PENDAHULUAN
Salah satu poin dalam UU Nomor 32 tahun 2004 yang menjadi perhatian
utama public adalah pemberlakuan pemilihan kepala daerah secara langsung
(pemilukada). Sistem ini diharapkan dapat memperkuat sistem pemerintahan
daerah di Indonesia, meningkatkan kinerja pemerintah daerah serta lebih dapat
menyerap aspirasi masyarakat sehingga pembangunan yang dilakukan dapat
menyesuaikan kebutuhan daerah. Jika kinerja mereka buruk, tentu rakyat dapat
menghukum mereka pada pemilihan kepala daerah berikutnya.
Politik patrimonial yang kuat dalam politik telah menempatkan lembaga-
lembaga demokrasi dalam posisi yang rapuh (Choi, 2009). Hal ini berdampak
pada checks and balances kurang efektif. Maka kepala daerah saat ini tidak lagi
bertanggung jawab kepada DPRD karena mereka dipilih secara langsung oleh
rakyat, bukan oleh legislatif. Pemilihan kepala daerah langsung juga menjadi
salah satu sebab munculnya masalah politik dinasti. Politik dinasti dapat
diartikan secara sederhana sebagai sejumlah kecil keluarga mendominasi
distribusi kekuasaan (Querrubin, 2010). Asako et al. (2010) mendefinisikan
politisi dinasti seperti mereka yang mewarisi jabatan publik yang sama dari
anggota keluarga mereka yang memegangnya sebelum mereka. Thompson
(2007) berpendapat bahwa dinasti politik sebagai jenis lain transmisi kekuatan
politik baik langsung maupun tidak langsung, yang melibatkan hubungan
keluarga.
Public choice theory menggunakan asumsi dan teknik dari bidang ekonomi
untuk menggambarkan, menganalisis, dan memprediksi perilaku dalam
demokrasi sektor publik (Schneider dan Damanpour, 2002). Teori ini
berkontribusi sebagai landasan teoritis dalam refleksi besar pada ukuran dan
fungsi pemerintah (Schneider dan Damanpour, 2002). Teori ini diduga sebagai
salah satu pemicu gerakan reformasi pemerintah di seluruh dunia (Aucoin ,1990;
Gray dan Jenkins, 1995).
Teori ini menyatakan bahwa individu termotivasi oleh kepentingan diri sendiri
mereka (Buchanan dan Tullock, 1962 dalam Schneider dan Damanpour, 2002).
PCT menyatakan bahwa pejabat terpilih dan birokrat pemerintah yang mengaku
termotivasi oleh kepentingan umum pada proses pemungutan suara seringkali
berupaya memaksimalkan kepentingan diri mereka dan menggunakan sektor
publik sebagai tempat mereka untuk melakukannya di bawah kedok
kepentingan umum (Schneider dan Damanpour, 2002).
3. RUMUSAN MASALAH
Setelah melihat penjabaran diatas kami dapat menarik rumusan masalah sebagai
berikut :
a. Apakah yang dimaksud dengan politik dinasti?
b. Bagaimana praktik politik dinasti dapat berpengaruh negatif terhadap
akuntabilitas keuangan pemerintah daerah?
c. Bagaimana praktik politik dinasti berpengaruh negatif terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah?
d. Bagaimana akuntabilitas publik yang diproksikan oleh sistem pengendalian
intern dapat meminimalisir dampak negatif praktik politik dinasti terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah?
e. Apakah politik dinasti memiliki hubungan dengan kerugian daerah?
4. PERMASALAHAN
Agency Theory
Secara alami, masalah keagenan akan muncul karena setiap individu diasumsikan
mempunyai preferensi untuk memaksimalkan kepentingan pribadi yang
kemungkinan besar berlawanan dengan kepentingan individu lain (Jensen dan
Meckling, 1976). Untuk meminimalisasi masalah keagenan yang muncul akibat
perbedaan kepentingan ini maka dibuatlah kontrak antara prinsipal dan agen. Hal
yang sama terjadi dalam pemerintahan, yaitu kontrak antara agen (pemerintah)
dengan prinsipal (rakyat). Pemilihan agen yang tepat dan berkompeten
merupakan salah satu langkah utama dalam upaya meminimalisasi biaya
keagenan yang mungkin ditimbulkan serta dapat meningkatkan kesejahteraan
prinsipal. Proses pemilihan agen bersifat demokratis sesuai dengan amanat UU
Nomor 32 Tahun 2004 yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja agen dalam
meningkatkan kesejahteraan prinsipal masih menyisakan masalah, salah satunya
adalah masalah politik dinasti.
Public choice theory menggunakan asumsi dan teknik dari bidang ekonomi untuk
menggambarkan, menganalisis, dan memprediksi perilaku dalam demokrasi
sektor publik (Schneider dan Damanpour, 2002). Teori ini berkontribusi sebagai
landasan teoritis dalam refleksi besar pada ukuran dan fungsi pemerintah
(Schneider dan Damanpour, 2002). Teori ini diduga sebagai salah satu pemicu
gerakan reformasi pemerintah di seluruh dunia (Aucoin ,1990; Gray dan Jenkins,
1995).
Asumsi perilaku dalam PCT terletak pada prinsip-prinsip yang menjadi ciri
bidang ekonomi dalam ilmu-ilmu sosial dan berfokus pada individu sebagai unit
analisis (dikenal sebagai metodologi individualisme) dan mengasumsikan bahwa
individu menunjukkan perilaku rasional untuk memaksimalkan utilitas mereka
(Mueller, 1989 dalam Schneider dan Damanpour, 2002). Teori ini menyatakan
bahwa individu termotivasi oleh kepentingan diri sendiri mereka (Buchanan dan
Tullock, 1962 dalam Schneider dan Damanpour, 2002).
Politik Dinasti
Politik dinasti dapat diartikan secara sederhana sebagai sejumlah kecil keluarga
mendominasi distribusi kekuasaan (Querrubin, 2010). Thompson (2007)
berpendapat bahwa dinasti politik sebagai jenis lain transmisi kekuatan politik
baik langsung maupun tidak langsung, yang melibatkan hubungan keluarga. ).
Pemilihan kepala daerah langsung juga menjadi salah satu sebab munculnya
masalah politik dinasti. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan politisi dinasti dalam mempertahankan dan memperluas basis
kekuasaan mereka. Pertama, nama keluarga memberikan keuntungan pemilu atas
pesaing non-dinasti (Rossi, 2009). Pengendalian negara yang lemah dan oligarki
keluarga yang kuat juga memberikan kontribusi terhadap munculnya dinasti
politik, terutama di negara-negara demokrasi baru (Mc.Coy, 2009).
Salah satu wujud pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good public
governance) adalah dengan penerapan sistem pengendalian intern di lingkungan
pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 mengatur tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah mendefinisikan Sistem Pengendalian
Intern sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Kerangka Pemikiran