dengan ini mengajukan Nota Keberatan (Eksepsi) terhadap Surat
Dakwaan Penuntut Umum, Nomor Register Perkara.: PDS:7/JKTPST/4/2011
tertanggal 24 Maret 2011 yang dibacakan Sdr. Penuntut Umum pada persidangan
hari Senin, tanggal 17 Maret 2011 dalam perkara pidana dengan nomor Register
Perkara : PDS:7/JKTPST/4/2011

2
Identitas Terdakwa sebagai berikut :

Nama Lengkap : WANDA ALFATI AKBAR, S.E., M.M. Bin Zakki

Tempat Lahir : Tanggerang

Umur, Tanggal Lahir : 42 tahun, 21 Maret 1974

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Jalan Jeruk No. 3 Jakarta Barat

Agama : Islam

Pekerjaan : Eks Direktur Utama PT Akbar Senada Group

Pendidikan : Magister Management (S2)

Sebelum memasuki uraian mengenai Surat Dakwaan Penuntut Umum dan dasar
hukum pengajuan serta materi keberatan kami selaku Advokat/Penasihat Hukum
Terdakwa terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum, Perkenankanlah kepada kami
untuk meyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim atas Kesempatan yang
diberikan untuk mengajukan Eksepsi/Nota Keberatan ini.

PENDAHULUAN

Pertama-tama marilah kita mengucap puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kasih dan Penyayang yang atas perkenan-Nya telah memberi kita Berkat Karunia
kesehatan, kekuatan dan kemampuan sehingga kita masih diijinkan untuk menjalani
tahap persidangan ini dengan baik.

Kami mengucapkan puji dan syukur Tuhan Yang Maha Esa dan Yang Maha Adil
karena pada kesempatan hari ini dapat mengajukan keberatan atas Surat Dakwaan
Penuntut Umum Nomor Register Perkara: PDS:7/JKTPST/4/2011 Kami selaku Tim
Penasehat Hukum juga mengucapkan terimakasih kepada Majelis Hakim yang telah

3
memberikan kesempatan kepada kami untuk membuat dan mengajukan serta hendak
membacakan KEBERATAN terhadap Surat Dakwaan Sdr. Penuntut Umum yang
telah kami terima dan telah dibacakan dalam persidangan perkara ini pada hari ini
Senin, 17 Maret 2011

Adanya kesempatan ini menjadi bukti nyata bahwa KUHAP sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan, dengan cara memberikan kesempatan kedua
belah pihak untuk mengemukaan pandangannya masing-masing (Du Choc Des
Opinions Jailit La Verite). Di samping itu KUHAP juga mengenal asas Equality
Befor The Lawdimana setiap orang itu kedudukannya sama di mata hukum, dan
KUHAP juga mengenal asas praduga tidak bersalah (Presumption Of Innocent) yang
artinya seseorang tidak bisa dinyatakan bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan final (Inkracht Van Gewijsde).

Oleh karena itu dalam Negara Hukum seperti halnya Negara Republik Indonesia,
pengajuan keberatan terhadap surat dakwaan penuntut umum sama sekali tidak
dimaksudkan untuk mencari-cari kesalahan atau memokokkan posisi penyidik atau
penuntut umum yang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya telah bekerja
dengan tekun dan gigih serta dengan hati nurani yang bersih. Bukan pula semata-mata
memenuhi ketentuan Pro Forma hanya karena itu telah diatur dalam undang-undang
atau sekedar menjalani acara ritual yang sudah lazimnya dilakukan oleh seorang
advokat hanya karena advokat itu telah menerima sejumlah honor dari kliennya.
Pengajuan keberatan itu semata-mata demi memperoleh Konstruksi tentang
kebenaran itu dimaksudkan dari kasus yang sedang terdakwa hadapi. Apabila
misalnya ternyata dalam surat dakwaan penuntut umum atau dari hasil penyidikan
yang menjadi dasar dakwaan penuntut umum terdapat cacat formal atau mengandung
kekeliruan beracara ( Error In Procedure ).

Maka diharapkan majelis hakim yang memeriksa perkara dapat mengembalikan


berkas perkara tersebut kepada penuntut umum yang selanjutnya menyerahkan
kepada penyidik untuk disidik kembali oleh karena kebenaran yang ingin dicapai oleh
KUHAP tidak akan terwujud dengan surat dakwaan atau hasil penyidikan yang
mengandung cacat formal atau mengandung kekeliruan beracara ( Eror In Procedure
). Mustahil pula suatu kebenaran yang diharapkan akan dapat diperoleh melalui
persidangan ini apabila terdakwa dihadapkan pada surat dakwaan penuntut umum
yang tidak dirumuskan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan, oleh karena dalam hal demikian sudah pasti terdakwa termasuk
advokatnya tidak akan dapat menyusun pembelaan terdakwa lagi dengan sebaik-
baiknya.

4
Perlu kami tegaskan sekali lagi keberatan ini kami susun tidak dengan maksud
mencari-cari kesalahan dalam penyusunan Dakwaan, melainkan demi memastikan
terpenuhinya keadilan yang menjadi hak asasi tiap-tiap manusia sebagaimana yang
dicantumkan dalam Pasal 7 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal
14 (1) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, pasal 27 (1) dan pasal 28 D
(1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pasal 7 dan
pasal 8 Ketetapan MPR No. XVII Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 17 UU No.
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dimana semua orang adalah sama
didepan hukum yang sama.

Bahwa keberatan ini kami buat untuk penyeimbang dan control terhadap materi Surat
Dakwaan Penuntut Umum yang telah dikemukakan panjang lebar dalam
persidangan. Kami percaya bahwa Majelis Hakim akan mencermati segala masalah
hukum tersebut, sehingga dalam keberatan ini kami mencoba untuk menggugah
pandangan dan hati nurani Majelis Hakim maupun Penuntut Umum mengenai
pentingnya melihat perkara ini secara menyeluruh, terpadu dan tidak semata-mata
dari sudut pandang yuridis sempit atau dari kacamata hukum legalitas formalitas
menurut hukum positif yang ada.

Keberatan ini diajukan, karena kami menemukan hal-hal yang prinsip dalam Surat
Dakwaan.Secara faktua, dalam hal yuridis banyak ditemukan adanya keterangan
dan/atau kejanggalan dalam Surat Dakwaan dalam perkara a quo.

Sebelum kami melanjutkan keberatan ini, perkenankan kami untuk menyampaikan 4


(empat) hal yang selama ini membuat kami prihatin, sehubungan dengan sikap dan
pandangan dari Advokat, Hakim, dan Jaksa Penuntut Umum terhadap suatu
Keberatan yaitu :

Pertama, adanya sikap dan pandangan sebagian pencari keadilan dan advokat
yang asal mengajukan Keberatan sekalipun mereka tidak mempunyai dasar
hukum dan alas an yang relevan serta keyakinan yang kuat mengajukan
Keberatan.
Kedua, hal yang pertama tersebut, telah diajukan Pedoman oleh banyak
Pengadilan menyamaratakan, seakan-akan semua Keberatan hanya mengada-
ada saja, sehingga timbul sikap bahwa untuk memenuhi suatu asas peradilan
yang cepat, murah dan sederhana, maka Keberatan khususnya yang bersifat
materiil lebih praktis ditolak saja.
Ketiga, karena hamper sebagian besar dari Keberatan yang diajukan Advokat
atau Tim Penasihat Hukum pada umunya selalu ditolak oleh pengadilan, maka
hal itu telah mengakibatkan Penuntut Umum mempunyai rasa percaya diri

5
yang berlebihan dalam mempersiapkan Surat Dakwaan. Yaitu dengan
anggapan bahwa kalaupun Tim Penasihat Hukum mengajukan
Keberatan terhadap suatu Surat Dakwaannya, Keberatan itu akan
ditolak oleh Pengadilan. Pandangan seperti ini mengakibatkan Penuntut
Umum menyusun Surat Dakwaan hanya sekedar memenuhi syarat formal saja
dan tidak memperhatikan serta mengabaikan persyaratan materiil yang harus
dipenuhi dalam suatu Surat Dakwaan, bahkan mengabaikan asas-asas dan
prinsip-prinsip hukum yang terkandung dalam KUHAP. Akibatnya rumusan
Surat Dakwaan menjadi tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap serta
bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum. Hal ini akan mengabaikan tidak
berkualitasnya Surat Dakwaan dan akan mengakibatkan lahirnya suatu Surat
Dakwaan yang cacat karena bertentangan dengan prinsip hukum yang
terkandung didalam KUHAP. Hal itu merupakan tanggung jawab moral kita
bersama, karena di satu sisi akan berdampak sangat merugikan kepentingan
hukum Terdakwa dalam melakukan pembelaan terhadap dirinya.
Keempat, adanya pandangan atau tanggapan yang keliru bahwa Keberatan
terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum merupakan perlawanan terhadap
Negara. Anggapan ini telah mengesampingkan hakekat dari suatu Keberatan
yang merupakan instrument Yuridis yang bertujuan menjaga agar tidak terjadi
pelanggaran terhadap Hukum Acara dalam proses peradilan akibat Surat
Dakwaan yang tidak memenuhi syarat.

Bahwa seberapa pun usaha Terdakwa untuk memperoleh keadilan, tetapi sebagai
suatu keharusan, haruslah dilalui dengan harapan yang tiada lain Hakim akan berani
memutuskan sesuai dengan kebenaran yang diperoleh dari fakta-fakta yang
terungkap diersidangan dan prosedur penyidikan sampai dengan
prapenuntutan bahkan kematangan surat formil dakwaan Penuntut Umum,
yang dapat memberikan keyakinan kepada Hakim, tanpa memperhitungkan
apakah putusan tersebut disukai atau tidak disukai oleh pihak manapun karena
sesuai dengan adanya, peradilan yang benar adalah peradilan yang mengambil
putusan berdasarkan fakta yang benar, merdeka dari segala tekanan, dan
pengaruh.

Semoga Majelis Hakim yang memeriksa mengadili dan memutus suatu perkara ini
dapat bertindak dengan adil sebagaimana tersurat dalam Al-Quran:

Q.s. asy-syura 208 yang berbunyi : Dan kami tidak membinasakan suatu
negeri pun melainkan sudah ada bagiannya yang memberi peringatan

6
Surah ini menerangkan mengenai asas legalitasadalah asas yang menyatakan
bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada undang-
undang yang menyatakannya.

Asas Praduga Tak Bersalahadalah asas yang mendasari bahwa seseorang


yang dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah
sebelum hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan dengan tegas
persalahannya itu. Asas ini berdasarkan Al-Quran Surat Al-Hujuraat ayat 12 :

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka


(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain

Dan dalam Kitab Suci Alkitab yang menyatakan:

Dalam mengadili jangan pandang bulu. Baik perkara orang kecil maupun
perkara orang besar harus kamu dengarkan.(Ulangan 1:17)

Dan sebagaimana pepatah melayu yang menyatakan tinggi kono adil,boso kono
boso yang artinya tinggi karena adil, besar karena benar dan pepatah
Menimbang kojom-kan mato, menyukat pokok-an telingayang berarti
Menimbang pejamkan mata,mengukur pekakan telinga.

Jika seorang hakim berijtihad dalam menetapkan suatu hukum, ternyata


hukumnya benar, maka hakim tersebut akan mendapatkan dua pahala, & apabila
dia berijtihad dalam menetapkan suatu hukum, namun dia salah, maka dia akan
mendapatkan satu pahala. Dan telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Ibrahim &
Muhammad bin Abu Umar keduanya dari Abdul Aziz bin Muhammad dgn isnad
seperti ini, namun ada sedikit tambahan dalam akhir haditsnya. Yazid berkata,
Aku telah menceritakan hadits ini kepada Abu Bakar bin Muhammad bin 'Amru
bin Hazm lalu dia berkata, Seperti inilah Abu Salamah menceritakan kepadaku
dari Abu Hurairah. Dan telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Abdurrahman
Ad Darimi telah mengabarkan kepada kami Marwan -yaitu Ibnu Muhammad Ad
Damasyqi- telah menceritakan kepada kami Laits bin Sa'd telah menceritakan
kepadaku Yazid bin Abdullah bin Usamah bin Hadi Al Laitsi dgn hadits ini seperti

7
riwayat Abdul Aziz bin Muhammad dgn kedua isnad tersebut. [HR. Muslim
No.3240]. Kami berharap Majelis Hakim yang Mulia dapat bersikap adil dalam
memutus perkara a quo.

Sebelum melanjutkan ke tahap persidangan selanjutnya,marilah kita pahami


dan telaah yang mendalam,apakah Dakwaan dari Penuntut Umum telah memenuhi
ketentuan-ketentuan yang diatur KUHAP.Hal ini di dasarkan pada fungsi dari
dakwaan yang pernah dikemukakan oleh Andi Hamzah Dakwaan merupakan dasar
penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat
itu,hakim akan memeriksa perkara itu. Adapun pepatah latin dalam hal ini,yang
berbunyi ;

Judex non ultra petita :Hakim tidak memberi keputusan kepada apa yang
tidak dituntut.

JUDEX DEBET JUDICARE SECUNDUM ALLEGATA ET PROBATA


The judge ought to give judgment according to the allegations and the proofs
(seorang hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan
pernyataan).

IUDEX NON ULTRA PETITA atau ULTRA PETITA NON COGNOSCITUR


(hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum
yang didasarkan kepadanya).

Semoga Majelis Hakim yang kami muliakan dapat memahami Keberatan Tim
Penasihat Hukum dan dapat dijadikan tolak ukur pengungkapan tabir dan sekaligus
penyelesaiannya, serta apakah benar ketentuan hukum yang telah ada dan berlaku sah
itu dijalankan sesuai dengan yang diharuskan.

oleh karena itu melalui kesematan ini Terdakwa dan Advokatnya memohon kepada
Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk dapat memberikan tempat yang
selayaknya bagi keberatan ini dalam putusan yang akan diambil oleh Majelis Hakim
setelah Penuntut Umum menyatakan pendapat.

SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM

Bahwa pada tanggal 17 Maret 2011 Saudara Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
Jakarta Pusat telah membacakan Surat Dakwaan dengan Nomor Register Perkara:
PDS:7/JKTPST/4/2011 untuk selanjutnya disebut juga, Surat Dakwaan;

8
Bahwa dalam Surat Dakwaan tersebut Penuntut Umum telah mendakwa Terdakwa
dengan dakwaan yang berbentuk Kumulatif Yaitu
Kesatu : Pasal Pasal 363 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Kedua : Pasal3 Undang-Undang Republik Indonesia No.8 Tahun 2010


Tentang Pencegahan danPemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65
ayat (1) KUHP

Bahwa oleh karena ketentuan-ketentuan Kesatu, Pasal 363 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau Kedua, Pasal 3 Undang-Undang
Republik Indonesia No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo.Pasal 65 ayat (1)
KUHP. Akan dibahas oleh Advokad Terdakwa dalam Eksepsi/Keberatan ini maka isi
selengkapnya dari ketentuan-ketentuan tersebut akan dikutip sehingga terbaca sebagai
berikut:
- Pasal 363 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1)
KUHP:

Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian


kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup
yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak
diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak, pencurian yang dilakukan
dua orang atau lebih serta pencurian yang untu masuk ke tempat melakukan
kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan
merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu
perintah palsu atau pakaian jabatan palsu maka diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.

- Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No.8 Tahun 2010 Tentang


Pencegahan danPemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP:

Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,


membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,

9
mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau
perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut duduganya
merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana
pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah).

DASAR HUKUM MENGENAI KEBERATAN

Bahwa dasar hukum mengenai keberatan terdakwa atau advokat terhadap Surat
Dakwaan penuntut umum diatur dalam Pasal 156 Ayat (1) KUHAP yang pada
pokoknya menyatakan bahwa terdakwa atau advokatnya dapat mengajukan keberatan
bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat
diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan;

Bahwa oleh karena Terdakwa tidak bermaksud mengajukan keberatan mengenai


pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, maka yang akan mendapat
pembahasan di sini adalah keberatan mengenai dakwaan tidak dapat diterima dan
mengenai surat dakwaan harus dibatalkan.

Bahwa yang dimaksud dengan keberatan mengenai dakwaan tidak dapat diterima
adalah keberatan yang diajukan apabila surat dakwaan yang diajukan mengandung
cacat formal atau mengandung kekeliruan beracara (error in procedure).

Disini kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa Wanda Alfati Akbar, S.E., M.M.
berkeyakinan bahwa Majelis Hakim akan menilai positif dan akan memperhatikan
secara serius serta bijak dan obyektif eksepsi yang kami ajukan ini. Hal ini tidak lain
dan tidak bukan, karena kami berprinsip suatu Peradilan yang baik, jujur dan adil
haruslah ditunjang dengan upaya yang optimal dari seluruh unsur penegak hukum di
dalamnya. Adapun di dalam KUHAP sendiri, sebagaimana tertuang pada Pasal 156
ayat (1), telah memberikan peluang dan/atau kesempatan kepada Terdakwa dan/atau
Penasihat Hukumnya untuk mengajukan keberatan.

Majelis Hakim Yang kami Muliakan,

Oleh karena, seperti dikemukakan di atas, Terdakwa akan mengemukakan keberatan


yang akan diuraikan dibawah ini, yang meliputi :

KEBERATAN KEWENANGAN MENGADILI (EXCEPTION


ON INCOMPETENCY)

10
KEBERATAN MENGENAI DAKWAAN TIDAK DAPAT
DITERIMA
KEBERATAN MENGENAI SURAT DAKWAAN HARUS
DIBATALKAN
KEBERATAN MENGENAI SURAT DAKWAAN PREMATUR
KESIMPULAN dan PERMOHONAN

1. KEBERATAN KEWENANGAN MENGADILI(EXCEPTION OF


INCOMPETENCY)

Bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 10 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang
Pengadilan Negara kita mengenai empat lingkungan peradilan, yakni : Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Masing-masing lingkungan peradilan mempunyai wewenang tertentu, khusus untuk
mengadili hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang bagi setiap lingkungan
peradilan.Apa yang menjadi wewenang mengadili bagi satu lingkungan peradilan,
dengan sendirinya menjadi kekuasaan mutlak bagi lingkungan peradilan yang
bersangkutan, lingkungan peradilan lain tidak berwenang memeriksa dan
mengadilinya.

Keberatan tentang wewenang mengadili adalah berkenaan dengan kompetensi


daripengadilan yaitu Kompetensi Absolut dan Kompetensi Relatif.Kompetensi
Absolut adalah berhubungan dengan kekuasaan mengadili dari suatu pengadilan,
bahwa tidak setiap pengadilan mempunyai kekuasaan mengadili satu kasus perkara.
Pengadilan Negeri Umum tidak memiliki kekuasaan mengadili jenis perkara Tata
Usaha Negara, Pengadilan Agama tidak memiliki kekuasaan mengadili jenis perkara
Pidana.Kompetensi Relatif adalah bahwa tiap pengadilan itu mempunyai daerah
hukum. Apabila suatu tindak pidana dilakukan seseorang di daerah hukum suatu
daerah maka yang memiliki kekuasaan/kewenangan mengadili adalah Pengadilan
Negeri daerah tersebut.

Bahwa kami berpendapat bahwa terdapat kekeliruan mengenai kompetensi relatif,


yang dalam praktek hukum biasa disebut distributie van rechtsmacht atau
kekuasaan relatif. Bahwa keberatan yang diuraikan menyangkut pengadilan tidak
berwenang mengadili secara relatif, dimana hal ini lebih menitik beratkan pada
pembagian wilayah hukum (yuridiksi) pengadilan sejenis dalam satu lingkungan
peradilan sebagaimana ditentukan dalam bagian kedua Bab X KUHAP.Yang terdiri

11
dari pasal 84, 85 dan pasal 86 KUHAP. Berdasarkan dari ketentuan ketiga pasal
tersebut ada beberapa kriteria yang bisa dipergunakan oleh Terdakwa atau Penasehat
Hukum sebagai dasar untuk mengukur atau menguji kewenangan mengadili dari
pengadilan negeri.Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 84 KUHAP yang menyebutkan
Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana
yang dilakukan dalam daerah hukumnya. Asas yang dipergunakan dalam pasal ini
adalah berdasarkan :

Tempat Tindak Pidana Dilakukan (locus delicti).

Terdapat suatu prinsip atau asas tentang menentukan kewenangan relatif bagi

Pengadilan Negeri untuk mengadili suatu perkara pidana berdasarkan padaTempat

terjadinya tindak pidana dilakukan (locus delicti) Pengadilan Negeri tersebutlah

yang berwenang mengadilinya, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 84 ayat (1)

KUHAP yang berbunyi Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara

mengenai tindak pidana yang dilakukan di daerah hukumnya. Untuk memahami

lebih jelas tentang locus delicti dapat ditentukan berdasarkan teori perbuatan materil

(mengenai tempat dimana perbuatan dilakukan), teori instrumen (mengenai peralatan

yang dipakai untuk tindak pidana), dan teori akibat (mengenai dimana akibat

perbuatan pidana terjadi).

Beberapa ajaran tersebut yakni :

De leer van delicha melijke daad atau teori corporeal action (ajaran mengenai

tempat dimana perbuatan dilakukan in persona atau teori perbuatan materiil).

Menurut ajaran ini yang menjadi patokan menentukan locus delicti atau yang harus

dianggap sebagai tempat dilakukan tindak pidana adalah jika terdapat unsur :

Tempat di daerah hukum mana perbuatan pidana dilakukan serta akibat yang

ditimbulkannya juga terjadi pada daerah hukum yang sama. Jika perbuatan dan

akibat yang ditimbulkannya terjadi dalam satu lingkungan daerah hukum Pengadilan

Negeri, maka Pengadilan Negeri tersebutlah yang berwenang mengadilinya.Dalam

hal ini antara perbuatan dengan akibat tidak terpecah dalam dua lingkungan

wilayah hukum yang berlainan.Akan tetapi berada pada satu wilayah hukum

pengadilan saja.

12
De leer van het instrument (ajaran mengenai peralatan yang dipakai untuk tindak

pidana atau teori instrument).

Ajaran ini menentukan locus delicti berdasarkan unsur alat yang digunakan dan

dengan alat itu, tindak pidana diselesaikan dari suatu tempat.Antara tempat

perbuatan dan penyelesaian perbuatan tindak pidana seolah-olah terpisah atau

berlainan tempat atau dapat dikatakan lebih dari satu daerah hukum pengadilan.Maka

menurut teori ini pada hakikatnya penyelesaian perbuatan sudah dianggap sempurna

di tempat dari mana alat itu dipergunakan atau tempat dimana peralatan yang dipakai

harus dianggap sebagai tempat dimana tindak pidana dilakukan menimbulkan suatu

akibat, Pengadilan tersebutlah yang berwenang mengadilinya.

De leer van het gevolg (ajaran mengenai akibat atau teori akibat).

Adakalanya suatu perbuatan dilakukan pada suatu tempat tanpa mempergunakan alat,

tapi akibat perbuatan terjadi pada tempat lain. Menurut ajaran ini locus delicti

ditentukan berdasarkan akibat perbuatan tindak pidana.Yang harus dianggap

sebagai tempat tindak pidana dilakukan adalah tempat dimana perbuatan itu

menimbulkan akibat.

Berdasarkan pada tempat tinggal terdakwa dan tempat kediaman sebagian besar saksi

yang akan dipanggil.

Asas locus delicti sebagaimana disebutkan dalam pasal 84 ayat (1) KUHAP ternyata

tidak mutlak dapat dipertahankan, hal ini dapat kita lihat sebagaimana disebutkan

dalam ketentuan pasal 84 ayat (2) KUHAP bahwa :

Pengadilan Negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat

tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya

berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman

sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada pengadilan negeri itu dari

pada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya

tindak pidana itu dilakukan.

13
Pasal 84 ayat (2) KUHAP ini memberi gambaran telah mengesampingkan asas pasal

84 ayat (1) tersebut mengenai locus delicti. Asas ini menentukan kewenangan relatif

berdasarkan tempat tinggal sebagian besar saksi yang akan dipanggil untuk didengar

keterangannya dalam persidangan. Jika sebagian saksi bertempat tinggal atau lebih

dekat dengan suatu Pengadilan Negeri, maka pengadilan negeri tersebutlah yang

berwenang mengadilinya. Penerapan asas tempat kediaman sebagian besar saksi

bertempat tinggal dapat dilihat dari beberapa hal yaitu :

Terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan negeri dimana

sebagaian besar saksi yang hendak dipanggil bertempat tinggal.

Jika terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan negeri sebagian besar

saksi yang akan dipanggil maka kewenangan relatif mengadili terdakwa, beralih dari

Pengadilan Negeri tempat dimana peristiwa itu terjadi ke Pengadilan Negeri tempat

dimana terdakwa bertempat tinggal dengan sebagian besar saksi yang akan dipanggil

tersebut.

Tempat kediaman terakhir terdakwa dan sebagian besar saksi yang akan

dipanggil bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan negeri tersebut.

Jika terdakwa melakukan tindak pidana di suatu daerah Pengadilan Negeri, akan

tetapi saksi-saksi yang akan dipanggil bertempat tinggal atau lebih dekat dengan

daerah hukum Pengadilan Negeri dimana terdakwa berkediaman terakhir maka asas

locus delicti dapat dikesampingkan, dan yang berwenang mengadili adalah

Pengadilan Negeri tempat kediaman terakhir terdakwa.

Di tempat terdakwa diketemukan dan saksi-saksi yang akan dipanggil sebagian

besar bertempat tinggal atau lebih dekat dengan kediaman terdakwa.

Asas locus delicti dapat dikesampingkan dan yang berwenang mengadili adalah

Pengadilan Negeri tempat terdakwa diketemukan.

14
Di tempat terdakwa ditahan.Berdasarkan alasan tempat terdakwa ditahan dan

saksi-saksi yang hendak dipanggil sebagian besar bertempat tinggal atau lebih

dekat dengan pengadilan negeri dimana tempat terdakwa ditahan.

Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa pengadilan yang berwenang memeriksa

dan mengadili terdakwa adalah Pengadilan Negeri di mana tempat terdakwa tersebut

ditahan.Dari beberapa alasan yang terdapat dalam pasal 84 ayat (2) KUHAP ini dapat

ditafsirkan bahwa ketentuan ini lebih menitik beratkan kepada kepentingan

kepraktisan pemeriksaan persidangan dengan jalan memberi pedoman dimana para

saksi lebih mudah memenuhi panggilan pemeriksaan sidang.

Sehubungan dengan beberapa tindak pidana yang dilakukan terdakwa dalam daerah

hukum berbagai pengadilan negeri.

Dalam hal beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dalam daerah

hukum pelbagai pengadilan negeri, dimana tiap-tiap tindak pidana tersebut dipandang

sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri. Sifat tindak pidana yang dilakukan

oleh terdakwa benar-benar murni, artinya tidak ada sangkut pautnya atau terpisah

dengan tindak pidana yang lain yang dilakukan dalam daerah hukum Pengadila

Negeri yang lain.

Maka jika mengacu pada ketentuan pasal 84 ayat (3) KUHAP, dan jika terdakwa

terbukti bersalah melakukan beberapa tindak pidana tersebut, maka masing-masing

Pengadilan Negeri tersebut akan men-jatuhkan hukuman pidana. Dalam arti terdakwa

akan dijatuhi lebih dari lebih dari satu hukuman pidana. Akan tetapi bila tindak

pidana yang dilakukan oleh terdakwa tersebut pada berbagai pengadilan ada sangkut

pautnya atau secara teoritis perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa

diberbagai pengadilan negeri tersebut terdapat unsur-unsur Perbarengan atau

Concursus baik Concursus Idealis sebagaimana yang diatur dan diancam pidana

dalam ketentuan pasal 63 ayat (1) KUHP, maupun unsur Concursus Realis

sebagaimana yang diatur berdasarkan pasal 65,66, dan yang terdapat dala pasal 70

KUHP atau dalam beberapa tindak pidana itu terdapat unsur perbarengan antara lex

spesialis dengan lex generalis sebagimana dirumuskan dalam pasal 63 ayat (2)

15
KUHP., atau di dalam tindak pidana yang dilakukan dipelbagai pengadilan negeri itu

terdapat unsur Perbuatan Berlanjut atau vootgezette handeling.

Terhadap hal yang disebutkan di atas terbuka kemungkinan bagi terdakwa atau

penasehat hukum untuk mengajukan eksepsi demi terjaminnya perlindungan terhadap

hak asasi terdakwa agar terhindar dari penjatuhan lebih dari satu pidana terhadap

terdakwa.Karena berdasarkan pada ketentuan pasal 84 ayat (4) KUHAP,

menunjukkan bahwa terhadap beberapa perkara pidana yang dilakukan oleh terdakwa

dalam pelbagai pengadilan sedang dalam perbuatan itu terdapat unsur-unsur

sebagaimana yang disebut di dalam pasal 63,65, 66, dan pasal 70 KUHP, dapat

dibuka kemungkinan untuk menggabungkan perkara.

Landasan dasar untuk menentukan kewenangan mengadili setiap Pengadilan Negeri

atas suatu tindak pidana yang terjadi, selain merujuk pada ketentuan pasal 84

KUHAP dapat juga dijadikan landasan berdasarkan ketentuan sebagaimana yang

diatur dalam pasal 85 KUHAP tentang Kewenangan atas penunjukkan Menteri

Kehakiman dan berdasarkan pasal 86 KUHAP tentang Kewenangan Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat berdasarkan undang-undang atas tindak pidana yang dilakukan

di luar negeri. Perlu diingat bahwa eksepsi kewenangan relatif pada prinsipnya

diajukan pada peradilan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri. Namun tidak

mengurangi hak terdakwa atau penasehat hukum mengajukan suatu eksepsi kepada

Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding, idealnya eksepsi demikian ini diajukan

bersamaan dalam memori banding. Oleh karena kewenangan mengadili merupakan

ketentuan yang bersifat aturan public (public order), Pengadilan Tinggi secara ex

officio (karena jabatannya) berwenang memeriksa dan menilai apakah Pengadilan

Negeri melanggar prinsip kompetensi relatif dalam mengadili suatu perkara yang

bersangkutan, meskipun hal itu tidak diajukan sebagai sebagi eksepsi dalam peradilan

tingkat pertama. Penerapan yang demikian tidak semata-mata hanya didasarkan atas

alasan public order, tapi juga berdasarkan kehendak yang terkandung dalam pasal 156

ayat (7) KUHAP, yang memberi fungsi ex officio bagi hakim memeriksa dan

memutus mengenai kompetensi meskipun hal itu tidak diajukan sebagai eksepsi.

16
Bahwa berdasarkan uraian diatas kami ingin menegaskan bahwa Jaksa Penuntut
Umum tidak memahami atau setidak-tidaknya telah mengabaikan identitas dari
terdakwa.KUHAP yang menjadi pedoman dalam menjalankan hukum dengan sebaik-
baiknya sehingga terciptanya kepastian hukum bagi para pencari keadilan tidak dapat
dikesampingkan baik sedikit ataupun banyak bagi kepentingan siapapun dan untuk
apapun.

Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum bertentangan dengan kewenangan


relatif pengadilan berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:

Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa

bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau

ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut,

apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih

dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan

pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu

dilakukan.

Bahwa berdasarkan kartu tanda penduduk milik terdakwa, terdakwa bertempat

Jalan Nangka No. 3 Jakarta Barat. Dan beberapa orang yaitu Krisogonus

Dagama Pakur bertempat di Jalan Bumi Manti No. 1 Jakarta Barat, Rahmat

Tahir bertempat di jalan Sumur Bolong No. 56 Jakarta Barat, Faksi Septian

yang bertempat tinggal di Jalan Jeruk No. 3 Jakarta Barat yang diduga

melakukan Tindak Pidana sebagai (Doen Pleger, Medpleger, Uitlokker) juga

berdomisilli di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dengan

begitu merujuk dalam pasal 84 ayat (2) KUHAP maka pengadilan negeri yang

berwenang mengadili bukan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melainkan

Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Serta dalam hal tempat tingal sebagian besar saksi yang turut dihadirkan

dalam persidangan berada pula pada wilayah Jakarta Barat, sehingga untuk

mempermudah jalannya persidangan dalam pemeriksaan saksi-saksi. Sudah

17
tentu Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang berwenang untuk memeriksa,

mengadili dan memutus perkara ini.

Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum bertentangan dengan

Kewenangan Relatif Pengadilan Berdasarkan pasal 84 Ayat (2) KUHAP dan

berdasarkan pasal tersebut sudah Jelas bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

tempat Jaksa Penuntut Umum Mengajukan Surat Dakwaan tidak berwenang

untuk memeriksa dan mengadili perkara ini karena Terdakwa Berdomisili di

Jakarta Barat dan di dasarkan pada Asas Hukum Peradilan Cepat, Sederhana

dan Biaya Ringan (informal procedure and can be motion quickly) yang

diatur dalam pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman,Peradilan dilaksanakan dengan

sederhana,cepat,dan biaya ringan.Dengan dicantumkannya asas hukum ini

ke dalam aturan normatif dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman adalah tugas Pengadilan untuk membantu para pencari

keadilan dalam mengatasi segala hambatan dan rintangan yang dapat

menghambat pelaksanaan asas hukum tersebut,maka pengajuan Surat

Dakwaan seharusnya diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat

Oleh karena itu, penasihat hukum terdakwa berpendapat Bahwa dalam hal
kewenangan relative, Pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan
memutus perkara ini bukanlah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, melainkan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat, karena mengingat dalam hal terdakwa bertempat
tinggal, di tangkap/ ditahan, kediaman sebagian besar dari saksi yang turut dihadirkan
dalam perkara ini antara lain, adalah berada di Jakarta Barat atau berada wilayah
hukum Pengadilan Negeri Jakarta Barat, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, dan merupakan
kewenangan dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk memeriksa, mengadili dan
memutus perkara ini, sebagaimana disebutkan dalam pasal 84 ayat (2) KUHAP.

18
2. KEBERATAN MENGENAI DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA

Keberatan dengan alasan surat dakwaan tidak dapat diterima pada umumnya
didasarkan atas kewenangan menuntut dari Penuntut Umum, Bahwa ketentuan Pasal
140 Ayat (1) KUHAP dengan tegas telah menentukan bahwa dalam hal penuntut
umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam
waktu secepatnya membuat surat dakwaan.

Bahwa ketentuan ini mengisyaratkan bahwa penuntut umum baru boleh membuat
surat dakwaan apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan
dapat dilakukan penuntutan dan ini berarti apabila dari hasil penyidikan tidak dapat
dilakukan penuntutan, ia belum atau tidak boleh membuat surat dakwaan;

Bahwa ketentuan ini pun mengisyaratkan bahwa hasil penyidikan yang dilakukan
oleh penyidik merupakan dasar dalam pembuatan surat dakwaan. Surat Dakwaan
adalah sebuah akte yang dibuat oleh penuntut umum berisi perumusan tindak pidana
yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan.

Bahwa oleh karena surat dakwaan itu dibuat berdasarkan disusun berdasarkan
kesimpulan dari hasil penyidikan, maka dengan sendirinya apabila hasil penyidikan
itu mengandung cacat formal atau mengandung kekeliruan beracara (error in
procedure), maka surat dakwaan itu pun menjadi cacat formal atau mengandung
kekeliruan beracara (error in procedure).

Bahwa oleh karena itu untuk mengukur sejauh mana hak-hak asasi tersangka telah
dirugikan oleh penyidik dalam penyidikan atau untuk mengukur sejauh mana Surat
Dakwaan Penuntut Umum telah mengalami cacat formal atau kekeliruan beracara
(error in procedure), maka hal itu tergantung selain pada sejauh mana penuntut umum
dalam membuat surat dakwaannya, juga pada sejauh mana penyidik dalam
melakukan penyidikan telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan
dalam KUHAP.

Bahwa oleh karena semua atau sebagian besar hasil penyidikan penyidik telah
tertuang dalam Berkas Perkara yang dibuat oleh penyidik.
Bahwa oleh karena keterbatasan waktu yang tersedia, maka dalam penyusunan
KEBERATAN ini Terdakwa atau advokatnya tidak dapat menganalisis seluruh
bagian dari Berkas Perkara yang dibuat oleh penyidik tersebut dan karena itu

19
Terdakwa atau advokatnya hanya akan mengemukakan beberapa cacat formal atau
kekeliruan beracara (error in procedure) seperti diuraikan di bawah ini;

Bahwa akan tetapi Terdakwa atau advokatnya yakin bahwa oleh karena cacat formal
atau kekeliruan beracara (error in procedure) yang terjadi baik dalam Surat Dakwaan
Penuntut Umum maupun selama dalam tahap penyidikan itu cukup mengganggu
fondamen penegakan hukum, khususnya bagi penghormatan terhadap hak-hak asasi
manusia yang telah diamanatkan oleh pembentuk undang-undang melalui KUHAP,
maka sangatlah diharapkan Majelis Hakim mau memberi tempat yang selayaknya
bagi KEBERATAN yang Terdakwa atau advokatnya ajukan berdasarkan alasan-
alasan sebagai berikut:

A. Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap tersangka tanpa didampingi


advokat, tanpa menunjuk advokat bagi tersangka, dan tanpa menjelaskan
kepada tersangka bahwa dalam perkara itu ia wajib didampingi oleh
advokat, sehingga ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP telah dilanggar.

Bahwa ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP telah menyatakan:


Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih
atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau
lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan
pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat
hukum bagi mereka.

Bahwa ketentuan ini tidak lain dimaksudkan untuk melindungi hak-hak asasi manusia
seorang tersangka atau terdakwa yang dipersangkakan atau didakwa melakukan suatu
tindak pidana, oleh karena seandainya orang itu benar telah melakukan perbuatan
seperti yang dipersangkakan atau didakwakan, perbuatan itu belum tentu merupakan
suatu tindak pidana, dan seandainya perbuatan itu merupakan suatu tindak pidana,
belum tentu ia bersalah melakukan tindak pidana itu karena berbagai keadaan yang
dibenarkan oleh hukum;

Bahwa oleh karena itu peran seorang advokat dalam mendampingi tersangka yang
sedang didengar keterangannya oleh penyidik menjadi sangat penting dalam

20
mengawal amanat undang-undang dalam menegakkan dasar utama negara hukum,
dengan pendampingan advokat diharapkan dapat dijaga misalnya:

a. agar keterangan tersangka diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau
dalam bentuk apa pun sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan Pasal 117
Ayat (1) KUHAP yang berbunyi:

Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa


tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apa pun.

b. Agar dapat dipastikan bahwa penyidik mencatat keterangan tersangka


dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan
oleh tersangka sendiri, bukan kata yang dikehendaki oleh penyidik atau yang
sesuai dengan keterangan saksi pelapor, sesuai dengan ketentuan Pasal 117
Ayat (2) KUHAP yang berbunyi:

Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya ia


telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan
kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai
dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.

Bahwa peran pendampingan seorang advokat bagi tersangka dalam pemeriksaan


penyidik sangat penting dengan perlindungan hak-hak asasi manusia khususnya bagi
mereka yang tengah menjadi pesakitan di hadapan penyidik atau penuntut umum.
Dalam praktek peradilan khususnya untuk perkara Tindak Pidana Pencucian Uang
maka ketentuan Pasal 56 KUHAP sifatnya imperative dalam artian bahwa tersangka
pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang dengan tegas harus didampingi penasihat
hukum pada semua tingkat pemeriksaan. Ketentuan ini dimaksudkan sebagai
implementasi dijunjung tingginya hak asasi manusia/terdakwa sebagaimana dasar
dikeluarkannya KUHAP, sehingga tidak diharapkan adanya kesewenang-wenangan
dalam pemeriksaan tersangka/terdakwa.

Bahwa oleh karena sedemikian seriusnya ketentuan sejenis Miranda Rule dalam
KUHAP yang mewajibkan penyidik, penuntut umum atau hakim untuk menunjuk
penasihat hukum bagi mereka untuk tindak pidana yang ancamannya disebutkan
dalam Pasal 56 Ayat (1) KUHAP, maka atas adanya pelanggaran terhadap ketentuan
tersebut tidak mengherankan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam berbagai
putusannya menyatakan dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima;

21
Bahwa berbagai putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia di antaranya adalah
putusan No. 367 K/Pid./1998 tanggal 29 Mei 1998 dan putusann No. 1565K/Pid/1991
tanggal 16 September 1993;
Bahwa putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 367 K/Pid./1998 tanggal
29 Mei 1998 amarnya berbunyi:

1. Menyatakan Penuntutan Jaksa Penuntut Umum/Jaksa pada Kejaksaan


Negeri Jakarta Pusat tidak dapat diterima;
2. Memerintahkan terdakwa segera dibebaskan dari tahanan Rutan (Rumah
Tahanan Negara);
3. Memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengembalikan
berkas perkara, yaitu Berita Acara Pemeriksaan Penyidik dan Berita
Acara Pemeriksaan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta
Pusat yang selanjutnya menyerahkan kepada Penyidik Polri;
4. Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat kepada Negara;
Bahwa putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut
didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:

Bahwa terlepas dari alasan-alasan tersebut di atas, ditemukan fakta bahwa terdakwa
diperiksa dalam tingkat penyidikan masing-masing pada tanggal 5 Januari 2011, dan
tanggal 7 Januari 2011 tidak ditunjuk penasihat hukum untuk mendampingi Nya,
sehingga bertentangan dengan pasal 56 KUHAP sehingga Berita Acara Pemeriksaan
Penyidik dan Penuntut Umum batal demi hukum dan oleh karena itu penuntutan
Penuntut Umum tidak dapat diterima, walaupun pemeriksaan di sidang Pengadilan,
terdakwa didampingi Penasehat Hukum.

Bahwa sedangkan putusan Mahkamah Agung No. 1565K/Pid/1991 tanggal 16


September 1993 berbunyi sebagai berikut:

Apabila syarat-syarat permintaan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak


menunjuk penasihat hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut
umum dinyatakan tidak dapat diterima.
Bahwa oleh karena adanya ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP dan adanya kedua
putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut di atas, maka menjadi sangat
relevan untuk menjawab pertanyaan: apakah penyidik selama dalam pemeriksaan
pada tingkat penyidikan terhadap Terdakwa telah bertindak sesuai dengan ketentuan

22
Pasal 56 Ayat (1) KUHAP dan kaidah hukum yang ditetapkan oleh Mahkamah
Agung Republik Indonesia dalam kedua putusan tersebut di atas;

Bahwa apabila berpegang pada Berita Acara Pendapat (Resume) tanggal 29 Januari
2011 yang dibuat oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya DKI Jakarta untuk
selanjutnya juga disebut: Berita Acara Pendapat PENYIDIK, maka segera dapat
diketahui apakah dalam melakukan pemeriksaan terhadap Tersangka, penyidik telah
melakukannya sesuai dengan ketentuan KUHAP tersebut;
Bahwa untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapatlah terlebih dahulu membaca
BERITA ACARA PENDAPAT PENYIDIK yang berbunyi.

Dalam pemeriksaan ia dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, dan ketika ia akan
dimintai keterangannya ia tidak menggunakan Penasehat Hukum atau Pengacara,
akan tetapi meskipun ia tidak didampingi oleh Penasihat hukum ia bersedia untuk
dimintai keterangan dan akan memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya.

Bahwa meneliti keterangan sebagaimana tertera dalam Berita Acara Pendapat


tersebut, jelaslah pemeriksaan terhadap Terdakwa yang pada waktu itu sebagai
Tersangka dalam tahap penyidikan telah dilakukan oleh penyidik secara bertentangan
dengan ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP dan kaidah hukum yang termaut dalam
konstante jurisprudentie tersebut di atas. Bahwa berdasrkan hasil dari acara
pemeriksaan yang dilakukan terhadap terdakwa, tindak pidana yang dipersangkakan
kepada Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka adalah tindak pidana
sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana menurut ketentuan, Pasal 363 ayat
(2) KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Kedua,
Pasal3 Undang-Undang Republik Indonesia No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Jo.Pasal 65 ayat (1) KUHP

Bahwa ancaman pidana menurut ketentuan Pasal 363 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat
1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP adalah pidana penjara paling lama
sembilan tahun, ancaman pidana menurut ketentuan Pasal 3 Undang-Undang
Republik Indonesia No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo.Pasal 65 ayat (1)
KUHP adalah pidana penjara paling lama 20 tahun dan seterusnya.

Bahwa oleh karena ancaman pidana atas tindak pidana yang dipersangkakan terhadap
Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka adalah lebih dari lima belas, dan

23
lagi pula Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka tidak mempunyai advokat
sendiri, maka jelas penyidik yang melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa yang
pada waktu itu sebagai Tersangka seharusnya menunjuk advokat bagi Terdakwa yang
pada waktu itu sebagai Tersangka;

Bahwa oleh karena Berita Acara Pendapat tersebut sebagaimana ternyata dari bagian
penutupnya telah dibuat dengan sebenar-benarnya berdasarkan kekuatan sumpah
jabatan kemudian ditutup dan ditandatangani oleh yang membuatnya pada hari,
tanggal, bulan dan tahun yang disebutkan pada bagian awal Berita Acara tersebut,
maka jelas Berita Acara tersebut merupakan bukti sempurna yang menunjukkan
bahwa pemeriksaan pada tingkat penyidikan terhadap Terdakwa yang pada waktu itu
sebagai Tersangka telah dilakukan tanpa adanya pendampingan seorang advokat bagi
Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka, dan penyidik sebelum memulai
pemeriksaan tidak telah melaksanakan kewajibannya untuk menunjuk advokat bagi
Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka.

Bahwa oleh karena hal-hal sebagaimana dikemukakan di atas, maka jelas


pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penyidik terhadap Terdakwa yang pada waktu
itu sebagai Tersangka telah melanggar ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP dan
konstante jurisprudentie, dan karena itu dengan sendirinya Dakwaan yang dibuat oleh
Penuntut Umum berdasarkan hasil penyidikan tersebut harus dinyatakan tidak dapat
diterima oleh karena mengandung cacat formal atau mengandung kekeliruan beracara
(error in procedure);

Bahwa kendati Berita Acara Pendapat tersebut sudah merupakan bukti yang
sempurna menunjukkan adanya pelanggaran ketentuan KUHAP yang dilakukan oleh
penyidik dalam pemeriksaan terhadap Terdakwa yang pada waktu itu sebagai
Tersangka, untuk memberi rasa keadilan tidak ada salahnya kita menguji kebenaran
Berita Acara Pendapat tersebut dengan menelusuri Berita Acara Pemeriksaan yang
telah dibuat pada waktu penyidik melakukan pemeriksaan terhadap diri Terdakwa
yang pada waktu itu sebagai Tersangka;

Bahwa dari Berkas Perkara dapat diketahui bahwa Terdakwa yang pada waktu itu
sebagai Tersangka selama pada tahap penyidikan telah menjalani pemeriksaan
sebagai tersangka.Bahwa oleh karena Terdakwa telah menjalani pemeriksaan, maka
akan ditinjau beberapa Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat pada saat pemeriksaan
terhadap Terdakwa yang pada waktu itu berstatus sebagai Tersangka;

24
1. Berita Acara Pemeriksaan tanggal 5 Januari 2011

Bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat pada 01 Desember


2010ternyata pemeriksaan terhadap Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka
sama sekali tidak didampingi oleh seorang advokat, dan juga dari sekian banyak
pertanyaan yang diajukan seperti tertulis dalam Berita Acara itu ternyata penyidik
selain sama sekali tidak memberitahukan kepada yang diperiksa bahwa ia dalam
perkara itu wajib didampingi oleh seorang advokat, juga sama sekali tidak menunjuk
seorang advokat untuk mendampingi Terdakwa yang pada waktu itu sebagai
Tersangka dalam pemeriksaan tersebut;

Bahwa mengenai adanya keterangan dalam Berita Acara yang berbunyi Sebelum
pemeriksaan (pemeriksaan lanjutan) ini dimulai kepada Tersangka terlebih dahulu
dibacakan hak-haknya terutama yang menyangkut dengan bantuan hukum tidak
akan ditanggapi di sini, melainkan akan dibahas pada bagian lain yang juga menjadi
materi KEBERATAN ini;

2. Berita Acara Pemeriksaan tanggal 7 Januari 2011


Bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat pada tanggal 7
Januari 2011 ternyata Terdakwa yang pada waktu sebagai Tersangka dalam
pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik baru kali pertama ini didampingi oleh
dua orang advokat, yaitu Abdul Aziz Rahmat, S.H., M.H. Verdinan Pradana,
S.H., M.H Bahwa namun pemeriksaan yang telah dilakukan sesuai dengan
ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP ini pada akhir pemeriksaan yang
berlangsung pada tanggal 7 Januari 2011 ini sama sekali tidak bersifat
menghilangkan cacat formal dan kekeliruan beracara (error in procedure) yang
terkandung dalam Berita-berita acara sebelumnya, oleh karena Mahkamah
Agung dalam putusannya No. 367 K/Pid./1998 tanggal 29 Mei 1998 dan No.
1565K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993, dengan tegas telah mengingatkan
bahwa pendampingan advokat bagi tersangka yang melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP seperti
halnya yang dipersangkakan pada Terdakwa yang waktu itu sebagai Tersangka
haruslah dimulai dari sejak awal penyidikan dan dalam setiap pemeriksaan
tanpa ada satu pun yang dikecualikan, tidak cukup hanya dalam pemeriksaan
yang terakhir atau yang pertamanya saja;

Bahwa oleh karena itu peran seorang penasihat hukum dalam mendampingi tersangka
yang sedang didengar keterangannya oleh penyidik menjadi sangat penting dalam

25
mengawal amanat undang-undang dalam menegakkan dasar utama negara hukum,
dengan pendampingan penasihat hukum diharapkan dapat dijaga misalnya:

Agar keterangan tersangka diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan
atau dalam bentuk apa pun sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan
Pasal 117 Ayat (1) KUHAP.
Agar dapat dipastikan bahwa penyidik mencatat keterangan tersangka
dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang
dipergunakan oleh tersangka sendiri, bukan kata yang dikehendaki
oleh penyidik atau yang sesuai dengan keterangan saksi pelapor, sesuai
dengan ketentuan Pasal 117 Ayat (2) KUHAP.

Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 54 KUHAP dan 55 KUHAP, maka menjadi
sangat relevan untuk menjawab pertanyaan: apakah penyidik selama dalam
pemeriksaan pada tingkat penyidikan terhadap Terdakwa telah bertindak
sesuai dengan ketentuan Pasal 54 KUHAP dan 55 KUHAP sebelum mengacu
pada ketentuan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP.

Dan berdasarkan pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan pada tanggal 5 Januari 2011
dan tanggal 7 Januari 2011 yang dilakukan oleh Penyidik sebelum adanya
pendampingan dari Penasihat Hukum Terdakwa, Penyidik melontarkan semua
pertanyaannya dengan jelas dan sesuai apa yang diinginkan oleh Penyidik sehingga
Terdakwa pada saat itu yang berstatus Tersangka menjawab dan meng-iyakan apa
yang menjadi kemauan dan pendapat Penyidik dikarenakan pada saat itu dengan
keadaan Psikologis Tersangka tidak dalam keadaan dapat berfikir panjang dan
disamping itu Terdakwa merupakan seorang bergelar Sarjana Ekonomi dan
mempunyai kekhususan di bidang Management, maka dapat dikatakan bahwa
Tersangka merupakan seorang AWAM HUKUM, maka dapat dimengerti apabila
penyidik tidak menjelaskan mengenai adanya HAK TERSANGKA UNTUK
MEMILIH DAN DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM sebagaimana dimaksud
dalam pasal 55 KUHAP.

Bahwa dengan melihat alasan-alasan sebagaimana diuraikan di atas, jelaslah Berita


Acara Pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik terhadap Terdakwa tersebut di atas
mengandung cacat formal dan mengandung kekeliruan beracara (error in procedure)
karena mengaburkan makna ketentuan Pasal 54 KUHAP dan Pasal 55 KUHAP.

26
B. Pembacaan mengenai hak-hak tersangka yang menyangkut bantuan hukum
tidak dituangkan oleh penyidik dalam Berita Acara sesuai dengan ketentuan
Pasal 75 Ayat (1) KUHAP

Bahwa selama tahap penyidikan Terdakwa yang pada waktu itu sebagai Tersangka
telah menjalani pemeriksaan di hadapan penyidik berturut-turut pada tanggal-tanggal
5,7 dan 10 Januari tahun 2011, dan untuk setiap pemeriksaan itu telah dibuat suatu
berita acara namun didalam acara pemeriksaan maupun Berita acara Pemeriksaan
tersebut sama sekali tidak tertuang pembacaan hak hak tersangka sebagaimana
mestinya harus diketahui terdakwa saat menjadi tersangka;

C. Penahanan yang dilakukanoleh penyidik bertentangan dengan ketentuan


Pasal 21 ayat (1) KUHAP

Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak


seseorang yang merupakan HAK ASASI MANUSIA yang harus dihormati disatu
pihak, dan kepentingan ketertiban umum di lain pihak, yang harus dipertahankan
untuk masyarakat, dari perbuatan jahat si-tersangka [Cest leternel conflit entre la
liberte et lautorite, sebagaimana dikatakan oleh Larnaude dalam rede-nya tahun
1901.

Bahwa menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 ( K ITAB UNDANG -


UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ), Pasal 1 ayat ( 21 ) memberikan
pengertian penahanan , sebagai berikut :

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh


penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Bahwa seperti yang diketahui, Pasal 7 ayat (1) butir dan Pasal 20 ayat (1) Undang -
Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberi
kewenangan kepada penyidik untuk menahan tersangka yang diduga melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dan Bahwa berdasarkan pasal 184 ayat
(1) KUHAP bahwa alat bukti yang dimaksud adalah a. Keterangan saksi b.
Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa Berdasarkan Pasal 21
ayat (1) KUHAP, penahanan dapat dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup,
dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau
terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan atau
mengulangi tindak pidana. Oleh karena itu, baik penangkapan maupun penahanan

27
harus dilakukan dengan surat perintah penangkapan atau surat perintah penahanan,
sehingga surat perintah yang baru diberikan 1 (satu) hari setelah penangkapan dan
penahanan tersebut dilakukan bertentangan dengan ketentuan undang-undang.

Bahwa berdasarkan resume berkas berita acara, ditemukan bukti bukti yang tidak
lengkap yang digunakan sebagai dasar penahanan terdakwa saat menjadi tersangka,
bukti bukti tersebut tidaklah cukup kuat untuk menahan tersangka. Penyidik
terkesan melakukan tindakan asal tahan terhadap terdakwa saat menjadi tersangka.

Penyidik seolah olah berpendapat bahwa setiap orang yang disangkakan


melakukan kejahatan baik itu kasus Tindak Pidana Pencucian Uang atau dalam kasus
apapun asal ada bukti cukup kuat bisa ditahan. Akan tetapi menurut kami tidak ada
keharusan penahanan, sebab tidak ada satupun ketentuan hukum yang mengatur
tentang adanya keharusan penahanan.

3. KEBERATAN MENGENAI SURAT DAKWAAN HARUS DIBATALKAN

Salah satu asas Fundamental dalam perkara pidana adalah keharusan pembuatan
Surat Dakwaan untuk menentukan batas-batas pemeriksaan terhadap Terdakwa, dan
hakim hanya boleh memutuskan atas dasar fakta-fakta tersebut, tidak boleh kurang
atau lebih, sehingga ia dipandang sebagai suatu letis contestatie. Surat dakwaan
dalam perkara pidana merupakan pedoman dasar dari keseluruhan proses pidana,
yakni keseluruhan isi dari surat dakwaan merupakan dasar bagi pemeriksaan dan
dasar bagi putusan hakim.

Sebagai dasar dari keseluruhan proses pidana, Surat Dakwaan selain harus
memuat syarat formal seperti yang dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP
huruf A, juga harus memenuhu syarat material yakni disusun/dirumuskan
CERMAT;JELAS dan LENGKAP dalam menguraikan perbuatan pidana yang
dituduhkan telah dilakukan oleh Terdakwa sesuai rumusan delik yang mengancam
perbuatan itu dengan hukuman pidana, dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak
pidana itu dilakukan.
Bahwa seperti telah dikemukakan di atas, yang dimaksud dengan keberatan
mengenai surat dakwaan harus dibatalkan adalah keberatan yang diajukan karena
surat dakwaan telah dibuat dengan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 Ayat (2)
Huruf b KUHAP yang berbunyi:

28
Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta
berisi: uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Bahwa dalam buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan (Penerbit Kejaksaan Agung
Republik Indonesia, 1885, halaman 14 - halaman 16) yang disebut:

a. Cermat, adalah ketelitian penuntut umum dalam mempersiapkan surat


dakwaan yang didasarkan kepada Undang-undang yang berlaku bagi
terdakwa, tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat
mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak dapat dibuktikan;
b. Jelas, adalah kemampuan merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan
sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan materil (fakta) yang dilakukan
oleh terdakwa dalam surat dakwaan;
c. Lengkap, adalah uraian yang mencakup semua unsur yang ditentukan
Undang-undang secara lengkap.

Bahwa Surat Dakwaan harus memuat suatu voldoende duidelijke opgave van
het feit yang didakwakan, berarti Surat Dakwaan tidak boleh merupakan suatu
obscuur libel, ini berarti dalam surat dakwaan harus disebutkan semua unsur dari
delik yang didakwakan :

Dalam Surat Dakwaan tidak boleh kelupaan salah satu dari unsur-unsur delik
pidana yang didakwakan karena kelupaan mencantumkan salah satu unsur saja,
menyebabkan Surat Dakwaan batal demi hukum, seperti ditegaskan

Pasal 143 ayat (2) b KUHAP menentukan bahwa surat dakwaan harus berisi ;

a) Suatu uraian yang cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan kepada Terdakwa;
b)Suatu penyebutan yang tepat mengenaiwaktu dilakukan tindak pidana yang
didakwakan kepada Terdakwa;
c) Suatu penyebutan yang tepat mengenaitempat dilakukannya tindak pidana
yang didakwakan kepada Terdakwa;

Surat Dakwaan harus dibuat dengan jelas dan terperinci mengenai objek
terhadap mana perbuatan itu dilakukan maupun masalahnya dan tidak boleh
dirumuskan secara umum saja.

Demikian pentingnya Surat Dakwaan dalam proses hukum acara pidana, maka
penyusunan Surat Dakwaan menurut tanggung jawab yuridis sebagaimana ditentukan

29
dalam Pasal 143 KUHAP. Adanya dakwaan tersebut, nasib seseorang dipertaruhkan
dimuka sidang sehubungan adanya perbuatan yang dianggap telah melanggar suatu
ketentuan Hukum Pidana.

Dihubungkan dengan asas Hukum Acara Pidana yang tercantum dalam Pasal 6
ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Jo. Undang-undang
Nomor 48 Tahun 2010 tentang kekuasaan kehakiman, yang menetukan:

Ayat (1)Tidak seorang pun dapat dihadapkan didepan pengadilan selain


daripada yang ditentukan oleh undang-undang;

Ayat (2) Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan,
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat
keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab,
telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

Uraian yang bulat dan utuh yang mampu menggambarkan unsur-unsur tindak
pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat pidana itu dilakukan.Menyusun
uraian secara cermat,jelas dan lengkap tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :

Dirumuskan terlebih dahulu unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yang


dikemudian disusul dengan uraian fakta-fakta perbuatan terdakwa yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana tersebut;atau
Dirumuskan unsur-unsur tindak pidana dan fakta-fakta perbuatan secara
langsung dan bertautan satu sama lain sehingga tergambar bahwa semua unsur
tindak pidana tersebut terpenuhi oleh fakta perbuatan terdakwa.Uraian dalam
bentuk kedua ini paling lazim dilakukan.Kecermatan,kejelasan dan
kelengkapan uraian waktu dan tempat tindak pidana guna memenuhi syarat-
syarat yang berhubungan dengan waktu:
- Berlakunya ketentuan perundang-undangan pidana pasal 1 ayat (1) KUHP
- Ketentuan tentang recidivice (pasal 486-488 KUHP)
- Pengajuan alibi oleh terdakwa atau penasihat hukum
- Kepastian tentang batas usia
- Keadaan-keadaan yang memberatkan misalnya malam hari,pasal 363
KUHP
- Dapat tidaknya terdakwa dipidana (misalnya keadaan terang,pasal 123
KUHP).
Bahwa apakah Surat Dakwaan Penuntut Umum sudah memenuhi ketentuan
Pasal 143 Ayat (2) Huruf b KUHAP, pertanyaan ini akan dijawab dengan mengikuti

30
Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung
Republik Indonesia tersebut di atas;

1. SURAT DAKWAAN TIDAK CERMAT

Majelis Hakim yang Terhormat,


Saudara Penuntu Umum, Terdakwa, dan Hadirin yang kami hormati,
Sidang yang kami muliakan,

Bahwa berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor:


SE-004/J.A/11/1993 tanggal 16 November 1993 Tentang Pembuatan Surat
Dakwaanyang dimaksud dengan cermat adalah ketelitian penuntut umum dalam
mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada Undang-undang yang berlaku
bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat
mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak dapat dibuktikan dan
tidak dapat diterima (niet ontvvantkelijk verklaard) misalnya antara lain ;

-Apakah adapengaduan dalam hal delik aduan ;

-Apakah penerapan hukum/ketentuan pidanya sudah tepat

-Apakah terdakwa dapat dipertanggung jawabkan dalam melakukan tindak pidan


tersebut

-Apakah tindak tersebut belum atau sudah kadaluarsa ;

-Apakah tindak pidana yang didakwakan tidak nebis in idem

1.1 SURAT DAKWAAN TIDAK CERMAT, KARENA DALAM HAL


PENYUSUNAN DAKWAAN TIDAK MENCANTUMKAN LEMBAGA
YANG MEMANTAU NAIK TURUN NYA KURS VALUTA ASING

Majelis Hakim yang Terhormat,


Saudara Penuntu Umum, Terdakwa, dan Hadirin yang kami hormati,
Sidang yang kami muliakan,

31
Bahwa berdasarkan Surat Dakwaan yang telah dibaca dan diteliti oleh kami,
Tim Penasehatan Hukum Terdakwa menemukan ketidakcermatan dalam
surat Dakwaan yang disusun Oleh Penuntut Umum.

Bahwa dalam dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum adalah Tidak
Cermat. Karena surat dakwaan yang di buat secara kumulatif subsidair oleh
Penuntut Umum,dalam hal penyusunan dakwaan, penuntut umum tidak
mencantumkan Lembaga yang menyebutkan kenaikan kurs valuta asing,
Berdasarkan Surat dakwaan penuntut umum pada Halaman 5 menyebutkan
bahwa :

Namun pada Agustus 2008 terjadi kenaikan kurs valuta asing yang
mengakibatkan rendahnya mata uang rupiah dimata uang
Internasional yang mana hal tersebut mempengaruhi kondisi
perekonomian di Indonesia jadi memburuk,sehingga terjadi krisis
moneter yang memberikan efek depresiasi terhadap rupiah. Hal ini
mempengaruhi kondisi keuangan PT. Akbar Senada Group sendiri.

Bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa


bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma
keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa
menjaga kehormatan dan martabat profesinya

Artinya Penuntut Umum dalam menyusun Dakwaannya harus juga


menggali dan menyertakan bukti yang kuat agar tidak terdapat
kekeliruan dalam dakwaan sehingga mengakibatkan Dakwaan tidak
dapat dibuktikan.
Bila di teliti lebih lanjut, Penutut umum dalam penyusunan dakwaanya
menyebutkan:Pada Agustus 2008 terjadi kenaikan kurs valuta asing
yang mengakibatkan rendahnya mata uang rupiah dimata uang
Internasional yang mana hal tersebut mempengaruhi kondisi
perekonomian di Indonesia jadi memburuk,sehingga terjadi krisis
moneter yang memberikan efek depresiasi terhadap rupiah.

Majelis Hakim yang terhormat Bahwa Kita ketahui bersama bahwa tugas
pokok dan fungsi Kejaksaan adalah :

32
TUGAS :

Melaksanakan tugas dan wewenang serta fungsi Kejaksaan di daerah hukum


Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa serta tugas-tugas
lain yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.

FUNGSI:

1. Perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis


pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perijinan sesuai
dengan bidang tugasnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung;
2. penyelengaraan dan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana,
pembinaan manajemen, administrasi, organisasi dan tatalaksanaan serta
pengelolaan atas milik negara menjadi tanggung jawabnya;
3. pelaksanaan penegakan hukum baik preventif maupun yang berintikan
keadilan di bidang pidana;.
4. penempatan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat
perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan Hakim
karena tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan hal - hal yang dapat
membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri;
5. pemberian pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah, penyusunan
peraturan perundang-undangan serta peningkatan kesadaran hukum
masyarakat;
6. koordinasi, pemberian bimbingan dan petunjuk teknis serta pengawasan,
baik di dalam maupun dengan instansi terkait atas pelaksanaan tugas dan
fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Majelis Hakim yang Terhormat, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya


Lembaga Kejaksaan Tidak mempunyai tugas dan fungsi untuk memantau
Naik turunya Kurs valuta asing, lalu dari manakah penunutut Umum bisa
menyebutkan :Pada Agustus 2008 terjadi kenaikan kurs valuta asing ?
Dari sini terlihat ketidaksungguhan Penuntut Umum dalam Penyusunan
Dakwaanya, dan terkesan asal-asalan.

Majelis Hakim yang Terhormat, Bahwasanya perlu diperhatikan ketidak


Hati-hatian Penutut Umum dalam Penyusunan Surat Dakwaan ini dapat
mengakibatkan dakwaan tidak dapat dapat dibuktikan.

saudara Jaksa/Penuntut Umun dalam surat Dakwaanya tersebut, termasuk


tidak memenuhi syarat uraian cermat,karena dalam surat Dakwaanya
Penuntut Umum tidak mencantumkanLembaga yang menyebutkan bahwa
telah terjadi kenaikan valuta asing oleh karena itu dapat menjadi alasan
Majelis Hakim untuk membatalkan demi hukum Surat Dakwaan
Jaksa/Penuntut Umum tersebut.

33
2.1 SURAT DAKWAAN TIDAK CERMAT DALAM DAKWAANYA
PENUNTUT UMUM TERKESAN MENGADA-ADA

Majelis Hakim yang Terhormat,


Saudara Penuntu Umum, Terdakwa, dan Hadirin yang kami hormati,
Sidang yang kami muliakan,

Bahwa berdasarkan Surat Dakwaan yang telah dibaca dan diteliti oleh kami,
Tim Penasehatan Hukum Terdakwa menemukan ketidakcermatan dalam surat
Dakwaan yang disusun Oleh Penuntut Umum.
Bahwa dalam dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum adalah Tidak
Cermat. Karena surat dakwaan yang di buat secara kumulatif oleh Penuntut
Umum, dalam hal penyusunan dakwaan, penuntut umum terkesan mengada-
ada, Berdasarkan Surat dakwaan penuntut umum pada Halaman 5
menyebutkan bahwa :
Bahwa terkait dengan permasalahannya tersebut Terdakwa benar benar
depresi dan berniat untuk melakukan pencurian di Bank Central
Anggrek tersebut dengan bantuan Rahmat Tahir, namun pada awalnya
Rahmat Tahir tidak begitu saja menerima tawaran dari Terdakwa
mengenai hal tersebut karena ia takut dipenjara.

Bahwa berdasarkan Berita Acara Sumpah Terdakwa pada tanggal 29


November 2010

Terdakwa Wanda Alfati Akbar tidak pernah menyebutkan Bahwa ia depresi


dan berniat mencuri.

Majelis Hakim yang Terhormat bahwa ketidak cermatan Penuntut Umum ini
telah mengakibatkan kekeliruan yang sangat fatal.

Bahwa dalam dakwaanya Penuntut Umum tidak berpedoman pada hasil


penyidikan dan terkesan mengada-ada.

saudara Jaksa/Penuntut Umun dalam surat Dakwaanya tersebut, termasuk


tidak memenuhi syarat uraian cermat,oleh karena itu dapat menjadi alasan
Majelis Hakim untuk membatalkan demi hukum Surat Dakwaan
Jaksa/Penuntut Umum tersebut.

34
2. SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM TIDAK JELAS

Majelis Hakim yang Terhormat,


Saudara Penuntu Umum, Terdakwa, dan Hadirin yang kami hormati,
Sidang yang kami muliakan,

Bahwa secara konkrit syarat materiil untuk menyusun surat Dakwaan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang berbunyi: uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan

Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan Nasional dan


Balai Pustaka Tahun 2001 halaman 464, mengartikan jelas sebagai berikut:

Terang, nyata atau gamblang, tegas tidak ragu-ragu atau tidak bimbang.

Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan


terbitan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Tahun 1985 halaman 15
menyatakan bahwa jelas adalah :

Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur delik Yang


didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan Materiil yang dilakukan
oleh Terdakwa dalam surat Dakwaan

Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang
didakwakan harus dapat dijelaskan/ digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan
yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsur-unsur dakwaan dapat
diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang
didakwakan tersebut sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede
dader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai
pembantu (medeplichting).

Surat Dakwaan yang dibuat oleh saudara Jaksa Penuntu Umum TIDAK JELAS
karena tidak menguraikan secara terang, nyata atau gamblang, tegas tidak ragu-
ragu atau tidak bimbang mengenai tempat dan waktu tindak pidana dilakukan (
locus delicti dan tempus delicti), siapa yang melakukan Tindak pidana pencucian
uang yang terdapat dalam pasal-pasal yang didakwakan, dan tidak menguraikan
secara jelas apa motivasi terdakwa melakukan tindak pidana pencurian.

35
Dalam hal ini kami Tim Penasehat Hukum Terdakwa Wanda Alfati Akbar S.E
alias Wanda akan menguraikan keberatan berkenaan dengan ketidakjelasan
penuntut umum dalam membuat surat dakwaan sebagai berikut:

2.1 SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM TIDAK JELAS DALAM


MENYEBUTKAN WAKTU DAN TEMPAT TINDAK PIDANA
DILAKUKAN

Majelis Hakim yang Terhormat,


Saudara Penuntu Umum, Terdakwa, dan Hadirin yang kami hormati,
Sidang yang kami muliakan,

Pada pokoknya Jaksa Penuntut Umum dituntut untuk bersikap teliti dan
waspada terhadap semua hal yang berhubungan dengan keberhasilan
Penuntutan Perkara di muka sidang pengadilan. Tetapi hal tersebut tidak kami
temukan dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Dalam dakwaannya,Penuntut Umum tidak yakin dalam menentukan locus


delicti yang merupakan salah satu syarat materiil dakwaan yang bila tidak
disusun secara jelas akan membuat dakwaan batal demi hukum. Apabila
dikaitkan dengan teori dalam menentukan locus delicti dalam Ilmu Hukum
Pidana,yaitu:
- Teori Fisik (Deleer van Het Instrumen) yaitu teori yang menyatakan
bahwa locus delicti ditentukan berdasarkan kepada tempat dimulainya
tindak pidana itu dilakukan.
- Teori Bekerjanya Alat (Deleer van Het Demeer Voudige Plat) yaitu
teori yang menyatakan bahwa locus delicti ditentukan berdasarkan kepada
tempat pidana itu dilakukan.
- Teori Akibat (Deleer van Delichamelyke Daad) yaitu teori yang
menyatakan bahwa locus delicti ditentukan berdasarkan dimana akibat
tindak pidana itu terjadi.

Bahwa Dalam Surat Dakwaan Jaksa/Penuntut Umum No.Reg.Perkara


10/Pid.sus/2011/PN.Jkt.pst terdapat hal-hal yang tidak jelas yaitu bahwa baik
dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua terdapat kalimat antara lain
berbunyi

a. .. atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain dalam tahun 2009..

36
b. .. atau setidak-tidaknya disuatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat ..

Bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak mampu menegaskan dimana sebenarnya


Locus Delicti dari Perbuatan Terdakwa, bahkan kami yang telah membaca
berulang kali Surat Dakwaan Jaksa Penutut Umum tidak mampu untuk
menentukan di mana sebenarnya Locus Delicti dari Perbuatan Terdakwa. Surat
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum sudah seperti soal ujian yang menanyakan
kepada kita semua dimana locus delicti perbuatan tersebut.

a. Di Jalan Menteng ?
b. Di Jalan Kembangan ?
c. Di Jalan Kebon Jeruk ?

Yang masih berada dalam wilayah Jakarta Barat, Seharusnya saudara Jaksa
Penuntut Umum mampu menjelaskan kepada kita semua mengenai locus
delicti Perbuatan Terdakwa.Sehingga tidak menimbulkan kesesatan berpikir
yang tak terampungkan.
Dari kalimat-kalimat seperti di atas yang ada dalam surat dakwaan saudara
Jaksa Penuntut Umum dapat ditarik kesimpulan bahwa saudara jaksa
Penunutut Umum masih bepikir, baik waktunya masih ada kemungkinan lain
selain tanggal 21 oktober 2010 maupun tempatnya yakni masih ada
kemungkinan tempat lain dalam wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jakarta
Barat selain jl. Menteng.

Cara berpikir Saudara Jaksa/Penunttut Umum seperti tersebut di atas dari soal
waktu dan tempat kejadian tindak pidana terdapat sikap yang ragu-ragu, sikap
yang tidak pasti, maka unsure waktu dan tempat seperti cara berpikirnya
saudara Jaksa/Penuntut Umun dalam surat Dakwaanya tersebut, termasuk tidak
memenuhi syarat uraian jelas, oleh karena itu dapat menjadi alasan Majelis
Hakim untuk membatalkan demi hukum Surat Dakwaan Jaksa/Penuntut
Umum tersebut.

2.2 SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM TIDAK JELAS DALAM


MENENTUKAN KUALIFIKASI SIAPA YANG MELAKUKAN TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG YANG TERDAPAT DALAM PASAL-
PASAL YANG DIDAKWAKAN

Majelis Hakim yang Terhormat,

Saudara Penuntu Umum, Terdakwa, dan Hadirin yang kami hormati,

37
Sidang yang kami muliakan,

Bahwa oleh karena Dakwaan Primair adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 3
Undang-undang No 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian uang jika pencurian.

Bahwa unsur-unsur delik untuk Dakwaan kedua adalah sebagai berikut

- setiap orang
- menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar Negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas
harta kekayaan yang diketahuinya
- atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1)
- dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta
kekayaan
Bahwa khusus pengertian tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal
2 ayat (1) adalah :
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang
diperoleh dari tindak pidana:

a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;
n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;

38
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih,
yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga
merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

Unsur delik setiap orang

Bahwa mengenai unsur setiap orang perlu dihubungkan dengan ketentuan


Pasal 1 Ayat 9 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Bahwa sedangkan korporasi dirumuskan dalam ketentuan BAB I, Pasal 1


Ayat 10 yang menyatakan Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau
kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan
badan hukum;

Bahwa apakah unsur delik setiap orang ini telah dirumuskan dalam Surat
Dakwaan dan sudah memadukan dengan uraian perbuatan materil (fakta)
yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan;

Bahwa untuk menjawab pertanyaan ini harus dijawab terlebih dahulu


pertanyaan apakah Terdakwa yang dimaksud dalam surat dakwaan Penuntut
Umum adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi;

Bahwa ternyata tidak mudah menjawab pertanyaan ini oleh karena pada
bagian Identitas Terdakwa Surat Dakwaannya Penuntut Umum menyebut
Terdakwa adalah orang perseorangan, yaitu yang bernama lengkap
WANDA ALFATI AKBAR;

39
Bahwa akantetapi pada bagian Dakwaan baik Dakwaan kesatu dan kedua
Surat Dakwaan Penuntut Umum menyebut terdakwa dengan sebutan
terdakwa WANDA ALFATI AKBARA selaku Direktur Utama PT Akbar
Senada Group,

Bahwa dengan penyebutan yang saling bertentangan dalam Surat Dakwaan


Penuntut Umum antara bagian Identitas Terdakwa dan bagian Dakwaan
seperti dikemukakan di atas, maka menjadi tidak jelas apakah Terdakwa
didakwa sebagai orang perorangan atau dalam kedudukannya selaku
Direktur Utama PT Akbar Senada Group yang oleh demikian itu bertindak
untuk dan atas nama PT Akbar Senada Group;

Bahwa apabila Terdakwa didakwa dalam kedudukannya selaku Direktur


Utama PT Akbar Senada Group, maka berarti segala tindakannya itu
dilakukan untuk dan atas nama PT Akbar Senada Group, bukan untuk
dirinya sendiri

Bahwa lebih lanjut apabila Terdakwa didakwa dalam kedudukannya selaku


Direktur Utama PT Akbar Senada Group, maka berarti unsur delik setiap
orang dalam Surat Dakawan Penuntut Umum adalah korporasi, dan bukan
orang perseorangan;

Bahwa oleh karena dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak jelas
apakah Terdakwa didakwa sebagai orang perorangan atau dalam
kedudukannya selaku Direktur Utama PT Akbar Senada Group yang oleh
demikian itu bertindak untuk dan atas nama PT Akbar Senada Group, maka
kualifikasi pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Surat Dakwaan
Penuntut Umum harus dipandang tidak jelas.

3. SURAT DAKWAAN TIDAK LENGKAP

Majelis Hakim yang Terhormat,


Saudara Penuntut Umum, Terdakwa, dan Hadirin yang kami hormati,
Sidang yang kami muliakan,

Lengkap adalah bahwa dalam menyusun surat dakwaan harus diuraikan


unsur-unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam UU secara lengkap dalam

40
arti tidak boleh ada yang tercecer/ tertinggal tidak tercantum dalam surat
dakwaan. Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa dimana semua harus
diuraikan, baik unsur tindak pidana yang didakwakan, perbuatan materiil,
waktu dan tempat dimana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satupun
yang diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di dalam sidang pengadilan
yang ketinggalan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan


Nasional danBalai Pustaka, Tahun2001, halaman660 menguraikan kata
lengkap diartikan sebagaikomplit,genaptidakadakekurangannya.

Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam Pedoman Pembuatan Surat


Dakwaan terbitan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Tahun1985
halaman16 menyatakan bahwa:

Lengkap adalah bahwa Surat Dakwaan harusmencakup semua unsur-


unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap. Jangan sampai terjadi
ada unsur delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan
perbuata materiilnya secara tegas dalam Dakwaan, sehingga berakibat
perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut undang-undang

3.1 SURAT DAKWAAN TIDAK LENGKAP KARENA TIDAK


MENGURAIKAN MOTIF TERDAKWA DALAM MELAKUKAN
KEJAHATAN PENCURIAN

Majelis Hakim yang Terhormat,


Saudara Penuntu Umum, Terdakwa, dan Hadirin yang kami hormati,
Sidang yang kami muliakan,

Adapun dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, setelah meneliti


secara seksama, membaca secara seksama surat dakwaan tim Jaksa Penuntut
Umum, maka kami tiba pada suatu kesimpulan dimana Penuntut Umum tidak
mampu menguraikan apa sebenarnya motif terdakwa dalam melakukan
Tindak Pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, sudah
semestinya dan sudah seharusnya Jaksa Penuntut Umum mampu menguraikan
dengan jelas apa sebenarnya motivasi Terdakwa sehingga Terdakwa
melakukan pencurian. Apakah karena motif dendam, kekayaan atau mungkin
karena adanya suatu penyakit dari saudara Terdakwa untuk melakukan

41
perbuatan tersebut.Hal ini menurut kami penting untuk saudara Penuntut
Umum uraikan secara jelas sebab jika motivasi Terdakwa tidak diuraikan
secara jelas oleh sudara Jaksa Penuntut Umum maka Dakwaan secara materiil
menjadi kabur atau TIDAK JELAS.Hal ini kami dasarkan pada sebuah asas
Actus Non Facit Reum Nisi Es Mens Rea bahwa sebuah perbuatan baru
dikatakan sebagai kejahatan apabila adanya niat buruk sebelumnya.

Berdasarkan pemahaman kami di atas, maka sudah secara nyata dan tegas
bahwa motif Terdakwa harus diuraikan secara jelas oleh Jaksa Penuntut
Umum agar persidangan dapat menilai benar tidaknya sifat jahat pada diri
Wanda Alfati Akbar, S.E.,M.E.,

Majelis Hakim yang mulia, Kelalaian Jaksa Penuntut Umum yang tidak
menguraikan elemen motif ini mengakibatkan dakwaan menjadi kabur dan
TIDAK JELAS, karena uraian tentang motif ini tidak ada dalam dakwaan,
maka makin memperjelas keyakinan kita semua bahwa dakwaan terhadap
Terdakwa Wanda Alfati Akbar S.Eadalah dakwaan yang mengada-ada
sehingga Surat Dakwaan Penuntut Umum BATAL DEMI HUKUM

3.2 SURAT DAKWAAN TIDAK LENGKAP KARENA TIDAK


MENYEBUTKAN PERBUATAN TERDAKWA DIGOLONGKAN KE
DALAM BAGIAN APA

Bahwa dakwaan saudara Penuntut Umum KESATU dalam konstruksinya


menggunakan Pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHPidana yang berbunyi: .Mereka
yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan.
Bahwa dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum tidak menyebutkan secara Eksplisit
(jelas) perbuatan Terdakwa digolongkan ke dalam bagian apa. Akibat Ketidak
lengkapan rumusan Dakwaan Saudara/Jaksa Penuntut Umum, kami menafsirkan
bahwa menurut asumsi Saudar /Jaksa Penuntut Umum Pencurian di waktu
malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang dilakukan oleh
beberapa orang atau menurut istilah Hukum Pidana adalah Deelneming.

Deelneming adalah apabila dalam suatu delik tersangkut beberapa orang. 1).
Dalam penafsiran kami saudara Jaksa/ Penuntu Umum beranggapan bahwa
Terdakwa digolongkan ke dalam menyuruh melakukan.

Bahwa dalam bukunya Prof. Satochid Kertanegara kumpulan kuliah hukum


pidana Prof. Satochid Kertanegara bagian kedua, terbitan balai lektur

42
mahasiswa, halaman 4 mendefisikan deel naming adalah Seseorang yang
berkehendak untuk melakukan sesuatu delik tidak melakukannya sendiri, akan
tetapi menyuruh orang lain melakukannya. Dalam dakwaan Jaksa Penuntum
Umum tidak dijelaskan secara lengkap mengenai kedudukan Terdakwa dalam
bentuk suruhan yang Terdakwa lakukan kepada Rahmat tahir, Krisogonus
Dagama Pakur. Jaksa Penuntut Umum juga tidak lengkap menguraikan bentuk
keterlibatan Faksi Septian yang masih menjadi DPO dalam perkara

Dengan tidak menguraikan peran dari masing-masing pihak di dalam dakwaan


secara lengkap, maka Penuntut Umum tidak seharusnya mengambil kesimpulan
bahwa Tindak Pidana Pencurian adalah akibat dari perbuatan Terdakwa atau
Rahmat tahir, dan Faksi Septian. Seharusnya dari rangkaian-rangkaian Perbuatan
dipilih satu Perbuatan Sebagai sebab dari pada akibat. Bila saudar Penuntut
Umum memahami ajaran kausalitas dalam hukum pidana, maka surat dakwaan
yang dibuat oleh saudar Penuntut Umum adalah keliru ketika mengatakan:
Bahwa akibat perbuatan Terdakwa, Rahmat Tahir dan Faksi Septian
mengakibatkan.. Bahwa dalam buku Prof Satochid Kertanegara tentang
kumpulan kuliah pidana bagian satu: ajaran causalitas (sebab akibat) yang
dikemukakan oleh Treager yang dikenal dengan individualierende theorie
menjelaskan bahwa cara mencari sebab ialah setelah akibatnya timbul, yaitu
dengan mencari keadaan nyata , in concreto.Menurut bricmayer dengan teorinya
de meets werkzame factor-nya yang harus dianggap sebagai sebab dari pada
akibat yang timbul adalah delunst werkazame factor (factor yang paling
utama), yaitu: perbuatan yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap timbulnya
akibat. Jadi sebelum mengambil kesimpulan dari akibat yang ada, seharusnya
jaksa penuntut umum terlebih dahulu menjelaskan secara lengkap dan runtut
keterlibatan dan peran dari masing-masing pihak di dalam perkara ini, bukanya
hanya mengambil kesimpulan hanya dilihat dari akibat yang ditimbulkan.Maka,
berdasarkan pada uraian tersebut di atas, selayaknya Majelis Hakim menyatakan
SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM BATAL DEMI HUKUM
(ABSOLUT NIETIG).

43
4. SURAT DAKWAAN PREMATUR

Majelis Hakim yang Terhormat,


Saudara Penuntu Umum, Terdakwa, dan Hadirin yang kami hormati,
Sidang yang kami muliakan,

Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dikenal tahapan-tahapan dalam proses


pencucian uang yang terdiri atas :

a. Placement, merupakan upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu


aktifitas kejahatan melaui sistem keuangan. Dalam hal ini terdapat pergerakan
fisik uang tunai dari luar sistem keuangan masuk ke dalam sistem keuangan.
Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut :

- penempatan dana dalam bentuk tabungan, giro, deposito;

- pembayaran angsuran kredit;

- setoran modal secara tunai.

- penukaran uang;

- pembelian polis asuransi;

- pembelian produk sekuritas atau surat-surat berharga;

b. Layering (pelapisan) diartikan sebagai upaya untuk memisahkan atau lebih


menjauhkan hasil kejahatan dari sumbernya atau menciptakan serangkaian
transaksi yang kompleks untuk menyamarkan/mengelabui sumber dana haram
tersebut dengan cara-cara sebagai berikut :

- dana hasil placement, selanjutnya dipindahkan dari suatu rekening atau lokasi
tertentu ke rekening atau lokasi lain

- pembukaan sebanyak mungkin rekening-rekening perusahaan-perusahaan fiktif


untuk menerima dana hasil placement dengan memanfaatkan ketentuan rahasia
bank, terutama di negara-negara yang tidak kooperatif dalam upaya memerangi
kegiatan pencucian uang.

44
- menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang
yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah;

- transaksi yang dilakukan dalam jumlah relatif kecil namun dengan frekuensi
yang tinggi untuk menghindari pelaporan transaksi tunai (structuring).

- transaksi dilakukan dengan menggunakan beberapa rekening atas nama


individu yang berbeda-beda untuk kepentingan satu orang tertentu (smurfing).

- melakukan transaksi di bursa saham dengan menggunakan dana dari hasil


placement.

c. Integration, yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai


suatu legitimate explanation bagi hasil kejahatan. Di sini uang yang telah
dicuci melalui placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan
resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktifitas kejahatan
sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang dicuci. Pada tahap ini uang
yang telah dicuci dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk tertentu
sesuai aturan hukum. Cara-cara yang lazim dilakukan dalam tahapan ini seperti :

- menggabungkan uang yang telah dicuci dengan uang yang sah untuk kegiatan
bisnis atau investasi yang sah

- melakukan setoran modal bank dengan sumber dana dari perusahaan yang
diciptakan untuk menampung hasil uang haram dan sumber dana yang sah

- sumbangan untuk kegiatan sosial melalui yayasan, seperti rumah sakit,


pendidikan, amal, dan pendirian tempat Ibadan dari uang hasil pencucian.

-pemanfaatan lain untuk kegiatan tertentu seperti pembelanjaan untuk konsumtif


atau pembiayaan kegiatan lain yang tidak legal. Ketiga tahapan pencucian uang
tersebut pada dasarnya dilakukan untuk menciptakan disassociation antara
uang atau harta hasil kejahatan dengan si penjahat serta tindak pidananya,
sehingga proses hukum konvensional akan mengalami kesulitan dalam melacak
si penjahat dan menemukan jenis tindak pidananya. Sebagaimana diketahui, harta
kekayaan dari hasil kejahatan merupakan titik terlemah dari kejahatan itu sendiri.
Apabila hasil kejatan dapat ditelusuri, maka akan secara mudah diidentifikasi
pihak-pihak yang terkait (pelaku tindak pidana) dan pada akhirnya teridentifikasi
tindak pidananya. Atas dasar hal ini, hadir suatu pendekatan baru dalam
mengungkap suatu tindak pidana melalui penulusuran hasil tindak pidana yang
dikenal dengan mekanisme anti pencucian uang. Dengan kata lain, pendekatan
anti pencucian uang ini, gap antara hasil tindak pidana, perbuatan pidana dan

45
pelaku tindak pidana akan di-association-kan kembali yang pada akhirnya aparat
penegak hukum dengan mudah menjerat si penjahat melalui penelusuran hasil
kejahatan itu sendiri.

Proses pendeteksian kegiatan pencucian uang baik pada tahap placement,


layering, dan integration akan menjadi dasar untuk merekonstruksi asosiasi
antara uang atau harta hasil kejahatan. Apabila telah terdeteksi dengan baik,
proses hukum dapat segera dimulai, baik dalam rangka mendakwa tindak pidana
pencucian uang maupun kejahatan asalnya yang terkait.

Dalam uraian kejadian yang terdapat dalam Surat Dakwaan, Saudara Penuntut
Umum tidak dapat menguraikan tentang terjadinya tahap integration, yang
merupakan salah satu tahap dari tindak pidana pencucian uang yang harus
dipenuhi agar perbuatan tersebut dapat dikatakan pencucian uang.

Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa Saudara Penuntut Umum terlalu
tergesa-gesa dalam menentukan kualifikasi perbuatan Terdakwa sebagai Tindak
Pidana Pencucian Uang dan membawa perkara pidana atas nama Terdakwa
Wanda Alfati Akbar, S.E.M.E., bin Zaki ke Pengadilan.

Berdasarkan uraian di atas, Penasihat Hukum sudah cukup membuktikan bahwa


dakwaan yang disusun oleh Saudara Penuntut Umum dapat dinyatakan
Prematur.

Oleh karena itu, kami selaku Advokat atau Penasehat hukum Terdakwa
WANDA ALFATI AKBAR,S.E.,M.M., berpendapat bahwa, Jaksa Penuntut
Umum telah salah mendakwa Terdakwa WANDA ALFATI AKBAR,S.E.,M.M.,
sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 89 KP/PID/2008. Disebabkan
tiada satupun unsur delik yang dilakukan oleh Terdakwa yang sesuai pada Pasal
363 ayat (2) KUHP dan pasal 3 undang-undang no 8 tahun 2010 tentang
pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Selain Rahmat Tahir, seseorang yang telah melakukan unsur delik yang
didakwakan terhadap Terdakwa ini adalah, saudara Krisogonus Dagama Pakur
,karena telah membantu dalam melakukan pencurian tersebut,dan menyalurkan
uang hasil pencurian ke beberapa bank di luar negeri maupun dalam negerI,dan
Faksi Septian selaku pembantu atau memberikan bantuan dalam melakukan
pencurian tersebut.

46
KESIMPULAN DAN PERMOHONAN

Maka berdasarkan segala uraian dan fakta hukum seperti dikemukakan diatas, kami
selaku Advokat Terdakwa berkesimpulan bahwa surat dakwaan yang diajukan oleh
Penuntut Umum jelas telah mengandung cacat formal disamping tidak memenuhi
ketentuan Pasal 143 ayat (2) Huruf b KUHAP. Bahwa Surat Dakwaan tidak
memenuhi unsur-unsur materiil, karena tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap
menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan, yang artinya Surat Dakwaan
Jaksa Penuntut Umum dalam Perkara aquo Obscur Libel (kabur).

Memperhatikan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara aquo ,


maka kami berkesimpulan bahwa Surat Dakwaan tersebut tidak memenuhi syarat
materiil sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

Bahwa dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak menguraikan secara


lengkap dan jelas keadaan-keadaan yang melekat pada tindak pidana (Circumtances)
dan keadaan-keadaan yang melekat pada tindak pidana terutama dalam keadaan
khusus (particullar circumtances) yang didakwakan kepada TerdakwaWANDA
ALFATI AKBAR,S.E.,M.M Bin Zakki

Dengan demikian unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan tidak


dijelaskan secara keseluruhan, terdapat kekaburan dalam Surat Dakwaan, bahkan
hakikatnya Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak memuat secara jelas dan
lengkap unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dan dengan sendirinya
mengakibatkan tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa bukan merupakan
Tindak Pidana.

47
Bahwa dalam proses penyidikan Penyidik pada Kantor Dikreskrimsus Polda
Metro Jaya Jakarta Pusat telah menghilangkan hak Terdakwa yang pada saat itu
menjadi tersangka. Karena tidak menunjuk ataupun menawarkan jasa Advokat bagi
Terdakwa yang jelas-jelas ketentuan Pasal yang akan dikenakan kepada Terdakwa
memuat sanksi pidana yang ancaman hukumannya lebih dari 15 tahun.
Akhirnya berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, kiranya sudah cukup
alasan bagi kami Advokat / Penasehat Hukum Terdakwa memohon kepada Majelis
Hakim Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili tindak pidana umum
dengan Nomor Register Perkara 10/Pid.Sus/2011/PN.Jkt.Pst memutuskan :

1. Menerima nota keberatan kami tersebut;


2. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan Nomor
Register Perkara PDS:7/JKTPST/4/2011 Tersebut batal demi
hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima;
3. Menyatakan membebaskan dan melepaskan Terdakwa dari segala
Dakwaan Hukum;
4. Memerintahkan Terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan.
5. Membebankan biaya perkara kepada negara.

ATAU

Bilamana Majelis Hakim berpendapat lain, maka kami mohon agar diberikan
putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono), demi tegaknya keadilan
berdasarkan hukum yang berlaku dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikianlah
Eksepsi/Keberatan Advokat/ Penasehat Hukum Terdakwa ini kami sampaikan dengan
sebenar-benarnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan
keteguhan iman kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A
Quo Agar dapat memberikan putusan sela yang seadil-adilnya, atas perhatian Majelis
Hakim, kami ucapkan Terima Kasih.

48
Jakarta ,17 Maret 2011

Hormat Kami

Penasehat Hukum Terdakwa,

ABDUL AZIZ RAHMAT, S.H., M.H. VERDINAN PRADANA, S.H.M.H.,

SOFIATUN TASLIYAH, S.H.,M.H.

49

Anda mungkin juga menyukai