Presentasi Stroke
Presentasi Stroke
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis
yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah kebagian dari otak. Dalam hal ini
ada dua jenis stroke yang utama berdasarkan penyebabnya yaitu stroke iskemik dan
hemoragik (Black, 2014).
Menurut Smeltzer & Bare, 2010 penyebab utama stroke iskemik biasanya
dikarenakan terjadinya sumbatan vaskular yang berakibat terjadinya hipoperfusi
jaringan otak, sedangkan untuk hemoragik dikarenakan ekstravasasi darah kedalam
otak atau ruang subarachnoid.
Dalam definisi yang dikemukakan oleh Doengoes, 2010 pengertian stroke adalah
injury atau kematian bagian otak yang disebabkan oleh interupsi atau gangguan suplai
darah kearea otak tersebut yang menyebabkan ketidakmampuan dapat berupa paralisis
atau kerusakan bicara.
Dari beberapa pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa stroke adalah
penyakit yang terjadi pada daerah otak karena adanya gangguan suplai darah kebagian
dari otak yang dapat disebabkan oleh sumbatan vaskular ataupun ekatravasasi darah
kedalam otak atau ruang subarachnoid yang menimbulkan perubahan neurologis
berupa ketidakmampuan berupa paralisis atau kerusakan bicara. Jenis stroke
dibedakan menjadi iskemik dan hemoragik.
2.4 ETIOLOGI
Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi menurut Smeltzer & Bare, 2010; Black,
2014 yaitu :
1. Pengontrolan tekanan darah yang adekuat bagi penderita hipertensi
2. Diabetes melitus
3. Pengenalan dini dan pengobatan untuk penyempitan pembuluh karotis dan
pengobatan TIA
4. Hiperlipidemia
5. Merokok
6. Konsumsi alkohol berlebihan
7. Penggunaan obat-obat terlarang
8. Obesitas
9. Gunakan kontrasepsi oral dengan dosis estrogen yang rendah dan digunakan jika
tidak ada faktor-faktor risiko lain
2.5 PATOFISIOLOGI
Trombus dan embolus pada pembuluh darah otak mengakibatkan aliran darah ke otak
berkurang atau terhenti sama sekali ke daerah distal otak yang mengalami trombus
dan emboli, sehingga otak mengalami kekurangan sumber kalori berupa glukosa dan
mineral lain dan juga oksigen. Iskemia terjadi ketika aliran darah menurun kurang
dari 25 ml per 100 g/menit. Penurunan aliran darah srebral menyebabkan terjadinya
daerah penumbra dan berkembang menjadi daerah infark. Daerah penumbra adalah
daerah otak yang iskemik dan terdapat pada daerah sekitar yang mengelilingi daerah
infark. Daerah ini dapat segera mengalami infark jika tidak dilakukan tindakan
penyelamatan, daerah ini dapat diselamatkan dengan cara meningkatkan aliran darah
serebral yang akan menuju daerah tersebut dalam waktu yang cepat. Apabila tidak
dilakukan penyelamatan pada daerah penumbra akan terjadi pembesaran area infark
pada daerah penumbra dan akan memperberat gangguan neurologis terutama stroke
iskemik. Area infark dan penumbra ini akan menimbulkan bertambah luasnya edema
otak disekitar penumbra dan infark sebagai akibat tekanan dan iskemia sehingga
menyebabkan gangguan sistem saraf yang lebih luas yang bersifat sementara. Proses
evolusi dari jaringan iskemik ke arah infark ini cukup cepat, menurut penelitian
Nortje & Menon (2004) iskemik selama 8-12 jam menimbulkan keadaan neuron
mengecil dan kematian jaringan. Cerebral blood flow (CBF) sebesar 18 ml/100
gram/menit selama 4 jam akan menimbulkan infark. CBF sebesar 15 ml/100
gram/menit akan menimbulkan infark dalam waktu 3,5 jam. CBF 10 ml/100
gram/menit akan terjadi proses infark dalam waktu 3 jam. CBF 5 ml/100 gram/menit
menimbulkan infark dalam waktu 30 menit.
Stroke hemoragik terjadi sesuai dengan penyebab perdarahan otak dan lokasi
perdarahannya. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab yang paling utama adalah kebocoran aneurisma pada area
sirkulus villis dan kelainan bentuk arteri-vena (AVM). Perdarahan tersebut dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan dalam otak yang menimbulkan terjadinya proses
menekan dan merusak jaringan otak disekitarnya. Daerah yang tertekan tersebut
selanjutnya akan mengalami edema sekunder akibat iskemia dan meningkatnya
tekanan intrakranial yang semakin berat. Perdarahan subarachnoid juga disebabkan
oleh efek sekunder terjadinya iskemia pada otak akibat adanya penurunan tekanan
perfusi dan vasospasme. Perdarahan intraserebral paling sering terjadi pada pasien
stroke dengan hipertensi dan aterosklerosis. Selain penyakit tadi bisa juga disebabkan
oleh tumor otak dan penggunaan obat antikoagulan juga amphetamine. Perdarahan
biasanya terjadi pada daerah seperti lobus otak, basal ganglia, talamus, pons dan
serebulum, intraventrikular (Black, 2014; Doengoes, 2010)
2.6 TANDA DAN GEJALA
Menurut Black, 2014; Doengoes, 2010; Smeltzer & Bare, 2010 manifestasi stroke
sangat beragam, yang sering terjadi tanda dan gejala biasanya secara mendadak, fokal
dan mengenai satu sisi. Diantaranya :
1. Kelemahan pada alat gerak
2. Penurunan kesadaran
3. Gangguan penglihatan
4. Gangguan komunikasi
5. Sakit kepala
6. Gangguan keseimbangan
7. Gangguan kognitif
8. Kecemasan
Stroke iskemik dihubungkan dengan bagian arteri yang terkena menurut Black, 2014
yaitu :
1. Arteri karotis interna
Lokasi lesi yang paling sering biasanya pada bifurkasio arteri karotis komunis
yang bercang menjadi arteri karotis interna dan karotis eksterna, gejala yang
sering tampak adalah :
a. Paralisis pada wajah, tangan dan kaki bagian sisi yang berlawanan
b. Gangguan sensoeri pada wajah, tangan dan kaki bagian sisi yang berlawanan
c. Afasia jika yang terkena adalah daerah hemisfer dominan (hemisfer kiri)
khususnya daerah Brocas (ekspresi atau motorik) atau Werhnics (sensori
atau penerima) atau kedua-duanya.
2. Atreri serebri anterior
Lokasi lesi pada daerah ini paling jarang terkena, apabila sudah terkena dapat
menimbulkan gejala seperti :
a. Paralisis pada kaki sisi yang berlawanan
b. Gangguan keseimbangan
c. Gangguan pada kaki dan jari daerah yang berlawanan
d. Gangguan kognitif
e. Inkontinensia urin
3. Arteri serebri posterior
Lesi yang terkena pada daerah ini dalam lobus otak tengah/talamus, gangguan
yang muncul seperti :
a. Gangguan kesdaran sampai koma
b. Kerusakan memori
c. Gangguan penglihatan
4. Arteri serebri media
Gejala dominan yang dapat ditimbulkan adalah :
a. Hemiplegi kontralateral pada kedua ekstremitas
b. Kadang-kadang kebutaan
c. Afasia global (gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan
percakapan dan komunikasi
Manifestasi klinis stroke dengan penyebab yang berbeda menurut Black, 2014 :
Penyebab Manifestasi klinis
Trombosis - Cenderung terjadi pada saat tidur atau dalam waktu
satu jam setelah bangun
- Iskemik terjadi secara perlahan, sehingga manifestasi
klinis terjadi lebih perlahan daripada stroke yang
terjadi karena perdarahan atau emboli
Emboli - Keberlangsungan kesadaran relatif
- Hipertensi
- Pola waktu tidak dapat diprediksi, tidak berhubungan
dengan aktivitas
Perdarahan - Manifestasi klinis terjadi dengan cepat dalam waktu
10-30 detik dan sering tanpa peringatan
- Bisa terjadi perbaikan yang cepat
- Keberlangsungan kesadaran relatif
- Tekanan darah normal
- Sering terjadi pada seseorang dalam kondisi aktif, jam
bangun
- Sakit kepala yang parah dan tegang pada leher bagian
belakang
- Serangan hemiplegia lengkap dengan cepat, terjadi
selama hitungan menit sampai satu jam
- Biasanya mengakibatkan kehilangan fungsional
permanen dan luas yang lebih lambat dan waktu
penyembuhan menyeluruh yang lebih sedikit
- Progresi ke arah kondisi koma yang cepat
2.8 PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer & Bare, 2010; Black, 2014 manajemen medis dari pasien dengan
stroke :
1. Identifikasi awal stroke dengan menggunakan alat pengkajian standar seperti
Acute Stroke Quick Screen dan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
Petunjuk Penjelasan skala
1a. Tingkat kesadaran. 0 = sadar/waspada, respons sepenuhnya
Pemerika harus memilih respons, 1 = tidak waspada, tidak mampu
bahkan jika evaluasi yang lengkap tidak bergerak dengan stimulus minor
bisa dilakukan karena beberapa untuk mematuhi, menjawab atau
hambatan seperti adanya selang merespons
endotrakeal, hambatan bahasa, trauma 2 = tidak waspada, membutuhkan
orotrakeal atau balutan. stimulus berulang atau stimulus
Skor 3 diberikan hanya jika klien tidak rasa nyeri untuk membuat gerakan
membuat gerakan apapun selain dari (bukan stereotipe atau gerakan
refleks potur dalam merespons stimulus berulang yang konstan tapi
yang tidak menyenangkan memiliki arti)
3 = merespons hanya dengan refleks
motorik atau refleks autonom atau
tidak merespons sama sekali,
lemah, tidak ada refleks
1b. Pertanyaan tingkat kesadaran. 0 = menjawab kedua pertanyaan dengan
Tanyakan pada pasien bulan apa saat ini benar
dan usianya. Jawaban harus benar 1 = menjawab satu pertanyaan dengan
tidak ada nilai untuk jawaban yang benar
hampir benar. Pasien dengan afasia dan 2 = tidak menjawab kedua pertanyaan
stupor yang tidak memahami dengan benar
pertanyaan diberikan skor 2. Pasien
yang tidak dapat bicara karena intubasi,
trauma orotrakeal, disartria yang parah
karena berbagai sebab, kendala bahasa
atau masalah lainnya yang bukan akibat
dari afasia diberi skor 1. Penting untuk
diketahui bahwa hanya jawaban
pertama yang dinilai dan penguji tidak
akan membantu klien dengan isyarat
verbal ataupun nonverbal
1c. Perintah tingkat kesadaran. 0 = melakukan kedua tugas dengan
Pasien diminta untuk membuka dan benar
menutup mata, serta kemudian untuk 1 = melakukan satu tugas dengan benar
menggenggam dan melepaskan 2 = tidak melakukan kedua tugas
genggaman pada tangan yang tidak tersebut
paresis. Ganti perintah yang lain jika
tangan tidak bisa digunakan. Nilai
diberikan jika terlihat usaha yang nyata
dilakukan tapi tidak selesai karena
kelemahan. Jika pasien tidak merespons
terhadap perintah, perintah tersebut
harus diperagakan dengan gerakan dan
catat hasilnya misalnya tidak mengikuti
sama sekali, mengikuti satu atau dua
perintah. Pasien dengan trauma,
amputasi atau dengan hambatan fisik
harus diberikan perintah sesuai dengan
kondisi mereka. Hanya usaha pertama
yang akan dinilai
2.Pandangan. 0 = normal
Hanya gerakan mata horizontal yang 1 = gangguan pandangan sebagian, skor
akan diuji. Adanya gerakan volunter ini diberikan jika pandangan
atau reflektif (okulosefalik) dari mata tersebut abnormal pada salah satu
yang akan dinilai, tapi tes kalorik tidak atau kedua mata, tapi tidak
akan dilakukan. Jika pasien memiliki terdapat penyimpangan yang
deviasi konjugasi pada mata yang dapat dipaksa atau kelumpuhan
melakukan aktivitas volunter atau pandangan total
reflektif diberi skor 1. Jika pasien 2 = penyimpangan yang dipaksa atau
memiliki paresis pada saraf tepi yang kelumpuhan pandangan total,
terisolasi (SK III, IV atau VI) diberi tidak dapat diatasi dengan
skor 2. Tatapan bisa diperiksa pada manuver okulosefalik
semua pasien dengan afasia. Pasien
dengan trauma okular, adanya balutan,
kebutaan yang sudah ada sebelumnya,
gangguan ketajaman penglihatan, atau
lapangan pandangan lainnya harus
diperiksa dengan gerakan refleksif. Dan
pilihan ditentukan oleh pemeriksa.
Mempertahankan kontak mata dengan
pasien, kemudian bergerak dari satu sisi
ke sisi lainnya pada pasien biasanya
akan memperjelas adanya gangguan
kemampuan pandangan
3.Penglihatan. 0 = tidak ada gangguan penglihatan
Lapang pandang (kuadran atas dan 1 = hemianopia sebagian
bawah) diuji dengan saling berhadapan. 2 = hemianopia lengkap
Menggunakan jari tangan, atau 3 = hemianopia bilateral (kebutaan,
perlakuan pada penglihatan yang sesuai. termasuk kebutaan pada korteks)
Pasien harus didukung, tapi jika dia
melihat dengan benar ke bagian sisi
jari-jari yang bergerak hal ini bisa
diberikan skor normal. Jika terjadi
kebtaan unilateral atau enukleasi,
lapang pandang pada mata yang tidak
mengalami kebutaan yang akan dinilai.
Skor 1 jka asimetri yang nyata termasuk
kuadrantanopia ditemukan. Jika pasien
buta karena penyebab lain, diberi skor
3. Stimulasi rangkap berulang
dilakukan pada tahap ini, jika ada
extinction (gangguan penglihatan
neurologis), pasien menerima skor 1
dan hasilnya digunakan untuk
menjawab pertanyaan 11
4.Kelumpuhan pada wajah. 0 = gerakan simetrikal normal
Minta pasien dengan kalimat atau 1 = kelumpuhan minor (lipatan
gerakan untuk memperlihatkan gigi nasolabial menjadi datar, asimetris
atau senyum dan menutup mata. Kaji pada saat tersenyum)
kesimetrisan ekspresi meringis terhadap 2 = kelumpuhan sebagian (kelumpuhan
respons pada stimulus yang tidak total atau hampir total pada wajah
menyenangkan pada pasien dengan bagian bawah)
kemampuan merespons yang brurk atau 3 = kelumpuhan total (tidak adanya
tidak punya kemampuan memahami. gerakan pada wajah bagian atas
Jika terdapat trauma atau balutan, dan bawah)
selang orotrakeal, plester atau halangan
fisik lainnya pada wajah pasien, benda-
benda tersebut dapat disingkirkan
sebisa mungkin untuk tidak
menghalangi
5.Dan 6. Gerakan lengan dan tungkai. 0 = tidak ada perubahan gerakan,
Anggota gerak diletakkan pada posisi lengan menahan 90/45 selama 10
yang benar, ekstensi bagian lengan 90 detik penuh
(jika duduk) atau 45 (jika berbaring) 1 = terjadi perubahan gerak, lengan
dan tungkai 30 (harus dalam keadaan menahan 90/45 tapi bergerak
baring). Perubahan yang terjadi dinilai turun sebelum 10 detik penuh,
jika lengan terjatuh sebelum 10 detik tidak mengenai tempat tidur atau
dan tungkai sebelum 5 detik. Ketika pendukung lainnya
melakukan pemeriksaan ini pada pasien 2 = terjadi beberapa usaha menahan
afasia, dilakukan dengan penekanan gravitasi, lengan tidak dapat atau
suara atau gerakan tubuh tapi tidak mempertahankan (jika ada
dengan stimulus yang tidak indikasi) 90/45, bergerak turun
menyenangkan. Setiap anggita gerak kearah tempat tidur tapi terlihat
diperiksa secara berurutan, dimulai ada usaha untuk melawan
dengan lengan yang tidak lumpuh. gravitasi
Hanya dalam kasus amputasi atau 3 = tidak ada usaha melawan gravitasi,
persambungan sendi pada bahu dan lengan terjatuh kebawah
panggul yang diberi skor 9. Pemeriksa 4 = tidak ada gerakan
harus dengan jelas menuliskan 9 = amputasi, ada sambungan sendi
penjelasan untuk pemberian skor 9 ini (jelaskan)
5a = lengan kiri 5b = lengan kanan
0 = tidak ada perubahan gerakan,
tungkai menahan 30 selama 5
detik penuh
1 = terjadi perubahan gerak, tungkai
terjatuh pada akhir 5 detik tetapi
tidak mengenai tempat tidur
2 = terjadi beberapa usaha menahan
gravitasi, tungkai terjatuh ke
tempat tidur tapi terlihat ada
usaha untuk melawan gravitasi
3 = tidak ada usaha melawan gravitasi,
tungkai terjatuh ke tempat tidur
dengan cepat
4 = tidak ada gerakan
9 = amputasi, ada sambungan sendi
(jelaskan)
6a. Tungkai kiri 6b. Tungkai kanan
9. Kehilangan kontrol gerakan 0 = tidak ada kelainan
(ataksia) pada anggota gerak tubuh 1 = terjadi ataksia pada satu anggota
bagian atas (lengan) gerak
Bagian ini ditujukan untuk menemukan 2 = terjadi ataksia pada dua anggota
bukti adanya lesi serebral unilateral. gerak jika terjadi, apakah ataksia
Cara pemeriksaan dengan mata terjadi pada lengan kanan : 1 = ya,
terbuka, seandainya terdapat gangguan 2 = tidak
penglihatan, pastikan pemeriksaan 9 = amputasi atau ada sambungan
dilakukan pada lapang pandang yang sendi, jelaskan : lengan kiri ; 1 =
normal. Tes jari-hidung-jari dan tumit- ya, 2 = tidak
tulang depan tungkai dilakukan pada 9 = amputasi atau ada sambungan
kedua sisi, dan ataksia dinilai hanya sendi, jelaskan : tungkai kanan; 1
jika tidak terdapat kelemahan. Ataksia = ya, 2 = tidak
tidak terjadi pada klien yang tidak 9 = amputasi atau ada sambungan
dapat memahami atau hemiplegia; sendi, jelaskan : tungkai kiri; 1 =
hanya dalam kasus amputasi atau ya, 2 = tidak
penyambungan sendi bisa diberi skor 9 9 = amputasi atau smabungan sendi;
dan pemeriksa harus dengan jelas jelaskan
menuliskan alasan tidak melakukan
penilaian. Dalam kasus kebutaan,
lakukan tes dengan menyentuh hidung
dari posisi lengan yang ekstensi
10. Sensori 0 = normal, tidak ada penurunan sensori
Sensori atau ekspresi wajah terhadap 1 = penurunan sensori ringan sampai
tusukan benda tajam (peniti) atau usaha sedang, pasien merasakan tusukan
menarik diri dari stimulus nyeri peniti tidak begitu tajam atau
diperiksa pada pasien yang tidak tumpul pada bagian yang terkena
memiliki rasa sensitivitas atau ataksia. atau tidak dapat merasakan nyeri
Hanya penurunan sensori yang permukaan dengan tusukan peniti
dihubungkan dengan stroke yang dinilai tapi pasien merasakan adanya
sebagai abnormal dan pemeriksa harus sentuhan
memeriksa bagian tubuh sebanyak 2 = penurunana sensori yang parah atau
mungkin (lengan bukan tangan, total, pasien tidak sadar akan
tungkai, bagian dada, wajah) yang sentuhan
dibutuhkan untuk memriksa adanya
kehilangan hemisensori secara kurat.
Skor 2 parah atau total hanya bisa
diberikan jika kehilangan sensasi yang
parah atau total dapat degan jelas
terlihat. Pasien yang stupor atau afasia
bisa diberikan skor 1 atau 0. Pasien
dengan stroke pada batang otak yang
menderita kehilangan sensori bilateral
diberi skor 2. Pasien yang koma
(pertanyaan 1a = 3) dapat diberikan
skor 2 pada bagian ini.
11. Bahasa 0 = tidak ada afasia, normal
Informasi yang penting tentang 1 = afasia ringan ke sedang, jelas
pemahaman bisa didapatkan selama terlihat beberapa kehilangan
sesisebelum pemeriksaan. Pasien dalam kelancaran pemahaman,
diminta untuk menggambarkan apa tanpa batasan yang signifikan
yang terjadi pada gambar yang terhadap ide yang disampaikan
diperlihatkan, menyebutkan benda- atau bentuk ekspresi. Penurunan
benda pada kertas yang sudah diberikan kemampuan berbicara dan atau
nama, dan membaca daftar kalimat pemahaman, bagaimanapun
yang tertulis. Pemahaman dinilai dari menimbulkan kesulitan dan atau
respons pada tugas tersebut dan juga tidak mungkin membuat
untuk semua perintah pada pemeriksaan percakapan atas materi yang
neurologis keseluruhan sebelumnya. diberikan. Contohnya dalam
Jika kehilangan penglihatan percakapan mengenai materi yang
mengganggu tes, minta pasien untuk diberikan, pemeriksa dapat
mengidentifikasi objek yang diletakkan mengidentifikasi gambar atau
pada telapak tangan, mengulang dan kartu bernama dari repons pasien
mengeluarkan suara bicara. Pasien 2 = afasia berat; seluruh komunikais
degan intubasi harus diminta untuk dilakukan melalui ekspresi yang
menulis kalimat, pasien yang koma terpotong-potong; butuh usaha
(pertanyaan 1a = 3) akan langsung yang keras oleh pendengar untuk
diberikan skor 3. Pemeriksa harus menyimpulkan, bertanya dan
memilih skor untuk pasien dengan menebak. Rentang informasi yang
stupor atau memiliki keterbatasan bisa disampaikan sangat terbatas;
dalam bekerja sama, tapi skor 3 hanya pendengar akan mengalami
bisa diberikan kapada pasien yang tidak kesulitan dalam berkomunikasi.
bersuara adn tidak mengikuti semua Pemeriksa tidak dapat
perintah. mengidentifikasi materi yang
diberikan dari respons pasien
3 = diam, afasia global; tidak ada
ucapan yang dapat digunakan atau
pemahaman auditori
12. Disartria 0 = normal
Jika pasien diperkirakan dalam keadaan 1 = ringan ke sedang, pasien
normal, contoh bicara yang adekuat menggumamkan paling tidak
bisa didapatkan dengan meminta pasien beberapa kata dan setidaknya
untuk membaca atau mengulangi kata- masih bisa dipahami walaupun
kata dari daftar kata yang diberikan. sulit
Jika pasien mengalami afasia yang 2 = parah, cara bicara pasien sangat
parah, kejelasan artikulasi dari bicara tidak jelas dan tidak akan mungkin
yang spontan bisa dinilai. Hanya jika dimengerti dalam tanpa adanya
pada pasien terpasang intubasi atau disfasia, atau diam/anartik
memiliki hambatan fisik lainnya untuk 9 = ada intubasi atau hambatan fisik
berbicara diberi skor 9, dan penguji lainnya; jelaskan
harus menuliskan dengan jelas alasan
untuk tidak melakukan penilaian.
Jangan memberitahukan pasien
mengapa mereka dites.
13. Extinction (gangguan penglihatan 0 = tidak ada abnormalitas
neurologis) dan in attention (tidak 1 = penglihatan, perabaan, penciuman,
ada perhatian) yang sebelumnya pemahaman akan ruang atau tidak
dikenal dengan Negleksi ada perhatian secara personal atau
Informasi yang cukup untuk extinction terhadap stimulasi
mengidentifikasi neglesi bisa bilateral secara stimultan pada
didapatkan selama waktu sebelum salah satu tindakan sensoris
pemeriksaan. Jika pasien menderita 2 = hemi-inattention terhadap lebih dari
gangguan penglihatan yang parah yang satu tindakan; tidak mengenali
menghalangi stimulasi penglihatan pada tangan sendiri atau hanya
kedua mata secara bersamaan dan mengenali satu sis bagian dari
stimulasi kutaneus normal, maka diberi ruangan
skor normal. Jika pasien menderita
afasia tapi terjadi pada kedua bagian
mata, maka diberi skor normal. Adanya
neglesi pada ruang penglihatan atau
anosognosia bisa dianggap sebagai
bukti adanya neglesi. Oleh karena
kondisi neglesi dinilai jika terbukti
memang terdapat kondisi tersebut
(bagian ini tidak pernah diuji,
merupakan bagian tambahan dari skor
NIH)
14. fungsi motorik distal 0 = normal (tidak ada fleksi setelah 5
tangan pasien ditahan pada bagian detik)
lengan atas oleh pemeriksa dan pasien 1 = ekstensi masih bisa dilakukan
diminta untuk ekstensi jari-jarinya beberapa saat setelah 5 detik tapi
sebisa mungkin. Jika pasien tidak tidak ekstensi penuh
mampu atau tidak melakukan ekstensi 2 = tidak ada ekstensi setelah 5 detik;
jari-jari tersebut, maka pemeriksa pergerakan jari-jari setelah waktu
melakukan ekstensi penuh pada jari-jari yang ditentukan tidak akan dicatat.
tersebut dan mengobsevrasi adanya a. Lengan kiri dan b. Lengan
gerakan fleksi dalam waktu 5 detik. kanan
Usaha pertama yang dilakukan pasien
yang diberi skor. Pengulangan perintah
atau pengujian adalah sesuatu yang
tidak boleh dilakukan
2.9 KOMPLIKASI
Potensial komplikasi yang mungkin bisa terjadi pada pasien stroke menurut Smeltzer
& Bare, 2010; Black, 2014 adalah :
1. Koma
2. Perdarahan intrakranial
3. Edema serebral
4. Perubahan gula darah
5. Aspirasi
6. Stroke berulang
7. Kematian
2.1.0 PENGKAJIAN
Menurut Doengoes, 2010 pengkajian yang dapat dilakukan untuk pasien stroke adalah
Pemeriksaan yang ditemukan Tanda dan gejala yang diperlihatkan
1. Aktivitas/istirahat 1. Adanya perubahan tonus otot :
a. Kesulitan beraktifitas sampai lemah atau kejang; umumnya
kelemahan, kehilangan sensasi terjadi kelemahan
atau paralisis (hemiplegia 2. Paralisis satu sisi
b. Sering merasa lelah 3. Adanya perubahan kesadaran
c. Kesulitan beristirahat, nyeri atau
otot berkedut
2. Sirkulasi 1. Hipertensi arteri dimana sering
a. Adanya riwayat penyakit jantung : bersamaan munculnya kecuali
miokard infark, rematik dan CVA yang disebabkan oleh
penyakit pembuluh darah jantung, emboli dan malformasi vaskular
gagal jantung, endokarditis bakteri, 2. Rata-rata nadi akan berubah
polisitemia yang disebabkan karena berbagai
faktor seperti kondisi jantung,
medikasi, efek pada stroke
vasomotor
3. Disritmia, adanya perubahan
ECG
4. Bruit pada karotis, femoral,atau
arteri iliaka, atau aorta abdomen
3. Integritas ego 1. Emosi labil
a. Perasaan tak berdaya, putus asa 2. Kemarahan yang berlebihan atau
tidak pantas, sedih, gembira
3. Kesulitan mengekspresikan
perasaan sendiri
4. Eliminasi 1. Perubahan pengosongan :
inkontinensia, anuria
2. Distensi abdomen
3. Distensi kandung kemih
4. Ketiadaan atau penurunan bunyi
usus jika ada paralisis
neurogenik ileus
5. Makanan/cairan 1. obesitas
a. Riwayat diabetes, peningkatan 2. masalah menguyah dan menelan
serum lipid
b. Kurang nafsu makan
c. Mual atau vomitus selama masa
akut (peningkatan tekanan
intrakranial)
d. Kehilangan sensasi pada lidah, pipi
dan tenggorokan
e. Disfagia
6. Neurosensori 1. Kesadaran dapat berubah sesuai
a. Riwayat TIA, RIND dengan etiologi stroke
b. Pusing atau pingsan sebelum 2. Pada ekstremitas terjadi
kejadian stroke atau selama terjadi kelemahan atau paralisis pada
TIA ekstremitas dan wajah
c. Sakit kepala hebat yang dapat 3. Afasia, agnosia, apraxia
menyertai pada perdarahan 4. Kecemasan gambaran tubuh,
intraserebral atau subarachnoid neglect ataupun penolakan
d. Perasaan geli, kebas dan 5. Reaksi dan ukuran pupil : tidak
kelemahan yang bersaamaan sama pada satu sisi, nuchal
dengan TIA dan sering ditemukan rigidity, kejang
sampai mati rasa
e. Penurunan penglihatan :
penglihatan kabur, penglihatan
hanya setengah, penglihatan ganda
(diplopia) atau kerusakan lapang
pandang
f. Kehilangan sensori pada
kontraletral pada satu sisi
ekstremitas dan beberapa sisi
wajah
g. Kerusakan sensasi rasa dan
penciuman
7. Nyeri/kenyamanan 1. Kehilangan istirahat
a. Sakit kepala yang bisa berubah 2. Tension pada otot dan wajah
intensitasnya 3. Distraksi perilaku
8. Respirasi 1. Ketidakmampuan menelan,
a. merokok batuk ataupun proteksi jalan
nafas
2. Kesulitan dan iregular
pernafasan
3. Ronchi
9. Keamanan 1. Kesulitan penglihatan
2. Perubahan persepsi diri, neglect
3. Kesulitan melihat objek pada
sisi kiri
4. Ketiadaan kewaspadaan pada
satu sisi
5. Ketidakmampuan mengenali
benda, warna, kata, wajah
6. Penurunan respons panas dan
dingin, perubahan regulasi suhu
tubuh
7. Kesulitan menelan
10. Sosial interaksi 1. Kesulitan berbicara
2. Ketidakmampuan untuk
berkomunikasi
3. Perilaku yang tidak tepat
11. Pengajaran/pembelajaran 4.
a. Riwayat keluarga : hipertensi,
stroke, diabetes
b. Ras
c. Penggunaan kontrasepsi oral
d. Merokok, alkohol
e. obesitas
WHO (2013). A global brief on hipertension : Silent killer, global public health crisis.
Switzerland : WHO Press
WHO (2011). Global atlas on cardiovascular disease prevention and control. Geneva :
WHO Press
Black, J.M & Hawks, J.H (2014). Keperawatan medikal bedah : manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan. Edisi 8. Buku 2 & 3. Singapore : Elsevier
Wilkinson, J.M & Ahern, N.R (2009). Alih bahasa : Esty Wahyuningsih : Buku saku
diagnosis keperawatan : Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Edisi
9. Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C. Bare, B.G. Hinkle, J.L & Cheever, K.H (2010). Brunner & Suddarths :
Textbook of medical-surgical nursing. Wolters Kluwer : Lippincott Williams &
Wilkins
Nurarif, AH. Kusuma, H (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis
& NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Med Action.
Martini, FH. Nath, JL. & Bartholomew, EF (2012). Fundamentals of anatomy & physiology.
Ninth Edition. Benjamin Cummings : Pearson
Tortora, GJ & Derrickson, B (2012). Principles of anatomy & physiology. 13th Edition. USA
: John Wiley & Sons Inc.
Doengoes, M.E. Moorhouse, M.F & Murr, A.C (2010). Nursing care plans : Guidelines for
individualizing client care across the life span. 8th Edition. Philadelphia : F.A Davis
Company
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M & Wagner, C.M (2013). Nursing
interventions classification (NIC). Sixth Edition. Missouri : Elsevier
Herdman, T.H & Kamitsuru, S (2014). NANDA international, inc. Nursing diagnosis :
Definitions & classification 2015-2017. Tenth Edition. West Sussex : Wiley
Blackwell