Anda di halaman 1dari 9

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan
ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang
mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.
Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya, Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat
penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan
koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan
DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis malam. Meski
DIC merupakan keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya
menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter dari
berbagai disiplin. DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan
oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu
oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin
dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula
yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang
teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada
mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis.
Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan
perdarahan dan terjadi efek anti hemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di
mukosa,tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi
akrosianosis, trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya
pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan lab akan ditemui
trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang, penurunan fibrinogen bebas dibarengi peningkatan
produk degradasi fibrin, seperti D-dimer.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah DIC itu?

2. Apakah etiologi dari DIC itu?

3. Apakah Manifestasi Klinis dari DIC itu?

4. Bagaimana Patofisiologi dari DIC itu ?

5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dari DIC itu?

6. Bagaimana Penatalaksanaan dari DIC itu?


C.Tujuan

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari DIC.

2. Untuk mengetahui etiologi dari DIC .

3. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari DIC.

4. Untuk mengetahui Patofisiologi dari DIC.

5. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dari DIC.

6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari DIC.

D. Manfaat

1. Agar tahu pengertian dari DIC.

2. Agar tahu etiologi dari DIC .

3. Agar tahu Manifestasi Klinis dari DIC.

4. Agar tahu Patofisiologi dari DIC.

5. Agar tahu Pemeriksaan Diagnostik dari DIC.

6. Agar tahu Penatalaksanaan dari DIC.

BAB II

Pembahasan

1. PENGERTIAN
DIC merupakan suatu keadaan unik yang ditandai oleh pembentukan emboli multiple diseluruh
mikrovaskular. DIC dikarateristikan oleh akselerasi proses koagulasi dimana thrombosis dan hemoragi
terjadi secara simultan (Handayani,2008:126). DIC merupakan suatu keadaan dimana system koagulasi
dan atau fibrinotik teraktivasi secara sistematik, menyebabkan koagulasi intravaskuler luas dan melebihi
mekanisme antikoagulan alamiah.KID merupakan kejadian antara yang disebabkan oleh kelainan yang
jelas dengan patofisiologi dan manisfestasi klinis yang berfariasi. (Sukrisman , 2006:767).

2. ETIOLOGI

Infeksi bakteri, terutama septikemia, memegang peranan penting dalam terjadinya DIC, baik itu infeksi
gram positif atau gram negatif. Selain itu infeksi virus dan parasit juga dapat memicu terjadinya DIC.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan DIC pada pasien dengan infeksi biasanya berkaitan spesifik
dengan komponen membran sel mikroorganisme tersebut. Sebagaimana kita tahu, bakteri memiliki
endotoksin dan eksotoksin yang menyebabkan inflamasi, jika inflamasinya sudah sangat berat dan
sistemik, akan mengaktivasi sitokin-sitokin proinflamatori. Trauma berat juga merupakan kondisi klinis
lain yang sering menyebabkan DIC. Pada trauma berat akan terjadi pelepasan materi jaringan dalam
jumlah besar ke aliran pembuluh darah. Pelepasan ini berbarengan dengan hemolisis dan kerusakan
endotel sehingga akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah besar kemudian
mengakivasi pembekuan darah secara sistemik.

Perdarahan ini terjadi karena hal-hal sebagai berikut :

hipofibrinogenemia

trombositopenia

beredarnya anti koagulan dalam sirkulasi darah

fibrinolisis berlebihan

Penyakit-penyakit yang menjadi presdiposisi DIC adalah sebagai berikut : Infeksi(demam berdarah
Dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia).
Komplikasi kehamilan(solusio plasenta, kematian janin intraunterin, emboli cairan amnion) Setelah
operasi (operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi,spleknetomi).Keganasan
(karsinoma prostat, karsinoma paru, dan leukemia akut). (Handayani,2008:126)

3. Manifestasi Klinis

Gejala yang sering timbulpada klien DIC adalah sebagai berikut :


1. Perdarahan dari tempat-tempat fungsi, luka, dan membrane mukosa pada klien dengan syok,
komplikasi persalinan, sepsis /kanker.

2. Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum.

3. Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna.

4. Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan.

5. Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal. (Handayani,2008:126)

4. PATOFISILOGI

Patofisiologi 1: Consumptive Coagulopathy

Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah secara
sistemik.Trombosit yang menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai
tanda-tanda perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC. Karena dipicu
penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam
pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang mengarah
pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan terjadi
komplikasi perdarahan. Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem
fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis
(akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien
dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini
cukup menyulitkan untuk dikenali dan ditatalaksana.Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan
mekanisme yang cuku kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama, pembentukan trombi
dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya
pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara terus-
menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga
menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Jadi
sistem-sistem yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik
PAI-1. Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas
fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun karena
penatalaksanaan DIC relatif suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka tulisan ini akan
membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC.

Patofisiologi 2: Depresi Prokoagulan

DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab utamanya. Karena banyak
sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan darah, banyak pula penyakit yang akhirnya
dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin
(diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir
terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.

Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya bakteremia atau
endotoksemia melalui mekanisme antigen- antibodi. Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal
ialah sistem VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik.
Aktivasi pembekuan darah sangat dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur
ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin.

Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel- sel endotelial. Sebagian
penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear. Kelainan
fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-faktor pembekuan darah dapat
melipat gandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam membentuk fibrin.Kadar inhibitor
trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan
kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin,degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi
yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin
III pada pasien DIC berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang
rendah juga diduga berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ. Berkaitan
dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem protein C sebagai
antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down regulation trombomodulin akibat
sitokin proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-) dan
interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimoge pembentuk protein C akan menyebabkan
total protein C menjadi sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai
penelitian pada hewan (tikus) telah menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas
dan mortalitas DIC. Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang
berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan tissue
factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor pembekuan (bukan
memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah kecil,
namanya pun jarang sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkan TFPI
rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh jadi meningkat dari angka normal,
ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh
senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat
dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan.

Patofisiologi 3: Defek Fibrinolisis

Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti, karenanya endapan
fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau endotoksemia,
sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang
umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan aktivator plasminogen)
tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa
kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe
adenokasrsinoma (mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih
ditemukan di mana- mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut
menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk
kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ,
bahkan kematian.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Diagnostik laboratorium Gambaran hasil pemeriksan laboratorium pada KID sangat

bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh penyakit yang mendasarinya. Leukositosis sering ditemukan,
granulositopenia juga dapat terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang belakang untuk
mengimbangi kerusakan neutrofil. Trombositopenia.

2. Pemeriksaan hemostatis yang secara rutin dapat dilakukan adalah: masa protrombin(PT) masa
tromboplastin parsial teraktivasi (aPPT), D-dimen antitrombin-III, fibrinogen dan masa protombin.

3. Pemeriksaan fragmen protombin 1+2, fibrinogen degradation product (FDP). Hasil pemeriksaan darah
menunjukkan hipofibrigenemia, peningkatan produk hasil degradasi fibrin, trombositopenia, dan waktu
protombin yang memanjang.

4. Pemeriksaan Laju Endap Darah laju endap darah bukan dinyatakan tinggi / rendah tapi cepat atau
lambat. Kasarnya kecepatan darah itu mengendap dalam 1 jam (mm/jam) kalau lebih cepat mengendap
berarti eritrosit atau sel darah merahnya sedikit, atau ukuran eritrositnya besar dibandingkan orang
normal, laju endap darah normalnya 1 -15 mm/ jam.

(Karamel, 2001 :559)

6. PENATALAKSANAAN

Keperawatan

a. Anjurkan klien untuk melakukan tirah baring

b. Melakukan pemeriksaan fisik pada klien

c. Mengatur suhu ruangan dan tempat tidur klien.

d. Mengobservasi TTV.

Medis

Penatalaksaan yang dilakukan pada klien dengan DIC adalah sebagai berikut :
a. Mengobati penyakit dasar. Dengan membaiknya penyakit yang dasar komplikasi patologik sebagai
timbulnya DIC akan hilang, dan dengan sendirinya diharapkan DIC juga akan hilang.

b. Tindakan pendukung seperti oksigen suplemen dan cairan IV untuk mempertahannkan tekanan darah.

c. Terapi heparin (dapat diberikan 200 U/kg BB IV tiap 4-6 jam.

d. Terapi pengganti (darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar , tranfusi trombosit,
dan plasma beku segar untuk mengontrol perdarahan.

e. Obat penghambat fibrinolitik (amicar) yang memblok akumulasi produk degradasi fibrin dan harus
diberikan setelah terapi heparin dapat diberikan plasma yang mengandung faktor VII, sel darah merah,
dan trombosit.

f. Pengobatan suportif, yaitu mempertahankan hemodinamik, tekanan darah, membebaskan jalan nafas
untuk menjamin pertukaran gas, menjaga keseibangan asam basa dan elektrolit.

( Handayani,2008:127)
BAB III

Penutup
DAFTAR PUSTAKA

Norman K, 2004 Alternatif pengobatan untuk koagulasi intravascular diseminata

Ners. Wiwik handayani S.Kep. dan dr.Andi Sulistyo. Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.

Tambunan. L.Karamel. 2001. Buku ajar Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai