Anda di halaman 1dari 20

REFLEKSI KASUS Juli 2014

Anestesi pada Fraktur Mandibula

Nama : Fadly

No. Stambuk : N 111 12 042

Pembimbing : dr. Sofyan B., Sp.An

DEPARTEMEN ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


FKIK UNTAD RSUD UNDATA
PALU
2014
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang

rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik bersifat total ataupun parsial. Trauma

penyebab fraktur dapat berupa trauma langsung atau tidak langsung.

Penderita trauma yang datang ke rumah sakit tak jarang dijumpai dengan

trauma wajah dan sebagian besar melibatkan mandibula. Trauma yang melibatkan

mandibula disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, olahragawan

dan penganiyayaan yang menyebabkan gangguan fungsi bicara, gangguan

mengunyah dan deformitas wajah.

Klinis fraktur mandibula berupa maloklusi gigi atau pergerakan abnormal

dari bagian-bagian mandibula pada saat buka mulut. Fraktur mandibula dua kali

lebih banyak pada kecelakaan lalu lintas.

Penanganan trauma wajah serius sering terlambat oleh karena menunggu

stabilnya jalan napas dan hemodinamik, penanganan trauma serius lainnya seperti

trauma kepala, dada dan skeletal. Hal-hal tersebut masih merupakan masalah

dalam penanganan trauma wajah tepat waktu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fraktur Mandibula

2.1.1 Definisi

Fraktur mandibula adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang pada

mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat

berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.

Fraktur mandibula dapat dibagi menjadi dua kelompok utama :

1. Fraktur tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan lunak

2. Fraktur dengan terbukanya tulang disertai dengan kerusakan yang hebat dari

jaringan lunak

Mandibula mudah terkena cedera karena posisinya yang menonjol, sehingga

mandibula mudah menjadi sasaran pukulan dan benturan. Daerah yang lemah

pada mandibula adalah daerah subkondilar, angulus mandibula, dan daerah

mentalis.

2.1.2 Etiologi

Benturan yang keras pada wajah dapat menimbulkan fraktur mandibula.

Toleransi mandibula terhadap benturan lebih tinggi daripada tulang-tulang wajah

yang lain. Fraktur mandibula lebih sering terjadi daripada fraktur tulang wajah

yang lain karena bentuk mandibula yang menonjol sehingga sensitif terhadap

benturan. Pada umumnya fraktur mandibula disebabkan oleh karena trauma

langsung.
Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses

patologik.

1. Fraktur traumatik disebabkan oleh :

a. Kecelakaan kendaraan bermotor (50.8%)

b. Terjatuh (22.3%)

c. Kekerasan atau perkelahian (18.8%)

d. Kecelakaan kerja (2.8%)

e. Kecelakaan berolahraga (3.7%)

f. Kecelakaan lainnya (1.6%)

2. Fraktur patologik

Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis

imperfekta, osteomieleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.

2.1.3 Klasifikasi

Secara umum klasifikasi fraktur mandibula dapat diklasifikasikan

berdasarkan terminologi, yaitu :

1. Tipe fraktur

a. Fraktur simple atau fraktur tertutup, yaitu keadaan fraktur dengan jaringan

lunak yang terkena tidak terbuka.

b. Fraktur kompoun atau fraktur terbuka, yaitu keadaan fraktur yang

berhubungan dengan lingkungan luar, yakni jaringan lunak seperti kulit,

mukosa atau ligamen periodontal terpapar di udara.

c. Fraktur komunisi, yaitu fraktur yang terjadi pada satu daerah tulang yang

diakibatkan oleh trauma yang hebat sehingga mengakibatkan tulang

hancur berkeping-keping disertai kehilangan jaringan yang parah.


d. Fraktur greenstick, yaitu fraktur tidak sempurna dimana pada satu sisi dari

tulang mengalami fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih

terikat. Fraktur ini sering dijumpai pada anak-anak.

e. Fraktur patologis, yaitu fraktur yang diakibatkan oleh adanya penyakit

pada mandibula, seperti osteomielitis, tumor ganas, kista atau penyakit

tulang sistemik. Proses patologis pada mandibula menyebabkan tulang

lemah sehingga trauma yang kecil dapat mengakibatkan fraktur.

2. Lokasi fraktur

Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur

mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah sebagai berikut :

a. Dentoalveolar

b. Kondilus
c. Koronoideus

d. Ramus

e. Sudut mandibula

f. Korpus mandibula

g. Simfisis

h. Parasimfisis

3. Pola fraktur

a. Fraktur unilateral adalah fraktur yang biasanya tunggal pada satu sisi

mandibula saja.

b. Fraktur bilateral adalah fraktur yang sering terjadi akibat kombinasi

trauma langsung dan tidak langsung, terjadi pada kedua sisi mandibula.

c. Fraktur multipel adalah variasi pada garis fraktur dimana bisa terdapat dua

atau lebih garis fraktur pada satu sisi mandibula. Lebih dari 50% dari

fraktur mandibula adalah fraktur multipel.


2.1.4 Gejala fraktur mandibula

Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi

rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan

rahang atas. Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa

yang sakit jika menggerakkan rahang, Pembangkakan pada posisi fraktur juga

dapat menetukan lokasi fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat

pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang

digerakkan, laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah

sekitar fraktur, discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat

pembengkaan, terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan

mulut, hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal

mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self cleansing

karena gangguan fungsi pengunyahan.

Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat

kerusakan hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus,

hematom, edema pada jaringan lunak. Jika terjadi obtruksi hebat saluran nafas

harus segera dilakukan trakeostomi, selain itu juga dapat terjadi anasthesi pada

satu sisi bibir bawah, pada gusi atau pada gigi dimana terjadi kerusakan pada

nervus alveolaris inferior.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan

periapikal, dapat membantu.


- Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angel, fraktur pada

corpus posterior. Bagian kondilus, bicuspid dan daerah simfisis seringkali

tidak jelas.

- Tampilan oklusal mandibula menunjukkan perbedaan di posisi tengah dan

lateral fraktur body.

- Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial

ataulateral ramus, sudut, tubuh, atau fraktur simfisis.

CT scan juga dapat membantu:

- CT scan juga memungkinkan dokter untuk survei fraktur wajah daerah lain,

termasuk tulang frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan seluruh

sistem horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.

- Rekonstruksi kerangka wajah sering membantu untuk konsep cedera.

- CT scan juga ideal untuk fraktur condylar, yang sulit untuk memvisualisasikan

2.1.6 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat

kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah

termasuk penanganan syok (circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan

imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap

kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen

fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction)),

fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah
dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang

selesai.

2.2 Intubasi

2.2.1 Definisi

Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang

atau pipa melaluimulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian

atas atau trakhea. Pada intinya,Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan

pipa endotrakha ke dalam trakheasehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas

mudah dibantu dan dikendalikan.

2.2.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk

membersihkan salurantrakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap

paten, mencegah aspirasi, sertamempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi

bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta

mempertahankankelancaran pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan

tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.


2.2.3 Indikasi

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan

oksigenarteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian

suplai oksigenmelalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya

tekanankarbondioksida di arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau

sebagai bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat

atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

2.2.4 Kontra Indikasi

Menurut Gisele, 2002 ada beberapakontra indikasi bagi dilakukannya

intubasiendotrakheal antara lain :

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak

memungkinkanuntuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan

adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra

servical,sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

2.2.5 Kesulitan intubasi

Kesulitan yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer

Arif et.al., 2000) biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :

a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.


b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak

antaramental symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar

memerlukandepresi rahang bawah yang lebih lebar selama intubasi.

c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.

d. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).

e. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerangsendi

temporomandibuler, spondilitis servical spine.

f. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi

kepala pada leher di sendi atlantooccipital.

g. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkanfleksi

leher.

h. Fraktur servicali.

i. Rahang bawah kecil

j. Osteoarthritis temporo mandibula joint

k. Trismus.

l. Ada massa di pharing dan laring

2.2.6 Kegagalan intubasi

Hal yang perlu dilakukan apabila terjadi keadaan gagal intubasi adalah

mengunakanalat-alat anestesi lain yang kemungkinan dapat berguna. Salah satu

yang dapat dan sangatsering digunakan serta menunjukkan angka keberhasilan

cukup tinggi adalah laryngeal mask airway (LMA) atau sungkup laring. Selain itu

pada keadaan yang sangat gawat, tindakankrikotiroidotomi dengan menggunakan

jarum yang besar dapat dilakukan


2.2.7 Komplikasi Intubasi

a. Selama Intubasi

- Aspirasi

- Trauma ggigi geligi

- Laserasi bibir, gusi, laring

- Spasme Bronchus

b. Setelah Intubasi

- Spasme laring

- Aspirasi

- Gangguan fonasi

- Edema glottis

- Infeksi laring, faring, trachea


BAB III

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. MA

Umur : 14 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Patah pada kedua gigi depan atas dan depan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk dengan keluhan patah pada kedua gigi depan atas dan depan

bawah. Keluhan tersebut dialami pasien sejak 5 hari yang lalu oleh karena

kecelakaan lalu lintas. Selain itu pasien juga mengalami nyeri pada rahang

bawah sebelah kiri terutama pada saat membuka mulut. Tidak ada keluhan

nyeri kepala, batuk, dan muntah. Tidak ada gangguan pada BAB dan BAK.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mempunyai riwayat penyakit asma

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada
Riwayat Imunisasi

Lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kondisi Umum : Sedang BB : 56 kg

Tingkat Kesadaran : Composmentis TB : 151 cm

Status Gizi : Cukup

Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Denyut Nadi : 86 x/menit

Suhu : 36,8C

Pernapasan : 22 x/menit

Kepala Leher

- Normocephali,

- Konjungtiva anemis (-/-),

- Sklera ikterik (-/-),

- Bengkak pada rahang sebelah kiri disertai nyeri tekan

- Sianosis (-)

- Malposisi incicivus atas kanan dan kiri serta malposisi incicivus bawah

kanan dan kiri disertai laserasi gusi di sekitarnya

- Tonsil tidak dapat dinilai


- Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)

Thoraks

Paru : Jantung :

- Normothoraks Bunyi jantung I-II murni, regular

- Ekspansi dada simetris kiri-kanan Murmur (-)

- Retraksi dinding dada (-/-) Gallop (-)

- Nyeri tekan (-/-)

- Bunyi paru : bronkovesikuler

- Bunyi tambahan : ronkhi (-/-),

wheezing (-/-)

Abdomen

Datar dan supel

Distensi (-)

Peristaltik (+) kesan normal

Nyeri tekan (-)

Ekstremitas

Akral hangat (+/+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab. Darah Rutin

WBC = 13.4 x 109/L Hb = 13.8 g/dL CT = 330

HCT = 45,3 % PLT = 443 x 109/L BT = 730


Kimia Darah

GDS = 64,8 mg/dL

Ureum = 47,2 mg/dL

Kreatinin = 0,94

SGPT = 58,8 mg/dL

SGOT = 53,6

Foto Rontgen Kepala posisi AP dan Lateral

Kesan fraktur angulus dan dentoalveolar mandibula

V. DIAGNOSIS

Fraktur Multiple Os Mandibula

VI. TERAPI

Jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk

penanganan syok (circulaation),

Terapi definitif (closed reduction dengan pemasangan arch bar dan

wire)

VII. RENCANA ANESTESI

Jenis Anestesi : Anestesi umum

Tehnik anestesi : Intubasi dengan ETT no. 6.0

Obat anestesi : Sevoflurane

Posisi : Supine

Premedikasi : Midazolam, Dexamethasone, Fentanyl

Medikasi/induksi : Propofol, Rocuronium


BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis fraktur mandibula pada pasien ini ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Status fisik pada pasien ini

dimasukkan ke dalam ASA II (pasien dengan kelainan sistemik ringan, tidak

terdapat keterbatasan fungsional dan aktivitas sehari-hari) dalam hal ini pasien

memiliki riwayat penyakit asma bronkhial.

Terdapat beberapa masalah anestesi pada kasus tersebut, yaitu :

1. Usia

Premedikasi dan induksi pada anak merupakan tantangan bagi ahli anestesi

karena pada waktu induksi sering menjadi trauma psikis pada anak. Begitu juga

dosis obat anestesi harus disesuaikan dengan usia dan berar badan anak. Pada

anak usia 6 18 tahun, walaupun rasa takut, cemas, dan khawatir masih menonjol,

biasanya anak sudah bersifat koperatif dan mengerti tindakan apa yang akan

dilakukan pada dirinya.

2. Jenis anestesi yang digunakan

Jenis anestesi yang diganakan bergantung pada penyakit dan keadaan

pasien. Pada pasien ini dipilih teknik general anestesi inhalasi dengan teknik

intubasi. Pada fraktur mandibula, proses intubasi akan sulit dan intubasi sebaiknya

dilakukan melalui nasofaringeal airway (hidung). Adapun penyulit intubasi

melalui oral pada fraktur mandibula, yaitu jika fraktur telah terjadi selama 3 bulan

dan belum dikoreksi, pembentukan hard callus selama proses bone healing akan

membuat pergerakan tulang menjadi kaku yang akan menyulitkan pasien


membuka mulut dalam proses intubasi. Pada pasien ini tetap dipilih metode

intubasi melalui oral dengan pertimbangan bahwa fraktur baru terjadi 5 hari yang

lalu sehingga belum terbentuk hard callus. Selain itu, penggunaan intubasi melalui

nasal akan menyebabkan komplikasi epistaksis dan diseksi submukosa.

Pemberian tampon setelah intubasi untuk menghindari pendarahan dan serpihan

tulang masuk kedalam jalan nafas.

3. Jenis premediksi/medikasi yang digunakan

Premedikasi yang diberikan pada pasien ini bergantung pada kondisi dan

riwayat penyakit pasien. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien memiliki riwayat

asma, olehnya itu sedapat mungkin dihindari pemberian premediksai/mediksasi

yang dapat merangsang bronkokonstriksi. Pada pasien ini tidak diberikan Petidine

pada premedikasi karena diketahui Petidine dapat merangsang bronkokonstriksi.

Persiapan sebelum operasi pada pasien ini diberikan premedikasi berupa

midazolam 2 mg (0,05-0,1mg/kgBB) intravena dan fentanyl 50 mcg. Kemudian

ditambahkan pemberian injeksi dexamethaasone intravena 5 mg untuk

mencegah/mengurangi kejadian timbulnya reaksi alergi selama dilakukan anestesi

dan pembedahan karena pasien memiliki riwayat asma.

Induksi anestesia dilakukan dengan pemberian propofol 100 mg (2 2,5

mg/kgBB) (intravena), setelah refleks bulu mata menghilang segera dilakukan

pemasangan ETT no.6. Setelah itu ditambahkan Rocuronium (@Roculax) 25 mg

(0,6-1,2 mg/kgBB IV) sebagai pelumpuh otot untuk mempermudah intubasi

endotrakea dan memberikan relaksasi otot rangka selama pembedahan.

Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan O2 dan

Sevoflurane dengan cara inhalasi dengan mesin anestesia. Selama operasi


berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu ahli anestesi

mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, supaya dapat

bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi

mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus menerus. Selama operasi

berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena RL. Setelah operasi selesai,

dilakukan tindakan suction dan reoksigenasi menggunakan face mask dengan

Oksigen 2-3 liter/menit.


DAFTAR PUSTAKA

W. Harry Archer, B.S., M.A., D.D.S.1975.Oral and Maxillofacial Edition


5th.Philadelphia:W. B. Saunders Comp.

Pierce A, Neil R. At a glance ilmu bedah. Alih bahasa. Umami V. Jakarta:


Erlangga, 2007: 85.

Sapardan S. Fraktur dan dislokasi. Dalam buku: Reksoprodjo S. eds. Kumpulan


kuliah ilmu bedah, Bagian ilmu bedah FKUI: Binarupa aksara, 1995: 502-
503.

Sjamsuhidajat R. Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua. Jakarta: EGC,
2005: 91-4.

Davidson,J.K.,Eckhardt III William F., Perese Deniz A., Clinical


anesthesiaProcedures of the Massachusetts General Hospital. 4th edition.
Boston, Little, Brownand Company, 1993G.3.

Edward Morgan, dkk., Clinical Anesthesiology, London,McGraw-Hill,20064.

Latief said A., Suryadi kartini A., Daehlan M. Ruswan, Petunjuk praktis
anestesiologi.2nd edition, Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas
Kedokteran UniversitasIndonesia, 2002.

Anda mungkin juga menyukai